Sebutkan 1 nama kurator dalam Dunia seni rupa di Indonesia yang kamu ketahui

Pameran Aku Diponegoro di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, 2015. Foto: Micha Rainer Pali©Historia 2015.

DUNIA senirupa kontemporer Indonesia belakangan ramai dengan kehadiran kurator. Mereka muncul dari pergulatan wacana seni dan perkembangan politik-ekonomi. “Tapi kajian sejarah seni di Indonesia belum cukup membahas kehadiran kurator dan hubungannya dengan faktor-faktor itu,” kata Agung Hujatnika, dalam diskusi bukunya, Kurasi dan Kuasa: Kekuratoran dalam Medan Senirupa Kontemporer di Indonesia, di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, (20/3).

Kurator, sosok penting dalam penyelenggaraan pameran seni. Tugas mereka antara lain menyeleksi, menilai, menulis, dan menampilkan karya seni dalam satu tema tertentu. “Kurator tak bisa sembarangan mengumpulkan karya,” kata Tommy F Awuy, pengajar filsafat pada Universitas Indonesia. Mereka mesti memiliki pemahaman teoritis khusus dan mendalam tentang karya seni.

Kurator Hendro Wiyanto, menemukan istilah kurator dalam katalog pameran di Indonesia bertahun 1986. Saat itu, Juan Mor’O, seniman muda dari Filipina, menggelar pameran pamitan setelah ngendon beberapa lama di Institut Seni Indonesia (ISI), Yogyakarta.

Advertising

Advertising

“Dia memohon seniman-seniman muda yang bekerja di Bentara Budaya Yogyakarta menjadi ‘kurator’ pameran yang tajuknya ‘Moro-Moro Dadi’ (tiba-tiba menjelma, red). Nah, itu dia ada kurator-kurator yang mendadak jadi,” kata Hendro.Tapi Hendro tak yakin kalangan senirupa Indonesia telah menyebut dan memahami istilah kurator.

Sementara Agung berpendapat praktik kuratorial di Indonesia lebih dulu muncul jauh sebelum istilah kurator populer. Dasar argument Agung terletak pada keberadaan pameran dan ruang seni seperti Bataviasche Kunstkring pada 1914 dan Keimin Bunka Shidoso pada 1942. Dengan menggelar pameran seni, lembaga ini telah menunjukkan praktik kuratorial. Antara lain mengoleksi dan merawat karya seni.

Sebelum pendapat Agung muncul, M. Dwi Marianto, kurator dan pengajar pada ISI Yogyakarta, pernah mengutarakan pendapat hampir serupa. Perbedaannya, Dwi merujuk pada praktik kuratorial dalam seni batik, kriya, dan desain di Jepara.

Dalam artikelnya di Kompas, 6 April 2001, Dwi menyebut R.A. Kartini sebagai “seniwati-kurator dan kurator independen, serta pelindung dan promotor seni.” Sebab Kartini menulis pengantar komprehensif dan detail tentang karya batik dalam Pameran Nasional Karya Perempuan di Belanda pada 1898. (Baca: ) 

Lalu adakah tokoh kurator pemula dalam senirupa Indonesia?

Agung menyebut satu nama sohor masa 1950-1960. “Dari sejumlah sosok yang layak disebut sebagai ‘proto-kurator’ pada masa itu, tercatat nama Dullah… Apa yang dikerjakan Dullah sangat memadai untuk diperbandingkan dengan cakupan kerja seorang kurator museum senirupa pada umumnya,” tulis Agung. Dullah sendiri seorang pelukis kesayangan Sukarno.

Pada masa Sukarno, patronase seni mengarah pada partai politik atau badan pemerintah. Ini mempengaruhi praktik kuratorial. Negara dan badan pemerintah lebih banyak melakukan praktik kuratorial ketimbang partikelir (swasta).

Perubahan muncul pada masa Soeharto. Partikelir perlahan mendominasi praktik kuratorial. Beberapa di antaranya Sanento Yuliman dan Jim Supangkat. Kekuratoran juga mulai menjadi profesi khusus di Indonesia. Ini tak lepas dari boom karya seni pada 1990-an sebagai akibat munculnya kelas ekonomi mapan di Indonesia.

Galeri dan eksebisi seni pun ikut tumbuh subur. Para pemilik galeri dan penyelenggara eksebisi seni juga mulai menyadari pentingnya kehadiran kurator. Keberhasilan pameran seni dengan kehadiran kurator menjadi tak terpisahkan. Ini terbukti pada 1993 saat Jim Supangkat menjadi kurator pada Biennale di Jakarta. “Inilah titik awal untuk memahami kekuratoran senirupa kontemporer Indonesia,” kata Tommy.

Sejak itu, kurator-kurator partikelir terus bermunculan hingga sekarang.

Jabatan dan peranan kurator pada sebuah institusi museum/ galeri memegang peranan penting dan strategis. Idealnya kurator ditangani oleh staf ahli di GNI itu sendiri sebagai jabatan fungsional, akan tetapi karena predikat kurator itu sendiri memerlukan persyaratan-persyaratan tertentu, sementara SDM yang tersedia belum memadai, maka selama ini GNI mengangkat Kurator dari kalangan pengamat dan akademisi seni rupa. Mereka diangkat oleh Dewan Penasehat dengan masa kerja 3 tahunan secara periodik dan dapat diperpanjang apabila Dewan menghendaki.

Adapun tugas dan tanggungjawab yang diemban adalah membantu menjaga kualitas dan profesionalitas dalam pelaksanaan program kegitan. Secara umum Tim Kurator memiliki tugas, antara lain:

  • Mengamati dan menganalisis perkembangan seni rupa Indonesia dan seni rupa International.
  • Mempertimbangkan dan menseleksi karya dan kegiatan pameran di GNI
  • Membantu mempertimbangkan tata pameran tetap, sistem pendokumentasian dan kebijakan pengelolaann koleksi
  • Melakukan kerjasama, bimbingan, edukasi, dan apresiasi seni rupa melalui kegiatan-kegiatan galeri.

Tim Kurator Galeri Nasional Indonesia

Sudjud Dartanto

Asikin Hasan

Citra Smara Dewi

RIzki A. Zaelani

Suwarno Wisetrotomo

Sebutkan 1 nama kurator dalam Dunia seni rupa di Indonesia yang kamu ketahui

Lahir di Jambi, lulusan Jurusan Seni (Patung) Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung. Sempat mengikuti workshop kurator di sejumlah museum: Tokyo, Hiroshima, Kyoto, dan Fukuoka (1999). Ia membuat penelitian tentang Gerakan Seni Rupa Baru Indonesia; menulis tentang pematung G. Sidharta Soegijo pada Art and Asia Pacific (jurnal seni rupa di Australia); menulis resensi pameran seni rupa di Harian Umum KOMPAS, The Jakarta Post, Tempo, serta Jurnal Visual Arts dan C Arts.

Pernah menjadi wartawan Majalah Berita Mingguan TEMPO untuk Biro Jawa Barat (1991—1994); Kurator Galeri Lontar (kini Galeri Salihara, Komunitas Salihara, Jakarta) pada 1996—sekarang; pengamat ARS-01, Pameran Seni Kontemporer Internasional KIASMA, Helsinki, Finlandia (2001); dan Dewan Kurator Galeri Nasional Indonesia (2013—sekarang). Ia juga menjadi kurator dalam sejumlah pameran dalam skala nasional dan internasional.

Sebutkan 1 nama kurator dalam Dunia seni rupa di Indonesia yang kamu ketahui

Bayu Genia Krishbie

Lahir tahun 1986 di Bandung, meraih gelar Sarjana Desain dalam bidang studi Kriya Tekstil dari FSRD Institut Teknologi Bandung pada 2008. Bekerja di Galeri Nasional Indonesia sejak 2010 sebagai staf koleksi dan dokumentasi, hingga kemudian ditugaskan sebagai kurator in-house sejak 2014.

Terlibat dalam rangkaian lokakarya pengembangan kuratorial Condition Report yang diorganisir oleh Japan Foundation Asia Center pada 2015—2017 di Jakarta, Manila, Bangkok, dan sejumlah kota di Jepang. Beberapa pameran yang pernah ditangani antara lain “Mode of Liaisons” di Bangkok Art and Culture Center (2017), “Resipro(vo)kasi: Praktik Seni Rupa Terlibat di Indonesia Pascareformasi” di Galeri Nasional Indonesia (2017) sebagai bagian dari program Condition Report Japan Foundation Asia Center; “Manifesto 6.0: Multipolar” di Galeri Nasional Indonesia (2018), “Pameran Seni Rupa Koleksi Nasional #2: Lini Transisi” di Galeri Nasional Indonesia (2019), Festival Seni Media Internasional “Instrumenta 2: Machine/Magic” di Galeri Nasional Indonesia (2019), dsb.

Sebutkan 1 nama kurator dalam Dunia seni rupa di Indonesia yang kamu ketahui

Rizki Akhmad Zaelani

Lahir di Bandung, 27 Desember 1965. Menempuh pendidikan Seni Rupa - Fakultas Seni Rupa & Desain ITB (1992; 2016). Mengikuti Workshop Kekuratoran COCI ASEAN & Asia Link - Australia, Kuala Lumpur (1995); Workshop Kekuratoran The Japan Foundation, Jakarta (1997); Residensi Kekuratoran, Toshio Shimizu - Independent Curator Office, Tokyo (1998); dan Residensi Kekuratoran, Fukuoka Asian Art Museum, Fukuoka (1999).

Merupakan Kurator Galeri Soemardja FSRD ITB (1992-1997); Kurator Penasihat Selasar Sunaryo, Bandung (2005-2013); bergabung bersama Jim Supangkat dalam Independent Curator Office, Jakarta (1997-2005); serta anggota Dewan Kurator Galeri Nasional Indonesia, Jakarta (2008 - sekarang).

Hingga saat ini aktif dalam berbagai proyek kuratorial pameran, nasional dan internasional: Pameran Tunggal Sudjana Kerton, Ahmad Sadali, G. Sidharta Soegijo, Barli Sasmitawinata, Anusapati, Teguh Ostenrik, Tisna Sanjaya, Nyoman Erawan, FX Harsono, Nindity Adipurnomo, dsb; BAE’s Bandung Biennale (2001), Art Summit Indonesia (2004), Jakarta Biennale (2006), MANIFESTO-Galeri Nasional Indonesia (2008, 2010, 2012, 2014, 2016, 2020), Jakarta International Photo Summit (2011, 2014), “Doppio Sogno dell’Arte. 2RC tra artista e artefice”, Jakarta-Bandung-Yogyakarta-Bali (2010), proyek pameran internasional Galeri Nasional Indonesia di Malaysia (2007), Filipina (2009), Thailand (2008), Vietnam (2010), Aljazair (2011), Myanmar (2012), USA (2013), Australia (2014), Jerman (2015), Pameran Seni Rupa, dsb.

Pengelola kegiatan tahunan “Seminar Estetik - Galeri Nasional Indonesia (2015-2018), (2018); Seminar Sejarah Seni Rupa Indonesia (2018); ART VERSES: Workshop Apreasiasi Seni untuk Publik, Bandung Connex - Orbital DAGO (2018).

Sebutkan 1 nama kurator dalam Dunia seni rupa di Indonesia yang kamu ketahui

Suwarno Wisetrotomo

Dilahirkan di Kulon Progo, 10 Januari 1962 (karena kesalahan administrasi, di seluruh dokumen resmi tertulis 29 April 1962). Menyelesaikan pendidikan Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta (S1); Pascasarjana (S2) Program Studi Sejarah di Universitas Gadjah Mada; dan (S3) di Program Studi Kajian Budaya dan Media, Sekolah Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada.

Menjadi pengajar di Fakultas Seni Rupa, dan Pascasarjana ISI Yogyakarta; di Prodi Seni Pertunjukan dan Seni Rupa (PSPSR) Sekolah Pascasarjana UGM. Menjadi Ketua Prodi Seni Program Magister, Pascasarjana ISI Yogyakarta (2015-2020); Menjadi Asisten Direktur 1 (Bidang Akademik) Pascasarjana ISI Yogyakarta (2020-sekarang).

Buku terbaru: KURATORIAL – Hulu Hilir Ekosistem Seni, Penerbit NYALA, Mei 2020. Kemudian buku OMBAK PERUBAHAN – Problem Sekitar Fungsi Seni dan Kritik Kebudayaan, Penerbit NYALA, Juli 2020. Buku KUASA RUPA-KUASA NEGARA: Kurator di Antara Tegangan Pasar dan Kekuasaan, Penerbit Buku Baik, Juli 2021.

Aktivitas lain: Menjadi Anggota Dewan Kebudayan DIY (2009-2013); Ketua Tim Juri bidang Seni “Anugerah Kebudayaan” dari Gubernur DIY (2018, 2019, 2020, 2021), dan Anggota Dewan Kebudayaan DIY (2020-2023). Memiliki program #SUWARNOBICARA yang berisi paparan ringkas proses kreatif para seniman/perupa, dapat diikuti pada channel YouTube dengan link https://bit.ly/35fd9ee.

Sebutkan 1 nama kurator dalam Dunia seni rupa di Indonesia yang kamu ketahui

Teguh Margono

Lahir pada 20 April 1981 di Sleman, Yogyakarta. Lulusan Program Studi Seni Rupa Murni Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta (2007). Pernah bekerja sebagai pengajar di sanggar seni rupa, kemudian mengabdikan diri di Galeri Nasional Indonesia sejak 2014 dan kini menjabat sebagai kurator in-house. Telah mengkuratori berbagai pameran di Galeri Nasional Indonesia, seperti Pameran Seni Rupa Kontemporer Indonesia MANIFESTO 6.0 “MULTIPOLAR: Seni Rupa Setelah 20 Tahun Reformasi”, Pameran Seni Gambar “Merandai Tanda-tanda Zaman” (2019), Pameran Seni Rupa "Wajah Indonesia" (2019), dan Festival Sketsa Indonesia “Sketsaforia Urban” (2019), dan sebagainya.