Rasa persaudaraan yang ada akan menimbulkan sikap saling

Rasa persaudaraan yang ada akan menimbulkan sikap saling

Bandar Lampung: UKM-F Gemais Fakultas Syariah dan Hukum gelar silaturahmi keputrian dengan mengusung tema “Menjalin Ukhuwah Muslimah Hasanah,” Sabtu (10/12/2016) di Aula 11 & 12 Fakultas Syariah dan Hukum IAIN Raden Intan Lampung.

Agenda ini dihadiri oleh kurang lebih 20 kader, yang terdiri dari UKM-F Gemais dan UKM-F Rabbani Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi.

Silaturahmi tersebut bertujuan mempererat tali silaturahmi kader satu dengan yang lainnya agar tercipta rasa kepeduliaan di antar kader.

Istiqomah Yunus, S.E.I. Dewan Pembina Fakultas (DPF) UKM-F Gemais menyampaikan tentang betapa pentingnya rasa peduli terhadap saudaranya.

Menurut Istiqomah Yunus, S.E.I. Dalam sebuah jamaah ada proses terbentuknya ukhuwah Islamiyah yaitu:

Ta’aruf (Saling Mengenal) : ini adalah tingkatan yang paling dasar dalam ukhuwah. Adanya interaksi dapat lebih mengenal karakter individu

Tafahum (Saling Memahami) : proses ini berjalan secara alami. Seperti bagaimana kita memahami kekurangan dan kelebihan saudara kita.

Ta’awun (Saling Menolong) : lahir dari proses tafahum tadi. Ta’awun dapat dilakukan dengan hati (saling mendo’akan), pemikiran (berdiskusi dan saling menasehati), dan amal ( saling Bantu membantu).

Takaful (Saling Menanggung) : rasa sedih dansenang diselesaikan bersama. Ketika ada saudara yang mempunyai masalah, maka kita ikut menanggung dan menyelesaikan masalahnya tersebut.

Itsar (Mendahulukan orang lain daripada diri sendiri): ini adalah tingkatan tertinggi dalam ukhuwah. (Siti Nurrohmah)

Rembang—Islam rahmatan lil ‘alamin adalah Islam yang membawa perdamaian bagi seluruh umat manusia. Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, setidaknya ada tiga ukhuwah yang harus dijaga, yaitu ukhuwah islamiyah, ukhuwah basyariyah, dan ukhuwah wathoniyah.

Demikian dikemukakan oleh Kasi PAIS, Ruchbah dalam seminar Wawasan Penguatan Islam Rahmatan Lil ‘Alamin yang diadakan oleh Kantor Kementerian Agama Kabupaten Rembang, Selasa (7/2) di Hotel Kencana.

Dikatakan Ruchbah, ukhuwah Islamiyah berarti hubungan dengan sesama muslim yang didasari dengan persaudaraan yang islami. Sementara ukhuwah basyariyah adalah hubungan dengan sesama manusia yang harus terjaga baik dengan latar belakang agama, suku, ras, dan golongan yang berbeda. “Sementara ukhuwah wathoniyah berarti hubungan/kerjasama antar bangsa mesti dijalin sebaik mungkin dalam rangka menuju perdamaian dan kesejahteraan dunia tanta membedakan latar belakang agama bangsa tersebut,” terang Ruchbah.

Sementara untuk menyikapi berbagai perbedaan dalam bermasyarakat, generasi muda harus mengedepankan tiga prinsip, yaitu At-Tawaassuth [sikap tengah-tengah] menempatkan diri ditengah-tengah  yakni tidak ekstrem kanan maupun ekstrem kiri. Kedua, At-Tawaazun [seimbang dalam segala hal] termasuk menggunakan dalil aqli dan dalil naqli,khidmat kepada Allah dan khidmat kepada sesama manusia. “Dan ketiga yaitu At-Tasaamuh [toleran, mudah, luwes dan lembut] yakni menghargai perbedaan serta menghormati orang yang memiliki prinsip hidup yang tidak sama [bukan berarti mengakui atau membenarkan keyakinan yang berbeda,” terangnya lanjut.

Narasumber lainnya, yaitu Kasat Res Narkoba Polres Rembang, AKP Bambang Sugito. Dipaparkannya, generasi muda harus sebisa mungkin menghindarkan diri dari bahaya narkoba. “Hal ini demi menjaga keberlangsungan masa depan kalian, dan juga keberlangsungan pembangunan bangsa,” tandas di hadapan puluhan siswa SMA/SMK.—Shofatus s.

Rasa persaudaraan yang ada akan menimbulkan sikap saling
Dekan: Dr. Ir. H. Sudarjat, M.P.

Dalam suatu majelis, Rasulullahi SAW pernah bersabda bahwa akan datang suatu masa dimana umatku seperti buih di lautan. Kemudian para sahabat bertanya, “kenapa demikian ya Rasul?” Nabi pun menjelaskan bahwa di masa itu umat Islam akan sangat besar jumlahnya tetapi sangat rapuh, mudah bercerai berai.

Setiap mukmin dalam mengemban tugas hidupnya tidak lepas dari dua kewajiban, yakni kewajiban memelihara hubungan baik dengan Allah SWT dan memelihara hubungan baik dengan sesama manusia. Dengan tegas Allah SWT telah menjelaskan dalam Alquran bahwa sesungguhnya orang-orang yang memutuskan hubungan kepada Allah maupun kepada sesama manusia hidupnya akan diliputi kehinaan dimana saja mereka berada. Ibadah kepada Allah, disamping dapat mengingatkan diri kita kepada batas-batas kekuasaan diri, juga bisa menghilangkan sikap angkuh dan sombong yang dapat merusak ikatan batin serta manjauhkan persaudaraan.

Berkenaan dengan hubungan yang harus dipelihara dengan sesama manusia Rasulullah SAW telah memberikan tuntunannya sebagaimana dalam sabdanya: “Belum disebut beriman salah seorang diantara kamu sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri“ (HR. Bukhori).

Alquran mengingatkan kita bahwa setiap individu mempunyai kekurangan dan kelebihan. Dengan ukhuwah dan kebersamaan antara satu individu dengan lainnya akan saling melengkapi dan saling menyempurnakan. Banyak orang mengorbankan ukhuwah hanya karena perbedaan penafsiran tentang agama atau karena adanya kepentingan-kepentingan tertentu misalnya politik, padahal jelas rumusan dalam Alquran:”innamalmu’minuna ikhwatun” (Al Hujurot:10) merupakan refleksi seseorang dari tingkat keimanannnya dengan melihat sampai sejauh mana dia memelihara ukhuwah.

Di dalam Surat Ali Imron:103:”Wa’tasimu bihablillahi jami’a wala tafarroqu (dan berpeganglah kalian semua pada tali Allah ‘agama islam’ dan janganlah bercerai berai, dan di dalam surah AnNahl:90 “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepada kamu agar kamu dapat mengambil pengajaran”, semakin memperjelas akan kewajiban kita untuk memelihara ukhuwah islamiyah.

Dalam upaya mewujudkan ukhuwah ini, ada beberapa hal yang perlu kita bina bersama, yaitu:

1)    Bersikap husnuzhon diantara kita. Selama ini lebih sering kita menggunakan prasangka dan praduga dan sering tidak menggunakan akal sehat sehingga kita sering terperosok pada sikap su’uzhon kepada sesama muslim. Bila sikap ini dibiarkan akan berkembang sikap apriori, sulit menaruh kepercayaan walaupun kepada orang seiman.   Oleh karenanya Alloh melarang sifat itu: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka. Sesungguhnya sebagaian prasangka itu adalah dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha penerima taubat lagi maha penyayang. “(QS. Al-Hujurot : 12).

2)    Berpeganglah kita semua pada tali Allah (Al Islam) secara kaffah, dalam pergaulan hendaknya berpedoman dan mengacu kepada syariat islam. Bersikaplah sebagai seorang pemaaf, sikap yang sangat disukai Allah SWT: “Yaitu orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun di waktu sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”. (QS. Ali Imron: 134).

3)    Laksanakan hak dan kewajiban kita sebagai muslim dalam kehidupan bermasyarakat seperti tercantum dalam hadis yang bersumber dari Abu Hurairoh, Rasulullah bersabda “Hak seorang muslim atas muslim lainnya ada lima yaitu: menjawab salam, menengok orang sakit, mengantarkan jenazah, mendatangi undangan, mendoakan orang yang bersin jika mengucapkan Alhamdulillah dengan ucapan yarhamukalloh. (Muttafakun alaih).

4)    Jaga dan perbanyak ikatan tali silaturahmi. Ibadah vertikal (transendental) habluminallah, dan horizontal habluminannas.

5)    Tumbuhkan sikap saling percaya. Kita hendaklah selalu percaya kepada kemampuan saudara kita untuk membina, mendidik, dan memimpin jemaahnya. Kita seringkali ikut campur dalam urusan rumah tangganya, walaupun tidak diminta. Lebih bahaya lagi kita sering memvonis ‘salah’ akan pemahaman agama saudara kita yang berbeda, yang berujung pada permusuhan diantara umat islam.

Wallahu’alam.
Sudarjat

Hikmah Ramadan sebelumnya:

Pesan-pesan Muktamar ke-28 Nahdlatul Ulama Mengenai Masalah-Masalah Masyarakat, Bangsa, dan Negara

Dalam pengertian luas, ukhuwwah memberikan cakupan arti suatu sikap yang mencerminkan rasa persaudaraan, kerukunan, persatuan dan solidaritas, yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain atau suatu kelompok pada kelompok lain, dalam interaksi sosial (muamalah ijtimaiyah).

Timbulnya sikap ukhuwwah dalam kehidupan masyarakat disebabkan adanya dua hal, yaitu: a. Adanya persamaan, baik dalam masalah keyakinan/agama, wawasan, pengalaman, kepentingan, tempat tinggal maupun cita-cita.

b. Adanya kebutuhan yang dirasakan hanya dapat dicapai dengan melalui kerjasama dan gotong royong serta persatuan.

<>

Ukhuwwah (persaudaraan atau persatuan ) menuntut beberapa sikap dasar, yang akan mempengaruhi kelangsungannya dalam realita kehodupan sosial. Sikap-sikap dasar tersebut adalah :
a. Saling mengenal (ta’aruf)
b. Saling menghargai dan menenggang (tasamuh)
c. Saling menolong (ta'awun)
d. Saling mendukung (tadlomum)
e. Saling menyayangi (tarahum)

Ukhuwwah (Persaudaraan atau Persatuan) akan terganggu kelestariannya, apabila terjadi sikap-sikap destruktif (muhlikat) yang bertentangan dengan etika sosial yang baik (akhlakul karimah) seperti :
a. Saling menghina (as-sakhriyah)
b. Saling mencela (al-lamzu)                       
c. Berburuk sangka (suudhan)
d. Saling mencermarkan nama baik (ghibah)
e. Sikap curiga yang berlebihan  (tajassus)
f. Sikap congkak (takabbur)

Menurut arti bahasa dalam masalah ijtimaiyah, ukhuwwah dapat dijabarkan  dalam konteks hubungan sebagai berikut: a. Persaudaraan sesama muslim (ukhuwwah islamiyah, yang tumbuh dan berkrmbang Karena persamaan aqidah dan keimanan, baik ditingkat nasional dan internasional. b. Persatuan nasional, yang tumbuh dan berkembang atas dasar kesadaran berbangsa dan bernegara.

c. Solidaritas kemanusiaan, yang tumbuh dan berkembang atas dasar rasa kemanusiaan yang bersifat universal.

Ukhuwwah islamiyah dan persatuan nasioanal merupakan dua sikap yang saling membutuhkan dan saling mendukung keduanya harus diupayakan keberadaannya secara serentak, dan tidak dipertentangkan antara satudengan yang lain.

Hubungan persaudaraan Islam dan persatuan nasional adalah: a. Akomodatif, dalam arti ada kesediaan untuk saling memahami pendapat, aspirasi dan kepentingan satu dengan yang lain

b. Selektif, dalam arti ada sikap kritis untuk menganalisis dan memilih yang terbaik dan yang ashlah (lebi memberi maslahat) serta anfa’ (lebih memberi manfaat) dari beberapa alternative yanga ada


c. Integratif, dalam arti ada kesedihan untuk menyesuaikan dan menyelenggarakan berbagai macam kepentingan dan aspirasi tersebut secara benar, adil dan proposional

Ukhuwwah islamiyah dan persatuan nasional merupakan landasan dan modal dasar bagi terwujudnya hubungan kemanusiaan yang universal.

Ukhuwwah islamiyah dalam kehidupan sosial, khususnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, merupakan salah satu kondisi yang diperlikan dalam kehidupan perorangan maupun masyarakat, disamping mampu memberikan kemantapan, ketentraman dan kegairahan dalam menangani berbagai masalah yang ingin dicapai dan dalam mengatasi berbagai tantangan yang dapat mengganggu kehidupan social dan stabilitas nasional.

Kondisi yang demikian akan memberi motovasi dasar dalam mewujudkan tumbuhnya partisipasi masyarakat dalam proses pencapaian tujuan bersama, dan pada giliran selanjutnya berperan sebagai potensi besar yang diperlukan untuk meraih kehidupan lahiriyah dan batiniyah yang lebih bermutu. Kondisi seperti itu juga meningkatkan peran nyata dalam mewujudkan persatuan bangsa dan menggalang keutuhan ummat dalam rangka stabilitas nasional dan solidaritas islam, serta pengamalan agama yang bertujuan mencapai kesejahteraan hidup dunia dan kebahagiaan hidup akhirat.

Proses pengembangan wawasan ukhuwwah tersebut, kerapkali mengalami hambatan-hambatan, karena beberapa masalah yang timbul dari: a. Adanya kebanggaan kelompok yang berlebihan yang mudah menumbuhkan siakapapriori fanatisme yang tidak terkontrol; b. Sempitnya cakrawala berfikir, baik yang disebabkan oleh keterbatasan tingkat pemahaman masalah keagamaan (keislaman) dan kemasyarakatan, maupun yang disebabkan oleh rasa tassub golongan yang berlebihan

c. Lemahnya fungsi kepemimpinan ummat dalam mengembangkan budaya ukhuwwah baik dalam memberikan teladan pada bahwa maupun dalam mengatasi gangguan kerukunan yang timbul, dalam kehidupan ummat maupun organisasi.

Dalam penerapan konsep dan wawasan ukhuwwah, dapat dilakukan melalui berbagai cara, melalui bermacam lembaga serta sarana, antara lain:

a. Persaudaraan Islam (ukhuwwah islamiyah) seyogyanya dimulai dari linkungan yang paling kecil (keluarga), kelompok atau warga suatu jam’iyah, kemudian dikembangkan dalam lingkungan yang lebih luas (antar jam’iyah aliran dan bangsa)

b. Perlu adanya keteladanan yang baik (uswah hasanah) dari pemimpin ummat, dan khususnya bagi Nahdlatul Ulama’ diperlukan keteladanan dari para pengurus untuk menampilkan sikap ukhuwwah yang dapat dijadikan contoh oleh warganya dan ummat islam pada umumnya, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan fungsionalnya.

c. Mengembangkan perluasan cakrawala berpikir dalam masalah keagamaan maupun kemasyarakatan, dalam rangka lebih meningkatkan saling pengerrtian dan saling memahami wawasan pihak lain, dan mengembangkan sikap keterbukaan dalam menghadapi masalah-masalah sosial.

d. Terbentuknya lembaga-lembaga atau pranata-pranata yang dapat menumbuhkan kerukunan, persatuan dan solidaritas warga dan ummat, seperti koperasi, badan-badan kontak dan dan konsultasi dan lain sebagainya, sesuai dengan perkembangan  dan kebutuhan ummat.

e. Mendayagunakan semua lembaga dan sarana yang sudah tersedia, baik yang diadakan oleh pemerintah  maupun oleh swdaya masyarakat sendiri, seprti MUI, pesantren, sekolah dan kampus perguruan tinggi, sebagai sarana pengembangan persaudaraan islam dan persatuan nasional.

f. Mendayagunakan pesantren dan lembaga-lembaga pendidikan lainnya yang dimililki oleh nahdlatul ulama’ khususnya, agar lebih berperan dalam pengembangan wawasan ukhuwwah, baik melalui program kurikuler, kokurikuler maupun ekstra-kurikuler.

g. Menciptakan suatu mekanisme yang baik dan efektif dalam kehidupan  Jam’iyyah Nahdlatul Ulama, yang mampu berperan dalam menyelesaikan masalah, jika terjadi perbedaan pendapat dalam pergaulan intern pengurus jam’iyah Nahdlatul Ulama, atau dalam mengatasi perbedaan pendapat dengan pihak-pihak lain. Dalam hubungan ini, perlu difungsikan mekanisme ishlahu dzatil bain (arbritrase ) seoptimal mungkin.


Yogyakarta, 29 Rabi’ul Akhir 1410 H/28 Novemver 1989 M

PIMPINAN SIDANG KOMISI IV
(PESAN-PESAN MUKTAMAR)

K.H.M. MUNASIR (Ketua) K.H Imran Hamzah (Wakil Ketua) H.A Chalid Mawardi (Sekretaris)

H.R. Lahamado (Anggota)