Show Upaya penyelesaian yang dilakukan pemerintah dalam penumpasan gerakan pemberontakan DI /TII Jawa Barat disebut dengan operasi militer?
Jawaban yang benar adalah: B. Bharatayudha.
Dilansir dari Ensiklopedia, upaya penyelesaian yang dilakukan pemerintah dalam penumpasan gerakan pemberontakan di /tii jawa barat disebut dengan operasi militer Bharatayudha. [irp] Pembahasan dan Penjelasan
Menurut saya jawaban A. Operasi Gabungan adalah jawaban yang kurang tepat, karena sudah terlihat jelas antara pertanyaan dan jawaban tidak nyambung sama sekali. Menurut saya jawaban B. Bharatayudha adalah jawaban yang paling benar, bisa dibuktikan dari buku bacaan dan informasi yang ada di google. [irp] Menurut saya jawaban C. Operasi Guntur adalah jawaban salah, karena jawaban tersebut lebih tepat kalau dipakai untuk pertanyaan lain. Menurut saya jawaban D. . Mahabharata adalah jawaban salah, karena jawaban tersebut sudah melenceng dari apa yang ditanyakan. [irp] Menurut saya jawaban E. Saptamarga adalah jawaban salah, karena setelah saya coba cari di google, jawaban ini lebih cocok untuk pertanyaan lain. Kesimpulan Dari penjelasan dan pembahasan serta pilihan diatas, saya bisa menyimpulkan bahwa jawaban yang paling benar adalah B. Bharatayudha. [irp] Jika anda masih punya pertanyaan lain atau ingin menanyakan sesuatu bisa tulis di kolom kometar dibawah.
Upaya penyelesaian yang dilakukan pemerintah dalam penumpasan gerakan pemberontakan DI /TII Jawa Barat disebut dengan operasi militer?
Jawaban: B. Bharatayudha Dilansir dari Encyclopedia Britannica, upaya penyelesaian yang dilakukan pemerintah dalam penumpasan gerakan pemberontakan di /tii jawa barat disebut dengan operasi militer bharatayudha. Kemudian, saya sangat menyarankan anda untuk membaca pertanyaan selanjutnya yaitu Munculnya gerakan pemberontakan DI/TII Jawa Tengah dipimpin oleh? beserta jawaban penjelasan dan pembahasan lengkap. KOMPAS.com - Pemberontakan DI/TII terjadi di beberapa daerah, seperti Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh. Kahar Muzzakar memimpin pemberontakan DI/TII di daerah Sulawesi Selatan, Amir Fatah memimpin pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah, Kartosuwiryo memimpin pemberontakan DI/TII di Jawa Barat, dan DI/TII Aceh dipimpin Daud Beureueh. Seluruh upaya perlawanan mereka akhirnya dikalahkan pemerintah. Berikut upaya penumpasan pemberontakan DI/TII di berbagai daerah. Baca juga: Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah Penumpasan Pemberontakan DI/TII di Jawa TengahPenyebab terjadinya gerakan DI/TII di Jawa Tengah dimulai dari adanya perubahan situasi politik di daerah Tegal-Brebes karena penandatangan Perjanjian Renville. Dalam perjanjian tersebut disebutkan satu pasal yang berisi bahwa semua kekuatan pasukan RI yang ada di daerah pendudukan Belanda harus ditarik dan ditempatkan di daerah RI. Oleh sebab itu, pasukan RI harus meninggalkan daerahnya, salah satunya Pekalongan yang sudah dikuasai Belanda. Akan tetapi, tidak untuk pasukan RI uang ada di Brebes dan Tegal. Mereka tidak meninggalkan daerahnya. Para pejuang di Brebes dan Tegal masih bertahan dan berupaya menyusun strategi untuk melakukan perlawanan. Mereka kemudian melakukan operasi militer Gerakan Antareja Republik Indonesia (GARI) dan Gerilya Republik Indonesia (GRI). Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah ini dipimpin oleh Amir Fatah. Amir Fatah bersama pasukannya menyerang para TNI dan beberapa desa, yaitu Desa Rokeh Djati dan Pagerbarang. Untuk melemahkan kekuatan Amir Fatah dan pasukannya, upaya penumpasan pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah dilakukan dengan membentuk Gerakan Banteng Nasional (GBN). GBN dipimpin oleh Letnan Kolonel Sarbini, Letkol Bachrum, dan Letkol Ahmad Yani. Akhirnya, tanggal 22 Desember 1950, pasukan DI/TII di Jawa Tengah berhasil ditangkap di Desa Cisayong, Tasikmalaya, begitu juga dengan Amir Fatah yang kemudian dipenjara selama dua tahun. Baca juga: Pemberontakan DI/TII di Aceh Penumpasan Pemberontakan DI/TII di Jawa BaratPemberontakan DI/TII di Jawa Barat dipimpin oleh Kartosuwiryo pada 7 Agustus 1949. Terjadinya pemberontakan DI/TII di Jawa Barat didasari oleh rasa tidak puas dari Kartosuwiryo terhadap kemerdekaan Republik Indonesia yang waktu itu dibayang-bayangi kehadiran Belanda. Awal tahun 1948, Kartosuwiryo pun bertemu dengan Panglima Laskar Sabilillah dan Raden Oni Syahroni, di mana ketiga tokoh ini menentang Perjanjian Renville karena dianggap tidak melindungi warga Jawa Barat. Wujud penolakannya tersebut ditunjukkan dengan membentuk Negara Islam Indonesia (NII) yang dipimpin Kartosuwiryo. Setelah NII, ia membentuk Tentara Islam Indonesia (TII) untuk memerangi pasukan TNI agar dapat memisahkan diri dari Indonesia. Hal ini yang menjadi awal terjadinya pemberontakan DI/TII di Jawa Barat dan melebar ke daerah-daerah lainnya. Untuk menanggulangi pemberontakan DI/TII di Jawa Barat, pemerintah mengeluarkan peraturan No. 59 Tahun 1958 yang berisi tentang penumpasan DI/TII. Upaya penumpasan pemberontakan DI/TII di Jawa Barat dilakukan dengan menurunkan pasukan Kodam Siliwangi dan menerapkan taktik Pagar Betis. Taktik Pagar Betis dilakukan menggunakan tenaga rakyat dengan jumlah ratusan ribu untuk mengepung tempat persembunyian DI/TII. Selain itu, Kodam Siliwangi juga melakukan operasi lain, yaitu Operasi Brata Yudha. Operasi Brata Yudha bertujuan untuk menemukan tempat persembunyian Kartosuwiryo. Kartosuwiryo pun berhasil ditemukan oleh Letda Suhanda, pemimpin Kompi C Batalyon 328 Kujang II/Siliwangi. Baca juga: Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat Penumpasan Pemberontakan DI/TII di Sulawesi SelatanTahun 1950, terjadi pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan. Kahar Muzakkar memimpin pemberontakan DI/TII di daerah Sulawesi Selatan bersama kelompok gerakan bernama Komando Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS). Pada 20 Januari 1952, Kahar Muzakkar memutuskan untuk bergabung bersama DI/TII. Kemudian, tanggal 7 Agustus 1953, ia mengumumkan bahwa Sulawesi Selatan dan sekitarnya merupakan bagian dari Negara Islam Indonesia. Pemberontakan DI/TII Sulawesi Selatan yang dipimpin Kahar Muzakkar didasari dengan rasa kecewanya karena banyak anggota KGSS yang ditolak menjadi Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS). Kahar Muzakkar melakukan pemberontakan dalam dua tahap. Tahap pertama terjadi tahun 1950-1952 dan tahap kedua berlangsung sejak 1953 hingga 1965. Sebagai tindak lanjut dari pemberontakan yang dilakukan Kahar Muzakkar, pemerintah pusat pun mengirimkan operasi militer ke Sulawesi Selatan. Akhirnya, Februari 1965 Kahar Muzakkar ditembak mati. Baca juga: Pemberontakan Kahar Muzakkar di Sulawesi Selatan Penumpasan Pemberontakan DI/TII di AcehPemberontakan DI/TII di Aceh terjadi pada 20 September 1953 dipimpin oleh Daud Beureueh. Pemberontakan DI/TII di Aceh ini terjadi karena adanya pernyataan proklamasi mengenai berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) di bawah imam besar Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo. Selain itu, Daud Beureueh juga merasa kesal karena pada 1948, Presiden Soekarno pernah berjanji bahwa Aceh boleh menerapkan syariat Islam dan tetap menjadi provinsi di Indonesia. Namun, karena merasa dibohongi, Daud memantapkan diri untuk melancarkan pemberontakan DI/TII. Tujuan Daud melancarkan pemberontakan yaitu menuntut diberikannya hak otonom untuk Aceh. Melihat peristiwa ini, pemerintah pun melakukan upaya penumpasan pemberontakan DI/TII di Aceh melalui upaya militer dan diplomasi. Operasi Militer dilakukan dengan melangsungkan Operasi 17 Agustus dan Operasi Merdeka. Sedangkan upaya diplomasi dilakukan dengan mengirim utusan ke Aceh untuk berbincang dengan Daud Beureueh. Pemberontakan Di/TII di Aceh akhirnya dapat diselesaikan dengan cara damai, di mana pemerintah pusat memutuskan untuk memberikan hak otonomi kepada Aceh sebagai provinsi yang disebut Daerah Istimewa Aceh dan diperbolehkan menerapkan syariat Islam. Tanggal 18-22 Desember 1962 dilangsungkan upacara besar bernama Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh (MKRA) di Aceh sebagai tanda perdamaian. Referensi:
|