Jelaskan informasi yang bisa kamu tangkap dari setiap paragraf teks deskripsi berikut

A.   Pendahuluan

Pengajaran Bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat. Berbagai pendekatan, strategi, teknik, metode, dan media pengajaran bahasa Indonesia yang inovatif dan variatif mulai diterapkan guru bahasa Indonesia. Tujuan adanya perubahan pola pengajaran tersebut dalam rangka pencapaian kompetensi siswa dalam bidang-bidang tertentu. Penguasaan keterampilan dalam bidang bahasa Indonesia juga turut mendapat perhatian.

Keterampilan berbahasa bukan lagi hanya untuk diketahui, melainkan untuk dikuasai siswa. Keterampilan berbahasa mempunyai empat komponen yang saling mempengaruhi yaitu keterampilan menyimak (listening skills), keterampilan berbicara (speaking skills), keterampilan membaca (reading skills), dan keterampilan menulis (writing skills). Salah satu keterampilan berbahasa yang perlu mendapatkan perhatian sungguh-sungguh adalah keterampilan menulis, karena pada kenyataanya terlihat bahwa keterampilan menulis siswa masih sangat rendah. Keterampilan menulis tidak datang secara otomatis, melainkan harus melalui latihan dan praktik yang teratur.

Secara umum para ilmuan telah membedakan dua komponen kemampuan berbahasa, yakni kemampuan produktif dan kemampuan reseptif. Kemampuan produktif diwujudkan dengan keterampilan berbicara dan menulis, sedangkan kemampuan reseptif diwujudkan dengan keterampilan mendengarkan dan membaca. Keterampilan berbahasa mencakup empat aspek yaitu keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis (Slamet, 2008: 57). Keterampilan menulis dan membaca sebagai aktivitas komunikasi yang saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Kebiasaan menulis tidak akan terlaksana tanpa adanya kebiasaan membaca.

Dalam pembelajaran bahasa empat keterampilan ini tidak dapat dipisahkan, tetapi dapat dibedakan. Keterampilan mendengarkan tidak dapat dibedakan dari keterampilan berbicara, atau keterampilan membaca dan menulis (Parera dan Amran 1996: 27-28). Dari keempat keterampilan tersebut salah satu keterampilan berbahasa yang perlu mendapat perhatian yang serius dalam pengajaran bahasa Indonesia di sekolah adalah keterampilan menulis. Sehubungan dengan hal tersebut, maka pengajaran menulis harus ditingkatkan. Dengan menulis, siswa akan dapat menuangkan gagasan dan pengalamannya yang dapat bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain.

Keterampilan menulis sangat dibutuhkan dalam kehidupan modern ini. Dalam kehidupan modern ini, jelas bahwa keterampilan menulis sangat dibutuhkan karena merupakan suatu ciri dari orang yang terpelajar atau bangsa yang terpelajar. Menurut Morsey (dalam Tarigan 1985:20), menulis dipergunakan oleh orang terpelajar untuk mencatat atau merekam, meyakinkan, melaporkan, atau memberitahukan dan mempengaruhi. Maksud dan tujuan seperti itu hanya dapat dicapai dengan baik oleh orang-orang yang dapat menyusun pikirannya dan mengutarakannya dengan jelas. Kejelasan itu tergantung pada pikiran, organisasi, pemakaian kata-kata, dan struktur kalimat adalah kemampuan seseorang dalam melukiskan gambar grafis yang dimengerti oleh penulis bahasa itu sendiri maupun orang lain yang mempunyai kesamaan pengertian terhadap simbol-simbol bahasa tersebut (Tarigan 1983:2).

Dalam menulis diperlukan adanya ekspresi gagasan yang berkesinambungan dan logis dengan menggunakan kosakata serta tatabahasa tertentu atau kaidah bahasa yang digunakan, sehingga dapat menggambarkan atau dapat menyajikan informasi yang diekspresikan secara jelas. Itulah sebabnya keterampilan menulis memerlukan latihan dan praktik yang terus menerus serta teratur menggunakan media yang tepat.

Pengajaran keterampilan menulis dapat memberikan manfaat untuk melatih dan mendorong siswa untuk mengekspresikan diri mereka secara bebas dalam tulisan. Pengajaran menulis merupakan keterampilan produktif yang menuntut kemampuan siswa untuk mengungkapkan ide, gagasan, pesan, perasaan, dan daya khayal serta menggunakan bahasa yang tepat. Akan tetapi, kenyataannya penguasaan bahasa Indonesia masih kurang baik. Hal ini disebabkan oleh pola pikir mereka yang salah menganggap bahwa pelajaran bahasa Indonesia adalah pelajaran yang mudah. Yang hendak dicapai dalam pengajaran di antaranya siswa mampu mengungkapkan secara sistematis, kreatif, pengalaman, gagasan, pendapat, pesan, dan perasaan sesuai dengan konteks dan situasi. Salah satu pengajarannya adalah siswa menyusun karangan deskripsi.

Dalam kegiatan belajar mengajar, guru melatih siswa untuk mengungkapkan pengalaman, gagasan, dan pendapatnya secara sistematis dan kreatif dalam bentuk tulisan. Menulis harus dipelajari secara serius dan perlu pelatian secara efektif, masih banyak siswa yang menganggap keterampilan menulis adalah suatu keterampilan bahasa yang membosankan dan sulit untuk dilakukan. Hal ini menyebabkan kurangnya minat siswa dalam mempelajari keterampilan berbahasa, khususnya keterampilan menulis.

Dalam pengajaran keterampilan menulis tersebut, perlu diterapkan suatu metode dan media pengajaran yang menarik dan dapat menunjang kegiatan pengajaran. Metode dan media yang bermacam-macam menetapkan guru harus selektif dalam memilih metode dan media pengajaran yang akan digunakan. Dalam memilih metode dan media harus memperhatikan materi pengajaran yang akan diberikan, sehingga seorang guru harus memilih metode dan media yang sesuai sebagai penunjang kegiatan belajar mengajar.

Saat awal kegiatan pembelajaran menulis karangan deskripsi, siswa mampu menceritakan gambar, hal-hal yang pernah dijumpai, atau pengalaman mereka. Namun, ketika siswa disuruh untuk menuangkan gagasannya dalam ragam tulis mereka merasa kesulitan. Mereka belum mampu mengorganisasikan ide mereka ke dalam karangan. Inilah yang disebut dengan istilah lumpuh menulis. Sebuah istilah yang dilahirkan oleh Taufik ismail terhadap rendahnya keterampilan menulis anak-anak Indonesia. Oleh karena itu, dibutuhkan kreativitas guru untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam pembelajaran menulis kembali.

Berdasarkan pengamatan, pembedaharaan kosakata yang dimiliki siswa yang masih rendah. Hal ini menjadi hambatan yang besar dalam menulis karangan deskripsi. Rendahnya kosakata yang dimiliki siswa tentu akan mempengaruhi produktivitas rangkaian peristiwa, tempat, serta latar yang diuraikan. Pemahaman siswa mengenai ejaan dan tanda baca juga masih kurang. Ketika siswa dijelaskan materi ejaan dan tanda baca, sebagian besar mereka masih belum paham. Ketika praktik menulis mereka masih mengesampingkan pemakaian ejaan dan tanda baca yang tepat.

Banyak cara yang dapat digunakan sebagai alternatif pembelajaran menulis karangan deskripsi. Di antaranya adalah dengan menggunakan metode pembelajaran sugesti imajinasi dengan media gambar berbasis komputer dalam pembelajaran menulis karangan deskripsi, karena metode pembelajaran sugesti imajinasi dengan media gambar berbasis komputer menawarkan pembelajaran yang menekankan pada proses dan hasil, sehingga cocok digunakan dalam pembelajaran menulis karangan deskripsi. Media pembelajaran gambar berbasis komputer dapat dieksploitasi untuk membantu peningkatkan kemampuan menulis karangan deskripsi. Dengan metode sugesti imajinasi dan gambar berbasis komputer di sini untuk memberikan sugesti yang merangsang berkembangnya imajinasi siswa lewat gambar dan alunan lagu yang diperdengarkan.

Pembelajaran menulis karangan deskripsi dengan metode sugesti imajinasi juga menuntut siswa untuk selalu aktif membayangkan atau menciptakan gambaran kejadian berdasarkan alunan lagu yang di dengar dan gambar yang dilihatnya melalui komputer, di samping itu guru juga harus mengetahui setiap perkembangan kemampuan siswa dalam menulis karangan deskripsi, yang semuanya itu dapat diterapkan dengan menggunakan metode pembelajaran sugesti imajinasi dengan media gambar berbasis komputer.

Di samping menggunakan model sugesti imajinasi, peningkatan kemampuan siswa dalam menyusun teks deskripsi dapat dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan saintifik, dalam hal ini menggunakan model mind map atau peta pikiran. Pembelajaran dengan pendekatan saintifik melatih siswa untuk berpikir ilmiah bukan hanya dalam pembelajaran tetapi juga diharapkan dalam kehidupan yang dijalaninya. Ketepatan metode dan media dalam kegiatan belajar mengajar perlu ditingkatkan untuk keberhasilan siswa dalam menyusun teks deskripsi secara tertulis. Melihat fenomena yang terjadi di kelas, penulis menyusun teks deskripsi dengan menggunakan pendekatan saintifik melalui metode mind map (peta pikiran) dengan media foto perlu dilakukan sehingga dapat mendorong siswa untuk terampil menyusun teks deskripsi (Pada materi pembelajaran menyusun karangan yang terdapat pada buku edisi revisi Kelas VII tahun pelajaran 2014/2015 istilah karangan deskripsi berubah dengan penggunaan nama teks dan struktur teks sehingga karangan deskripsi berubah menjadi teks deskripsi). Untuk selanjutnya, untuk tulisan yang berkaitan dengan pembelajaran mind map digunakan istilah teks deskripsi sedangkan dalam penggunaan metode sugestif imajinasi digunakan istilah teks deskripsi. Oleh karena itu dalam penulisan ini sengaja penulis menggunakan kedua istilah tersebut.

Penggunaan metode mind map dalam menyusun teks deskripsi secara tertulis dengan tema yang telah ditentukan karena lebih sesuai diterapkan dibandingkan dengan metode-metode pembelajaran yang lainnya. Hal ini disebabkan metode mind map dibentuk dari gagasan-gagasan yang berbentuk peta pikiran yang dapat disesuaikan dengan struktur teks deskripsi, yaitu deskripsi umum dan deskripsi bagian.

Materi pembelajaran yang digunakan dapat disesuaikan dengan buku pegangan guru dan siswa dari kemendikbud atau dari buku pegangan lainnya. Buku guru pada bagian rekapitulasi penilaian kegiatan siswa (dalam Kemendikbud 2013:69) teks dengan nama teks tanggapan deskriptif dan terdapat tiga struktur, yaitu identifikasi, klasifikasi/ definisi, dan deskripsi bagian. Ini berbeda dengan Kemendikbud (2014:76) teks dengan nama teks deskripsi dan terdapat dua struktur, yaitu deskripsi umum dan deskripsi bagian.

Penggunaan mind map dalam proses pembelajaran dapat melatih siswa untuk berpikir analitis, menjelaskan sesuatu dengan sistematika yang baik, dan menggunakan logika yang tepat. Penggunaan media foto dalam menyusun teks deskripsi secara tertulis dipilih karena menyesuaikan dengan metode yang digunakan yaitu mind map. Foto dapat menjadi dasar penulisan teks deskripsi, sebab siswa dapat mendeskripsikan budaya yang menjadi tema dalam menyusun teks deskripsi melalui foto yang diamati. Hal tersebut disebabkan terbatasnya waktu dan biaya untuk melakukan pengamatan langsung terhadap budaya yang dideskripsikan dalam teks deskripsi.

B.   Menulis

1.    Hakikat Menulis

Menulis adalah menempatkan simbol-simbol grafis yang menggambarkan suatu bahasa yang dimengerti oleh seseorang, kemudian dapat dibaca oleh orang lain yang memahami bahasa tersebut beserta simbol-simbol grafisnya (Lado dalam Tarigan 1983:21). Menulis adalah suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif untuk mengungkapkan ide, pikiran, gagasan, dan pengetahuan. Dalam kegiatan menulis ini, maka penulis haruslah terampil memanfaatkan grafologi, struktur bahasa, dan kosakata. Disebut juga kegiatan produktif karena kegiatan menulis menghasilkan tulisan, dan disebut juga kegiatan yang ekspresif karena kegiatan menulis adalah kegiatan yang mengungkapkan ide, gagasan, pikiran, dan pengetahuan penulis kepada pembaca (Tarigan 1983:3-4).

Keterampilan menulis merupakan keterampilan yang sangat penting dalam kehidupan, tidak hanya penting dalam dunia pendidikan, tetapi juga sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Keterampilan menulis sangat penting karena salah satu keterampilan berbahasa yang harus dimiliki oleh siswa. Dengan menulis, siswa dapat mengungkapkan atau mengekspresikan gagasan atau pendapat, pemikiran, dan perasaan yang dimiliki. Selain itu, dapat mengembangkan daya pikir dan kreativitas dalam menulis. Ketarmpilam menulis merupakan suatu ciri dari orang yang terpelajar atau bangsa yang terpelajar (Tarigan, 1983:4). Menurut Morsey (dalam Tarigan, 1983:4) keterampilan menulis dipergunakan oleh orang terpelajar untuk mencatat atau merekam, meyakinkan, melaporkan atau memberitahukan, dan mempengaruhi, hanya dapat dicapai dengan baik oleh orang-orang yang dapat menyusun pikirannya dan mengutarakannya dengan jelas, kejelasan ini tergantung pada pikiran, organisasi, pemakaian kata-kata, dan stuktur kalimat.

Menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang bahasa dan gambaran grafik (Tarigan 1983:21). Pendapat lain dari Suriamiharja dkk. (1996:2) menulis adalah kegiatan melahirkan pikiran dan perasaan dengan tulisan. Dapat juga diartikan menulis merupakan berkomunikasi mengungkapkan pikiran, perasaan kehendak kepada orang lain secara tertulis. Kegiatan menulis dalam dunia pendidikan sangat penting dan berharga sekali, sebab menulis akan lebih mempermudah seseorang untuk berpikir. Menulis merupakan suatu alat yang sangat ampuh dalam belajar yang dengan sendirinya memainkan peran yang sangat penting dalam dunia pendidikan (Enre 1988:6).

Suparno dan Yunus (2008:1.3) mengatakan bahwa menulis dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan penyampaian pesan (komunikasi) dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat atau medianya. Pesan adalah isi atau muatan yang terkandung dalam suatu tulisan. Tulisan merupakan sebuah simbol atau lambang bahasa yang dapat dilihat dan disepakati pemakainya. Dengan demikian, dalam komunikasi tulis paling tidak terdapat empat unsur yang terlibat yaitu: penulis sebagai penyampai pesan, pesan atau isi tulisan, saluran atau media berupa tulisan, dan pembaca sebagai penerima pesan. Jauhari (2009:17) menyebutkan bahwa menulis merupakan aktivitas menuangkan gagasan yang diwujudkan dengan lambang-lambang fonem.

Teks merupakan realisasi wacana karena teks berada pada tataran parole yang berupa realisasi atau perwujudan bahasa (Dijk dan Hoed dalam Hartono 2012:11). Menurut Finoza (2005:3-4) perwujudan bahasa berdasarkan cara berkomunikasi ada dua, yaitu ragam lisan dan ragam tulis. Berikut ini perbedaan antara dua ragam tersebut.

a. Ragam lisan menghendaki adanya lawan bicara yang siap mendengar apa yang diucapkan oleh seseorang, sedangkan ragam tulis tidak selalu memerlukan lawan bicara yang siap membaca apa yang dituliskan oleh seseorang.

b. Di dalam ragam lisan, unsur-unsur fungsi gramatikal seperti subjek, predikat, objek, dan keterangan tidak selalu dinyatakan dengan kata-kata. Unsur-unsur itu sering dapat dinyatakan dengan bantuan gerak tubuh dan mimic muka. Di dalam ragam tulis, fungsi-fungsi gramatikal harus dinyatakan secara eksplisit agar orang yang membaca suatu tulisan, misalnya dalam surat kabar, majalah, atau buku dapat memahami maksud penulisnya.

c.  Ragam lisan terikat pada situasi, kondisi, ruang, dan waktu; sedangkan ragam tulis tidak terikat pada hal-hal tersebut.

d. Di dalam ragam lisan, makna dipengaruhi oleh tinggi rendah dan panjang pendeknya nada suara, sedangkan dalam ragam tulis, makna ditentukan terutama oleh pemakaian tanda baca.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa ragam lisan berkaitan dengan keterampilan berbicara, sedangkan ragam tulis berkaitan dengan keterampilan menulis. Teks secara tertulis artinya perwujudan bahasa yang dihasilkan dari keterampilan menulis. Sementara itu, beberapa pengertian menyusun dalam KBBI (1572) yang berkaitan dengan keterampilan menulis, yaitu 1) mengatur dengan menumpuk secara tindih-menindih,  2) mengatur secara baik, 3) menempatkan secara beraturan, dan 4) mengarang buku.

Dari beberapa pendapat di atas dapat diberikan simpulan bahwa menulis adalah kemampuan seseorang dalam melukiskan lambang grafis yang dimengerti oleh penulis bahasa itu sendiri maupun orang lain yang mempunyai kesamaan pengertian terhadap simbol-simbol bahasa tersebut. Dalam menulis juga diperlukan adanya suatu bentuk ekspresi gagasan yang berkesinambungan dan mempunyai urutan logis dengan menggunakan kosakata dan tata bahasa tertentu atau kaidah bahasa yang digunakan, sehingga dapat menggambarkan atau dapat menyajikan informasi yang diekspresikan secara jelas. Itulah sebabnya untuk keterampilan menulis diperlukan latihan dan praktik terus menerus dan teratur.

2.   Keterampilan Menulis

Keterampilan menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang menjadi tujuan setiap pengajaran bahasa di sekolah. Seperti kita ketahui dari GBPP Bidang Studi Bahasa Indonesia, baik untuk Sekolah Dasar, Sekolah Lanjutan Pertama maupun untuk Sekolah Lanjutan Atas ditujukan untuk mencapai keterampilan-keterampilan: berbicara, membaca, menyimak, dan menulis. Fungsi utama tulisan adalah sebagai alat komunikasi yang tidak langsung. Penulis dan pembaca dapat berkomunikasi melalui tulisan. Oleh karena itu, pada prinsipnya hasil tulisan yang paling utama ialah dapat menyampaikan pesan kepada pembaca, sehingga pembaca memahami maksud penulis yang dituangkan dalam tulisannya.

Keterampilan menulis adalah kemampuan seseorang dalam melukiskan lambang grafis yang dimengerti oleh penulis bahasa itu sendiri maupun orang lain yang mempunyai kesamaan pengertian terhadap simbol-simbol bahasa tersebut (Agus Suriamiharja, dkk 1996:1). Menurut Heaton dalam St.Y. Slamet, (2008: 141) disebutkan bahwa sebagai keterampilan berbahasa, menulis merupakan keterampilan yang sukar dan kompleks. Oleh karenanya keterampilan menulis merupakan salah satu dari keterampilan berbahasa yang dikuasai seseorang sesudah menguasai keterampilan menyimak, berbicara, dan membaca.

Menurut Izzul Hasanah (2007: 17) bahwa keterampilan menulis adalah keterampilan yang paling kompleks, karena keterampilan menulis merupakan suatu proses perkembangan yang menuntut pengalaman, waktu, kesepakatan, latihan serta memerlukan cara berpikir yang teratur untuk mengungkapkannya dalam bentuk bahasa tulis. Oleh sebab itu, keterampilan menulis perlu mendapat perhatian yang lebih dan sungguh-sungguh sebagai salah satu aspek dari keterampilan berbahasa.

Di lain pihak, keterampilan menulis menurut Bryne dalam St.Y. Slamet (2008: 141) pada hakikatnya kemampuan menulis bukan sekedar menuliskan simbol-simbol grafis sehingga berbentuk kata, dan kata-kata disusun menjadi kalimat menurut peraturan tertentu, melainkan keterampilan menulis adalah kemampuan menuangkan buah pikiran ke dalam bahasa tulis melalui kalimat-kalimat yang dirangkai secara utuh, lengkap, dan jelas sehingga buah pikiran tersebut dapat dikomunikasikan kepada pembaca dengan berhasil. Sedangkan menurut Guntur Tarigan dalam Yant Mujiyanto, dkk (1999: 71) bahwa keterampilan menulis tidak akan datang secara otomatis, melainkan harus melalui latihan dan praktek yang banyak secara teratur.

Menulis merupakan salah satu dari empat keterampilan berbahasa. Di dalam menulis semua unsur keterampilan berbahasa harus dikonsentrasikan secara penuh agar mendapat hasil yang benar-benar baik. Menulis bukan hanya menyalin tetapi juga mengekspresikan pikiran dan perasaan kedalam lambang-lambang tulisan. Kegunaan keterampilan menulis bagi peserta didik adalah untuk menyalin, mencatat, dan mengerjakan sebagian tugas sekolah. Tanpa keterampilan menulis, peserta didik akan mengalami banyak kesulitan dalam melaksanakan jenis tugas tersebut. Oleh karena itu menulis perlu diajarkan dengan baik sejak anak usia dini. Menurut Akhadiah (1996:2) menulis itu ialah suatu proses, yaitu proses penulisan. Ini berarti bahwa kita melakukan kegiatan itu dalam beberapa tahap, yakni tahap prapenulisan, tahap penulisan, dan tahap revisi.

Menulis merupakan proses bernalar. Untuk menulis suatu topik kita harus berpikir, menghubung-hubungkan fakta, membandingkan, dan sebagainya. Proses bernalar atau penalaran merupakan proses berpikir sistematik untuk memperoleh simpulan yang berupa pengetahuan. Lado mengatakan bahwa menulis ialah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang-orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik itu (Tarigan, 1994:21). Menulis adalah kegiatan melahirkan pikiran dan perasaan dengan tulisan. Dapat juga diartikan bahwa menulis adalah berkomunikasi mengungkapkan pikiran, perasaan, dan kehendak kepada orang lain secara tertulis (Suriamiharja, 1997:2). Selanjutnya, juga dapat diartikan bahwa menulis adalah menjelmakan bahasa lisan, mungkin menyalin atau melahirkan pikiran atau perasaan seperti mengarang, membuat surat, membuat laporan dan sebagainya. Kata menulis mempunyai arti kegiatan mengungkapkan gagasan secara tertulis. Orang yang melakukan kegiatan ini dinamakan penulis dan hasil kegiatannya berupa tulisan (Wiyanto, 2004:2).

Ahli lain mengatakan bahwa menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang dipergunakan dalam komunikasi secara tidak langsung. Keterampilan menulis tidak didapatkan secara alamiah, tetapi harus melalui proses belajar dan berlatih (Wagiran dan Doyin, 2005:2). Menanggapi hal tersebut, menulis adalah kegiatan penyampaian pesan (gagasan, perasaan, atau informasi) secara tertulis kepada pihak lain. Dalam kegiatan berbahasa menulis melibatkan empat unsur, yaitu penulis sebagai penyampai pesan, pesan atau isi tulisan, medium tulisan, serta pembaca sebagai penerima pesan. Kegiatan menulis sebagai sebuah perilaku berbahasa memiliki fungsi dan tujuan: personal, interaksional, informatif, instrumental, heuristik, dan estetis (Yunus, 2005).

Menulis sebagai suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung. Bahwa menulis adalah suatu kegiatan yang aktif dan produktif serta memerlukan cara berpikir yang teratur yang diungkapkan dalam bahasa tulis. Keterampilan seseorang untuk mengungkapkan ide, pikiran, gagasan, pengetahuan, ilmu, dan pengalaman sebagai suatu keterampilan yang produktif. dipengaruhi oleh keterampilan produktif lainnya, seperti aspek berbicara maupun keterampilan reseptif yaitu aspek membaca dan menyimak serta pemahaman kosa kata, diksi, keefektifan kalimat, penggunaan ejaan dan tanda baca. Pemahaman berbagai jenis karangan serat pemahaman berbagai jenis paragraf dan pengembangannya (Hasanah, 2008).

Mengingat proses komunikasi ini dilakukan secara tidak langsung, tidak melalui tatap muka antara penulis dan pembaca, dan agar tulisan itu berfungsi sebagaimana yang diharapkan oleh penulis, maka isi tulisan, serta lambang grafik yang dipergunakan penulis harus benar-benar dipahami baik oleh penulis ataupun pembacanya. Apabila tidak demikian, tidaklah mungkin tulisan itu berfungsi sebagai alat komunikasi, melainkan hanya sebagai lukisan saja.

Secara harafiah kegiatan menulis dapat diartikan sebagai kegiatan yang menggambarkan bahasa dengan lambang-lambang yang dapat dipahami. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Tarigan dalam Muchlisoh, dkk (1999: 233) yang mengatakan bahwa menulis ialah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka juga memahami bahasa dan gambaran grafik tersebut.

Pendapat lain mengemukakan bahwa menulis merupakan suatu kegiatan penyampaian pesan (komunikasi) dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat atau media (St.Y. Slamet (2008: 104). Pesan disini yaitu berupa isi atau muatan yang terkandung dalam suatu tulisan, sedangkan tulisan merupakan sebuah simbol atau lambang bahwa yang dapat dilihat dan disepakati pemakainya.

Eric, Robert & William (1989: ix), mengemukan bahwa “Writing is creative act. None of our writing is simply a translation of completed thougts into words on a page. The act of writing is creative because it requires us to interpret or make sense of something: an experience, a text, an event”. Terjemahan, menulis merupakan bagian dari tindakan yang kreatif. Hal ini dikarenakan menulis memerlukan kemampuan daya imaji/ pemikiran kita untuk menginterpretasikan atau bisa menyampaikan pengalaman, maupun peristiwa yang dialami ke dalam bentuk teks/ tulisan.

Yant Mujiyanto, dkk (1999: 70) mengemukakan bahwa menulis juga diartikan sebagai kegiatan mengekspresikan ilmu pengetahuan, pengalaman hidup, ide-imaji, aspirasi dan lain-lain dengan bahasa tulis yang baik, benar dan menarik. Hal tersebut senada dengan pendapat Subana, & Sunarti (2000: 231) disebutkan bahwa menulis atau mengarang merupakan kegiatan pengungkapan gagasan secara tertulis.

Menurut Kartono, dkk (2009: 90) mengatakan bahwa menulis dipandang sebagai rangkaian aktifitas yang bersifat fleksibel. Rangkaian aktifitas yang dimaksud meliputi pramenulis, penulisan draft, revisi penyuntingan dan publikasi atau pembahasan. Seperti halnya pada perkembangan membaca, perkembangan anak dalam menulis juga terjadi secara perlahan-lahan. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Eric, Robert & William (1989: x) bahwa “we will consider writing as a series of related text-making activities: generating, arranging, and developing ideas in sentences; drafting; shaping and reareading the texts we make; and editing and revising them”. Dapat diartikan bahwa dalam kegiatan menulis kita akan selalu mempertimbangkan penulisan sebagai sebuah rangkaian-rangkaian aktifitas yang meliputi kegiatan pramenulis, penulisan draft, revisi penyuntingan dan publikasi maupun pada kegiatan pembahasan.

Menurut Mc. Crimmon dalam St.Y. Slamet (2008: 141), bahwa menulis merupakan kegiatan menggali pikiran dan perasaan mengenai suatu subjek, memilih hal-hal yang akan ditulis, menentukan cara menuliskannya sehingga pembaca dapat memahaminya dengan mudah dan jelas.

Pengertian lain mengemukakan bahwa menulis merupakan kegiatan seseorang untuk menyampaikan gagasan kepada pembaca dalam bahasa tulis agar bisa dipahami oleh si pembaca itu sendiri. Kegiatan menulis sangat mementingkan unsur pikiran, penalaran, dan data faktual karena itu wujud yang dihasilkan dari kegiatan menulis itu bisa berupa tulisan ilmiah atau nonfiksi.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian menulis adalah suatu kegiatan mengungkapkan ide atau informasi dalam bentuk tulisan, sehingga dapat dibaca orang lain. Oleh karena itu, menulis bukan hanya sekadar menuliskan apa yang diucapkan (membahasatuliskan bahasa lisan), tetapi merupakan suatu kegiatan yang terorganisir sedemikian rupa sehingga terjadi suatu tindakan komunikasi (antara penulis dengan pembaca). Keterampilan menulis juga adalah bagian dari kemampuan seseorang dalam menuangkan buah pikirannya ke dalam bahasa tulis yang dimengerti oleh penulis bahasa itu sendiri maupun orang lain yang mempunyai kesamaan pengertian melalui suatu proses perkembangan yang didapat dari pengalaman, waktu, kesepakatan, dan latihan-latihan.

3.   Tujuan Menulis

Menurut Keraf (1995:6), kebutuhan dasar manusia yang mempengaruhi tujuan menulis, yaitu (1) keinginan untuk memberi informasi kepada orang lain dan memperoleh informasi dari orang lain mengenai suatu hal; (2) keinginan untuk meyakinkan seseorang mengenai suatu kebenaran akan suatu hal, dan lebih jauh mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain; (3) keinginan untuk menggambarkan atau menceritakan bagaimana bentuk atau wujud suatu barang atau objek, atau mendeskripsikan cita rasa suatu benda, hal atau bunyi; dan (4) keinginan untuk menceritakan kepada orang lain tentang kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa yang terjadi, baik yang dialami maupun yang didengar dari orang lain.

Menurut Sujanto (1998:68) tujuan menulis adalah mengekspresikan perasaan, memberi informasi, mempengaruhi pembaca, dan memberi hiburan. Akan tetapi, dalam kenyataanya, adakalanya maksud dan tujuan saling bercampur. Dalam arti mempunyai tujuan ganda. Tulisan yang persuasif tentu saja mengandung informasi-informasi, tulisan yang informatif pun mempunyai unsur-unsur persuasif, demikian juga yang bersifat hiburan dapat juga diwarnai dengan maksud mempengaruhi pembaca. Sedangkan Tarigan (1994: 23) menyatakan tujuan menulis adalah (1) memberitahukan atau mengajar, (2) meyakinkan tau mendesak, (3) menghibur atau menyenangkan, dan (4) mengutarakan atau mengekspresikan perasaan dan emosi yang kuat dan berapai-rapi. Sebagai salah satu aspek dari keterampilan berbahasa, menulis atau mengarang merupakan kegiatan yang kompleks.

Seseorang melakukan aktivitas menulis pasti memiliki tujuan atau alasan mengapa ia menulis. Setiap orang yang hendak menulis hendaklah ia memiliki niat, maksud ataupun pikiran apa yang hendak dicapainya dengan menulis tersebut. Niat, maksud dan pikiran itulah yang dimaksud sebagai tujuan menulis. Sabarti akhadiat dalam Imam Maliki (1999: 50) menyatakan bahwa rumusan tujuan penulisan adalah suatu gambaran atau perencanaan menyeluruh yang akan mengarahkan penulis dalam proses penulisannya. Pendapat lain mengungkapkan bahwa secara umum tujuan orang menulis adalah:

a) Untuk menceritakan sesuatu, menceritakan disini memiliki maksud agar orang lain atau pembaca tahu tentang apa yang dialami, diimpikan, dikhayalkan, maupun yang dipikirkan oleh si penulis. Dengan begitu akan terjadi kegiatan berbagi pengalaman, perasaan, dan pengetahuan.

b) Untuk memberikan petunjuk atau pengarahan, maksudnya bila seseorang mengajari orang lain bagaimana cara mengerjakan, memberikan petunjuk, maupun memberikan pengarahan dengan tahapan-tahapan yang benar, berarti orang itu sedang memberi petunjuk atau pengarahan.

c) Untuk menjelaskan sesuatu, bahwa penulis berusaha menyampaikan ide dan gagasannya dalam menjelaskan sesuatu melalui tulisan yang bertujuan menjelaskan sesuatu itu kepada pembaca, sehingga pengetahuan si pembaca menjadi bertambah serta pemahaman pembaca tentang topik yang kamu sampaikan itu menjadi lebih baik.

d) Untuk menyakinkan, yaitu ada saat-saat tertentu bahwa orang yang menulis itu perlu menulis untuk menyakinkan orang lain tentang pendapat, buah pikirannya ataupun pandangannya mengenai sesuatu. Hal ini pada hakikatnya setiap orang sering berbeda pendapat tentang banyak hal.

e) Untuk merangkum, maksudnya dengan menuliskan rangkuman, pembaca akan sangat tertolong dan sangat mudah dalam mempelajari isi buku yang panjang dan tebal. Hal lain pembaca akan semakin mudah untuk menguasai bahan pelajaran dengan membaca rangkuman tersebut dibandingkan kalau tidak merangkumnya (M. Atar Semi, 2007: 14-21).

Sebagai bagian dari keterampilan berbahasa, hal menarik juga diungkapkan oleh Hugo Hartig dalam Muchlisoh, dkk (1992: 234) bahwa ada tujuh tujuan dalam menulis yaitu:

a) Tujuan Penugasan (Assignment Purpose). Penulis tidak memiliki tujuan, untuk apa dia menulis. Penulis hanya menulis, tanpa mengetahui tujuannya. Dia menulis karena mendapat tugas, bukan atas kemauan sendiri.

b) Tujuan Altruistik (Altruistic Purpose). Penulis bertujuan untuk menyenangkan para pembaca, menghindarkan kedukaan para pembaca, ingin menolong para pembaca memahami, menghargai perasaan dan penalarannya, ingin membuat hidup para pembaca lebih mudah dan lebih menyenangkan dengan karyanya itu.

c) Tujuan Persuasive (Persuasive Purpose). Penulis bertujuan mempengaruhi pembaca, agar para pembaca yakin akan kebenaran gagasan/ ide yang dituangkan maupun yang diutarakan oleh penulis.

d) Tujuan Informasional (Informatioanal Purpose). Penulis menuangkan ide dan gagasan dengan tujuan memberi informasi atau keterangan kepada pembaca.

e) Tujuan Pernyataan Diri (Self Expressive Purpose). Penulis berusaha untuk memperkenalkan atau menyatakan dirinya sendiri kepada para pembaca.

f) Tujuan Kreatif (Creative Purpose). Penulis bertujuan agar para pembaca, dapat memiliki nilai-nilai artistik atau nilai-nilai kesenian dengan membaca tulisan si penulis.

g) Tujuan Pemecahan Masalah (Problem Solving Purpose). Penulis berusaha memecahkan suatu masalah yang dihadapi. Dengan tulisannya, penulis berusaha memberi kejelasan kepada para pembaca tentang bagaimana cara pemecahan suatu masalah.

Kompleksitas menulis terletak pada tuntutan kemampuan untuk menata dan mengorganisasikan ide secara runtut dan logis, serta menyajikannya dalam ragam bahasa tulis dan kaidah penulisan lainnya. Akan tetapi, di balik kerumitannya, menulis menjanjikan manfaat yang begitu besar dalam membantu pengembangan daya inisiatif dan kreativitas, kepercayaan diri dan keberanian, serta kebiasaan dan kemampuan dalam menemukan, mengumpulkan, mengolah, dan menata informasi. Hipple menyatakan bahwa tujuan menulis, yaitu

1) penugasan, yaitu untuk penugasan buku karena bukan kemauan sendiri,

2) altruistic, yaitu untuk menyenangkan para pembaca,

3) persuasuif, yaitu untuk meyakinkan para pembaca akan kebenaran gagasan yang diutarakan,

4) informasional, yaitu untuk memberi informasi atau keterangan/penerangan kepada para pembaca,

5) pernyataan diri, yaitu untuk memperkenalkan atau menyatakan diri sang pengarang kepada para pembaca,

6)  kreatif, yaitu untuk mencapai nilai-nilai artistik dan nilai-nilai kesenian, dan

7) pemecahan masalah, yaitu untuk menjernihkan serta menjelajahi serta meneliti secara cermat pikiran-pikiran dan gagasan agar dapat dimengerti oleh pembaca (dalam Tarigan, 1994:24-25).

Secara umum, tulisan dapat membantu untuk menjelaskan pikiran-pikiran. Tidak jarang apa yang terpikirkan dan dirasakan mengenai orang-orang, gagasan-gagasan, masalah-masalah, dan kejadian-kejadian dapat ditemui dalam tulisan. Seseorang dapat dikatakan telah mampu menulis dengan baik jika ia dapat mengungkapkan maksudnya dengan jelas sehingga orang lain dapat memahami apa yang diungkapkan. Jadi, tujuan khusus menulis adalah menginformasikan, melukiskan, dan menyarankan.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dengan menentukan tujuan dalam menulis, maka penulis akan dapat mengetahui apa yang harus dilakukan dalam proses penulisannya, bahan apa yang hendak diperlukan, bentuk ragam karangan macam apa yang hendak dipilih, dan mungkin sudut pandang penulisan yang seperti apa yang akan ditetapkan. Singkatnya, dengan kalimat kunci berupa rumusan tujuan penulisan, maka penulis bisa menentukan pijakan dari mana tulisan itu akan disusun dan dimulai.

4.   Fungsi Menulis

Kegunaan menulis dapat diperinci sebagai berikut: (1) menolong menemukan kembali apa yang pernah diketahui, (2) menghasilkan ide-ide baru, (3) membantu mengorganisasikan pikiran dan menempatkannya dalam suatu bentuk yang berdiri sendiri, (4) menjadikan pikiran seseorang siap untuk dilihat dan dievaluasi, (5) membantu menyerap dan menguasai informasi baru, (6) membantu memecahkan masalah dengan jalan memperjelas unsur-unsurnya dan menempatkannya dalam suatu konteks visual (Enre, 1988:6).

Pada prinsipnya fungsi utama dari tulisan adalah sebagai alat komunikasi yang tidak langsung, dapat menolong berpikir secara kritis, memudahkan sesoranng untuk merasakan dan menikmati, memperdalam daya tanggap, memecahkan masalah yang dihadapi, dan membantu menjelaskan pikiran (Tarigan, 1994:22). Banyak manfaat yang bisa diperoleh dari aktifitas menulis. Pertama, menulis dapat menimbulkan rasa ingin tahu dan melatih kepekaan dalam melihat realitas di sekitar. Kedua, menulis dapat menambah pengetahuan dan wawasan kita. Ketiga, melatih kita untuk menyusun pemikiran dan argumen kita secara runtut, sistematis, dan logis. Keempat, secara psikologis akan mengurangi tingkat ketegangan dan sters kita (Komaidi, 2007:12-13).

Dengan menulis kita dapat mengetahui kemampuan diri, mengembangkan gagasan atau ide, menguasai informasi, mudah memecahkan masalah, meningkatkan kegiatan belajar, membantu ingatan, dan memberikan penghasilan. Berdasarkan beberapa fungsi menulis di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi menulis adalah mengembangkan gagasan atau ide, menguasai informasi, dan mengetahui kemampuan diri.

5.   Gagasan dan Isi Tulisan

Gagasan atau ide setiap karangan pasti timbul dari suatu gagasan. Menurut Ali Imron Aem, dkk (1985: 113-114) bahwa ada lima cara mengungkapkan isi gagasan/ ide suatu karangan yang dapat timbul dari berbagai sumber yaitu:

a. Inspirasi, yaitu sesuatu yang muncul dari ingatan. Ilham ini kadang-kadang muncul tanpa disengaja, kadang-kadang pula muncul melalui proses yang diusahakan.

b. Pendapat dan pandangan, yaitu suatu ide atau gagasan yang timbul dari pendapat atau pandangan kita terhadap suatu masalah. Masalah di sini dapat dijadikan topik yang menarik jika kita pandai mengupas dan membahasnya.

c. Pengalaman hidup, yaitu sesuatu yang pernah dialami dalam suatu peristiwa yang menarik dalam kehidupannya, baik peristiwa yang menyedihkan maupun yang membahagiakan dalam diri pribadinya maupun pengalaman dari orang lain.

d. Observasi dan pengamatan, yaitu hasil dari suatu observasi terhadap apa pun yang terjadi di sekitarnya yang dapat dijadikan sebagai sumber ide/ gagasan.

e. Fantasi dan khayal, yaitu daya khayal atau imajinasi yang mampu melahirkan karya yang barangkali dianggap hanya merupakan impian atau lamunan belaka.

Menurut St.Y. Slamet (2008: 208) mengatakan bahwa pemahaman gagasan meliputi pemahaman a) maksud dan ide/ gagasan pokok, b) gagasan pendukung, c) hubungan antargagasan pendukung, d) menarik kesimpulan dan penalaran dengan tepat. Tulisan merupakan suatu bentuk sistem komunikasi lambang visual. Agar komunikasi melalui lambang tulis dapat memenuhi harapan, penulis hendaklah menuangkan gagasannya ke dalam bahasa yang tepat, teratur, dan lengkap (St.Y. Slamet, 2008: 116).

Isi tulisan yang berupa gagasan atau topik dapat dilihat dengan jalan banyak membaca, banyak mengamati apa yang ada di lingkungan sekitar, banyak berfikir dan berkhayal. Menurut M. Atar Semi (2007: 24) secara teoritis gagasan tulisan dapat digali dari empat sumber yaitu:

1) pengalaman, yaitu merupakan sumber topik tulisan yang paling penting. Pengalaman yang diperoleh seseorang merupakan fakta dari kenyataan hidup. Ia bisa dijadikan sebagai renungan, bahan perbandingan maupun pengetahuan untuk orang lain, bila pengalaman itu dituliskan,

2) pengamatan, yaitu menyaksikan dan mengamati pengalaman hidup orang lain merupakan salah satu yang dapat dijadikan sebagai bahan tulisan, sebab ada banyak hal dalam kehidupan ini yang tidak bisa kita alami secara langsung melainkan itu dialami oleh orang lain,

3) khayalan atau imajinasi, yaitu berkhayal atau berimajinasi dimaksudkan mampu menciptakan sesuatu dalam pikiran yang sebenarnya hal itu sudah terjadi maupun belum terjadi. Hasil berimajinasi ini dapat dijadikan bahan tulisan,

4) pendapat dan keyakinan, yaitu kemampuan yang dimiliki manusia normal tentang kemampuan dalam berpikir dan kemampuan membedakan yang baik dan tidak baik. Manusia memiliki naluri berpikir dan etika. Kemampuan ini menyebabkan manusia memiliki pendapat, pandangan dan keyakinan terhadap sesuatu. Setiap orang pula memiliki pendapat tentang bagaimana menempatkan diri di dalam pergaulannya sehari-hari, memilih sesuatu yang ia senangi, mampu menyelesaikan masalah dan sebaginya. Setiap orang pula memiliki keyakinan diri tentang kebaikan atas pilihan-pilihannya itu.

Pemerolehan bahasa dan keterampilan menulis itu sejajar perkembangannya. Keterampilan menulis paling efektif diperoleh melalui membaca yang ekstensif, yang fokus membacanya terletak pada isi/ gagasan yang terkandung dalam teks tersebut (Krashen dalam Subana, & Sunarti (2000: 231). Kalau aktifitas membaca cakupannya hanya untuk memperoleh informasi atau untuk kenikmatan yang telah dibacanya, sedangakan menulis semua struktur dan tata bahasa yang diperlukan serta aturan wacana yang diperlukan untuk menunjang keterampilan menulis karangan diperoleh secara alamiah dipelajari oleh siswa yang telah membaca dalam dosis tinggi.

6.   Ragam Tulisan

Ragam tulisan yang biasa digunakan dalam pengajaran menulis di Indonesia terbagi atas argumentasi, narasi, persuasi, eksposisi, dan deskripsi. Namun demikian, dalam suatu tulisan sebenarnya dapat terkandung lebih dari suatu ragam tulisan. Weaver (dalam Tarigan 1994:27) membagi tulisan berdasarkan bentuknya, yaitu 1) eksposisi yang mencakup definisi dan analisis, 2) deskripsi yang mencakup deskripsi ekspositoris dan deskripsi literer, 3) narasi yang mencakup urutan waktu, motif, konflik, titik pandang, dan pusat minat, dan 4) argumentasi yang mencakup induksi dan deduksi.

Eksposisi merupakan karangan dari sudut penulis memenuhi keinginan manusia umtuk memberi informasi kepada orang lain, atau dari sudut pembaca berkeinginan untuk memperoleh informasi dari orang lain yang menguasai suatu hal. Argumentasi merupakan karangan yang dari sudut penulis berkeinginan untuk meyakinkan pendengar atau pembaca mengenai suatu kebenaran dan lebih jauh mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain. Sedangkan, dari pihak pembaca dan pendengar, mereka ingin mendapatkan kepastian tentang kebenaran itu. Persuasi merupakan sebuah varian dari argumentasi. Wacana ini lebih condong untuk mempengaruhi manusianya dari pada mempertahankan kebenaran suatu objek tertentu. Deskripsi merupakan sebuah karangan di mana penulis atau pembicara berkeinginan untuk menggambarkan atau menceritakan bagaimana bentuk atau wujud suatu barang atau objek, atau mendeskripsikan cita rasa suatu benda, hal, atau bunyi. Narasi merupakan karangan dari penulis atau pembicara ingin menceritakan pada orang lain kejadian-kejadian atau peristiwa yang terjadi, baik yang dialami sendiri maupun yang didengar orang lain (Keraf, 1995:6-7).

Menegsakan pendapat di atas, Akhadiah (1996:64-68) menyatakan kelima ragam tulisan tersebut sebagai berikut:

1) deskripsi, yaitu ragam tulisan yang bertujuan memberikan kesa/imperasi kepada pembaca terhadap objek, gagasan, tempat, peristiwa, dan semacamnya yang ingin disampaikan penulis,

2) narasi, yaitu ragam tulisan yang berusaha menceritakan proses kejadian suatu peristiwa,

3) eksposisi, yaitu ragam tulisan yang bertujuan menerangkan, menyampaikan atau menguraikan suatu hal yang dapat memperluas atau menambah pengetahuan atau pandangan pembacanya,

4) argumentasi, yaitu ragam tulisan yang bertujuan menyampaikan suatu opini, pendapat, atau konsepsi, tertulis kepada pembaca,

5) persuasi, yaitu ragam tulisan yang ditunjukan untuk mempengaruhi sikap dan pendapat pembaca mengenai sesuatu hal yang disampaikan penulisannya.

7.   Faktor-faktor Pengaruh dalam Menulis

Kemampuan menulis setiap orang tidaklah sama. Dalam hal ini terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi cara penulisan seseorang tersebut. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi penulisan tersebut menurut pendapat Angelo yang dikutip oleh Tarigan dalam Agus Suriamiharja, dkk (1997: 3). Ketiga faktor itu adalah:

a) Maksud dan tujuan, yaitu kebanyakan para penulis khususnya para peserta didik Sekolah Dasar belum sadar betul untuk apa mereka menulis, mereka hanya beranggapan bahwa tulisan mereka hanya diketahui oleh gurunya saja. Namun sebenarnya tulisan mereka itu juga akan dilihat oleh peserta didik dan teman yang lain. Rata-rata mereka menulis belum memiliki arah maksud dan tujuan yang jelas.

b) Pembaca atau pemiarsa, menurut Krashen dalam Subana, & Sunarti (2000: 231) bahwa pemerolehan bahasa dan keterampilan menulis itu sejajar perkembangannya. Keterampilan menulis paling efektif diperoleh melalui membaca yang ekstensif, yang fokus membacanya terletak pada isi/gagasan yang terkandung dalam teks itu. Hasil dari tulisan yang baik itu dipengaruhi oleh seberapa banyak wawasan yang kita miliki. Wawasan yang dimiliki itu berasal dari diri peserta didik yang telah membaca dalam dosis tinggi.

c) Waktu atau kesempatan, bahwa di samping faktor kurangnya berlatih kemampuan menulis peserta didik itu sangat dipengaruhi oleh waktu atau kesempatan yang mereka miliki. Kebanyakan mereka yang gagal/ tidak bisa menulis dikarenakan mereka tidak bisa memanfaatkan waktu/ kesempatan yang mereka punya untuk bisa mengungkapkan ide ataupun gagasan-gagasan yang mereka miliki ke dalam bentuk sebuah tulisan.

Selain faktor di atas menurut Graves dalam St.Y. Slamet (2008: 105) mengemukakan ada faktor lain yang mempengaruhi cara penulisan seseorang, bahwa seseorang enggan dalam menulis karena tidak tahu untuk apa dia menulis, merasa tidak berbakat, dan merasa tidak tahu bagaimana harus menulis.

8.   Tahap-tahap Menulis

Untuk mampu menulis tidak cukup dengan mempelajari tatabahasa dan mempelajari teori tentang menulis, apalagi hanya menghafalkan definisi istilah-istilah dalam tahap kemampuan bidang karang-mengarang. Menulis merupakan keterampilan yang dapat dikembangkan dalam suatu bentuk aktivitas nyata. Latihan menulis dapat dilakukan dengan memperhatikan setiap tahapan menulis.

Menurut St.Y. Slamet (2008: 97) tahapan-tahapan menulis secara sederhana terdiri atas tiga tahap yaitu prapenulisan, tahap penulisan, dan tahap pascapenulisan (telaah dan revisi atau penyempurnaan). Tahap pramenulis mencakup kegiatan menentukan topik, mengungkapkan maksud atau tujuan penulisan, memperhatikan sasaran karangan (pembaca), mengumpulkan informasi pendukung, mengorganisasikan ide dan informasi. Tahap penulisan mencakup kegiatan menuangkan dan mengembangkan ide ke dalam karangan. Selanjutnya adalah memeriksa, menilai dan memperbaiki tulisan, Tahap terakhir adalah pasca tulisan atau revisi. Tahap pasca penulisan merupakan tahap penghalusan dan penyempurnaan buram (draft) yang kita hasilkan.

Menulis merupakan proses linier, saling berkaitan antara rangkaian aktivitasnya. Ahmad Rofi‟udin dan Darmiyati Zuhdi (2002: 112-113) menjelaskan ada lima tahap-tahap proses menulis yaitu: a) tahap pramenulis, b) tahap pembuatan draft, c) tahap revisi, d) tahap editing, dan e) tahap publikasi. Berikut penjelasannya.

a.  Tahap Pramenulis. Pada tahap pramenulis, pembelajar melakukan kegiatan sebagai berikut: (1) memilih topik, (2) menentukan tujuan menulis, (3) mengidentifikasi pikiran-pikiran yang berkaitan dengan topik serta merencanakan pengorganisasiannya, (4) memilih bentuk karangan yang tepat berdasarkan pembaca dan tujuan yang telah ditentukan.

b. Tahap Pembuatan Draft. Kegiatan yang dilakukan oleh pembelajar pada tahap ini adalah: (a) menuangkan gagasan, pikiran, dan perasaan dalam draft kasar, (b) serta lebih menekankan isi daripada tatatulisnya. c) Pembelajar perlu melakukan beberapa aktivitas dalam tahap merevisi, yaitu: (1) menambah informasi, (2) mempertajam perumusan, (3) mengubah urutan pikiran, (4) membuang informasi yang tidak relevan, (5) menggabungkan pikiran-pikiran, dan sebagainya.

c.  Tahap Editing. Tahap editing meliputi hal-hal sebagai berikut: (1) membaca seluruh tulisan, (2) memperbaiki pilihan kata yang kurang tepat, (3) memperbaiki salah ketik, (4) memperbaiki teknik penomoran, dan (5) memperbaiki ejaan dan tanda baca.

d. Tahap Publikasi. Tahap publikasi adalah tahap terakhir dalam menulis. Pada tahap ini, pembelajar: (1) mempublikasikan tulisannya melalui berbagai kemungkinan, misalnya mengirimkan kepada penerbit, redaksi majalah, dan sebagainya, (2) berbagi tulisan yang dihasilkan dengan pembaca yang lain.

Tahap-tahap menulis menurut Weaver dalam St.Y. Slamet (2008: 112-115) mengemukakan bahwa terdapat lima tahapan dalam menulis, yaitu:

a) Prapenulisan (Prewriting). Pada tahap ini merupakan langkah awal dalam menulis yang mencakup kegiatan: 1) menentukan dan membatasi topik tulisan 2) merumuskan tujuan, 3) menentukan bentuk tulisan, 4) menentukan pembaca yang akan dituju, 5) memilih bahan, 6) menentukan generalisasi, 7) cara-cara mengorganisasi ide untuk tulisannya.

b) Pembuatan Draft (Drafting). Pada tahap ini dimulai dengan menjabarkan ide ke dalam bentuk tulisan. Para siswa mula-mula mengembangkan ide atau perasaannya dalam bentuk kata-kata, kalimat-kalimat sehingga menjadi sebuah wacana sementara (draft). Pada tahap ini peserta didik dapat mengubah keputusan-keputusan yang telah dibuat pada tahap sebelumnya antara lain yang berkaitan dengan masalah tujuan, pembaca yang dituju bahkan pada bentuk tulisan yang telah ditentukan.

c) Perevisian (Revising). Pada tahap merevisi dilakukan koreksi terhadap keseluruhan karangan. Koreksi dilakukan terhadap berbagai aspek, misalnya struktur karangan dan kebahasaan. Tahap revisi dalam pengajaran menulis, peserta didik dapat memeriksa rancangan tulisannya dari segi isi untuk langkah perbaikan.

d) Pengeditan/ Penyuntingan (Editing). Hasil tulisan/ karangan perlu untuk dilakukan pengeditan (penyuntingan). Hal ini berarti siswa sudah hampir menghasilkan sebuah bentuk hasil tulisan akhir. Pada tahap ini perhatian difokuskan pada aspek mekanis bahasa sehingga peserta didik dapat memperbaiki tulisannya dengan membetulkan kesalahan penulisan kata maupun kesalahan mekanis lainnya.

e) Pempublikasian (Publishing/ Sharing). Publikasi mempunyai dua pengertian. Pengertian pertama publikasi berarti menyampaikan karangan kepada publik dalam bentuk cetakan, sedangkan pengertian kedua adalah menyampaikan dalam bentuk noncetakan. Penyampaian noncetakan dapat berupa pementasan, peragaan, penceritaan dan pembacaan.

Kegiatan berbahasa dalam menulis adalah bersifat produktif, sedangkan membaca merupakan kegiatan berbahasa yang bersifat reseptif. Untuk bisa memiliki keterampilan dalam menulis seseorang dituntut untuk bisa memahami keterampilan berbahasa lainnya yaitu membaca. Dalam hal ini seorang penulis dituntut untuk bisa menyampaikan gagasan, perasaan atau informasi yang ia miliki ke dalam bentuk tulisan. Sebaliknya, seorang pembaca dituntut hanya memahami gagasan, perasaan atau informasi yang disajikan dalam bentuk tulisan tersebut.

Untuk itu hubungan kedua keterampilan bahasa ini sangatlah erat, dan tidak bisa saling dipisahkan. Terbukti pada keterampialan berbahasa di kelas rendah kedua kata itu telah disandingkan dalam satu keterampilan yang mutlak yang harus dikuasai oleh peserta didik yaitu keterampilan Membaca Menulis Permulaan. Kepandaian yang diharapkan pada keterampilan membaca dan menulis disini adalah dasar bagi seorang anak untuk memperluas ilmu pengetahuan dan mengembangkan pribadinya di masa selanjutnya. Untuk bisa menulis dengan baik isi dan gagasan tulisan yang dapat digali dari keempat sumber di atas sangatlah bisa mempengaruhi kualitas dari isi suatu tulisan.

C.   Karangan Deskripsi

1.    Hakikat Karangan Deskripsi

Paragraf deskripsi merupakan salah satu jenis komunikasi tertulis yang menggambarkan atau menuliskan suatu objek secara detail atau mendalam sesuai dengan keadaan yang sebenar-benarnya tentang objek yang dilukiskan tersebut. Segala sesuatu yang didengar, dicium, dilihat, dan dirasa melalui alat-alat sensori, yang selanjutnya dengan media kata-kata, hal tersebut dilukiskan agar dapat dihayati oleh orang lain. Tujuan yang ingin dicapai oleh paragraf ini adalah tercapainya penghayatan yang agak imajinatif terhadap sesuatu sehingga pendengar atau pembaca merasakan seolah-olah ia sendiri yang mengalami dan mengetahui secara langsung. Oleh karena itu, untuk menulis paragraf deskripsi erat kaitannya dengan pengetahuan yang dimiliki oleh siswa dan kondisi lingkungan belajar yang kondusif.

Paragraf merupakan suatu satuan buah pikiran yang terbentuk dari kalimat-kalimat dan tersusun menjadi sebuah alenia, memiliki susunan yang teratur, dan saling berhubungan. Menurut Wiyanto (2004:15) paragraf adalah sekelompok kalimat yang saling berhubungan dan bersama-sama menjelaskan satu unit pikiran untuk mendukung buah pikiran yang lebih besar, yaitu buah pikiran yang diungkapkan dalam seluruh tulisan. Menurut Sujanto (1988:11) deskripsi adalah paparan tentang persepsi yang ditangkap oleh pancaindera. Kita melihat, mendengar, mencium, dan merasa melalui alat-alat sensori kita, dan dengan kata-kata kita mencoba melukiskan apa yang kita tangkap dengan pancaindera itu agar dapat dihayati oleh orang lain.

Kata deskripsi berasal dari bahasa latin, yaitu describere yang berarti menulis tentang, membeberkan (memerikan), melukiskan sesuatu hal. Dalam bahasa Inggris adalah description yang tentu saja berhubungan dengan kata kerja to describe (melukiskan dengan bahasa) (Lamuddin Finozza, 2009: 239-240). Dalam kamus bahasa Inggris kata deskripsi adalah describe dan description. Describe yang berarti melukiskan; menggambarkan; membuat; sedangkan description yakni gambaran; lukisan. Describe lebih mengarah kepada penjelasan sebagai kata kerja, sedangkan description lebih sebagai kata benda.

Dilihat dari segi istilah menurut Ahmad Rofi‟uddin dkk (2001: 117) mengemukakan bahwa deskripsi adalah suatu bentuk karangan yang melukiskan suatu objek (berupa orang, benda, tempat, kejadian dan sebagainya) dengan kata-kata dalam keadaan yang sebenarnya. Dalam karangan deskripsi penulis menunjukkan bentuk, rupa, suara, bau, rasa, suasana, situasi sesuatu objek. Dalam menunjukkan sesuatu tersebut penulis seakan-akan menghadirkan sesuatu kehadapan pembaca, sehingga seolah-olah pembaca dapat melihat, mendengar, meraba, merasakan objek yang dihadirkan oleh si penulis.

Pengertian deskripsi berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pemaparan atau penggambaran dengan kata-kata secara jelas dan terperinci; uraian. Selain pengertian deskripsi berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, Widarso (1992:51) mengatakan bahwa deskripsi adalah tulisan atau karangan yang “menggambarkan”. Yang digambarkan dapat saja berupa suatu benda, orang atau masyarakat, tempat, atau suatu suasana pada momen tertentu. Menggambarkan suatu suasana tentu tidak semudah menggambarkan sebuah benda konkret. Keberhasilan dan daya tarik deskripsi terletak pada apakah cara penulis atau pengarang menggambarkan itu hidup atau tidak. Kalau cara menggambarkannya kurang “hidup” (dalam arti pembaca tidak dengan mudah dapat membayangkan seperti apa objek yang sedang digambarkan) berarti tulisan atau karangan itu kurang berhasil dan kurang menarik.

Menurut St. Y.  Slamet (2008: 103), mengungkapkan bahwa deskripsi (pemerian) adalah wacana yang melukiskan atau menggambarkan sesuatu berdasarkan kesan-kesan dari pengamatan, pengalaman, dan perasaan penulisnya. Sasaran yang dituju yakni menciptakan atau memungkinkan terciptanya daya imajinasi (daya khayal) pembaca sehingga ia seolah-olah melihat, mengalami, dan merasakan sendiri apa yang dialami oleh pembuat wacana. Disini penulis berusaha memindahkan kesan-kesan hasil pengamatan dan perasaannya kepada pembaca dengan membeberkan sifat dan semua perincian yang ada pada sebuah objek ke dalam wacana deskripsi. Oleh karena itu, menulis karangan deskripsi dapat dikatakan lebih menekankan pada dimensi ruang.

Hal senada dikemukakan oleh Syamsuddin, dkk (2007: 81) bahwa paragraf deskripsi bertujuan menggambarkan suatu benda, tempat, keadaan, atau perististiwa tertentu dengan kata-kata. Misalnya menggambarkan objek berupa benda atau orang, digambarkan seolah-olah merasakan, menikmati, atau merasa menjadi bagiannya. Semuanya digambarkan dengan terperinci. Pendapat lain mengemukakan bahwa karangan deskripsi adalah karangan yang berisi gambaran mengenai suatu hal ataupun keadaan tertentu sehingga pembaca seolah-olah melihat, mendengar, atau merasakan hal tersebut.

Paragraf deskripsi adalah paragraf yang bertujuan memberikan kesan/impresi kepada pembaca terhadap objek, gagasan, tempat, peristiwa, dan semacamnya yang ingin disampaikan penulis (Wiyanto, 2004:64). Paragraf deskripsi merupakan penggambaran suatu keadaan dengan kalimat-kalimat sehingga menimbulkan kesan yang hidup. Penggambaran atau lukisan itu harus disajikan sehidup-hidupnya, sehingga apa yang dilukiskan itu hidup di dalam angan-angan pembaca (Hasanah, 2008). Sementara itu, Enre (1988:158) mengemukakan bahwa karangan deskripsi adalah karangan yang berfungsi menjadikan pembaca seakan-akan melihat wujud sesungguhnya dari materi yang disajikan itu, sehingga kualitasnya yang khas dapat dikenal dengan lebih jelas.

Pengertian dari paragraf deskripsi juga dijelaskan oleh Setyawan (2010). Paragraf deskripsi adalah salah satu paragraf yang melukiskan suatu objek/benda yang mengharapkan pembaca melihat apa yang dilihat oleh penulis, mendengar apa yang didengar oleh penulis. Deskripsi lebih menekankan pengungkapan melalui rangkaian kata-kata. Untuk membuat deskripsi yang baik, penulis harus mengatakan identifikasi terlebih dahulu, namun pengertian deskripsi hanya menyangkut pengungkapan melalui kata-kata dengan mengenal ciri-ciri garapan. Penulis dapat menggambarkan secara verbal objek yang ingin diperkenalkan kepada pembaca. Penggambaran atau lukisan disajikan sehidup-hidupnya sehingga apa yang dilukiskan hidup di dalam angan-angan.

Pendapat lain dari Sujanto (1998:70) mengemukan bahwa karangan deskripsi adalah karangan yang membuat pembaca melihat, mendengar, merasa seperti yang telah dialami oleh penulis. Lamuddin (2000:148) mengemukakan bahwa karangan deskripsi merupakan karangan yang lebih aspek pelukisan suatu benda sebagaimana adanya. Pengertian tersebut lebih menekankan pengungkapannya melalui rangkaian kata-kata. Walaupun untuk membuat deskripsi yang lebih baik penulis harus mengadakan identifikasi lebih dahulu, namun pengertian karangan deskripsi hanya menyangkut pengungkapan melalui kata-kata. Dengan mengenal ciri-ciri objek garapan, penulis dapat menggambarakan secara verbal objek yang ingin diperkenalkan kepada para pembaca.

Nursisto (2000:40) berpendapat bahwa karangan deskripsi adalah karangan yang melukiskan sesuatu sesuai dengan keadaan sebenarnya, sehingga pembaca dapat mencitrai (melihat, mendengar, dan mencium) apa yang dilukiskan sesuai dengan keadaan sebenarnya sehingga pembaca dapat mencitrai (melihat, mendengar, merasakan, dan mencium) apa yang dilukiskan sesuai dengan citra penulisnya. Pendapat Nursisto tersebut menunjukan bahwa karangan deskripsi adalah menggambarkan sesuatu sesuai dengan apa yang dilihat sendiri oleh pengarang sehingga pembaca dapat merasa, melihat, mendengar, dan mencium apa yang dituliskan oleh pengarang. Menurut Djuharie dkk. (2005:53) deskripsi adalah karangan yang melukiskan, menggambarkan suatu peristiwa atau objek penginderaan dengan menyertakan bukti-bukti kuat, sehingga pembaca seolah-olah terlibat didalamnya secara langsung. Sedangkan menurut Muslich (2007:1) deskripsi adalah karangan yang menggambarkan suatu hal atau keadaan sehingga pembaca seolah-olah melihat, mendengar, atau merasakan hal tersebut.

Teks merupakan sejumlah unit simbol kebahasaan yang digunakan untuk mewujudkan realitas pengalaman dan logika (ideasional), realitas sosial (interpersonal), dan sekaligus realitas tekstual/ semiotik (simbol) (Kemendikbud 2013:77). Teks merupakan realisasi wacana karena teks berada pada tataran parole yang berupa realisasi atau perwujudan bahasa (Dijk dan Hoed dalam Hartono 2012:11). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa teks adalah realisasi wacana yang berupa sejumlah unit simbol kebahasaan yang digunakan untuk mewujudkan ideasional, interpersonal, dan semiotik.Jenis tulisan terdapat banyak ragamnya. Salah satu pembagian tulisan adalah pembagian berdasarkan bentuk. Tulisan berdasarkan bentuk menurut Weaver dalam Tarigan (1982:27) adalah eksposisi, deskripsi, narasi, dan argumentasi.

Keterampilan menyusun teks deskripsi secara tertulis adalah keterampilan untuk membuat tulisan yang berhubungan dengan suatu objek yang berbentuk deskripsi. Menurut Finoza dalam Nurudin (2010:60) teks deskripsi merupakan bentuk tulisan yang bertujuan memperluas pengetahuan dan pengalaman pembaca dengan jalan melukiskan hakikat objek yang sebenarnya. Teks deskripsi digunakan untuk mendeskripsikan tempat, orang, atau, objek tertentu. Hal ini sesuai pendapat Gerot dan Peter (1995:208) yang menyatakan description social function to describe a particular person, place, or thing. Menurut Kemendikbud (2013:121) teks deskripsi adalah jenis teks yang menggambarkan keadaan (sifat, bentuk, ukuran, warna, dan sebagainya) sesuatu (manusia atau benda) secara individual dan unik. Teks ini mengutamakan hubungan antara keseluruhan dan bagian-bagiannya. Dari pernyataan-pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa teks deskripsi adalah tulisan yang menggambarkan objek tertentu secara unik untuk memperluas pengetahuan dan pengalaman pembaca.

Di dalam menulis teks deskripsi, penulis akan dilibatkan untuk mengamati sebuah objek tertentu yang akan dituangkan dalam bentuk tulisan dengan bantuan kemampuan berbahasa tulis, diksi, penguraian, komposisi tulisan, dan lain-lain. Kegiatan menulis teks deskripsi dimulai dengan menangkap objek yang diamati, lalu diresapi, diimajinasikan dalam pikiran, kemudian dituangkan dalam bentuk tulisan. Teks deskripsi pada dasarnya menyesuaikan objek yang diamati, tetapi tidak bisa lepas dari unsur subjektivitas penulis walau tidak sampai seratus persen.

Tulisan apapun akan melibatkan subjektivitas penulis. Kalau kita dihadapkan pada sebuah objek, masing-masing penulis akan membuat kalimat yang berbeda satu sama lain, padahal objeknya bisa jadi sama. Hal inilah yang menyebabkan subjektivitas penulis terlibat. Subjektivitas memang terjadi, sejauh tetap berkaitan dengan fakta-fakta yang ada. Hanya masing-masing penulis berbeda dalam mengambil sudut pandang tulisannya. Dengan demikian, melalui deskripsi, seorang penulis menolong pembaca menggunakan ketajaman perasaan, penglihatan, senyuman, dan rasa untuk mendapat pengalaman yang berasal dari pengalaman penulisnya. Deskripsi juga menolong pembaca agar ia lebih jelas mengetahui dan mengerti tentang orang-orang, tempat, dan hal lain yang penulis tulis (Nurudin, 2010:59-61).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa karangan deskripsi adalah karangan yang menggambarkan suatu objek atau tempat kepada pembaca sehingga pembaca seolah-olah merasakan, mengalami, melihat kejadian atau hal-hal yang dituliskan oleh pengarang.selain itu, karangan deskripsi merupakan suatu bentuk tulisan yang menggambarkan suatu tempat secara detail sehingga pembaca seakan terbawa dalam suasana yang dilukiskan, sehingga pembaca seolah-olah melihat, mendengar, dan merasakan hal-hal yang ditulis oleh pengarang. Pembaca seolah-olah mengalami kejadian itu secara nyata. Menulis deskripsi juga merupakan suatu jenis karangan yang melukiskan suatu objek tertentu sesuai dengan keadaan yang sebenarnya sehingga pembaca dapat melihat, mendengar, merasakan, mencium secara imajinatif apa yang dilihat, didengar, dirasakan, dan dicium oleh penulis tentang suatu objek yang dimaksud. Karangan deskripsi juga merupakan bentuk pengungkapan yang menyampaikan suatu peristiwa atau pengalaman dalam kejadian atau kisah-kisah urutan waktu kepada pembaca dengan maksud untuk meninggalkan kesan tentang apa yang dirasa dari pertama sampai terakhir dengan maksud pembaca juga merasa seperti yang dialami penulis.

2.    Karakter Karangan Deskrisi

Karangan Deskripsi ialah karangan yang menggambarkan atau melukiskan sesuatu seakan-akan pembaca melihat, mendengar, merasakan, mengalaminya sendiri. Adapun karakteristik paragraf deskripsi meliputi, (1) sifat dan semua perincian wujud dapat ditemukan pada objek dalam paragraph, (2) rincian tulisan ditulis secara runtut, (3) pendeskripsian dimulai dari objek yang besar (secara keseluruhan), (4) semua diuraikan dengan pilihan kata yang mengesankan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa paragraf deskripsi adalah paragraf yang menggambarkan sesuatu dengan jelas dan terperinci. Paragraf deskripsi bertujuan melukiskan atau memberikan gambaran terhadap sesuatu dengan sejelas-jelasnya sehingga pembaca seolah-olah dapat menlihat, mendengar, mambaca, atau merasakan hal yang dideskripsikan.

3.   Tujuan Menulis Karangan Deskripsi

Tarigan (1983:50) berpendapat bahwa tujuan menulis karangan deskripsi adalah mengajak para pembaca bersama-sama menikmati, merasakan, memahami dengan sebaik-baiknya beberapa objek (sasaran, maksud), adegan, kegiatan (aktivitas), orang (pribadi, oknum), atau suasana hati (mood) yang telah dialami oleh seseorang yang sedang menulis. Sebuah wacana yang utuh dapat di bagi-bagi berdasarkan tujuan umum yang tersirat dibalik wacana tadi. Penulis tersebut pengungkapannya lebih mendekat kepada pembaca, terungkap kesan penulis dalam mengamati dan merasakan suatu objek, sehingga pembaca merasa menikmati, dan merasakan sesuatu secara nyata seperti yang dialami penulis.

Proses menulis karangan deskripsi seseorang akan memindahkan kesankesannya, memindahkan hasil pengamatan dan perasaannya kepada para pembaca. Sasaran yang ingin dicapai oleh seorang penulis deskripsi adalah menciptakan atau memungkinkan terciptanya daya khayal (imajinasi) kepada para pembaca, seolah-olah ia melihat sendiri objek tadi secara keseluruhan bagaimana yang dialami secara fisik oleh penulisnya (Keraf 1985:93).

Dengan cara ini memenuhi pula kebutuhan para pendengar atau pembacanya untuk memperoleh informasi tentang kejadian itu. Menurut Wiyanto (2004:64) tujuan menulis deskripsi adalah untuk memberi kesan kepada pembaca terhadap suatu tempat, kejadian, dan menggambarkan sesuatu hal atau peristiwa. Dari pendapat Wiyanto menunjukan tujuan deskripsi adalah mengungkapkan bahasa ke dalam tulisan yang berupa imajinasi atau khayalan dengan tujuan agar pembaca membayangkan suasana dan peristiwa, sehingga pembaca memahami suatu sensasi atau emosi yang disampaikan penulisnya.

Setiap jenis tulisan mengandung beberapa tujuan, tetapi karena tujuan itu sangat beraneka ragam, maka bagi penulis yang belum berpengalaman ada baiknya memperhatikan tujuan menulis, yaitu memberitahukan, meyakinkan, menghibur, mengekspresikan perasaan dan emosi.

Menurut Yusi Rosdiana, dkk (2008: 3.21) menyatakan bahwa menulis deskripsi bertujuan membuat para pembaca menyadari dengan hidup apa yang diserap penulis melalui pancaindera, merangsang perasaan pembaca mengenai apa yang digambarkannya, menyajikan suatu kualitas pengalaman langsung. Objek yang dideskripsikan mungkin sesuatu yang bisa ditangkap dengan pancaindera kita, sebuah pemandangan alam, jalan-jalan kota, tikus-tikus selokan atau kuda balapan, wajah seseorang yang cantik, atau seseorang yang putus asa, alunan musik atau gelegar guntur, dan sebagainya. Sedangkan menurut M. Atar Semi (2007: 66) bahwa menulis deskripsi bertujuan untuk memberikan rincian atau detil tentang suatu objek, sehingga dapat memberi pengaruh pada emosi dan menciptakan imajinasi pembaca bagaikan melihat, mendengar, atau merasakan langsung apa yang disampaikan penulis.

Berdasarkan pemaparan tentang tujuan menulis deskripsi di atas, bahwa dalam menulis karangan deskripsi pembaca diharapkan akan terbawa oleh sesuatu yang dirasakan, dialami oleh penulis dengan begitu keduanya seolah terbawa dalam satu tempat maupun suasana yang sama.

4.    Ciri-ciri Paragraf Deskripsi

Penggambaran sesuatu dalam karangan deskripsi memerlukan kecermatan pengamatan dan ketelitian. Untuk bisa mengembangkan suatu objek melalui rangkaian kata-kata yang penuh arti sehingga pembaca dapat memahaminya seolah-olah melihat, mendengar, merasakan, maupun menikmati sendiri objek itu maka kita perlu untuk memahami ciri-ciri dari karangan deskripsi tersebut. Menurut M. Atar Semi (2007: 66) mengemukakan terdapat lima ciri-ciri dari menulis karangan deskripsi yaitu:

a)  Karangan deskripsi memperlihatkan detil atau rincian tentang objek.

b) Karangan deskripsi lebih bersifat mempengaruhi emosi dan membentuk imajinasi pembaca.

c) Karangan deskripsi umumnya menyangkut objek yang dapat di indera oleh pancaindera sehingga objeknya pada umumnya berupa benda, alam, warna, dan manusia.

d) Penyampaian karangan deskripsi dengan gaya memikat dan dengan pilihan kata yang menggugah.

e)  Organisasi penyajian lebih umum menggunakan susunan ruang.

Menurut Nursisto (2000:41) ciri-ciri karangan deskripsi adalah (1) gambaran apa adanya dan dilukiskan dengan sehidup-hidupnya, (2) tidak ada pertimbangan atau pendapat. Dari uraian di atas menunjukan bahwa ciri-ciri karangan deskripsi adalah menggambarkan suatu objek dengan sejelas-jelasnya secara terperinci sehingga gambaran itu akan terlihat nyata dan tidak ada pertimbangan atau pendapat. Paragraf deskripsi mempunyai ciri-ciri yang khas, yaitu bertujuan untuk melukiskan suatu objek.

a. Dalam paragraf deskripsi, hal-hal yang menyentuh pancaindera (penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecapan, atau perabaan) dijelaskan secara terperinci.

b. Ciri kedua adalah penyajian urutan ruang. Penggambaran atau pelukisan berupa perincian disusun secara berurutan; mungkin dari kanan ke kiri, dari atas ke bawah, dari depan ke belakang, dan sebagainya.

c. Ciri deskripsi dalam penggambaran benda atau manusia didapat dengan mengamati bentuk, warna, dan keadaan objek secara detail atau terperinci menurut penangkapan si penulis.

d. Dalam paragraf deskripsi, unsur perasaan lebih tajam dari pada pikiran (Tjakroek: 2007).

Persamaan pendapat kedua teori dia atas penggambaran suatu objek secara terperinci dan dilukiskan sehidup-hidupnya. Perbedaan kedua teori tersebut berdasarkan pendapat Nursisto ciri-ciri deskripsi lebih menekankan bahwa dalam deskripsi tidak ada pertimbangan atau pendapat, sedangkan pendapat Tjakroek ciri deskripsi dalam penggambaran didapat dengan mengamati bentuk, warna, dan keadaan objek secara detail atau terperinci menurut penangkapan si penulis.

Pendapat lain mengatakan bahwa ciri-ciri dari menulis karangan deskripsi yaitu: (1) menggambarkan atau melukiskan sesuatu, (2) penggambaran tersebut dilakukan sejelas-jelasnya dengan melibatkan kesan indera, (3) membuat pembaca atau pendengar merasakan sendiri atau mengalami sendiri. Hal ini senada dengan pendapat bahwa ciri-ciri karangan deskripsi, yaitu: a) dalam paragraf deskripsi, yaitu hal-hal yang menyentuh pancaindera (penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecapan, atau perabaan) dijelaskan secara terperinci, b) penyajian urutan ruang, yaitu penggambaran atau pelukisan berupa perincian disusun secara berurutan, c) dalam penggambaran terhadap benda atau manusia diperoleh dengan mengamati bentuk, warna, dan keadaan objek secara detil/ terperinci menurut penangkapan dari si penulis.

Dengan demikian ciri-ciri dalam karangan deskripsi ini mempunyai ciri-ciri yang khas, yaitu bertujuan untuk melukiskan suatu objek. Menurut Brian (2011) ciri-ciri paragraf deskripsi adalah sebagai berikut.

a. Menggambarkan atau melukiskan sesuatu

b. Penggambaran tersebut dilakukan sejelas-jelasnya dengan melibatkan indera

c. Membuat pembaca maupun pendengar merasakan sendiri atau mengalami sendiri

d.  Pola Pengembangan

e. Pola pengembangan spasial artinya pola pengembangan paragraf yang didasarkan ruang dan waktu

f.  Pola pengembangan sudut pandang atau objektif adalah pola pengembangan paragraf yang didasarkan tempat dan posisi seorang penulis dalam melihat sesuatu.

Ciri karangan deskripsi, yaitu menggambarkan atau melukiskan sesuatu. Penggambaran tersebut dilakukan sejelas-jelasnya dengan melibatkan kesan indera. Membuat pembaca atau pendengar merasakan sendiri atau mengalami sendiri (Gustian, 2009). Dengan demikian dapat disimpulkan ciri-ciri paragraf deskripsi adalah sebuah paragraf yang detail atau rincian yang spesifik, mengandung kata-kata deskripstif, kosakata yang bervariasi, ekspresi atau ungkapan perbandingan, dan pencitraan.

Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan menulis karangan deskripsi pada penelitian ini adalah daya inisiatif dan kreatif serta mendorong siswa agar lebih tertarik dalam menulis. Menulis yang dimaksud di sini adalah menulis karangan deskripsi yang disampaikan oleh guru. Menulis karangan deskripsi mempunyai tujuan yang khusus seperti menginformasikan, melukiskan, dan meyarankan. Tujuan menulis deskripsi adalah memproyeksikan sesuatu mengenai suatu hal kedalam sepenggal tulisan. Penulis memegang suatu peranan tertentu, dalam tulisan mengandung nada yang sesuai dengan maksud dan tujuan.

5.   Jenis-jenis Karangan Deskripsi

Secara garis besar dapat dibedakan dua macam deskripsi, yang pertama disebut deskripsi ekspositoris. Tujuan deskripsi ini adalah memberikan informasi dan menimbulkan pembaca melihat, mendengar, merasakan apa yang diekspresikan itu. Yang kedua disebut deskripsi impresiontik atau stimulatif. Tujuan deskripsi ini adalah membuat pembaca memancaindrakannya dan membuat pembaca bereaksi secara emosional yang akan dideskripsikan.

Deskripsi Impresiontik berlangsung lain, karena pengarang ingin mendapatkan jawaban atau reaksi pembaca, maka kali pertama pengarang harus menentukan dahulu jawaban atau reaksi apa penulis yang kehendaki. Umpamanya, pengarang ingin mendeskripsikan sebuah kamar tidur dengan tujuan untuk mencirikan pribadi yang mendiaminya, impresi mana yang dominan? Apakah kebersihannya, kenyamanannya, atau kekotorannya? Jika pengarang memilih kekotorannya, maka pengarang mencoba menemukan, lalu mendeskripsikan kamar mandi yang kotor, cermin yang buram, dinding penuh dengan bekas tangan kotor, kertas pakaian bergantung dimana-mana, dan sebagainya. Akan tetapi, pengarang tidak mempunyai pola untuk mendeskripsikannya dalam urutan logis.

Pengarang mungkin dimulai dari yang menonjol atau dari kesan yang terkuat seperti bau dari kamar mandi tersebut atau pengarang akan menyusunnya dalam bentuk klimaks (Parera 1993:10-11). Menurut Nurudin, tulisan deskripsi bisa dibagi menjadi dua yakni pendekatan realistis dan pendekatan impresionis.

a. Pendekatan realistis. Dalam penulisan memakai pendekatan realistis ini, penulis dituntut untuk memotret hal/ benda seobjektif mungkin sesuai dengan keadaan yang dilihatnya. Ia bersikap seperti kamera yang mampu membuat detail-detail, rincian-rincian secara orisinal, tidak dibuat-buat, dan harus dirasakan oleh pembaca sebagai sesuatu yang wajar.

b. Pendekatan impresionis. Tulisan dengan memakai pendekatan ini berusaha menggambarkan sesuatu secara subjektif. Maksudnya, agar setiap penulis bebas dalam memberi pandangan atau interpretasi terhadap bagian-bagian yang dilihat, dirasakan, atau dinikmatinya. Hal ini sesuai dengan sikap seorang seniman atau sastrawan yang dengan kepekaannya mampu mengekspresikan peristiwa yang dijumpainya (Nurudin, 2010:62-65).

Oleh karena itu dalam penulisan teks deskripsi terdapat dua pendekatan sehingga penulis lebih mudah dalam mendeskripsikan objek tertentu. Untuk mendapatkan pendeskripsian yang sesuai dengan objek maka penulis dapat menggunakan dua pendekatan sekaligus agar apa yang diungkapkan lebih hidup. Penulis menggunakan pendekatan impresionis agar penulis dapat mengungkapkan pendapatnya dalam gagasannya, tetapi penulis juga tidak terlepas dari pendekatan realistis sehingga apa yang diungkapkan tidak berkebalikan dengan kenyataan dari objek yang dideskripsikan.

6.    Struktur Teks Deskripsi

Struktur teks deskripsi terdiri atas identifikasi dan deskripsi. Hal tersebut dinyatakan Gerot dan Peter (1995:208) bahwa the generic structure of descriptive text are identification (identifies phenomenon to be described) and description (describes parts, qualities, characteristics). Berbeda dengan Gerot dan Peter, Kemendikbud (2013:36) menyatakan bahwa teks tanggapan deskriptif memiliki tiga bagian, yaitu identifikasi, klasifikasi (penggolongan)/ definisi, dan deskripsi bagian. Kemendikbud (2014:45) di dalam buku pegangan siswa SMP kelas VII menyatakan bahwa struktur teks deskripsi terdapat dua bagian, yaitu deskripsi umum dan deskripsi bagian.

Di dalam buku Kemendikbud pegangan siswa dan guru edisi revisi 2014 pada materi bab II dilakukan penggantian nama dan struktur teks. Pada edisi pertama nama teks adalah teks tanggapan deskriptif dengan struktur identifikasi, klasifikasi/ definisi, dan deskripsi bagian, sedangkan pada edisi revisi 2014 nama teks adalah teks deskripsi dengan struktur deskripsi umum dan deskripsi bagian. Memang terdapat perbedaan pendapat mengenai struktur teks deskripsi, tetapi pada dasarnya sama saja. Hal tersebut disebabkan jika dianalisis lebih mendalam maka akan diperoleh kesamaan dari kedua pendapat tersebut.

Struktur yang pertama dari Gerot dan Peter adalah identifikasi, sedangkan Kemdikbud deskripsi umum. Walau namanya berbeda tetapi hal yang dibahas sama, yaitu sama-sama membahas objek secara umum. Struktur yang kedua memang berbeda, yaitu pendapat Gerot dan Peter adalah deskripsi dan Kemdikbud deskripsi bagian. Hal ini sama saja karena keduanya membahas tentang bagian dari objek yang dideskripsikan, yaitu dapat berupa bagian-bagian dari objek, kualitas, atau karakteristik. Berikut ini penjabaran dua bagian teks deskripsi.

a.    Deskripsi Umum

Deskripsi umum dalam teks deskripsi berkaitan dengan penetapan ciri-ciri secara universal dari hal yang dideskripsikan. Objek yang dideskripsikan diinterpretasikan dari sudut pandang di luar objek tersebut. Hal tersebut dapat didasarkan pada kedudukan, sejarah, wilayah, manfaat, dan kandungan dari objek.

b.    Deskripsi Bagian

Deskripsi bagian adalah pemaparan secara terperinci dari bagian-bagian yang dipaparkan. Objek yang menjadi kajian dideskripsikan lagi secara lebih terperinci dari bagian-bagiannya. Pemaparan dilakukan pada pembagian yang lebih khusus lagi dari objek yang dideskripsikan atau memaparkan hal yang lebih khusus dari komponen penyusun objek yang dideskripsikan.

7.   Kaidah Kebahasaan dalam Teks Deskripsi

Setiap teks yang dipelajari dalam Kurikulum 2013 selalu mempunyai unsur kebahasaan yang harus dipahami oleh siswa. Kemendikbud (2014:51) menyebutkan tiga unsur bahasa yang perlu dipahami dalam teks deskripsi, yaitu rujukan kata, imbuhan kata, dan kelompok kata. Berikut ini dijelaskan tiga unsur bahasa tersebut.

a.    Rujukan Kata

Rujukan kata adalah kata yang mengacu pada keterangan sebelumnya. kata yang sering dipakai untuk rujukan adalah ini, itu, di sana, atau di sini. Misalnya dalam contoh berikut ini.

Tari Kecak merupakan pertunjukan seni khas Bali yang diciptakan tahun 1930-an. Tari itu dimainkan oleh puluhan laki-laki yang duduk berbaris melingkar.

Rujukan kata yang terdapat dalam dua kalimat tersebut adalah “itu”. Kata “itu” pada “tari itu”merujuk pada kata “Tari Kecak”.

b.    Imbuhan Kata

Imbuhan adalah bubuhan yang berupa awalan, sisipan, atau akhiran pada kata dasar untuk membentuk kata baru. Awalan dapat berupa imbuhan me-, ke-, ber-, di-, pe-, dan ter-, sisipan dapat berupa –em-, -er-, dan –el-, sedangkan akhiran dapat berupa –I, -kan, dan –an. Misalnya dalam contoh berikut ini.

Pada awalnya Tari Saman merupakan salah satu media untuk menyampaikan pesan (dakwah). Tari Saman mengandung pendidikan keagamaan, sopan santun, kepahlawanan, kekompakan, dan kebersamaan.

c.    Kelompok Kata

Kelompok kata adalah kata kompleks. Kelompok kata meliputi kelompok nomina, kelompok verba, kelompok adjektiva, kelompok adverbial, dan kelompok preposisi. Kelompok kata berbeda dengan frasa dalam hal bahwa kelompok merupakan perluasan dari kata, sedangkan frasa merupakan bentuk singkat dari kalimat. Kelompok kata dianggap sebagai kata kompleks (apabila dianalogikan dengan kalimat kompleks), sedangkan frasa merupakan konstruksi kata-kata yang berjajar. Kelompok mengandung muatan logis sebagaimana tercermin pada pola urutannya, sedangkan frasa lebih menunjuk bentuk fisik, yang rangkaian setiap kata di dalamnya belum diberi peran tertentu, khususnya peran sintaksis dan semantis. Misalnya dalam contoh berikut ini.

Tari Kecak diciptakan pada tahun 1930-an oleh I Wayan Limbak yang bekerja sama dengan pelukis Jerman Walter Spies. Pada awalnya, dua seniman itu terpesona oleh tari-tarian dalam ritual Sanghyang.

8.   Aspek dalam Menyusun Teks Deskripsi secara Tertulis

Aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam menulis teks deskripsi menurut Kemendikbud (2014:80-82) yaitu isi teks, organisasi atau struktur teks, kosakata, penggunaan bahasa, dan mekanik. Isi teks berkaitan dengan topik tulisan, substantif, pengembangan teks, dan relevan dengan topik yang dibahas. Struktur teks berkaitan dengan gagasan yang diungkapkan jelas, padat tertata dengan baik, urutan logis, dan kohesif. Kosakata berkaitan dengan penguasaan kata, pilihan kata, dan penggunaan kata. Penggunaan bahasa berkaitan dengan urutan atau fungsi kata, artikel, pronominal, dan preposisi. Mekanik berkaitan dengan aturan penulisan, ejaan, tanda baca, penggunaan huruf kapital, dan penataan paragraf.

9.   Manfaat Menulis Karangan Deskripsi

Manfaat menulis menurut Graves (1978) dalam akhadiah dkk. (1996:14) antara lain: (1) menulis menyumbang kecerdasan, (2) menulis menyumbangkan daya inisiatif dan kreatif, (3) menulis menumbuhkan keberanian, (4) menulis mendorong kemauan dan kemampuan mengumpulkan informasi. Pada prinsipnya fungsi utama dalam menulis adalah sebagai alat komunikasi yang tidak langsung. Menulis sangat penting karena memudahkan pelajar dalam berpikir, juga dapat memudahkan kita merasakan dan menikmati hubungan-hubungan, memperdalam daya tangkap dan persepsi kita, memecahkan masalah-masalah yang kita hadapi, dan menyusun urutan bagi pengalaman.

Menulis merupakan kegiatan yang memilki manfaat bagi diri penulis atau pun bagi orang lain. Akhadiah dkk. (1996:1-2) mengemukakan tujuh manfaat kegunaan menulis karangan deskripsi diantaranya: (1) dengan menulis kita akan lebih mengenali kemampuan dan potensi diri kita. Kita mengetahui sampai mana pengetahuan kita tentang topik. Untuk mengembangkan topik kita terpaksa berpikir, menggali pengetahuan dan pengalaman yang kadang tersimpan di bawah sadar, (2) melalui kegiatan menulis kita mengembangkan berbagai gagasan, (3) kegiatan menulis memaksa kita lebih banyak menyerap, mencari, serta menguasai informasi sehubungan dengan topik yang kita tulis, (4) menulis berarti mengorganisasikan gagasan secara sistematik serta mengungkapkannya secara sistematik serta menilai gagasan kita sendiri secara objektif, (5) dengan menuliskan di atas kertas kita akan lebih mudah memecahkan permasalahan, yaitu dengan menganalisisnya secara tersurat, dalam konteks yang lebih konkret, (6) tugas menulis mengenai suatu topik mendorong kita belajar secara aktif. Kita harus menjadi penemu sekaligus pemecah masalah, bukan sekadar menjadi penyadap informasi dari orang lain, (7) kegiatan menulis yang terencana akan membiasakan kita berpikir serta berbahasa secara tertib.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa manfaat dari menulis karangan deskripsi adalah dengan menulis kita dapat berpikir secara kritis dan dengan menulis kita dapat memecahkan permasalahan, yaitu dengan menganalisisnya secara tersurat dalam konteks yang lebih konkret.

10.  Pendekatan Dalam Menulis Karangan Deskripsi

Menulis adalah bagian dari salah satu aktivitas dalam upaya pengekspresian ide/ gagasan, pikiran maupun perasaan yang dituangkan ke dalam lambang-lambang kebahasaan tulis. Untuk bisa kita menemukan hakikat menulis yang sebenarnya maka diperlukan sebuah pendekatan yang sesuai dengan tujuan dari penulisan kita, yaitu untuk apa dan untuk kalangan siapa kita menulis. Berkaitan dengan kegiatan menulis di atas, bahwa menulis karangan deskripsi merupakan kegiatan menulis yang menuangkan buah pikiran, gagasan, perasaan, pengalaman atau lainya ke dalam bahasa tulis.

Agar karangan kita sesuai dengan tujuan penulisannya, diperlukan suatu pendekatan. Pendekatan disini adalah cara penulis meneropong atau melihat sesuatu yang akan dituliskannya. Penulis perlu mengambil sikap untuk dapat memperoleh gambaran/ bayangan tentang objek yang akan ditulis. Ada dua cara pendekatan yang dimaksud, yaitu pendekatan realistis dan pendekatan imperesionistis.

a.    Pendekatan Realistis

Dalam pendekatan realistis ini penulis dituntut memotret hal/ benda subjektif mungkin sesuai dengan keadaan yang dilihatnya. Ia bersikap seperti sebuah kamera yang mampu membuat detail-detail, rincian-rincian secara orisinal, tidak dibuat-buat dan harus dirasakan oleh pembaca sebagai sesuuatu yang wajar. Contoh :

Predikat IDT (Inpress Desa Tertinggal) bagi Desa Tulungagung, Tulungagung hampir lenyap sama sekali. Rumah warga yang dulunya berdinding anyaman bambu, kini hanya berjumlah hitungan jari. Yang ada kini rumah tembok bercorak modern, bertiang beton berukir dan berjendela kaca riben. Di atas genting berwarna-warni terpancang antena Televisi, bahkan parabola. Rumah-rumah di sana rata-rata berlantai keramik dan kamar mandinya pun tak lagi beratapkan langit (sumber: Media Indonesia 12 Agustus 2002 dalam Lamuddin, 2009: 241).

Pendekatan realistisberbasis pada keadaan nyata. Disini siswa diajak untuk mengamati hal/ benda subjektif berdasarkan pada keadaan yang dilihatnya. Ia bersikap seperti sebuah kamera yang mampu membuat detail-detail, rincian-rincian secara orisinal, tidak dibuat-buat dan harus dirasakan oleh pembaca sebagai sesuatu yang wajar.

b.    Pendekatan Impresionistis

Impresionistis adalah pendekatan yang berusaha menggambarkan sesuatu secara subjektif sesuai dengan impresi penulis. Isi tulisan harus memerikan sesuatu, namun cara pengungkapannya boleh dengan gaya atau cara pandang pribadi penulisnya. Dengan pendekatan ini dimaksudkan agar setiap penulis bebas dalam berekspresi, memberi, atau bagaimana cara ia menikmatinya (Lamuddin Finoza, 2009: 240-241). Contoh :

Siang itu aku sedang duduk santai di sofa empuk di dalam apotik milikku yang baru saja dibuka. Apotik ini adalah impianku sejak aku kuliah di Farmasi dulu. Sekarang aku memandang puas pada usahaku selama ini. Aku bisa mendirikan apotik di kota kelahiranku. Apotik ini cukup luas, beberapa rak besar tempat obat-obatan berjejer rapi dengan kemasan-kemasan obat warna-warni yang disusun menurut khasiat obatnya. Pandangan saya tertuju pada rak buku di pojok ruangan yang berisi buku-buku tebal. Kuambil satu buku yang disampulnya tertulis Informasi Spesialis Obat atau yang biasa disebut kalangan farmasi dengan buku ISO. Setelah ku pandangi aku tersenyum dan mengembalikannya ke tempat semula. Aku memandang lagi secara keseluruhan apotik ini, sebuah televisi 14 inci dan sebuah komputer di meja kasir. Hembusan angin dari AC cukup membuat udara terasa sejuk di bulan Mei yang panas ini Sumber: (http://www.telukbone.org).

11.  Langkah-Langkah Menulis Karangan Deskripsi

Paragraf yang baik harus memenuhi tiga syarat, yaitu (1) kesatuan, (2) koherensi, dan (3) pengembangan. Sebuah paragraf memenuhi kesatuan yang baik jika semua kalimat yang membangunnya hanya menyatakan satu pikiran/gagasan pokok (satu ide, satu tema). Koherensi ialah kepaduan/kekompakan hubungan antara kalimat yang satu dengan kalimat yang lain. Pengembangan ialah rincian pikiran pokok ke dalam pikiran-pikiran penjelas dan pengurutannya secara teratur (Soedjito, 1986:30). Menurut Brian (2011) langkah menyusun paragraf deskripsi meliputi:

1) menemukan tema, kegiatan mula-mula dilakukan jika akan menulis suatu karangan adalah menentukan tema. Hal ini bahwa berarti harus ditentukan apa yang akan dibahas dalam tulisan. Tema adalah gagasan pokok yang hendak disampaikan di dalam penulisan. Gagasan atau ide pokok dapat diperoleh dari pengalaman, hasil penelitian, beberapa sumber, pendapat, dan pengamatan. Pernyataan tema mungkin saja sama dengan judul, tetapi mungkin juga tidak,

2) menetapkan tujuan penulisan, setiap penulis harus mengungkapkan dengan jelas tujuan penulisan yang akan dilaksanakannya. Perumusan tujuan penulisan sangat penting dan harus ditentukan lebih dahulu karena hal ini akan merupakan titik tolak dalam seluruh kegiatan menulis selanjutnya. Tujuan merupakan penentu yang pokok dan akan mengarahkan serta membatasi karangan. Kesadaran mengenai tujuan selama proses penulisan akan menjaga keutuhan tulisan,

3) pengumpulan bahan, pada waktu pemilihan dan membatasi topik kita hendaknya sudah memperkirakan kemungkinan mendapatkan bahan. Dengan membatasi topik, maka telah memusatkan perhatian pada topik yang terbatas itu, serta mengumpulkan bahan yang khusus pula. Bahan penulisan ini dapat dikumpulkan pada tahap prapenulisan dan dapat pula pada waktu penulisan berlangsung. Untuk masalah kecil yang tujuannya sudah jelas dalam pikiran kita penetapan dan pengumpulan bahan dapat dilakukan pada waktu penulisan,

4) membuat kerangka karangan, agar dapat menentukan organisasi pengarang, sebelumnya kita harus menyusun kerangka karangan merupakan satu cara untuk menyusun suatu rangkaian yang jelas dan terstruktur yang teratur dari karangan yang akan ditulis. Kerangka karangan merupakan suatu rencana kerja yang dapat digunakan sebagai garis besarnya dalam mengarang. Kerangka karangan juga menjamin penulisan dalam ide secara logis dan teratur,

5) mengembangkan kerangka karangan, langkah selanjutnya setelah menyusun kerangka karangan adalah mengembangkan kerangka karangan menjadi suatu karangan yang utuh,

6) merefleksi karangan, pada langkah merefleksi dilakukan penulisan secara menyeluruh mengenai ejaan, tanda baca, pilihan kata, dan sebagainya.

Langkah-langkah menulis karangan deskripsi menurut Purwaningsih (2004:4) adalah sebagai berikut: (1) menentukan topik, topik yang akan di capai dalam mengarang atau menyusun karangan harus sejalan dengan ide pokok karangan, (2) menetapkan tujuan, topik yang dijabarkan ke dalam judul di buat tujuan, (3) menentukan bahan, bahan yang digunakan dalam mengarang deskripsi dapat diperoleh melalui bermacam-macam metode yang diterapkan, (4) membuat kerangka karangan, langkah mudah membuat karangan, (5) mengembangkan kerangka karangan, kerangka yang sudah dibuat selanjutnya dikembangkan menjadi sebuah karangan.

Langkah-langkah dalam menulis paragraf deskripsi adalah (1) mengamati objek, (2) menentukan tujuan penulisan, dan (3) memproses data-data yang diperoleh untuk menghasilkan deskripsi yang dimaksud (Sudiati, 2005: 11-16). Berdasarkan uraian dia atas dapat disimpukan bahwa dalam menyusun paragraf deskripsi harus berdasarkan langkah-langkah karangan deskripsi antara lain: (1) menentukan topik terlebuh dahulu, (2) menetapkan tujuan, (3) menentukan bahan, (4) membuat kerangka karangan sehingga mudah untuk menjabarkannya, (5) mengembangkan kerangka karangan.

12.  Penilaian dalam Menulis Karangan Deskripsi

Penilaian adalah suatu proses untuk mengukur kadar pencapaian tujuan atau tingkat keberhasilan (Nurgiyanto 1988: 5). Keberhasilan yang akan dinilai dalam menulis karangan deskripsi karangan dapat dilihat dari berbagai aspek diantaranya: isi gagasan yang dikemukakan, organisasi isi, tata bahasa, ejaan, gaya; pilihan struktur dan kosakata. Dalam keterangan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek yang akan dinilai dalam menulis karangan deskripsi adalah: (1) kesesuaian antara judul dengan isi, (2) pemilihan kata atau diksi, (3) ejaan dan tanda baca, (4) kohesi dan koherensi, (5) kerapian tulisan, (6) keterlibatan pancaindera, (7) imajinasi, (8) memusatkan pada objek yang ditulis, (9) kesan hidup, dan (10) menunjukkan objek yang ditulis.

Penilaian yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan secara terpadu dalam kegiatan belajar mengajar. Penilaian dilakukan dengan mengumpulkan hasil kerjanya. Penilaian dihasilkan dari penilaian proses dan penilaian hasil. Penilaian proses dilakukan pada saat pembelajaran berlangsung, yaitu menilai perilaku siswa terhadap pembelajaran menulis karangan deskripsi yang meliputi keaktifan siswa dan keseriusan siswa dalam menulis karangan deskripsi. Penilaian hasil diperoleh dari hasil penilaian menulis karangan deskripsi yang berpedoman pada aspek penilaian karangan deskripsi.

Penilaian pembelajaran Bahasa Indonesia dilaksanakan secara holistik, artinya pelaksanaan penilaian itu secara menyeluruh, bukan hanya pada tiap-tiap aspek pelajarannya saja. Dalam pembelajaran bahasa penilaian merupakan hal yang sangat penting. Menurut Burhan Nurgiantoro (2001: 4) bahwa hal ini bertujuan untuk mengukur kadar pencapaian tujuan. Berdasarkan pengertian penilaian tersebut, St.Y. Slamet (2008: 211) mengemukakan bahwa kegiatan penilaian dalam pembelajaran bahasa dapat dipilah menjadi dua macam yaitu penilaian proses dan penilaian hasil (produk).

Pada penilaian proses, sasaran yang dinilai adalah tingkat efektisitas kegiatan belajar mengajar dalam rangka pencapaian tujuan. Sedangkan pada penilaian hasil (produk), sasaran yang dinilai adalah tingkat penguasaan siswa terhadap apa yang telah dipelajarinya. Ada sepuluh aspek pokok yang dijadikan kriteria penilaian dalam tes menulis paragraf deskripsi, yaitu (1) kesesuaian judul dengan isi; (2) pemilihan kata; (3) ejaan dan tanda baca; (4) kerapian tulisan; (5) kohesi dan koherensi; (6) kesan hidup; (7) imajinasi; (8) keterlibatan aspek pancaindera; (9) menunjukkan objek yang ditulis; dan (10) memusatkan uaraian pada objek.

Penilaian menulis deskripsi mencakup berbagai macam aspek. Burhan Nurgiyantoro (2001: 306) menyatakan aspek menulis meliputi isi, organisasi, kosakata, penggunaan bahasa, dan mekanik. Seluruh aspek penilaian menulis deskripsi tersebut dapat disajikan dalam bentuk tabel berikut.

Aspek Penilaian Menulis Karangan

NO

ASPEK PENILAIAN SKOR

KRITERIA

1.

Isi

27-30

Sangat Baik-Sempurna: padat informasi, substansif, relevan dengan objek pengamatan.

22-26

Cukup Baik – Baik: informasi cukup, substansi cukup, relevan dengan objek pengamatan tetapi tidak lengkap.

17-21

Sedang-Cukup: informasi terbatas, substansi kurang.

13-16

Sangat-Kurang: tidak berisi, tidak ada substansi, tidak ada yang relevan dengan objek pengamatan.

2.

Organisasi

18-20

Sangat Baik-Sempurna: ekspresi lancar, gagasan diungkapkan dengan jelas, padat, tertata dengan baik, urutan logis.

14-17

Cukup Baik – Baik: kurang lancar, kurang terorganisir tetapi ide utama terlihat, bahan pendukung terbatas, urutan logis tetapi tidak lengkap.

10-13

Sedang-Cukup: tidak lancar, gagasan kacau, terpotong-potong, urutan dan pengembangan tidak logis

7-9

Sangat-Kurang: tidak komunikatif, tidak terorganisir, tidak layak nilai.

3.

Kosakata

18-20

Sangat Baik-Sempurna: pilihan kata dan ungkapan tepat, dan menguasai pembentukan kata.

14-17

Cukup Baik – Baik: pilihan kata dan ungkapan kadang kadang kurang tepat tetapi penyampaiannya cukup jelas.

10-13

Sedang-Cukup: terdapat kesalahan penggunaan kosakata dan dapat merusak makna.

7-9

Sangat-Kurang: pemanfaatan potensi kata asal-asalan, pengetahuan tentang kosakata rendah dan tidak layak dinilai.

4.

Pengembangan Bahasa

22-25

Sangat Baik-Sempurna: konstruksi kalimat dan makna baik dan jelas, hanya terjadi sedikit kesalahan penggunaan bentuk kebahasaan.

18-21

Cukup Baik – Baik: konstruksi kalimat dan makna membingungkan atau kabur.

11-17

Sedang-Cukup: terjadi kesalahan serius dalam konstruksi kalimat dan makna membingungkan atau kabur.

5-10

Sangat-Kurang: terdapat banyak kesalahan, tidak komunikatif dan tidak layak nilai

5.

Mekanik

5

Sangat Baik-Sempurna: menguasai aturan penulisan, hanya terdapat beberapa kesalahan ejaan dan tanda baca.

4

Cukup Baik – Baik: kadang-kadang terjadi kesalahan ejaan dan tanda baca tetapi tidak mengaburkan makna.

3

Sedang-Cukup: sering terjadi kesalahan ejaan dan tanda baca, makna membingungkan atau kabur.

2

Sangat-Kurang: tidak menguasai aturan penulisan, terdapat banyak kesalahan ejaan, tulisan tidak terbaca, tak layak dinilai.

D.   Metode Sugesti Imajinasi

1.    Pengertian Metode Sugesti Imajinasi

Metode Sugesti Imajinasi adalah media pembelajaran menulis dengan cara memberikan sugesti lewat lagu untuk merangsang imajinasi siswa (Petrus 2005:3) De Porter dan Hernacki (dalam Abdurrahman 2005: 191) mengatakan bahwa untuk mengubah kalimat-kalimat yang kering menjadi deskripsi yang menakjubkan kita harus menggunakan imajinasi “menunjukkan bukan memberitahukan (show not tell)”.

Penggunaan metode sugesti imajinasi dapat mengoptimalkan kerja belahan otak kanan, sehingga para siswa dapat mengembangkan imajinasinya secara leluasa. Efek positif dari optimalisasi kerja belahan otak kanan adalah rangsangan atau dorongan bagi kerja belahan otak kiri, sehingga pada saat yang bersamaan para siswa juga dapat mengembangkan logikanya. Keseimbangan kinerja otak kanan dan kiri ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memperoleh informasi, pembuatan kerangka karangan, dan akhirnya menuliskan informasi tersebut dalam bentuk tulisan atau karangan yang baik.

Metode sugesti imajinasi menurut Tarigan (1991:95) merupakan suatu metode yang melibatkan pengisian atau pemuatan bank-bank memori dengan memori-memori atau ingatan-ingatan yang diinginkan dan yang memberi kemudahan. Dalam hal ini, musik dan lagu digunakan sebagai pencipta sugestif, stimulus, dan sekaligus menjadi jembatan bagi siswa untuk membayangkan atau menciptakan gambaran dan kejadian berdasarkan tema lagu. Respon yang diharapkan muncul dari para siswa berupa kemampuan melihat gambaran gambaran kejadian tersebut dengan imajinasi-imajinasi dan logika yang dimiliki lalu mengungkapkan kembali dengan menggunakan simbol-simbol verbal.

2.   Kelebihan dan Kelemahan Metode Sugesti Imajinasi

Penerapan pembelajaran menulis dengan metode sugesti imajinasi memiliki kelebihan dalam memberikan kontribusi untuk meningkatkan keterampilan menulis. Pemilihan lagu yang bersyair puitis membantu para siswa memperoleh model dalam pembelajaran kosakata. Pengembangan kosakata di sini mengandung pengertian lebih dari sekadar penambahan kosakata baru, tetapi lebih pada penempatan konsep-konsep baru dalam tatanan yang lebih baik atau ke dalam susunan-susunan tambahan (Tarigan 1985: 22).

Pemberian apersepsi tentang keterampilan mikrobahasa yang dilanjutkan dengan pembelajaran menulis menggunakan metode sugesti imajinasi dapat diserap dan dipahami dengan lebih baik oleh para siswa. Situasi emosional yang terolah membantu keberhasilan komunikasi dan interaksi guru dan siswa. Sugesti yang diberikan melalui pemutaran lagu dapat merangsang dan mengkondisikan siswa sedemikian rupa sehingga siswa dapat memberikan respons spontan yang bersifat positif.

Penggunaan metode sugesti imajinasi tidak cukup efektif bagi kelompok siswa dengan tingkat keterampilan menyimak yang rendah. Stimulus yang disampaikan secara lisan menghendaki adanya keterampilan menyimak yang baik. Dengan demikian, komunikasi yang terjalin bisa diarahkan menuju target yang hendak dicapai yaitu sugesti untuk membangun imajinasi siswa. Metode sugesti imajinasi sulit digunakan bila siswa cenderung pasif. Metode ini mensyaratkan adanya keaktifan dari pihak siswa. Siswa harus aktif menerima stimulus dan memberikan respons dalam bentuk simbol-simbol verbal.

3.   Langkah-langkah Metode Sugesti Imajinasi

Penggunaan metode sugesti imajinasi dalam pembelajaran menulis dibagi menjadi tiga tahap utama. Ketiga tahap tersebut pada dasarnya merupakan kegiatan yang ditempuh oleh guru dan siswa pada saat sebelum, selama, dan sesudah pembelajaran. Ketiga tahap yang dimaksud adalah 1) perencanaan, 2) pelaksanaan, dan 3) evaluasi.

Pada tahap perencanaan ada tiga tahap prapembelajaran yang harus dilakukan guru. Pertama, penelaahan materi pembelajaran. Kedua, pemilihan lagu sebagai media pembelajaran. Ketiga, penyusunan rancangan pembelajaran. Penelaahan materi pembelajaran perlu dilakukan agar guru benar-benar menguasai materi yang akan disampaikan dalam proses pembelajaran di kelas. Penguasaan teknik-teknik menulis, pemilihan tema, dan prioritas jenis tulisan atau karangan yang akan dibelajarkan menjadi poin-poin yang harus dicapai dalam kegiatan ini. Penguasaan materi pembelajaran oleh guru tidak menjamin tercapainya tujuan pembelajaran. Lagu sebagai media juga sangat menentukan berhasil atau tidaknya proses pembelajaran tersebut. Pada kegiatan ini, guru harus benar-benar dapat memilih lagu yang tidak hanya sesuai dengan tema dan materi pembelajaran tetapi juga sesuai dengan “selera” dan minat para siswa. Lagu yang sesuai dengan tema dan materi pembelajaran, tetapi tidak menarik bagi para siswa hanya akan menciptakan suasana yang tidak menyenangkan dan bahkan merusak suasana hati para siswa. Hal ini sangat bertentangan dengan prinsip metode sugesti imajinasi yang menghendaki terciptanya suasana nyaman dan menyenangkan, sehingga para siswa tersugesti dan dapat mengembangkan imajinasi serta logikanya dengan baik.

Kegiatan menyusun rancangan pembelajaran merupakan langkah lanjutan yang ditempuh guru untuk memastikan bahwa proses pembelajaran yang akan dilaksanakan dapat berlangsung dengan baik. Rancangan pembelajaran hendaknya mencakup perumusan materi, tujuan, pendekatan, metode, media, dan evaluasi pembelajaran. Keberhasilan pelaksanaan kegiatan pada tahap pertama akan diuji pada tahap kedua, yaitu tahap pelaksanaan. Mengacu pada yang telah dilakukan pada tahap pertama, proses pembelajaran menulis dengan metode sugesti imajinasi dibagi menjadi enam langkah sebagai berikut: (1) pretes, untuk mengukur kemampuan atau pengetahuan yang dimiliki siswa, terutama yang berkaitan langsung dengan keterampilan menulis, guru wajib memberikan pretes.

Soal pretes hendaknya berupa perintah untuk membuat karangan atau tulisan. Jenis dan tema karangan harus disesuaikan dengan materi pembelajaran yang akan dilaksanakan. Di samping itu, pretes ini harus memuat semua aspek yang diperlukan dalam menulis, (2) penyampaian tujuan pembelajaran, Penting artinya bagi siswa untuk mengetahui tujuan pembelajaran yang akan dijalaninya dan kompetensi dasar yang harus dikuasai setelah proses pembelajaran dilaksanakan.

Jika diibaratkan orang yang sedang menempuh perjalanan, keyakinan akan arah dan tujuan akan membuat orang tersebut tidak setengah hati dalam menempuhperjalanan tersebut.  Demikian halnya dengan para siswa. Dengan mengetahui tujuan pembelajaran yang akan dilaksanakan, diharapkan siswa lebih siap dalam mengikuti proses pembelajaran, (3) apersepsi, prinsip utama apersepsi adalah menjelaskan hubungan antara materi yang telah diajarkan dengan materi yang akan diajarkan. Guru dapat memberi ulasan singkat tentang materi pembelajaran kosakata, kaidah-kaidah penulisan atau EYD, penyusunan klausa, pembuatan kalimat, dan penulisan paragraf. Kegiatan ini dapat menggugah kembali ingatan siswa terhadap materi-materi yang diperlukan dan sudah harus dikuasai siswa sebagai syarat dalam pembelajaran menulis, (4) Penjelasan praktik pembelajaran dengan media lagu, guru menjelaskan kepada siswa enam kegiatan yang akan mereka jalani dalam proses pembelajaran. Keenam kegiatan tersebut adalah a) pemutaran lagu, b) penulisan gagasan yang muncul saat menikmati lagu dan sesudahnya, c) pengendapan atau penelaahan dan pengelompokan gagasan, d) penyusunan outline (kerangka karangan), e) penyusunan karangan, dan f) penilaian kelompok, (5) praktik pembelajaran, guru dan siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran. Dalam proses ini guru harus dapat menjadi motivator dan fasilitator yang baik, (6) pascates, Siswa menulis sebuah karangan tanpa didahului dengan kegiatan mendengarkan lagu. Jenis dan tema karangan tetap sama dengan materi pembelajaran yang baru saja dilaksanakan.

E.   Pendekatan Saintifik

1.    Pengertian

Pada umumnya kata approach diartikan pendekatan. Dalam dunia pengajaran, kata ini lebih tepat diartikan a way of beginning something. Jadi, kalau diterjemahkan, approach ialah cara memulai sesuatu (Subana dan Sunarti 2011:18). Richards dkk dalam Subana dan Sunarti (2011:19) menyatakan bahwa pengajaran sering dibicarakan dalam tiga aspek yang berkaitan, yakni pendekatan, metode, dan teknik.

Pendekatan saintifik sering dimaknai sebagai pendekatan ilmiah. Dikatakan sebagai pendekatan ilmiah karena terdapat pendekatan yang bersifat non-ilmiah. Dengan pendekatan ini, proses pembelajaran harus dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan ilmiah. Pendekatan ini bercirikan pengutamaan dimensi pengamatan, penalaran, penemuan, pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu kebenaran.  

Selain itu, metode ilmiah merujuk pada teknik-teknik investigasi atas suatu atau beberapa fenomena atau gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya. Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsipprinsip penalaran yang spesifik. Karena itu, metode ilmiah umumnya memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui observasi atau ekperimen, mengolah informasi atau data, menganalisis, kemudian memformulasi, dan menguji hipotesis.

Teori yang berbeda tentang cara mengajarkan (pendekatan) menyiratkan cara yang berbeda dalam mengajarkan (metode) dan metode yang berbeda memanfaatkan aktivitas kelas yang berbeda (teknik). Menurut Sagala (2010:68) menyatakan bahwa pendekatan pembelajaran merupakan jalan yang ditempuh oleh guru dan siswa dalam mencapai tujuan instruksional untuk suatu satuan instruksional tertentu. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pendekatan pembelajaran adalah cara guru dalam menentukan proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang akan melahirkan metode atau teknik pembelajaran.

Proses pembelajaran dapat dipadankan dengan suatu proses ilmiah. Karena itu, Kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan ilmiah dalam pembelajaran. Pendekatan ilmiah diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Pendekatan ini bercirikan penonjolan dimensi pengamatan, penalaran, penemuan, pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu kebenaran (Kemendikbud 2013:146). Pendekatan saintifik dapat digambarkan sebagai berikut.

Jelaskan informasi yang bisa kamu tangkap dari setiap paragraf teks deskripsi berikut

Proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan ini juga harus terhindar dari sifat-sifat nonilmiah. Proses pembelajaran disebut ilmiah jika memenuhi kriteria sebagai berikut.

a. Substansi atau materi pembelajaran berbasis fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.

b. Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaktif edukatif guru-peserta didik terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.

c. Mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis, analitis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran.

d. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu dengan yang lain dari substansi atau materi pembelajaran.

e. Mendorong dan menginspirasi peserta didik agar mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon substansi atau materi pembelajaran.

f.  Berbasis pada konsep-konsep, teori-teori, dan fakta-fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan.

g. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana, jelas, dan menarik sestem penyajiannya.

Pendekatan saintifik dalam pembelajaran meliputi menggali informasi melalui pengamatan, bertanya, percobaan, kemudian mengolah data atau informasi, menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemudian menyimpulkan, dan mencipta (Kemendikbud 2013:148-149). Pembelajaran dengan pendekatan saintifik dapat disajikan berikut ini.

a.    Mengamati

Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media objek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Penggunaan metode observasi membuat peserta didik menemukan fakta bahwa ada hubungan antara objek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan oleh guru. Langkah-langkah kegiatan mengamati dalam pembelajaran dilakukan seperti berikut.

1) menentukan objek apa yang akan diobservasi;

2) membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang akan diobservasi;

3) menentukan secara jelas data-data apa yang perlu diobservasi, baik primer maupun sekunder;

4) menentukan di mana tempat objek yang akan diobservasi;

5) menentukan secara jelas bagaimana obsesrvasi akan dilakuakan untuk mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar;

6) menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi, seperti menggunakan buku catatan, kamera, tape recorder, video perekam, dan alat-alat tulis lainnya.

Berdasarkan kegiatan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kegiatan mengamati dalam pendekatan saintifik adalah kegiatan observasi untuk mempelajari suatu objek dan mencatat hasilnya.

b.    Menanya

Menanya merupakan aktivitas yang dilakukan untuk mengtahui rasa ingin tahu dan daya nalar siswa mengenai suatu hal. Kegiatan menanya dapat dilakukan dengan cara diskusi kelompok, tanya jawab antar siswa, dan tanya jawab siswa dengan guru. Berdasarkan kegiatan tersebut menanya dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan saintifik adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengetahui informasi mengenai hal yang diamati.

c.    Mengumpulkan Informasi

Belajar dengan menggunakan pendekatan ilmiah akan melibatkan siswa dalam melakukan aktivitas menyelidiki fenomena dalam upaya menjawab suatu permasalahan. Guru dapat menugaskan siswa untuk mengumpulkan data atau informasi dari berbagai sumber. Guru juga perlu mengarahkan siswa dalam merencanakan aktivitas, melaksanakan aktivitas, dan melaporkan aktivitas yang telah dilakukan.

d.    Menalar

Istilah “menalar” dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah dalam Kurikulum 2013 untuk menggambarkan bahwa guru dan peserta didik merupakan pelaku aktif. Titik tekannya tentu dalam banyak hal dan situasi peserta didik peserta didik harus lebih aktif daripada guru. Penalaran adalah proses berpikir yang logis dan sistematis atas fakta-fakta empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan.

Cara menalar ada dua, yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari fenomena atau atribut-atribut khusus untuk hal-hal yang bersifat umum. Kegiatan menalar secara induktif lebih banyak berpijak pada observasi inderawi atau pengalaman empirik. Penalaran deduktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari pernyataan-pernyataan atau fenomena yang bersifat umum menuju pada hal yang bersifat khusus. Cara kerja menalar secara deduktif adalah menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk kemudian dihubungkan ke dalam bagian-bagiannya yang khusus. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa kegiatan menalar merupakan aktifitas mental khusus dalam melakukan penarikan simpulan.

e.    Membentuk Jejaring

Membentuk jejaring sering dihubungkan dengan kegiatan mengomunikasikan. Aktivitas mengomunikasikan dapat berupa mempresentasikan hasil kerja siswa kemudian siswa lain diberi kesempatan untuk memberikan tanggapan. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kegiatan membentuk jejaring atau mengomunikasikan adalah kegiatan menyampaikan hasil kerja siswa dalam bentuk tulisan maupun lisan, kemudian ditindaklanjuti dengan diberikan tanggapan mengenai kelebihan dan kekurangannya (Kemendikbud 2013:146-160).

2.   Metode Mind Map

Metode dalam bahasa Yunani disebut methodos yaitu jalan atau cara. Pengertian metode dalam filsafat dan ilmu pengetahuan berarti cara memikirkan dan memeriksa suatu hal menurut rencana tertentu. Di dalam dunia pengajaran Subana (2011:20) menyatakan, metode adalah rencana penyajian bahan yang menyeluruh dengan urutan yang sistematis berdasarkan pendekatan tertentu. Menurut Suyatno (2004:15) metode adalah prosedur pembelajaran yang difokuskan ke pencapaian tujuan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran adalah rencana prosedural proses pembelajaran yang disesuaikan dengan tujuan pembelajaran.

Di dalam proses pembelajaran terdapat beberapa metode yang dapat diterapkan. Salah satu metode yang ada adalah metode mind map. Metode mind mapdikembangkan sebagai metode efektif untuk mengembangkan gagasan-gagasan melalui rangkaian peta-peta. Salah satu penggagas metode ini adalah Tony Buzan (dalam Huda 2013:307). Untuk membuat mind map, menurut Buzan, seseorang biasanya memulainya dengan menulis gagasan utama di tengah halaman dari situlah, ia bisa membentangkannya ke seluruh arah untuk menciptakan semacam diagram yang terdiri atas kata kunci- kata kunci, frasa-frasa, konsep-konsep, fakta-fakta, dan gambar-gambar.

Huda (2013:307) menarik simpulan bahwa metode mind map bisa digunakan untuk membentuk, menvisualisasi, mendesain, mencatat, memecahkan masalah, membuat keputusan, merevisi, dan mengklarifikasi topik utama, sehingga siswa bisa mengerjakan tugas-tugas yang banyak sekalipun. Pada hakikatnya, mind map digunakan untuk membrainstorming suatu topik sekaligus menjadi strategi ampuh bagi belajar siswa.

Berbeda dengan Huda, Olivia (2013:vii-ix) menarik simpulan bahwa kurikulum di sekolah saat ini cenderung membuat anak berpikir rutin. Hal tersebut disebabkan anak harus mengerjakan berbagai latihan soal dan lembar kerja siswa. hal ini membuat anak menjadi malas dan lebih suka menyontek hasil kerja temannya. Hal tersebut disebabkan rutinitas yang sangat membosankan. Akibatnya penggunaan otak tidak optimal yang disebut sebagai mismanajemen otak. Tanda-tandanya dapat berupa mudah lupa, sulit konsentrasi, sulit memahami penjelasan orang tua, sulit mengingat atau menghafal, dan lain-lain.

Mismanajemen otak terjadi karena banyak hal, salah satunya adalah ketidakseimbangan penggunaan otak kiri dan kanan dalam aktivitas keseharian manusia. Apalagi dalam kehidupan sehari-hari, kebanyakan anak “terpaksa” menitikberatkan pada aktivitas mental otak kiri. Contoh, belajar dengan cara menghafal, mendikte, mengenalkan sesuatu dengan angka dan nama, dan lainnya. Semua itu merupakan aktivitas yang banyak menggunakan otak kiri. Sementara otak kanan jarang dipakai untuk kegiatan produktif. “Kepincangan” beban kedua otak yang tidak seimbang inilah yang tidak memungkinkan kita menggunakan secara optimal potensi atau kehebatan otak kita. Kondisi ini dapat diibaratkan orang yang berlari hanya dengan satu tangan atau satu kaki, pastinya kemampuannya akan pincang.

Demikian pula dengan otak yang kita miliki. Ketika hanya menggunakan satu bagian saja, misal, otak bagian kanan saja, maka kemampuan otaknya menjadi “pincang”. Hal ini pula yang menyebabkan potensi otak manusia tidak digunakan secara maksimal. Agar fungsi otak maksimal, gunakan kedua belahan otak. Ketika keduanya digunakan bersamaan, maka akan timbul sinergi antar keduanya yang memungkinkan kekuatan yang tidak terbatas dari otak kita. Contoh, kegiatan yang menggunakan kedua belah otak seperti menonton film, main games, membaca komik, umumnya lebih disukai anak-anak daripada kegiatan satu otak saja yaitu belajar dengan membaca buku yang isinya hitam putih tanpa gambar.

Menurut Tony Buzan (dalam Olivia 2013:ix), dengan memanfaatkan gambar dan teks ketika seseorang mencatat atau mengeluarkan suatu ide yang ada dalam pikiran, kita telah menggunakan dua belahan otak secara sinergis. Apalagi jika dalam peta pikiran itu ditambahkan warna-warna dan hal-hal yang memperkuat emosi. Dengan kata lain, mind mapping atau peta pikiran merupakan sebuah jalan pintas yang bisa membantu siapa saja untuk mengefektifkan waktu sampai setengahnya untuk menyelesaikan tugas. Bahkan metode temuan Buzan ini bisa dilakukan dalam aktivitas apa pun dan saat belajar mata pelajaran apa pun.

Mind mapping atau peta pikiran dibentuk oleh kata, warna, garis, dan gambar. Menyusunnya pun tak sulit, bisa dilakukan anak hingga dewasa dan diterapkan untuk keperluan apa saja. Mind mapping dapat melatih keterampilan motorik halus anak. Sebab, kegiatan menulis yang dilakukan anak ketika membuat mind mapping adalah gerakan otot-otot halus yang merupakan perwujudan “Ideo Motor Responses” (IMR). IMR ialah proses gerakan reflex otot-otot halus yang merupakan reaksi atas stimulasi bawah sadar (sub-conscious) seseorang. Gerakan ini terjadi secara otomatis, sehingga tulisan tangan akan secara “jujur” mengungkapkan apa yang ada dalam pikiran bawah sadar penulisnya, tanpa ia sadari.

Penerapan mind mapping sebenarnya melatih anak untuk berpikir analitis. Dengan begitu ia mampu menjelaskan sesuatu dengan sistematika yang baik. Bahkan, cara itu juga melatih anak agar bisa mengambil keputusan menggunakan logika yang tepat. Apalagi pada dasarnya anak-anak memang lebih senang dengan sesuatu yang dapat dilihat dan dipraktikkan secara langsung. Belajar melalui skema sering kali lebih disenangi sehingga pelajaran jadi lebih mudah ditangkap. (Olivia: 2013:ix-x).

Olivia (2013:xxi-xxii) menyatakan bahwa di dalam kegiatan mind mapping terdapat beberapa komponen yang harus ada, sebagai berikut.

a. Gambar. Otak memanggil gambar lebih baik daripada kata. Gambar mengaktifkan otak kanan dan lebih “menempel” di otak. Gambar juga bisa membantu mengurangi jumlah kata yang harus diingat.

b. Asosiasi. Dengan menggunakan panah, garis, dan boks, catatan seluruh otak membantu anak membuat asosiasi anatar informasi. Ini sangat membantu pemahaman dan mengingat kembali.

c. Warna. Warna mengaktifkan otak kanan dan dapat meningkatkan daya ingat sampai 50%.

d. Luar biasa. Otak cenderung melupakan informasi yang membosankan dan mengingat informasi yang disajikan secara luar biasa, kreatif atau dengan cara lucu. Catatan seluruh otak membuat anak menggunakan gambar berbeda, warna, bentuk, dan jenis huruf yang bervariasi untuk membuat fakta jadi menonjol.

e. Gambaran besar. Catatan seluruh otak memberi anak gambaran besar bagaimana seluruh poin saling berhubungan satu sama lain dalam satu halaman. Bukankah lebih mudah untuk memahami segala yang dipelajari jika bisa ditunjukkan dalam satu halaman dibanding dua puluh halaman.

f. Kata kunci. Kata kunci merupakan kata-kata tertentu yang penting diingat dan bagaikan “jalan tol” bisa cepat sampai ke otak anak. gunakan hanya kata kunci saat membuat mind mapping atau catatan seluruh otak untuk memangkas waktu belajar anak sampai 80%

Persiapan untuk membuat mind mapping menurut Olivia (2013:xxiii-xxix) di antaranya sebagai berikut.

a.  Sediakan lembaran kertas kosong tersebut tanpa garis.

b.  Beberapa spidol aneka warna, pensil warna, atau bolpoin.

c.  Lakukan hal-hal sebagai berikut.

1) Mulai dari tengah. Pastikan posisi kertas tersebut horizontal. Lalu buatlah sebuah gambar yang melambangkan subjek utama di tengah-tengah kertas.

2) Tambahkan cabang. Buatlah beberapa garis tebal berlekuk-lekuk yang menyambung dari gambar di tengah kertas, garis ini mewakili ide utama mengenai suatu subjek. Cabang-cabangnya melambangkan subtopik asal. Ingat cabang utama ini harus tebal (seperti halnya saat membuat cabang berpikir memencar yang juga harus tebal).

3) Gunakan huruf kapital dan sedikit kata. Berilah nama pada setiap ide yang keluar dari subtopik utama tersebut. Dan bila anak suka buatlah gambar-gambar kecil mengenai masing-masing ide tersebut.

4) Kertasnya jangan diputar-putar. Setiap kata dalam mind mapping akan digarisbawahi atau berada di atas garis karena merupakan kata-kata kunci. Pemberian garis bawah menunjukkan tingkat kepentingannya.

5) Dengan penambahan subtopik lanjutan, maka dari setiap ide yang ada, anak bisa menarik garis penghubung lainnya yang menyebar seperti cabang-cabang pohon. Jadi hanya kata kunci saja yang diletakkan pada mind mapping, karena dengan membacanya kembali anak bisa merangkai kata-kata yang merupakan penjelasan dari tema dan subtopik tersebut.

6) Tambahkan lebih banyak buah pikiran anak ke setiap ide tadi. Cabang-cabang tambahan ini melambangkan detail-detail yang ada.

Huda (2013:307-308) menyatakan bahwa penggunaan mind map, ada beberapa langkah persiapan yang harus dilakukan, antara lain 1) mencatat hasil ceramah dan menyimak poin-poin atau kata kunci-kata kunci dari ceramah tersebut; 2) menunjukkan jaringan-jaringan dan relasi-relasi diantar berbagai poin/ gagasan/ kata kunci ini terkait dengan materi pelajaran; 3) membrainstorming semua hal yang sudah diketahui sebelumnya tentang topik tersebut; 4) merencanakan tahap-tahap awal pemetaaan gagasan dengan memvisualisasikan semua aspek dari topik yang dibahas; 5) menyusun gagasan dan informasi dengan membuatnya bisa diakses pada satu lembar saja; 6) menstimulasi pemikiran dan solusi kreatif atas permasalahan-permasalahan yang terkait dengan topik bahasan; dan 7) mereview pelajaran untuk mempersiapkan tes atau tujuan.

Ada tahap-tahap penting yang harus dilalui untuk melalui mind maping, antara lain sebagai berikut.

a. Letakkan gagasan/ tema/ poin utama di tengah-tengah halaman kertas. Akan lebih mudah jika posisi kertas tidak dalam keadaan tegak lurus (portrait), melainkan dalam posisi terbentang (landscape).

b. Gunakan garis, tanda panah, cabang-cabang, dan warna yang berbeda-beda untuk menunjukkan hubungan antara tema utama dan gagasan-gagasan pendukung lain. hubungan-hubungan ini sangat penting, karena ia bisa membentuk keseluruhan pemikiran dan pembahasan tentang gagasan utama tersebut.

c. Hindari untuk bersikap latah, lebih menampilkan karya bagus daripada konten di dalamnya. Mind map harus dibuat dengan cepat tanpa ada jeda dan editing yang menyita waktu. Untuk itulah, sangat penting untuk mempertimbangkan setiap kemungkinan yang harus dan tidak harus dimasukkan ke dalam peta tersebut.

d. Pilihlah warna-warna yang berbeda untuk menyimbolisasi sesuatu yang berbeda pula. Misalnya, warna biru untuk sesuatu yang wajib muncul dalam peta tersebut, hitam untuk gagasan lain yang bagus, dan merah untuk sesuatu yang masih perlu diteliti lebih lanjut. Tidak ada teknik pewarnaan yang pasti, namun pastikan warna-warna yang ditentukan konsisten sejak awal.

e. Biarkan beberapa ruang kosong dalam kertas. Ini dimaksudkan agar memudahkan penggambaran lebih lanjut ketika ada gagasan baru yang harus ditambahkan. (Huda, 2013:308)

Jadi dapat disimpulkan dari pendapat Huda dan Olivia bahwa mind mapping adalah metode pembelajaran dengan cara mengembangkan gagasan melalui rangkaian peta-peta dari objek utama yang dapat bermanfaat sebagai penyeimbang penggunaan otak kanan dan kiri. Tahapan-tahapan yang dilakukan adalah subjek utama di letakkan di tengah kertas, lalu gambar garis tebal yang menyambung dari subjek utama sebagai wakil ide utama dari objek, ide yang keluar tulis dengan huruf kapital, kemudian beri penambahan untuk subtopik lanjutan, dan perhatikan bahwa yang ditekankan adalah konten bukan sebuah karya yang bagus.

Menurut Warsono dan Haryanto (2013:126-127) Langkah-langkah pembelajaran mind map adalah sebagai berikut.

a. Bentuk kelompok kolaboratif yang heterogen. Jumlah siswa per kelompoknya disesuaikan dengan jumlah siswa dalam kelas. Upayakan tidak melebihi 7 orang per kelompok.

b. Latihlah para siswa dengan membuat peta konsep yang sederhana.

c. Mula-mula setiap siswa diberi kesempatan membuat peta konsepnya secara individual.

d. Selanjutnya siswa melakukan tinjauan (review) terhadap peta konsep yang dibuatnya sendiri dalam kelompok kolaboratif.

e. Laksanakan suatu diskusi kelas dengan memberikan kesempatan kepada setiap kelompok untuk melakukan presentasi di depan kelas terkait proposisi penting yang dicoba digambarkannya dalam peta konsep.

F.    Penutup

Berdasarkan uraian-uraian yang telah dipaparkan dari awal sampai akhir di atas maka dapat disimpulkan bahwa guru diharapkan dapat menggunakan seluruh kemampuan dalam meningkatkan kualitas pembelajaran. Penggunaan bahan ajar dalam proses belajar mengajar sangat diperlukan untuk mengatasi berbagai hambatan dan keterbatasan yang muncul, baik dari siswa, guru atau lingkungan dalam proses belajar mengajar. Hal itu dikarenakan bahan ajar dapat (a) meningkatkan perhatian dan motivasi belajar anak, (b) menambah wawasan materi pelajaran secara lebih luas, (c) mengembangkan sikap eksploratif, dan (e) membantu menumbuhkan pengertian dan pemahaman.

Semoga tulisan ini dapat memberikan kontribusi meskipun barangkali amat sangat sedikit bagi peningkatan kualitas pembelajaran, khususnya dalam pembelajaran menulis karanga deskripsi.

Daftar Pustaka

Akhadiah, Sabarti, Maidah G, Arsjad, Sakura H. 1996. Buku Materi Pokok Menulis II. Jakarta: Karunia Universitas Terbuka.

Akhadiah, Sabarti, Maidar G. Arsjad dan Sakura H. Ridwan. 1996. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Akhadiah, Sabarti. dkk. 1988. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Amir. 2007. Dasar-Dasar Penulisan Karya Ilmiah. Surakarta: UNS Press.

Anderson, Ronald H.2004. Pemilihan dan Pengembangan Media untuk Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Arsyad, Azhar. 2007. Media Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Azhar, Arsyad. 2004. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Johnson, Elaine. 2009. Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna (terjemahan). Bandung: MLC.

Basuki Sulistyo. 1992. Teknik dan Jasa Dokumentasi. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama

Beard, Roger and Andrew Burrell. 2010. Wraiting Attainment in 9-to 11-year-olds: Some Differences Betwen Girls and Boys in Two Genres. London: Institute of Education.

Crinon, Jacques and Brigitte Marin. 2010. The Role of Peer Feedback in Learning To Write Explanatory Texts: Why The Tutors Learn The Most. France: Production Verbale Ecrite. Enre.

De Porter, Bobbi and Mike Hernacki (dalam terjemahan Abdurrahman). 2005. Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Bandung: Kaifa.

Depdiknas. 2004. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah. Jakarta: Depdiknas.

Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain.2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Djiwandono, Soenardi. 2008. Tes Bahasa Pegangan Bagi Pengajar Bahasa. Jakarta: PT Indeks.

Djuhaeri, O. Setiawan dan Suherli. 2005. Panduan Membaca Karya Tulis Resensi,Laporan,Buku-Skripsi-Tesis-Artikel-Makalah-Berita-Essai. Bandung: Yiama Widya.

Enre, Fachrudin Ambo. 1988. Dasar-Dasar Keterampilan Menulis. Jakarta: Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi.

Eric, Robert & William. 1989. The Act of Writing. New York: Random House

Fachrudin Ambo. 1988. Dasar-dasar Keterampilan Menulis. Jakarta: Depdikbud.

Finoza, Lamuddin. 2000. Komposisi. Bahasa Indonesia. Bandung: Mawar Gempita.

Finoza, Lamuddin. 2005. Komposisi Bahasa Indonesia untuk Mahasiswa Nonjurusan Bahasa. Jakarta: Diksi Insan Mulia.

Finoza, Lamuddin. 2009. Komposisi Bahasa Indonesia Untuk Mahasiswa NonJurusan Bahasa. Jakarta: Diksi Insan Mulia.

Gerot, Linda dan Peter Wignell. 1995. Making Sense of Functional Grammar. Australia: Gerd Stabler Antipodean Educational Enterprises.

Hartono, Bambang. 2012. Dasar-dasar Kajian Wacana. Semarang: Pustaka Zaman.

Heuken SJ, Adolf. 1971. Teknik Mengarang. Yogyakarta: Kanisius.

Huda, Miftakhul. 2013. Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Husamah dan Yanur Setyaningrum. 2013. Desain Pembelajaran Berbasis Pencapaian Kompetensi: Panduan Merancang Pembelajaran untuk Mendukung Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Imron Aem, Ali. dkk. 1985. Buku Pegangan Kuliah Ringkasan Bahasa Indonesia. Surakarta. Universiatas Muhammadiyah Surakarta.

Jauhari, Heri. 2009. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Pustaka Setia.

Kartono, dkk. 2009. Pengembangan Materi Guru Sekolah Dasar. Surakarta: MataPadi Pressindo.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Bahasa Indonesia Wahana Pengetahuan SMP/ MTs Kelas VII. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan kebudayaan

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Buku Guru Bahasa Indonesia Wahana Pengetahuan SMP/ MTs Kelas VII. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan kebudayaan.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Buku Guru Bahasa Indonesia Wahana Pengetahuan SMP/ MTs Kelas VII Edisi Revisi 2014. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan kebudayaan.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2014. Bahasa Indonesia Wahana Pengetahuan SMP/ MTs Kelas VII Edisi Revisi 2014. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan kebudayaan.

Keraf, Gorys. 1995. Eksposisi dan Deskripsi. Ende Flores: Nusa Indah.

Komaidi, Didik. 2007. Aku Bisa Menulis. Yogyakarta: Sabda Media.

Lapono, Nabisi. dkk. 2008. Belajar dan Pembelajaran SD. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Maliki, Imam. 1999. Pembinaan Bahasa dan Sastra Indonesia.Surabaya: Usaha Nasional.

Muchith, Saekhan. 2008. Pembelajaran Kontekstual. Semarang: RaSAIL Media Group.

Muchlisoh, dkk. 1992. Materi Pokok Pendidikan Bahasa Indnesia 3. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan Pendidikan Tinggi.

Mujiyanto, Yant, Setiawan, Purwadi dan Suryanto. 1999. Puspa Ragam Bahasa Indonesia. Surakarta: FKIP UNS.

Mulyati, Yetti. dkk. 2007. Keterampilan Berbahasa Indonesia SD. Jakarta: Universitas Terbuka.

Muslich, Masnur. 2009. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta: Bumi Aksara.

Narwanti, Sri. 2011. Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Familia.

Nurgiantoro, Burhan. 2001. Penilaian Dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta Anggota IKAPI.

Nurgiyantoro. Burhan. 2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: PT. BPFE

Nursisto. 2000. Penuntun mengarang. Yogyakarta. Adi Cipta Karya Nusa.

Nurudin. 2010. Dasar-dasar Penulisan. Malang: UMM Press.

Olivia, Femi. 2013. 5-7 Menit Asyik Mind Mapping Kreatif. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Parera, Jos Daniel dan Amran Tasai. 1996. Pintar Berbahasa Indonesia 2. Jakarta: Balai Pustaka.

Parera, Jos Daniel. 1993. Menulis Tertib dan Sistematik. Jakarta: Erlangga.

Pusat Bahasa Depdiknas. 2008. KBBI. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional

Rachman, Maman, Aris Munandar, dan Tijan. 2014. Padepokan Karakter: Lokus Membangun Karakter. Semarang: Unnes Press.

Rofi‟uddin, Ahmad dkk. 2001. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi. Malang: Universitas Negeri Malang.

Rohani, Ahmad. 1997. Media Instruksional Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta.

Rosdiana, Yusi. dkk. Bahasa dan Sastra Indonesia di SD. 2008. Jakarta: Universiatas Terbuka.

Sadiman, Arief S., R. Rahardjo, Anung Haryono, dan Rahardjito. 2010. Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya. Jakarta: Rajawali Pers.

Santosa, Puji. dkk. 2008. Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD. Jakarta: Universitas Terbuka.

Soeparno. 1987. Media Pengajaran Bahasa. Yogtakarta: PT Intan Pariwara.

Subana dan Sunarti. 1991. Strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia. Bandung: Pustaka Indonesia.

Subana dan Sunarti. 2011. Strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia. Bandung: Pustaka Setia.

Subyantoro. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Semarang: Universitas Diponegoro.

Sudiati, Vero dan Aloys Widyamartaya. 2005. Kiat Menulis Deskripsi dan Narasi. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.

Sudjana, Nana dan Ahmad Rivai. 2007. Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Sufanti, Main. 2010. Strategi Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Surakarta: Yuma Pustaka.

Suhardi, Didik. 2011. Nilai Karakter: Refleksi untuk Pendidikan Karakter. Yogyakarta: LaksBang Pressindo.

Suparno dan Yunus. 2007. Keterampilan Dasar Menulis. Jakarta: Universitas Terbuka

Suriamiharja, Agus, dkk. 1996. Petunjuk Praktik Menulis. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Suyatno. 2004. Teknik Pembelajaran Bahasa dan Sastra. Surabaya: SIC.

Tarigan, Djago. 1983. Membina Keterampilan Menulis Paragraf dan Pengembangannya. Bandung: Angkasa.

Tarigan, Henry Guntur. 1982. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Tarigan, Henry Guntur. 1985. Pengajaran Kosakata. Bandung: Angkasa.

Tarigan, Henry Guntur. 1991. Metodologi Pengajaran Bahasa. Bandung: Angkasa

Warsono dan Haryanto. 2013. Pembelajaran Aktif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.

Widarso, Wishnubroto. 1992. Kiat Menulis dalam Bahasa Inggris. Yogyakarta: Kanisius.

Wikipedia. Muslich. Blogspot.com/2007/ Jenis Karangan dan Langkah-langkah Mengarang.

Wiyanto, Asul. 2004. Terampil Menulis Paragaraf. Jakarta: Grafindo.

Jelaskan informasi yang bisa kamu tangkap dari setiap paragraf teks deskripsi berikut