Wilayah Indonesia yang paling rawan pencurian ikan adalah

Wilayah Indonesia yang paling rawan pencurian ikan adalah

Jakarta - Sejumlah wilayah laut di Indonesia kerap menjadi 'korban' aksi penangkapan ikan ilegal (illegal fishing). Potensi tindakan illegal fishing paling besar terjadi di wilayah timur Indonesia dan daerah perbatasan."Yang potensial di daerah perbatasan. Laut Arafura atau Ambon itu agak unik karena subur dan ikan tumbuh dengan baik. Jadi Arafura satu," ungkap Kepala Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor (IPB) Yon Vitner, saat ditemui di kantor Kadin Kuningan, Jakarta, Senin (22/9/2014).Selain laut Arafura, laut Natuna di Sulawesi dan selat Makassar juga menjadi sasaran empuk penangkapan ikan secara ilegal oleh nelayan Thailand.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

"Kemudian di Laut Natuna, lalu di Utara Morotai dan Sulawesi itu rumpun (alat pancing) nelayan Thailand banyak sekali di sana. Jadi rumpun itu besi panjang untuk mancing ikan tuna besar kecil diambil semua. Kita tidak punya pengawasan di sana," imbuhnya.Sedangkan di barat Indonesia, konsentrasi penangkapan ikan secara ilegal dilakukan di Selat Malaka dan Laut China Selatan, hingga Perairan Pulau Anambas."Negara-negara yang banyak menangkap ikan kita secara ilegal itu Thailand, Filipina di utara, Vietnam, dan Selat Malaka itu Malaysia biasa menangkap ikan kita," sebutnya.

(wij/dnl)

Wilayah Indonesia yang paling rawan pencurian ikan adalah

Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengeluarkan data terbaru lokasi zona laut Indonesia yang kerap terjadi praktik penangkapan ikan ilegal (illegal fishing). Dirjen Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Asep Burhanudin menyebut, ada 3 zona laut Indonesia di mana kegiatan illegal fishing marak dilakukan kapal asing.

"Wilayah laut yang banyak terjadi illegal fishing itu ada di Aru (Arafura), Sulawesi Utara (Perairan Bitung), dan Laut Natuna," ungkap Asep kepada detikFinance, Sabtu (20/12/2014).

Menurut catatan PSDKP, di Laut Natuna nelayan asing yang banyak mencuri ikan adalah dari Taiwan, Thailand, Malaysia, dan Tiongkok. Sementara di Perairan Bitung ada nelayan asing asal Filipina. Di Laut Arafura, nelayan asal Tiongkok, Thailand, dan Taiwan kerap mencuri ikan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Asep mengakui, wilayah laut yang cukup luas menyulitkan pihak KKP, maupun TNI AL mengawasi pergerakan kapal yang masuk dan keluar dari perairan Indonesia."Jadi memang idealnya untuk mengamankan laut Indonesia kita butuh 1.100 kapal. Dengan jumlah itu setiap 1.100 mil laut dijaga 1 kapal," paparnya.Kemudian ke depan, Asep menginginkan 27 kapal pengawas PSDKP dilengkapi persenjataan canggih. Asep ingin jenis kaliber peluru kapal laut diganti dari 12,7 mm menjadi 20 mm agar mempermudah proses penenggelaman kapal langsung di lokasi."Perlengkapan senjata KKP jangan lagi yang 12,7 mm kalau bisa yang 20 mm dengan HE Efect. Jadi sekali tembak dia bisa langsung membakas kapal. Bkan lagi kita pakai bom molotov," jelasnya.

(wij/dnl)

Praktisi Hukum Publik, Mas Achmad Santos. Foto: Arifin Asydhad/kumparan

CEO Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) Dr Mas Achmad Santosa menyebut setidaknya ada enam wilayah perairan laut Indonesia yang tergolong rawan tindak pencurian ikan, termasuk di Natuna.

Data kerawanan itu, kata Achmad, dirilis oleh Global Fishing Watch yang menggunakan teknologi Automatic Identification System (AIS).

"Ada enam wilayah rawan pencurian berdasarkan data Global Fishing Watch Automatic Identification System (AIS)," ujar Achmad dalam webinar yang diselenggarakan kumparan dan Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI), Jumat (12/6).

Menurut Achmad, kerawanan itu terjadi karena banyak kapal asing yang bergerak lambat di enam titik tersebut. Gerakan kapal yang lambat menjadi salah satu indikasi adanya illegal, unreported, unregulated (IUU) fishing.

CEO IOJI Dr Mas Achmad Santosa mengikuti webinar 'Tantangan Indonesia untuk Mengakhiri Praktik Illegal Fishing'. Foto: screenshot/zoom

"Kami memantau bahwa kapal asing dalam ukuran yang cukup besar kecepatan gerak kapal asing tersebut di bawah 3 knot, jadi kehadiran mereka di perbatasan dengan kecepatan yang sangat lambat mengindikasikan adanya kegiatan IUUF yang dilakukan di wilayah ZEE kita," ucapnya.

Dari enam daerah itu, perairan laut Natuna utara menjadi daerah yang paling rawan menjadi sasaran eksplorasi dan eksploitasi Kapal Ikan Asing (KIA).

"Memang Natuna utara wilayah paling rawan terjadinya pencurian oleh KIA, dengan negara yang melakukan pelanggaran di wilayah perikanan Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 711 adalah kapal asing Tiongkok dan kapal ikan asing Vietnam," ungkap Achmad.

Achmad membeberkan, setidaknya ada tiga alasan besar mengapa masih banyak KIA yang bersikeras mengeksplorasi wilayah perairan Indonesia. Selain karena keterbatasan sumber daya ikan mereka, para nelayan ilegal itu juga berambisi menjadi eksportir ikan utama. Belum lagi, adanya tren peningkatan konsumsi ikan.

"Artinya kehadiran patroli rutin di wilayah tersebut sangat dibutuhkan di enam titik rawan tersebut. Pangkalan bagi kapal-kapal pengawas (KKP, Bakamla, TNI AL) untuk kelancaran patroli dan gakum laut perlu dibangun di wilayah rawan tersebut," kata Achmad.

Berikut enam wilayah perairan Indonesia yang tergolong rawan dari tindak eksploitasi Kapal Ikan Asing (KIA).

1. WPP 572, perairan Samudera Hindia sebelah barat Sumatera;

2. WPP 711, Laut Natuna Utara (Laut Cina Selatan), laut Natuna, dan perairan selat Karimata;

3. WPP 714, Teluk Tolo dan Laut Banda;

4. WPP 717, Perairan Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik;

5. WPP 716, Perairan Laut Sulawesi dan sebelah utara Pulau Halmahera; dan

6. WPP 718, Perairan Laut Aru, Laut Arafuru, dan Laut Timor bagian Timur.

------------------------------------

Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona.

Saksikan video menarik di bawah ini:


Page 2