Pasal yang mengatur Analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL adalah)

Peraturan dan Dasar Hukum Terbaru Bidang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)Terdapat beberapa dasar hukum dan peraturan tentang AMDAL yang saat ini sudah tidak berlaku lagi. Beberapa peraturan dan dasar hukum dimaksud, antara lain :

  1. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang AMDAL
  2. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan AMDAL
  3. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006 tentang Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Wajib dilengkapi dengan AMDAL

Pasal yang mengatur Analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL adalah)

Sebagaimana kita ketahui, saat ini telah ditetapkan dan diundangkan Peraturan Pemerintah nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan (PP 27/2012. Kemudian sebagai upaya pelaksanaan ketentuan dari peraturan tersebut, kemudian ditetapkan beberapa Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup, antara lain :

  1. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup
  2. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor. 17 Tahun 2012 tentang Pedoman Keterlibatan Masyarakat dalam Proses Analisis Dampak Lingkungan Hidup dan Izin Lingkungan.
  3. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup

Peraturan Pemerintah diatas disusun sebagai pelaksanaan ketentuan dalam Undang-Undang 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, khususnya ketentuan dalam Pasal 33 dan Pasal 41. Peraturan Pemerintah 27/2012 mengatur dua instrumen perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, yaitu instrumen kajian lingkungan hidup (dalam bentuk amdal dan UKL-UPL) serta instrumen Izin Lingkungan.

Penggabungan substansi tentang amdal dan izin lingkungan dalam tersebut dilakukan dengan pertimbangan bahwa AMDAL/UKL-UPL dan izin lingkungan merupakan satu kesatuan. Sebaagaimana tercantum pada Pasal 2

  1. Setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki Amdal atau UKL-UPL wajib memiliki Izin Lingkungan.
  2. Izin Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh melalui tahapan kegiatan yang meliputi: a.    penyusunan Amdal dan UKL-UPL; b.    penilaian Amdal dan pemeriksaan UKL-UPL; dan c.    permohonan dan penerbitan Izin Lingkungan.

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012  merupakan pengganti PP 27 Tahun 1999 Tentang Amdal dengan penambahan berbagai pengaturan dan ketentuan perihal izin lingkungan. Beberapa pembeda dengan PP lama antara lain, proses penilaian amdal dalam PP 27/2012 ini lebih cepat, yaitu 125 hari dari 180 hari pada PP lama. Peraturan Pemerintah ini juga menambah semakin besarnya ruang bagi keterlibatan masyarakat khususnya masyarakat terkena dampak dalam hal penentuan keputusan mengenai layak tidaknya rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut. Permohonan izin lingkungan dan penerbitan izin lingkungan harus diumumkan 3 kali dalam tahap perencanaan. Dalam PP lama hanya mewajibkan satu kali pengumuman saja yaitu pada tahap sebelum menyusun kerangka acuan (KA Andal).

Sebagai catatan kita, walaupun bidang kesehatan secara sub bidang tidak termasuk sebagai salah satjenis kegiatan yang wajib AMDAL, namun hampir keseluruhan bidang yang wajib AMDAL menyertakan dampak kesehatan sebagai sebuah dampak besar dan penting yang harus dikelola. Hal ini menjadi tantangan,  khususnya tenaga Sanitarian dan Kesehatan Lingkungan untuk selalu meningkatkan kapabilitas kita. Kita dapat download berbagai peraturan terbaru bidang AMDAL ini pada website Kementerian atau  di website lain yang tersedia.

Pasal yang mengatur Analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL adalah)

Pasal yang mengatur Analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL adalah)
Lihat Foto

Istimewa.

Mahasiswa Pencinta Alam dari Institute Agama Islam Negeri (IAIN) Samarinda membentang spanduk penolakan omnibus law UU Cipta Kerja di batuan karst tebing air terjun, Berambai, Samarinda, Kaltim, Minggu (25/10/2020).

JAKARTA, KOMPAS.com - Omnibus law Undang-undang Cipta Kerja resmi diundangkan sebagai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 setelah ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 2 November 2020.

Undang-undang sapu jagat ini mengubah sejumlah ketentuan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) salah satunya yang berkaitan dengan Analisis mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).

Dengan adanya perubahan dalam UU Cipta Kerja, maka kini Amdal kehilangan banyak "kesaktiannya".

Sejumlah pihak menilai Amdal mulai diperlemah, terutama dalam hal pengawasan lingkungan.

Baca juga: Jokowi Sebut Amdal Tak Dihapus dalam UU Cipta Kerja, Ini Faktanya

Berikut paparannya:

1. Definisi amdal

Pasal 1 angka 11 UU PPLH menyebutkan bahwa Amdal merupakan kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.

Definisi tersebut sedikit berubah dalam UU Cipta Kerja, sehingga Pasal 1 angka 11 menjadi: "kajian mengenai dampak penting pada lingkungan hidup dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan, untuk digunakan sebagai prasyarat pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan serta termuat dalam perizinan berusaha atau persetujuan pemerintah pusat atau pemerintah daerah".

Definisi ini juga sedikit berbeda dari draf RUU Cipta Kerja yang beredar sebelum DPR bersama pemerintah mengesahkannya pada rapat paripurna 5 Oktober 2020.

Dalam draf RUU, frasa "persetujuan pemerintah pusat atau pemerintah daerah" tertulis sebatas "persetujuan pemerintah".

Baca juga: Catatan Walhi, UU Cipta Kerja Mengancam Keberlangsungan Hutan karena 2 Hal Ini

2. Peran pemerhati lingkungan

Ketentuan lain yang diubah yakni mengenai peran pemerhati lingkungan hidup dalam penyusunan dokumen Amdal.

Dalam Pasal 26 Ayat (3) UU PPLH diatur, "dokumen Amdal disusun oleh masyarakat yang terdampak langsung, pemerhati lingkungan hidup, dan/atau yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses Amdal".

Sementara, pada UU Cipta Kerja tertulis perubahan dalam Pasal 26 Ayat (2) PPLH menjadi: "penyusunan dokumen Amdal dilakukan dengan melibatkan masyarakat yang terkena dampak langsung terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan".

Baca juga: Walhi Curiga Jokowi Belum Baca Draf UU Cipta Kerja

MODUL PROSES PENYUSUNAN DAN PENILAIAN AMDAL, SERTA PENERBITAN IZIN LINGKUNGAN

Analisis mengenai dampak lingkungan yang selanjutnya disebut Amdal, dalam Perundang-undangan nasional diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan. PP Nomor 27 Tahun 2012 disusun sebagai pelaksanaan ketentuan dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 khususnya ketentuan dalam pasal 33 dan pasal 41. PP Nomor 27 Tahun 2012 sebagai pengganti PP Nomor 27 Tahun 1999 tentang Amdal, mengatur dua instrumen perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, yaitu instrumen Kajian Lingkungan Hidup (dalam bentuk Amdal dan UKL-UPL) serta instrumen Izin Lingkungan.

Diklat di bidang lingkungan hidup khususnya Amdal memiliki peran yang strategis dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup. Untuk meningkatkan pengetahuan, wawasan dan keterampilan di bidang Amdal, Pusdiklat SDM Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menetapkan perubahan Keputusan Nomor Kep-11/Pusdiklat/LH/11/2012 menjadi Nomor P.2/Dik/ PEPE/Dik-2/3/2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan diklat Amdal yang terdiri dari Dasar-dasar Amdal, Penyusunan Amdal, dan Penilaian Amdal. Pedoman ini disusun dengan mengacu peraturan perundangan yang berlaku.


 Unduh Berkas sini.

Pasal yang mengatur Analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL adalah)

2   0

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 27 TAHUN 1999

TENTANG

ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang   :     a.   bahwa dalam rangka melaksanakan pembangunan berwawasan lingkungan hidup sebagai upaya sadar dan berencana mengelola sumber daya secara bijaksana dalam pembangunan yang berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup, perlu dijaga keserasian antar berbagai usaha dan/atau kegiatan;

                              b.   bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan pada dasarnya menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup yang perlu dianalisis sejak awal perencanaannya, sehingga langkah pengendalian dampak negatif dan pengembangan dampak positif dapat dipersiapkan sedini mungkin;

                              c.   bahwa analisis mengenai dampak lingkungan hidup diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang pelaksanaan rencana usaha dan/atau kegiatan yang mempunyai dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup;

                              d.   bahwa dengan diundangkannya Undang‑undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, perlu dilakukan penyesuaian terhadap Peraturan pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan;

                              e.   bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, dipandang perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan;

Mengingat     :     1.   Pasal 5 ayat (1) Undang‑Undang Dasar 1945;

                              2.   Undang‑undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan  :     PERATURAN PEMERINTAH TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :

1.   Analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan;

2.   Dampak besar dan penting adalah perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan;

3.   Kerangka acuan adalah ruang lingkup kajian analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang merupakan hasil pelingkupan;

4.   Analisis dampak lingkungan hidup (ANDAL) adalah telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting usaha dan/atau kegiatan;

5.   Rencana pengelolaan lingkungan hidup (RKL) adalah upaya penanganan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan;

6.   Rencana pemantauan lingkungan hidup (RPL) adalah upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan penting akibat rencana usaha dan/atau kegiatan;

7.   Pemrakarsa adalah orang atau badan hukum yang bertanggung jawab atas suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan;

8.   Instansi yang berwenang adalah instansi yang berwenang memberikan keputusan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan;

9.   Instansi yang bertanggung jawab adalah instansi yang berwenang memberikan keputusan kelayakan lingkungan hidup dengan pengertian bahwa kewenangan di tingkat pusat berada pada Kepala instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan dan di tingkat daerah pada Gubernur;

10. Instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan adalah instansi yang membina secara teknis usaha dan/atau kegiatan dimaksud;

11. Komisi penilai adalah komisi yang bertugas menilai dokumen analisis mengenai dampak lingkungan hidup dengan pengertian di tingkat pusat oleh komisi penilai pusat dan di tingkat daerah oleh komisi penilai daerah;

12. Menteri adalah Menteri yang ditugasi untuk mengelola lingkungan hidup;

13. Instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan adalah instansi yang bertanggung jawab di bidang pengendalian dampak lingkungan.

14. Gubernur adalah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I atau Gubernur Kepala Daerah Istimewa atau Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta.

Pasal 2

(1) Analisis mengenai dampak lingkungan hidup merupakan bagian kegiatan studi kelayakan rencana usaha dan/atau kegiatan.

(2) Hasil analisis mengenai dampak lingkungan hidup digunakan sebagai bahan perencanaan pembangunan wilayah.

(3) Penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan hidup dapat dilakukan melalui pendekatan studi terhadap usaha dan/atau kegiatan tunggal, terpadu atau kegiatan dalam kawasan.

Pasal 3

(1) Usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup meliputi:

      a.   pengubahan bentuk lahan dan bentang alam;

      b.   eksploitasi sumber daya alam baik yang terbaharui maupun yang tidak terbaru;

      c.   proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pemborosan, pencemaran, dan kerusakan lingkungan hidup, serta kemerosotan sumber daya alam dalam pemafaatanya;

      d.   proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya;

      e.   proses dan kegiatan yang hasilnya akan dapat mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumber daya alam dan/atau perlindungan cagar budaya;

      f.    introduksi jenis tumbuh‑tumbuhan, jenis hewan, dan jasad renik;

      g.   pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan non‑hayati;

      h.   penerapan teknologi yang dipikirkan mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi lingkungan hidup;

      i.    kegiatan yang mempunyai risiko tinggi, dan/atau mempengaruhi pertahanan negara.

(2) Jenis usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup ditetapkan oleh Menteri setelah mendengar dan memperhatikan saran dan pendapat Menteri lain dan/atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang terkait.

(3) Jenis usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditinjau kembali sekurang‑kurangnya dalam waktu 5 (lima) tahun.

(4) Bagi rencana usaha dan/atau kegiatan di luar usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib melakukan upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup yang pembinaannya berada pada instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan.

(5) Pejabat dari instansi yang berwenang menerbitkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan wajib mencantumkan upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup dalam izin melakukan usaha dan/atau kegiatan.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan kewajiban upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup sebagaimana yang membidangi usaha dan/ataukegiatan setelah mempertimbangkan masukan dari instansi yang bertanggungjawab.

Pasal 4

(1) Usaha dan/atau kegiatan yang akan dibangun di dalam kawasan yang sudah dibuatkan analisis mengenai dampak lingkungan hidup tidak diwajibkan membuat analisis mengenai dampak lingkungan hidup lagi.

(2) Usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwajibkan untuk melakukan pengendalian dampak lingkungan hidup dan perlindungan fungsi lingkungan hidup sesuai dengan rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup kawasan.

Pasal 5

(1) Kriteria mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan terhadap kegiatan lingkungan hidup antara lain :

      a.   jumlah manusia yang akan terkena dampak;

      b.   luas wilayah persebaran dampak;

      c.   intensitas dan lamanya dampak beralangsung;

      d.   banyaknya komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak;

      e.   sifat kumulatif dampak;

      f.    berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak.

(2) Pedoman mengenai penentuan dampak besar dan penting sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan.

Pasal 6

(1) Analisis mengenai dampak lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) tidak perlu dibuat bagi rencana usaha dan/atau kegiatan untuk menanggulangi suatu keadaan darurat.

(2) Menteri lain dan/atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang membidangi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan menetapkan telah terjaidnya suatu keadaan darurat.

Pasal 7

(1) Analisis mengendai dampak lingkungan hidup merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang.

(2) Permohonan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh pemrakarsa kepada pejabat yang berwenang menurut peraturan perundang‑undangan yang berlaku dan wajib melampirkan keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) yang diberikan oleh instansi yang bertanggungjawab.

(3) Pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencantumkan syarat dan kewajiban sebagaimana ditentukan dalam rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup sebagai ketentuan dalam izin melakukan usaha dan/atau kegiatan yang diterbitkannya.

(4) Ketentuan dalam izin melakukan usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib dipatuhi dan dilaksanakan oleh pemrakarsa, dalam menjalankan usaha dan/atau kegiatannya.

BAB II

KOMISI PENILAI ANALISIS MENGENAI DAMPAK

LINGKUNGAN HIDUP

Pasal 8

(1) Komisi penilai dibentuk :

      a.   di tingkat pusat : oleh Menteri;

      b.   di tingkat daerah : oleh Gubernur,

(2) Komisi penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1):

      a.   di tingkat pusat berkedudukan di instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan;

      b.   di tingkat daerah berkedudukan di instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan Daerah Tingkat I.

(3) Komisi penilai menilai kerangka acuan, analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup.

(4) Dalam menjalankan tugasnya, Komisi Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh tim teknis yang bertugas memberikan pertimbangan teknis atas kerangka acuan, nalisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup.

(5) Dalam menjalankan tugasnya, komisi penilai pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dibantu oleh tim teknis dari masing‑masing sektor.

(6) Komisi penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyerahkan hasil penilaiannya kepada instansi yang bertanggungjawab untuk dijadikan dasar keputusan atas kerangka acuan, analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup.

(7) Ketentuan mengenai tata kerja komisi penilai dimaksud, baik pusat maupun daerah, ditetapkan oleh Menteri, setelah mendengar dan memperhatikan saran/pendapat Menteri Dalam Negeri dan Menteri lain dan/atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang terkait.

(8) Ketentuan mengenai tata kerja tim teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan lebih lanjut oleh Komisi Penilai Pusat.

Pasal 9

(1) Komisi penilai pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a terdiri atas unsur‑unsur instansi yang ditugasi mengelola lingkungan hidup, instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan, Departemen Dalam Negeri, instansi yang ditugasi bidang kesehatan, instansi yang ditugasi bidang pertahanan keamanan, instansi yang ditugasi perencanaan pembangunan nasional, instansi yang ditugasi bidang pertanahan, instansi yang ditugasi bidang ilmu pengetahuan, departemen dan/atau Lembaga Pemerintah Non Departemen yang membidangi usaha dan/atau Lembaga Pemerintah Non Departemen yang terkait, wakil Propinsi Daerah Tingkat I yang bersangkutan, Wakil Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang bersangkutan, ahli di bidang lingkungan hidup, ahli dibidang yang berkaitan, organisasi lingkungan hidup sesuai dengan bidang usaha dan/atau kegiatan yang dikaji, wakil masyarakat terkena dampak, serta anggota lain yang dipandang perlu.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan anggota komisi penilai pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 10

(1) Komisi penilai daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b terdiri atas unsur‑unsur : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat I, Instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan, instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan Daerah Tingkat I, instansi yang ditugasi bidang penanaman modal Daerah, instansi yang ditugasi bidang pertanahan di daerah, instansi yang ditugasi bidang pertahanan keamanan daerah, instansi yang ditugasi bidang kesehatan Daerah Tingkat I, wakil instansi pusat dan/atau daerah yang membidangi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan, wakil instansi terkait di Propinsi Daerah Tingkat I, wakil Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang bersangkutan, pusat studi lingkungan hidup perguruan tinggi daerah yang bersangkutan, ahli di bidang lingkungan hidup di daerah, organisasi lingkungan hidup sesuai dengan bidang usaha dan/atau kegiatan yag dikaji, warga masyarakat yang terkena dampak, serta anggota lain yang dipandang perlu.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan anggota komisi penilai daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur.

Pasal 11

(1) Kondisi penilai pusat berwenang menilai hasil analisis mengenai dampak lingkungan hidup bagi jenis usaha dan/atau kegiatan yang memenuhi kriteria :

      a.   usaha dan/atau kegiatan bersifat strategis dan/atau menyangkut ketahanan dan keamanan negara;

      b.   usaha dan/atau kegiatan yang lokasinya meliputi lebih dari satu wilayah propinsi daerah tingkat I;

      c.   usaha dan/atau kegiatan yang berlokasi di wilayah sengketa dengan negara lain;

      d.   usaha dan/atau kegiatan yang berlokasi di wilayah ruang lautan;

      e.   usaha dan/atau kegiatan yang berlokasi di lintas batas negara kesatuan Republik Indonesia dengan negara lain;

(2) Kondisi penilai daerah berwenang menilai analisis mengenai dampak lingkungan hidup bagi jenis‑jenis usaha dan/atau kegiatan yang di luar kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 12

(1) Tim teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) terdiri atas para ahli dari instansi teknis yang membidangi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan dan instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan, serta ahli lain dengan bidang ilmu yang terkait.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan anggota tim teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri untuk komisi penilai pusat, dan oleh Gubernur untuk komisi penilai daerah tingkat I.

Pasal 13

Dalam melaksanakan tugasnya, komisi penilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), wajib memperhatikan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup, rencana pengembangan wilayah, rencana tata ruang wilayah dan kepentingan pertahanan keamanan.

BAB III

TATA LAKSANA

Bagian Pertama

Kerangka Acuan

Pasal 14

(1) Kerangka acuan sebagaimana dasar pembuatan analisis dampak lingkungan hidup disusun oleh pemrakarsa.

(2) Kerangka acuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Kepala instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan.

Pasal 15

(1) Kerangka acuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) disampaikan oleh pemrakarsa kepada instansi yang bertanggung jawab, dengan ketentuan:

      a.   di tingkat pusat : kepada Kepala instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan melalui komisi penilai pusat;

      b.   di tingkat daerah : kepada Gubernur melalui komisi penilai daerah tingkat I.

(2) Komisi penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan tanda bukti penerimaan kepada pemrakarsa dengan menuliskan hari dan tanggal diterimanya kerangka acuan pembuatan analisis dampak lingkungan hidup.

Pasal 16

(1) Kerangka acuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dinilai oleh komisi penilai bersama dengan pemrakarsa untuk menyepakati ruang lingkup kajian analisis dampak lingkungan hidup yang akan dilaksanakan.

(2) Keputusan atas penilaian kerangka acuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diberikan oleh instansi yang bertanggungjawab dalam jangka waktu selambat‑lambatnya 75 (tujuh uluh lima) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya kerangka acuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2).

(3) Apabila instansi yang bertanggungjawab tidak menerbitkan keputusan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka instansi yang bertanggungjawab dianggap menerima kerangka acuan dimaksud.

(4) Instansi yang bertanggung jawab wajib menolak kerangka acuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pabila rencana lokasi    dilaksanakannya usaha dan/atau kegiatan terletak dalam kawasan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dan/atau rencana tata ruang kawasan.

Bagian Kedua

Analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan

lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup

Pasal 17

(1) Pemrakarsa menyusun analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup, berdasarkan kerangka acuan yang telah mendapatkan keputusan dari instansi yang bertanggungjawab.

(2) Penyusunan analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup, berpedoman pada pedoman penyusunan analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup yang ditetapkan oleh Kepala instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan.

Pasal 18

(1) Analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup, diajukan oleh pemrakarsa kepada :

      a.   di tingkat pusat : Kepala instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan melalui komisi penilai pusat;

      b.   di tingkat daerah : Gubernur melalui komisi penilai daerah tingkat I.

(2) Komisi penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan tanda bukti penerimaan kepada pemrakarsa dengan menuliskan hari dan tanggal diterimanya analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengendalian lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 19

(1) Analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup dinilai:

      a.   di tingkat pusat : oleh komisi penilai pusat;

      b.   di tingkat daerah : oleh komisi penilai daerah.

(2) Instansi yang bertanggungjawab menerbitkan keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu usaha dan/atau kegiatan berdasarkan hasil penilaian analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan dan rencana pemantauan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Dalam keputusan kelayakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dicantumkan dasar pertimbangan dikeluarkannya keputusan itu, dan pertimbangan terhadap saran, pendapat dan tanggapan yang diajukan oleh warga masyarakat sebagimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1).

Pasal 20

(1) Instansi yang bertanggungjawab menerbitkan keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2), dalam jangka waktu selambat‑lambatnya 75 (tujuh puluh lima) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya dokumen analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2).

(2) Apabila instansi yang bertanggung jawab tidak menerbitkan keputusan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka rencana usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan dianggap layak lingkungan.

Pasal 21

(1) Instansi yang bertanggungjawab mengembalikan analisis dalam lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup kepada pemrakarsa untuk diperbaiki apabila kualitas analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup tidak sesuai dengan pedoman penyusunan analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup.

(2) Perbaikan analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup diajukan kembali kepada instansi yang bertanggungjawab sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, dan Pasal 20.

(3) Penilaian atas analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup serta pemberian keputusan kelayakan lingkungan hidup atas usaha dan/atau kegiatan dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 19 dan Pasal 20.

Pasal 22

(1) Apabila hasil penilaian komisi penilai menyimpulkan bahwa :

      a.   dampak besar dan penting negatif yang akan ditimbulkan oleh usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan tidak dapat ditanggulangi oleh teknologi yang tersedia, atau

      b.   biaya penanggulangan dampak besar dan penting negatif lebih besar dari pada manfaat dampak besar dan penting positif yang akan ditimbulkan oleh usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan,

maka instansi yang bertanggungjawab memberikan keputusan bahwa rencana usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan tidak layak lingkungan.

(2) Instansi yang berwenang menolak permohonan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan apabila instansi yang bertanggungjawab memberikan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 23

Salinan analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup, serta salinan keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu usaha dan/atau kegiatan disampaikan oleh :

a.   di tingkat pusat : instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan kepada instansi yang berwenang menerbitkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan, instansi terkait yang berkepentingan, Gubernur dan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan;

b.   di tingkat daerah : Gubernur kepada Menteri, Kepala instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan, instansi yang berwenang, menerbitkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan, dan instansi terkait.

Bagian Ketiga

Kadaluwarsa dan batalnya keputusan hasil

Analisis Dampak Lingkungan Hidup, Rencana

Pengelolaan Lingkungan Hidup, Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup

Pasal 24

(1) Keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu usaha dan/atau kegiatan dinyatakan kadaluwarsa atas kekuatan Peraturan Pemerintah ini, apabila rencana usaha dan/atau kegiatan tidak dilaksanakan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak diterbitkannya keputusan kelayakan tersebut.

(2) Apabila keputusan kelayakan lingkungan hidup dinyatakan kadaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka untuk melaksanakan rencana usaha dan/atau kegiatannya, pemrakarsa wajib mengajukan kembali permohonan persetujuan atas analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup kepada instansi yang bertanggungjawab.

(3) Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) instansi yang bertanggungjawab memutuskan :

      a.   Analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup yang pernah disetujui dapat sepenuhnya dipergunakan kembali; atau

      b.   Pemrakarsa wajib membuat analisis mengenai dampak lingkungan hidup baru sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini.

Paal 25

(1) Keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu usaha dan/atau kegiatan menjadi batas atas kekuatan Peraturan Pemerintah ini apabila pemrakarsa memindahkan lokasi usaha dan/atau kegiatannya.

(2) Apabila pemrakarsa hendak melaksanakan usaha dan/atau kegiatan di lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemrakasa wajib membuat nalisis mengenai dampak lingkungan hidup baru sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 26

(1) Keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu usaha dan/atau kegiatan menjadi batas atas kekuatan Peraturan Pemerintah ini apabila pemrakarsa mengubah desain dan/atau proses dan/atau kapasitas dan/atau bahan baku dan/atau bahan penolong.

(2) Apabila pemrakarsa hendak melaksanakan usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka pemrakarsa wajib membuat analisis mengenai dampak lingkungan hidup baru sesuai dengan ketentuan Peratura Pemerintah ini.

Pasal 27

(1) Keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu usaha dan/atau kegiatan menjadi batas atas kekuatan Peraturan Pemerintah ini apabila terjadi perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar akibat peristiwa alam atau karena akibat lain sebelum dan pada waktu usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan dilaksanakan.

(2) Apabila pemrakarsa hendak melaksanakan usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka pemrakarsa wajib membuat analisis mengenai dampak lingkungan hidup baru sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini.

BAB IV

PEMBINAAN

Pasal 28

(1) Instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan melakukan pembinaan teknis terhadap komisi penilai pusat dan daerah.

(2) Instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan melakukan pembinaan teknis pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang menjadi bagian dari izin.

Pasal 29

(1) Pendidikan, pelatihan dan pengembangan di bidang analisis mengenai dampak lingkungan hidup dilakukan dengan koordinasi instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan.

(2) Lembaga pendidikan dan pelatihan di bidang analisis mengenai dampak lingkungan hidup diselenggarakan dengan koordinasi dari instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan dengan memperhatikan sistem akreditasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pasal 30

Kualifikasi penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan hidup dengan pemberian lisensi/sertifikasi dan pengaturannya ditetapkan oleh Kepala instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan.

Pasal 31

Penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan hidup bagi usaha dan/atau kegiatan golongan ekonomi lemah dibantu pemerintah, dan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri setelah memperhatikan saran dan pendapat instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan.

BAB V

PENGAWASAN

Pasal 32

(1) Pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan wajib menyampaikan laporan pelaksanaan rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup kepada instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan, instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan dan Gubernur.

(2) Instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan melakukan :

      a.   pengawasan dan pengevaluasian penerapan peraturan perundang‑undangan di bidang analisis mengenai dampak lingkungan hidup;

      b.   pengujian laporan yang disampaikan oleh pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1);

      c.   penyampaian laporan pengawasan dan evaluasi hasilnya kepad Menteri secara berkala, sekurang‑kurangnya 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun, dengan tembusan kepada instansi yang berwenang menerbitkan izin dan Gubernur.

BAB VI

KETERBUKAAN INFORMASI DAN PERAN MASYARAKAT

Pasal 33

(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Padal 3 ayat (2) wajib diumumkan terlebih dahulu kepada masyarakat sebelum pemrakarsa menyusun analisis mengenai dampak lingkungan hidup.

(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh instansi yang bertanggungjawab dan pemrakarsa.

(3) Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diumumkannya rencana usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), warga masyarakat yang berkepentingan berhak mengajukan saran, pendapat, dan tanggapan tentang akan dilaksanakannya rencana usaha dan/atau kegiatan.

(4) Saran, pendapat dan tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat 93) diajukan secara tertulis kepada instansi yang bertanggungjawab.

(5) Saran, pendapat, dan tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib dipertimbangkan dan dikaji dalam analisis mengenai dampak lingkungan.

(6) Tata cara dan bentuk pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1), serta tata cara penyampaian saran, pendapat dan tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Kepala instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan.

Pasal 34

(1) Warga masyarakat yang berkepentingan wajib dilibatkan dalam proses penyusunan kerangka acuan, penilaian kerangka acuan, analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup.

(2) Bentuk dan tata cara ketertiban warga masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan.

Pasal 35

(1) Semua dokumen analisis mengenai dampak lingkungan hidup, saran, pendapat dan tanggapan warga masyarakat yang berkepentingan, kesimpulan komisi penilai, dan keputusan kelayakan lingkungan hidup dari usaha dan/atau kegiatan bersifat terbuka untuk umum.

(2) Instansi yang bertanggungjawab wajib menyerahkan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada suatu lembaga dokumentasi dan/atau kearsipan.

BAB VII

PEMBIAYAAN

Pasal 36

Biaya pelaksanaan kegiatan komisi penilai dan tim teknis analisis mengenai dampak lingkungan hidup dibebankan :

a.   di tingkat pusat : pada anggaran instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan;

b.   di tingkat daerah : pada anggaran instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan daerah tingkat I.

Pasal 37

Biaya penyusunan dan penilaian kerangka acuan, analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup dibebankan kepada pemrakarsa.

Paal 38

(1) Biaya pembinaan teknis dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dan Pasal 32 ayat (2) dibebankan pada anggaran instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan.

(2) Biaya pengumuman yang dilakukan oleh instansi yang bertanggungjawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) dibebankan pada anggaran instansi yang bertanggungjawab.

(3) Biaya pembinaan pelaksanaan rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup sebagaimana       dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dibebankan pada anggaran instansi yag membidangi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan.

BAB VIII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 39

Penilaian analisis mengendai dampak lingkungan hidup suatuusaha dan/atau kegiatan yang pada saat diberlakukannya Peraturan Pemerintah ini:

a.   sedang dalam proses penilaian oleh komisi penilai analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang bersangkutan; atau

b.   sudah diajukan kepada instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan, tetap dinilai oleh komisi penilai instansi yang bersangkutan, dan harus selesai paling lambat 6 (enam) bulan sejak Peraturan Pemerintah ini berlaku secara efektif.

BAB IX

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 40

Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini semua peraturan perundang‑undangan tentang analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diganti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 41

Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengendali Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3538) dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 42

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku efektif 18 (delapan belas) bulan sejak tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

                                                                                    Ditetapkan di Jakarta

                                                                                     pada tanggal 7 Mei 1999

                                                                                    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

                                                                                                            ttd.

                                                                                    BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 7 Mei 1999

MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA

REPUBLIK INDONESIA,

                ttd.

AKBAR TANJUNG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 59

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 27 TAHUN 1999

ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP

UMUM

Pembangunan yang dilakukan oleh Bangsa Indonesia bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup rakyat. Proses pelaksanaan pembangunan di satu pihak menghadapi permasalahan jumlah penduduk yang besar dengan tingkat pertambahan yang tinggi, tetapi dilain pihak ketersediaan sumber daya alam bersifat terbatas. Kegiatan pembangunan untuk memenuhi kebutuhan penduduk akan meningkatkan permintaan atas sumber daya alam, sehingga timbul tekanan sumber daya alam. Oleh karena itu, pendayagunaan sumber daya alam untuk meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan harus disertai dengan upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup. Dengan demikian, pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan adalah pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup.

Terlestarikannya fungsi lingkungan hidup yang merupakan tujuan pengelolaan lingkungan hidup menjadi tumpuan terlanjutnya pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu, sejak awal perencanaan usaha dan/atau kegiatan sudah harus diperkirakan perubahan rona lingkungan hidup akibat pembentukan suatu kondisi lingkungan hidup yang baru, baik yang menguntungkan maupun yang merugikan, yang timbul sebagai akibat diselenggarakannya usaha dan/atau kegiatan pembangunan. Pasal 15 Undang‑undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup.

Dengan dimasukkannya analisis mengenai dampak lingkungan hidup ke dalam proses perencanaan suatu usaha dan/atau kegiatan, maka pengambil keputusan akan memperoleh pandangan yang lebih luas dan mendalam mengenai berbagai aspek usaha dan/atau kegiatan tersebut. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup merupakan salah satu alat bagi pengambil keputusan untuk mempertimbangkan akibat yang mungkin ditimbulkan oleh suatu rencana usaha dan/atau kegiatan terhadap lingkungan hidup guna mempersiapkan langkah untuk menanggulangi dampak negatif dan mengembangkan dampak positif.

Terlestarikannya fungsi lingkungan hidup yang menjadi tumpuan terlanjutkannya pembangunan merupakan kepentingan seluruh masyarakat. Diselnggarakannya usaha dan/atau kegiatan akan mengubah rona lingkungan hidup, sedangkan perubahan ini pada gilirannya akan menimbulkan dampak terhadap masyarakat yang akan terkena dampak menjadi penting dalam proses analisis mengenai dampak lingkungan hidup. Undang‑undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup menetapkan hak setiap orang untuk berperan bahwa warga masyarakat wajib dilibatkan dalam proses pengelolaan keputusan. Hal ini berarti bahwa warga masyarakat wajib dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan atas analis mengenai dampak lingkungan hidup. Keterlibatan warga masyarakat itu merupakan pelaksanaan asas keterbukaan. Dengan keterlibatan warga masyarakat itu akan membantu dalam mengidentifikasi persoalan dampak lingkungan hidup secara dini dan lengkap, menampung aspirasi dan kearifan pengetahuan lokal dari masyarakat yang seringkali justru menjadi kunci penyelesaian persoalan dampak lingkungan hidup yang timbul.

Setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup. Sebagai bagian dari studi kelayakan untuk melaksankan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan, analisis mengenai dampak lingkungan hidup merupakan syarat yangharus dipenuhi untuk mendapat izin melakukan usaha dan/atau kegiatan. Hal itu merupakan konsekuensi dari kewajiban setiap orang untuk memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. Konsekuensinya adalah bahwa syarat dan kewajiban sebagaimana ditentukan dalam rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup harus dicantumkan sebagai ketentuan dalam izin melakukan usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

     Angka 1

          Cukup jelas

     Angka 2

          Dampak besar dan penting merupakan satu kesatuan makna dari arti dampak penting.

     Angka 3

          Cukup jelas

     Angka 4

          Cukup jelas

     Angka 5

          Cukup jelas

     Angka 6

          Cukup jelas

     Angka 7

          Cukup jelas

     Angka 8

          Cukup jelas

     Angka 9

          Cukup jelas

     Angka 10

          Cukup jelas

     Angka 11

          Cukup jelas

     Angka 12

          Cukup jelas

     Angka 13

          Cukup jelas

     Angka 14

          Cukup jelas

Pasal 2

     Ayat (1)

          Studi kelayakan pada umumnya meliputi analis dari aspek teknis dan aspek ekonomis‑finansial.

          Dengan ayat ini, maka studi kelayakan bagi usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup meliputi komponen analisis teknis, analisis ekonomis‑finansial, dan analisis mengenai dampak lingkungan hidup. Oleh karena itu, analisis mengenai dampak lingkungan hidup sudah harus disusun dan mendapatkan keputusan dari instansi yang bertanggungjawab sebelum kegiatan konstruksi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan dilaksanakan.

          Hasil analisis mengenai dampak lingkungan hidup dapat digunakan sebagai masukan bagi penyusunan kebijaksanaan pengelolaan lingkungan hidup, di samping dapat digunakan sebagai masukan bagi perencanaan pembangunan wilayah.

          Analisis mengenai dampak lingkungan hidup khususnya dokumen rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup juga merupakan dasar dalam sistem manajemen lingkungan (Environmental management System) usaha dan/atau kegiatan.

     Ayat (2)

          Karena analisis mengenai dampak lingkungan hidup merupakan bagian dari studi kelayakan suatu usaha dan/atau kegiatan yang berlokasi pada ekosistem tertentu, maka hasil analisis mengenai dampak lingkungan hidup tersebut sangat penting untuk dijadikan sebagai masukan dalam perencanaan pembangunan wilayah.

     Ayat (3)

          Usaha dan/atau kegiatan tunggal adalah hanya satu jenis usaha dan/atau kegiatan yang kewenangan pembinaannya di bawah satu instansi yang mebidangi usaha dan/atau kegiatan.

          Analisis mengenai dampak lingkungan hidup usaha dan/atau kegiatan terpadu/multisektor adalah hasil kajian mengenai            dampak besar dan penting usaha dan/atau kegiatan yang terpadu yang direncanakan terhadap lingkungan hidup dan melibatkan lebih dari satu instansi yang membidangi kegiatan dimaksud.

          Kriteria usaha dan/atau kegiatan terpadu meliputi :

          a.  berbagai usaha dan/atau kegiatan tersebut mempunyai keterkaitan dalam hal perencanaan, pengelolaan, dan proses produksinya;

          b.  usaha dan/atau kegiatan tersebut berada dalam kesatuan hamparan ekosistem.

          Analisis mengenai dampak lingkungan hidup dan/atau kegiatan kawasan adalah hasil kajian mengenai dampak besar dan penting usaha dan/atau kegiatan terhadap lingkungan hidup dalam satu kesatuan hamparan ekosistem zona pengembangan wilayahyah dan/atau rencana tata ruang kawasan.

          Kriteria usaha dan/atau kegiatan di zona pengembangan wilayah/kawasan meliputi :

          a.  berbagai usaha dan/atau kegiatan yang saling terkait perencanaannya antar satu dengan yang lainnya;

          b.  berbagai usaha dan/atau kegiatan tersebut terletak rencana dalam/merupakan satu kesatuan zona rencana pengembangan wilayah/kawasan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dan/atau rencana tata ruang kawasam;

          c.  usaha dan/atau kegiatan tersebut terletak pada kesatuan hamparan ekosistem.

Pasal 3

     Ayat (1)

          Usaha dan/atau kegiatan yang dimaksud dalam ayat ini merupakan kategori usaha dan/atau kegiatan yang berdasarkan pengalaman dan tingkat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai potensi menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup. Dengan demikian penyebutan kategori usaha dan/atau kegiatan tersebut tidak bersifat limitatif dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

          Penyebutan tersebut bersifat alternatif, sebagai contoh seperti usaha dan/atau kegiatan :

          a.  pembuatan jalan, bendungan/dam, jalan kereta api, dan pembukaan hutan;

          b.  kegiatan pertambangan dan eksploitasi hutan;

          c.  pemanfaatan tanah yang tidak diikuti dengan usaha konservasi dan penggunaan energi yang tidak diikuti dengan teknologi yang dapat mengefisiensikan pemakaiannya;

          d.  kegiatan yang menimbulkan perubahan atau pergeseran struktur tata nilai, pandangan dan/atau cara hidup masyarakat setempat;

          e.  kegiatan yang proses dan hasilnya menimbulkan pencemaran, kerusakan kawasan konservasi alam, atau pencemaran benda cagar budaya;

          f.  introduksi jenis tumbuh‑tumbuhan baru atau jasad renik (mikro organisme) yang dapat menimbulkan jenis penyakit baru terhadap tanaman, introduksi suatu jenis hewan baru dapat mempengaruhi kehidupan hewan yang telah ada;

          g.  penggunaan bahan hayati dan non hayati mencakup pula pengertian pengubahan;

          h.  penerapan teknologi yang dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan.

     Ayat (2)

          Cukup jelas

     Ayat (3)

          Ilmu pengetahuan dan teknologi selalu berkembang. Oleh karena itu jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup, yang mendasarkan diri pada ilmu pengetahuan dan teknologi, perlu ditinjau kembali.

     Ayat (4)

          Cukup jelas

     Ayat (5)

          Cukup jelas

     Ayat (6)

          Cukup jelas

Pasal 4

     Ayat (1)

          Cukup jelas

     Ayat (2)

          Cukup jelas

Pasal 5

     Ayat (1)

          Kriteria yang menentukan adanya dampak besar dan penting dalam ayat ini ditetapkan berdasarkan tingkat ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada. Oleh karena itu, kriteria ini dapat berubah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga tidak bersifat limitatif.

     Ayat (2)

          Cukup jelas

Pasal 6

     Ayat (1)

          Yang dimaksud dengan keadaan darurat adalah keadaan atau kondisi yang sedemikian rupa, sehingga mengharuskan dilaksanakannya tindakan segera yang mengandung risiko terhadap lingkungan hidup demi kepentingan umum, misalnya pertahanan negara atau penanggulangan bencana alam. Keadaan daurat ini tidak sama dengan keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam Undang‑undang keadaan darurat.

     Ayat (2)

          Keadaan darurat yang tidak memerlukan analisis mengenai dampak lingkungan hidup, misalnya pengembangan bendungan/dam untuk menahan bencana lahar, ditetapkan oleh menteri yang membidangi usaha dan/atau kegiatan dimaksud.

Pasal 7

     Ayat (1)

          Yang melakukan sesuatu usaha dan/atau kegiatan terdapat satu izin yang bersifat dominan, tanpa izin tersebut seseorang tidak dapat melakukan usaha dan/atau kegiatan yang dimaksud. Misalnya izin usaha industri di bidang perindustrian, kuasa pertambangan di bidang pertambangan, izin penambahan daerah di bidang penambangan bahan galian golongan C, izin hak pengusahaan hutan di bidang kehutanan, izin hak guna usaha pertanian di bidang pertanian. Sedangkan keputusan kelayakan lingkungan hidup adalah persyaratan yang diwajibkan untuk dapat menerbitkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan.

     Ayat (2)

          Analisis mengenai dampak lingkungan hidup merupakan bagian dari proses perizinan melakukan usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup. Izin merupakan suatu instrumen yuridis preventif. Oleh karena itu, keputusan kelayakan lingkungan hidup berdasarkan hasil penilaian analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup, sebagaimana telah diterbitkan oleh instansi yang bertanggungjawab wajib melampirkan pada permohonan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup.

     Ayat (3)

          Cukup jelas

     Ayat (4)

          Cukup jelas

Pasal 8

     Ayat (1)

          Cukup jelas

     Ayat (2)

          Cukup jelas

     Ayat (3)

          Cukup jelas

     Ayat (4)

          Cukup jelas

     Ayat (5)

          Cukup jelas

     Ayat (6)

          Cukup jelas

     Ayat (7)

          Cukup jelas

     Ayat (8)

          Cukup jelas

Pasal 9

     Ayat (1)

          Cukup jelas

     Ayat (2)

          Cukup jelas

Pasal 10

     Ayat (1)

          Wakil dari instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan hidup di komisi penilai daerah dapat berarti wakil dari instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan wilayah dengan maksud agar terdapat keterpaduan kebijaksanaan pengelolaan lingkungan hidup, khususnya pengendalian dampak lingkungan hidup dengan kebijaksanaan dan program pengendalian dampak lingkungan hdiup di daerah. Pengangkatan para ahli dari pusat studi lingkungan hidup perguruan tinggi sebagai anggota komisi penilai daerah adalah untuk memantapkan kualitas hasil kajian analisis mengenai dampak lingkungan hidup dalam penilaian analisis mengenai dampak lingkungan hidup. Adanya wakil yang ditunjuk dari bidang kesehatan di daerah dikarenakan pada akhirnya dampak semua kegiatan selalu berakhir pada aspek kesehatan.

          Duduknya wakil organisasi lingkungan hidup dalam komisi penilai merupakan aktualisasi hak warga masyarakat untuk berperan dalam proses pengambilan keputusan.

          Organisasi lingkungan hidup sesuai dengan bidang usaha dan/atau kegiatan yang dikaji adalah lembaga swadaya masyarakat.

          Duduknya wakil masyarakat terkena dampak suatu usaha dan/atau kegiatan diharapkan dapat memberikan masukan tentang aspirasi masyarakat yang terkena dampak akibat dari usaha dan/atau kegiatan tersebut.

          Duduknya wakil instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan adalah untuk memberikan penilaian secara teknis usaha dan/atau kegiatan yang dinilai.

     Ayat (2)

          Cukup jelas

Pasal 11

     Ayat (1)

          Huruf a

               Usaha dan/atau kegiatan bersifat strategis dan/atau kegiatan yang menyangkut ketahanan dan keamanan negara misalnya : pembangkit listrik tenaga nukklir, pembangkit listrik tenaga air, pembangkit listrik tenaga uap/panas bumi, eksploitasi minyak dan gas, kilang minyak, penambangan uranium, industri petrokimia, industri pesawat terbang, industri kapal, industri senjata, industri bahan peledak, industri baja, industri alat‑alat berat, industri telekomunikasi, pembangunan bendungan, bandar udara, pelabihan dan rencana unsaha dan/atau kegiatan lainnya yang menurut instansi yang membidangi usah dan/atau kegiatan dianggap strategis.

               Dalam hal usaha dan/atau kegiatan yang bersifat trategis ini menjadi bagian dari usaha dan/atau kegiatan terpadu/multisektor, maka penilaian analisis mengenai dampak lingkungan hidup menjadi wewenang komisi penilai analisis mengenai dampak lingkungan hidup pusat.

          Huruf b

               Cukup jelas

          Huruf c

               Usaha dan/atau kegiatan yang berlokasi di wilayah sengketa dengan negara lain misalnya : rencana usaha dan/atau kegiatan yang berlokasi di Pulau Sipadan, Ligitan dan Celah Timor.

          Huruf d

               Cukup jelas

          Huruf e

               Cukup jelas

     Ayat (2)

          Cukup jelas

Pasal 12

     Ayat (1)

          Cukup jelas

     Ayat (2)

          Cukup jelas

Pasal 13

          Cukup jelas

Pasal 14

     Ayat (1)

          Kerangka acuan bagi pembuatan analisis dampak lingkungan hidup merupakan pegangan yang diperlukan dalam penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan hidup. Berdasarkan hasil pelingkupan, yaitu proses pemusatan studi pada hal‑hal penting yang berkaitan dengan dampak besar dan penting, kerangka acuan terutama memuat komponen‑komponen aspek usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, serta komponen‑komponen parameter lingkungan hidup yang akan terkena dampak besar dan penting.

     Ayat (2)

          Cukup jelas

Pasal 15

     Ayat (1)

          Cukup jelas

     Ayat (2)

          Cukup jelas

Pasal 16

     Ayat (1)

          Cukup jelas

     Ayat (2)

          Penetapan jangka waktu selama 75 (tujuh puluh lima) hari kerja dimaksudkan untuk memberikan kepastian kepada pemrakarsa. Jangka waktu 75 (tujuh puluh lima) hari kerja ini meliputi proses penyampaian dokumen kerangka acuan ke instansi yang bertanggung jawab melalui komisi penilai, penilaian secara teknis, konsultasi dengan warga masyarakat yang berkepentingan, penilaian oleh komisi penilai, sampai ditetapkannya keputusan.

     Ayat (3)

          Cukup jelas

     Ayat (4)

          Menolak untuk memberikan keputusan atas merangka acuan adalah untuk melindungi kepentingan umum.

          Kerangka acuan merupakan dasar bagi penyusunan analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup. Karena acuan yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah akan menghasilkan analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup, yang baik pula, demikian pula sebaliknya. sedangkan kewajiban untuk membuat analisis mengenai dampak lingkungan hidup bagi usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting adalah untuk melindungi fungsi lingkungan hidup. Perlindungan fungsi lingkungan hidup merupakan kepentingan umum.

          Yang dimaksud dengan rencana tata ruang wilayah yang ditetapkan adalah Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang telah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi daerah Tingkat I, dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Tingkat II.

          Yang dimaksud dengan rencana tata ruang kawasan yang ditetapkan adalah baik rencana tata ruang kawasan tertentu yang telah ditetapkan dengan Keputusan Presiden maupun rencana tata ruang kawasan perkotaan sebagai bagian dari Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kotamadya daerah Tingkat II yang telah ditetapkan dengan Peraturan daerah Tingkat II. termasuk dalam pengertian rencana tata ruang kawasan adalah rencana rinci tata ruang di Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang meliputi rencana terperinci (detail) tata ruang kawasan di wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II.

Pasal 17

     Ayat (1)

          Cukup jelas

     Ayat (2)

          Cukup jelas

Pasal 18

     Ayat (1)

          Cukup jelas

     Ayat (2)

          Cukup jelas

Pasal 19

     Ayat (1)

          Cukup jelas

     Ayat (2)

          Dari analisis dampak lingkungan hidup dapat diketahui dampak besar dan penting yang akan ditimbulkan oleh usaha dan/atau kegiatan terhadap lingkungan hidup. dengan mengetahui dampak besar dan penting itu dapat ditentukan :

          a.  cara mengendalikan dampak besar dan penting negatif dan mengembangkan dampak besar dan penting positif, yang dicantumkan dalam rencana pengelolaan dampak lingkungan hidup; dan

          b.  cara memantau dampak besar dan penting tersebut, yang dicantumkan dalam rencana pemantauan lingkungan hidup.

          Apa yang dicantumkan dalam rencana‑rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup merupakan syarat dan kewajiban yang harus dilakukan pemrakarsa apabila hendak melaksanakan usaha dan/atau kegiatannya.

          Oleh karena itu, hasil penilaian atas analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup oleh komisi penilai analisis mengenai dampak lingkungan hidup menjadi dasar bagi instansi yang bertanggung jawab dalam memberikan keputusan kepada instansi yang berwenang.

     Ayat (3)

          Cukup jelas

Pasal 20

     Ayat (1)

          penetapan jangka waktu selama 75 (tujuh puluh lima) hari kerja dimaksudkan untuk memberikan kepastian kepada pemrakarsa. Jangka waktu 75 (tujuh puluh lima) hari kerja ini meliputi proses penyampaian dokumen analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup ke instansi yang bertanggung jawab melalui komisi penilai, penilaian secara teknis, konsultasi dengan warga masyarakat yang berkepentingan, penilaian oleh komisi penilai, sampai dengan diterbitkannya keputusan kelayakan lingkungan hidup.

     Ayat (2)

          Cukup jelas

Pasal 21

     Ayat (1)

          Cukup jelas

     Ayat (2)

          Cukup jelas

     Ayat (3)

          Cukup jelas

Pasal 22

     Ayat (1)

          Cukup jelas

     Ayat (2)

          Cukup jelas

Pasal 23

          Cukup jelas

Pasal 24

     Ayat (1)

          Sejalan dengan cepatnya pengembangan pembangunan wilayah, dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun kemungkinan besar telah terjadi perubahan rona lingkungan hidup, sehingga rona lingkungan hidup yang semula dipakai sebagai dasar penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan hidup tidak cocok lagi digunakan untuk memprakirakan dampak lingkungan hidup rencana usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan.

     Ayat (2)

          Cukup jelas

     Ayat (3)

          Cukup jelas

Pasal 25

     Ayat (1)

          Cukup jelas

     Ayat (2)

          Cukup jelas

Pasal 26

     Ayat (1)

          Perubahan desain dan/atau proses dan/atau kapasitas dan/atau bahan baku dan/atau bahan penolong bagi usaha dan/atau kegiatan akan menimbulkan dampak besar dan penting yang berbeda. Oleh karena itu, keputusan kelayakan lingkungan hidup berdasarkan hasil penilaian analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup yang telah diterbitkan menjadi batal.

     Ayat (2)

          Cukup jelas

Pasal 27

     Ayat (1)

          Terjadinya perubahan lingkungan hidup secara mendasar berarti hilangnya atau berubahnya rona lingkungan hidup awal yang menjadi dasar penyusunan analisis dampak lingkungan hidup. Keadaan ini menimbulkan konsekuensi batalnya keputusan kelayakan lingkungan hidup berdasarkan hasil penilaian analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup.

     Ayat (2)

          Cukup jelas

Pasal 28

     Ayat (1)

          Cukup jelas

     Ayat (2)

          Cukup jelas

Pasal 29

     Ayat (1)

          Cukup jelas

     Ayat (2)

          Cukup jelas

Pasal 30

          Cukup jelas

Pasal 31

          Bantuan yang dimaksud untuk golongan ekonomi lemah dapat berupa biaya penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan hidup atau tenaga ahli untuk penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan hidup atau bantuan lainnya. Bantuan diberikan oleh instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan.

Pasal 32

     Ayat (1)

          Cukup jelas

     Ayat (2)

          Cukup jelas

Pasal 33

     Ayat (1)

          Pengumuman merupakan hak setiap orang atas informasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup.

     Ayat (2)

          Pengumuman oleh instansi yang bertanggung jawab dapat diberikan, misalnya, melalui media cetak dan/atau media elektronik. Sedangkan pengumuman oleh pemrakarsa dapat dilakukan dengan memasang papan pengumuman di lokasi akan diselenggarakannya usaha dan/atau kegiatan.

     Ayat (3)

          Cukup jelas

     Ayat (4)

          Saran, pendapat dan tanggapan secara tertulis diperlukan agar terdokumentasi.

     Ayat (5)

          Semua saran dan pendapat yang diajukan oleh warga masyarakat harus tercermin dalam penyusunan kerangka acuan, dikaji dalam analisis dampak lingkungan hidup dan diberikan alternatif pemecahannya dalam rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup.

     Ayat (6)

          Dalam pengumuman akan diselenggarakannya usaha dan/atau kegiatan diberitahukan sekurang‑kurangnya, antara lain : tentang apa yang akan dihasilkan oleh usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan, jenis dan volume limbah yang dihasilkan serta cara penanganannya, kemungkinan dampak lingkungan hidup yang akan ditimbulkan.

Pasal 34

     Ayat (1)

          Cukup jelas

     Ayat (2)

          Cukup jelas

Pasal 35

     Ayat (1)

          Cukup jelas

     Ayat (2)

          Cukup jelas

Pasal 36

          Cukup jelas

Pasal 37

     Biaya penyusunan dan penilaian analisis mengenai dampak lingkungan hidup antara lain mencakup biaya untuk mendatangkan wakil‑wakil masyarakat dan para ahli yang terlibat dalam penilaian mengenai dampak lingkungan hidup, menjadi tanggungan pemrakarsa.

Pasal 38

     Ayat (1)

          Cukup jelas

     Ayat (2)

          Cukup jelas

     Ayat (3)

          Cukup jelas

Pasal 39

          Cukup jelas

Pasal 40

          Cukup jelas

Pasal 41

          Cukup jelas

Pasal 42

          Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3838