Mengapa jatuhnya Konstantinopel ke Turki Usmani pada tahun 1453 menjadi titik balik bagi perkembangan ekonomi dan politik di Eropa?

Text

Konstantinopel adalah kota yang dibangun Kaisar Romawi Timur (Byzantium), bernama Constantine I, pada tahun 330. Kota ini sangat strategis. Letaknya di antara batas Eropa dan Asia, baik di darat sebagai salah satu Jalur Sutera maupun di laut, antara Laut Tengah dan Laut Hitam. Ia juga dianggap sebagai titik terbaik sebagai pusat kebudayaan dunia, setidaknya pada kondisi geopolitik pada saat itu. Tak mengherankan bila Konstantinopel selalu menjadi kota rebutan bangsa-bangsa dunia, baik dari Eropa, Rusia, Afrika, Persia, Arab-muslim, bahkan Kesultanan Turki. Kekhalifahan Islam sendiri, dalam rentang 800 tahun, sudah mencoba merebutnya, tapi selalu gagal. Dimulai dari Khalifah Muawiyah bin Abu Sufyan (44 H), Sulaiman bin Abdul Malik (98 H), Harun al-Rasyid (190 H), hingga masa Kesultanan Turki Utsmani --sejak Sultan Bayazid I (796 H) hingga Sultan Murad II (1451 M). Buku ini mengisahkan kembali keberhasilan Sultan Mehmet II (Mahmud II), putra Sultan Murad II, dalam membebaskan Konstantinopel dari tangan Kaisar Constantine XI Paleologus. Sebuah prestasi besar yang tak pernah bisa dilakukan para khalifah Islam sebelumnya. Peristiwa ini menandai terbukanya dunia Timur Tengah menuju dunia modern yang, menurut Abul Hasan Ali al-Hasani an-Nadwi dalam bukunya, Madza Khasira al-Alam bi Inhithath al-Muslimin, telah membangkitkan kembali semangat kaum muslimin untuk mengembalikan kejayaan dan kewibawaan Islam di mata dunia pasca-keruntuhan Bani Abasyiah oleh tentara Tartar Mongol. Konstantinopel merupakan kota laut dengan pertahanan tembok tebal berlapis dua setinggi 10 meter dan dikelilingi parit sedalam 7 meter, yang tidak mungkin bisa dikepung kecuali menggunakan armada laut. Menyadari itu, Sultan Mehmet II membawa 400 unit kapal perang, meriam-meriam penghancur, dan peralatan berat canggih lainya, dengan jumlah pasukan 150.000 personel. Tepat pada Jumat 6 April 1453, Sultan Mehmet II bersama gurunya, Syaikh Aaq Syamsudin (keturunan Abu Bakar Shiddiq), beserta dua tangan kanannya, Halil Pasha dan Zaghanos Pasha, menyerbu benteng kota Konstantinopel. Diiringi hujan panah, tentara Islam Turki maju dalam tiga lapis pasukan. "Irregular" di lapis pertama, "Anatolian Army" di lapis kedua, dan terakhir pasukan khusus "Yanissari". Meski segala kemampuan dengan bantuan teknologi canggih dikerahkan, Konstantinopel sulit ditaklukkan. Banyak tentara Sultan tewas dan hampir saja membuatnya frustrasi. Hingga akhirnya sebuah ide yang terdengar bodoh harus dilakukan hanya dalam semalam: memindahkan kapal-kapal tempur melalui darat untuk menghindari rantai penghalang. Usaha ini berhasil memasukkan 70 kapal ke wilayah Selat Golden Horn hingga mengejutkan pihak musuh. Hampir dua bulan pasukan Sultan menggempur pertahanan Konstantinopel. Hingga Selasa 20 Jumadil Ula 857 H/ 29 Mei 1453 M, hari kemenangan itu tiba. Melalui pintu Edirne, pasukan Sultan memasuki kota dan mengibarkan bendera Daulah Utsmaniyah di puncak kota sebagai tanda runtuhnya kejayaan Konstantinopel. Dalam pertempuran hebat itu, Kaisar Constantine XI dikabarkan tewas, walau sampai saat ini jasadnya tidak pernah ditemukan. Di antara reruntuhan benteng dan bangunan megah, Sultan Mehmet II membangun kota Konstantinopel kembali dan memberi perlindungan kepada penduduk taklukan untuk hidup semestinya. Sultan mengganti nama Konstantinopel menjadi Islambol. Kini nama itu diganti Mustafa Kemal Ataturk menjadi Istanbul.

Karya Roger Crowley ini berhasil membangun versi cerita yang begitu memikat tentang penaklukan Konstantinopel. Selama ini, peristiwa berdarah itu diceritakan para sejarawan berdasarkan asumsi terkait detail dan pertentangan di antara dua kubu yang berseteru. Karena itu, Roger berusaha menjauhkan kata "barangkali", "mungkin saja", "bisa jadi", dan istilah sejenisnya.

Kelas: XIMata pelajaran: SejarahMateri: Kebangkitan Eropa

Kata kunci: Jatuhnya Konstantinopel, Turki Usmani

Saya akan mencoba menjawab dengan dua jawaban:

Jawaban pendek:

Jatuhnya konstantinopel ke tangan Turki Usmani pada tahun 1453 merupakan titik balik bagi perkembangan ekonomi dan politik di Eropa karena peristiwa ini menyebabkan terputusnya jalur perdagangan rempah-rempah yang melewati Konstantinople dan eksodus para ilmuwan dan seniman Yunani ke Eropa yang memicu Rennaisance atau kebangkitan Eropa.

Jawaban panjang:


Pada tahun 1463, Sultan Turki Usmani, Sultan Mekmed II menaklukkan kota Konstantinople dan mengahiri Kekaisaran Romawi Timur. Turki Usmani lalu menjadikan Konstantinople sebagai ibukota baru, menggantikan Edirne. 

Penaklukkan ini memiliki dampak besar bagi Eropa. Para ilmuwan Yunani dari Konstantinople mengungsi ke Italia dan negara Eropa lainya. Mereka membawa ilmu pengetahuan dan buku-buku Yunani Kuno yang sangat berharga dalam perkembangan ilmu pengetahuan di Eropa.

Contoh pengungsi Yunani di Eropa adalah Demetrios Chalkokondyles, ilmuwan Yunani yang mengungsi dan menjadi pengajar di universitas-universitas ternama Eropa saat itu, di Padua, Fiorentina dan Milan. 

Selain itu takluknya Konstantinople menutup jalur perdagangan Eropa ke Asia. Sebelumnya Konstantinople merupakan pusat perdagangan penting. Republik Maritim Italia yaitu Genoa dan Venesia memiliki kongsi dagang di Konstantinople. Dari sini mereka membeli rempah-rempah, sutera dan barang berharga lain dari Asia yang dibawa pedagang Yunani dan Arab.

Dengan takluknya kota ini, Turki Usmani bisa memonopoli perdagangan Eropa dengan Asia. Ini mendorong negara Eropa seperti Portugal dan Spanyol untuk mencari jalur perdagangan alternatif ke Asia dengan mengitari benua Afrika dan melalui jalur barat. Dalam penjelajahannya, negara-negara ini akhirnya menemukan Benua Amerika. 

Baca juga:  Apa yang disebut dengan ekosistem

KOMPAS.com - Jatuhnya Konstantinopel ke tangan Turki merupakan peristiwa penting yang menjadi salah satu penanda berakhirnya Abad Pertengahan.

Selama berabad-abad, Konstantinopel adalah pusat dunia Barat sekaligus pertahanan Kristen terhadap Islam.

Selama itu pula, kota ini tidak lepas dari ancaman, namun selalu selamat dari penyerangan.

Hingga akhirnya, pasukan Turki Ottoman yang dipimpin oleh Mehmet II atau Muhammad Al-Fatih berhasil menaklukkan Konstantinopel.

Konstantinopel jatuh ke tangan Turki Ottoman pada 29 Mei 1453, setelah 53 hari dikepung oleh pasukan Mehmet II.

Konstantin XI selaku raja pun terbunuh saat ibu kota kekaisaran Bizantium atau Romawi Timur jatuh ke tangan muslim.

Konstantinopel yang terletak di tepi pantai Laut Marmora di dekat Selat Bosporus merupakan kota transit rempah-rempah pertama di sekitar Laut Tengah yang menghubungkan barang-barang antara Eropa dan Asia.

Jatuhnya Konstantinopel ke tangan Turki kemudian membuat kondisi perdagangan bangsa Eropa mengalami kemandegan.

Sebab, Bangsa Turki Usmani banyak membuat peraturan yang menyulitkan lalu lintas pelayaran bangsa Eropa, terutama dalam memperoleh rempah-rempah.

Itulah mengapa, jatuhnya konstantinopel ke tangan Turki Ottoman menjadi salah satu faktor yang mendorong kedatangan bangsa Barat ke Indonesia.

Baca juga: Latar Belakang Kedatangan Bangsa Barat ke Indonesia

Konstantinopel telah menjadi ibu kota kekaisaran sejak pentahbisannya pada tahun 330 di bawah kaisar Romawi Konstantinus Agung.

Dalam kurun waktu 11 abad berikutnya, kota ini telah dikepung berkali-kali tetapi hanya pernah direbut sekali sebelumnya, selama Perang Salib Keempat pada 1204.

Tentara Salib kemudian mendirikan negara Latin di sekitar Konstantinopel, sementara Kekaisaran Bizantium terpecah menjadi negara-negara kecil, seperti Nicea, Epirus dan Trebizond.

Mereka bertempur sebagai sekutu melawan pendirian Latin, tetapi juga berjuang di antara mereka sendiri untuk takhta Bizantium.

Bangsa Nicea akhirnya merebut kembali Konstantinopel dari orang Latin pada tahun 1261 dan membangun kembali Kekaisaran Bizantium di bawah dinasti Palaiologos.

Setelah itu, kekaisaran ini semakin melemah karena harus terus menangkis serangan berturut-turut oleh orang Latin, Serbia, Bulgaria, dan Turki Usmani.

Baca juga: Perlawanan Terhadap VOC di Maluku, Makassar, Mataram, dan Banten

Jatuhnya Konstantinopel

Ketika Mehmed II mewarisi takhta ayahnya pada 1451, usianya baru 19 tahun.

Hal ini membuat pihak Eropa berasumsi bahwa penguasa muda Turki Usmani tersebut tidak akan mengancam hegemoni Kristen di Balkan dan Laut Aegea.

Bahkan bangsa Eropa sempat merayakan penobatan Mehmed II dan berharap minimnya pengalaman yang dimilikinya akan menyesatkan Ottoman.

Namun siapa sangka, pada 1452, Mehmed II mulai menjalankan rencananya dengan membangun benteng di Bosphorus, beberapa mil di utara Konstantinopel.

Pada Oktober 1452, Mehmed menempatkan pasukan di Peloponnese untuk memblokade Thomas dan Demetrios supaya tidak bisa memberi bantuan kepada saudara mereka, Konstantin XI, dalam serangan yang akan datang.

Berbekal persenjataan baru nan canggih, pada 6 April 1453, sebanyak 80.000 pasukan Muslim yang dipimpin Mehmed memulai serangan terhadap 8.000 pasukan Kristen di bawah pimpinan Konstantin XI, kaisar Bizantium ke-57.

Pemuda 21 tahun yang haus keagungan ini pun, berhasil melewati tembok pertahanan kota bersama bala tentaranya yang sangat besar.

Setelah 53 hari dikepung, Konstantinopel akhirnya jatuh pada 29 Mei 1453, menandai runtuhnya kekuasaan Bizantium dan berakhirnya Abad Pertengahan.

Setelah menaklukkan kota, Mehmed II menjadikan Konstantinopel sebagai ibu kota Ottoman yang baru, menggantikan Adrianople.

Baca juga: Penjelajahan Samudra oleh Portugis: Latar Belakang dan Kronologi

Dampak jatuhnya Konstantinopel ke tangan Turki

Dampak jatuhnya Konstantinopel sangat besar sehingga mengubah peta kekuatan di wilayah Mediterania dan memperjelas ancaman bagi pemangku kepentingan dan bangsa-bangsa Kristen.

Orang-orang Eropa sangat terkejut dan melihat peristiwa bersejarah ini sebagai bencana bagi peradaban mereka.

Sementara di dunia Kristen, penaklukan ini memengaruhi kehidupan agama, militer, ekonomi, dan psikologis mereka.

Mereka khawatir kerajaan Kristen Eropa lainnya akan bernasib sama dengan Konstantinopel.

Selain itu, banyak ilmuwan Yunani dari Konstantinopel yang mengungsi ke Eropa dan menumbuhkan ilmu pengetahuan di sana.

Salah satu dampak jatuhnya Konstantinopel ke tangan bangsa Turki bagi bangsa Eropa adalah terputusnya jalur perdagangan rempah-rempah Asia-Eropa.

Sebab, Bangsa Turki Usmani banyak membuat peraturan yang menyulitkan lalu lintas pelayaran bangsa Eropa, terutama dalam memperoleh rempah-rempah.

Keadaan ini mendorong para pedagang Eropa mencari jalan lain ke pusat penghasil rempah-rempah di Asia, termasuk Indonesia.

Itulah mengapa, jatuhnya Konstantinopel ke tangan Turki telah mendorong bangsa Eropa datang ke Indonesia.

Penjelajahan samudera kemudian menjadi cara bangsa Eropa untuk mencapai Asia.

Bangsa Eropa yang memelopori penjelajahan samudera adalah Portugis dan Spanyol.

Sebab, di antara bangsa-bangsa lain, dua negara ini menghadapi kesulitan ekonomi paling parah setelah jatuhnya Konstantinopel.

Dalam perjalanannya, bangsa Eropa juga menemukan banyak wilayah baru di berbagai belahan dunia.

Referensi:

  • Crowley, Roger. (2011). 1453: Detik-Detik Jatuhnya Konstantinopel ke Tangan Muslim. (Ridwan Muzir, Terjemahan). Jakarta: Pustaka Alvabet.

Mengapa jatuhnya Konstantinopel ke Turki Usmani pada tahun 1453 menjadi titik balik bagi perkembangan ekonomi dan politik di Eropa?

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.