Hukum istri tidak memasak untuk suami

Facebook

邮箱或手机号 密码

忘记帐户?

注册

无法处理你的请求

此请求遇到了问题。我们会尽快将它修复。

  • 返回首页

  • 中文(简体)
  • English (US)
  • 日本語
  • 한국어
  • Français (France)
  • Bahasa Indonesia
  • Polski
  • Español
  • Português (Brasil)
  • Deutsch
  • Italiano

  • 注册
  • 登录
  • Messenger
  • Facebook Lite
  • Watch
  • 地点
  • 游戏
  • Marketplace
  • Facebook Pay
  • Oculus
  • Portal
  • Instagram
  • Bulletin
  • 本地
  • 筹款活动
  • 服务
  • 选民信息中心
  • 小组
  • 关于
  • 创建广告
  • 创建公共主页
  • 开发者
  • 招聘信息
  • 隐私权政策
  • Cookie
  • Ad Choices
  • 条款
  • 帮助中心
  • 联系人上传和非用户
  • 设置
  • 动态记录

Meta © 2022

Hukum istri tidak memasak untuk suami
Hukum istri tidak memasak untuk suami

Miftah Nailil Murod, Lc; S. Ud

Hukum istri tidak memasak untuk suami

WAJIBKAH ISTRI MENYIAPKAN HIDANGAN KEPADA SUAMI?

Assalamualaikum, saya mau bertanya apakah seorang istri harus menyiapkan hidang makanan untuk suami, atas jawabannya terima kasih.

Jawaban: Ini kembali ke masalah apakah mengurus pekerjaan rumah itu wajib bagi istri ataukah tidak. Menurut jumhur atau mayoritas ulama pekerjaan tersebut tidaklah wajib.

Namun pendapat yang lebih baik apakah wajib ataukah tidak, ini dilihat dari urf atau kebiasaan masyarakat. Pendapat ini dianut oleh Imam Abul ‘Abbas Syaikhul Islam . Apa maksudnya?

Bagi wanita yang hidup di desa menganggap lumrah dan wajar mengerjakan itu semua seorang diri kecuali memang berat barulah dicarikan pembantu. Namun asalnya wanita pedesaan menganggap semua itu memang sudah jadi kewajibannya sebagai seorang istri. Ketika bangun pagi sudah menyajikan sarapan dan menghidangkan teh, lanjut mencuci, dan menyetrika di siang hari. Mereka pun tahu harus momong dan mengasuh anak-anak. Namun suami tetap dituntut peran sertanya oleh wanita desa untuk meringankan bebannya.

Syaikhul Islam berkata,

ثُمَّ مِنْ هَؤُلَاءِ مَنْ قَالَ: تَجِبُ الْخِدْمَةُ الْيَسِيرَةُ وَمِنْهُمْ مَنْ قَالَ: تَجِبُ الْخِدْمَةُ بِالْمَعْرُوفِ، وَهَذَا هُوَ الصَّوَابُ، فَعَلَيْهَا أَنْ تَخْدُمَهُ الْخِدْمَةَ الْمَعْرُوفَةَ مِنْ مِثْلِهَا لِمِثْلِهِ، وَيَتَنَوَّعُ ذَلِكَ بِتَنَوُّعِ الْأَحْوَالِ: فَخِدْمَةُ الْبَدْوِيَّةِ لَيْسَتْ كَخِدْمَةِ الْقَرَوِيَّةِ، وَخِدْمَةُ الْقَوِيَّةِ لَيْسَتْ كَخِدْمَةِ الضَّعِيفَةِ. الفتاوى الكبرى

“Ada ulama yang menyatakan bahwa wajib bagi istri mengurus pekerjaan rumah yang ringan. Sebagian ulama menyatakan bahwa yang wajib adalah yang dianggap oleh urf atau kebiasaan masyarakat. Pendapat yang terakhir inilah yang lebih tepat. Hendaklah wanita mengurus pekerjaan rumah sesuai dengan yang berlaku di masyarakatnya, itulah yang ia tunaikan pada suami. Ini semua akan berbeda-beda tergantung kondisi. Orang badui dibanding orang kota tentu berbeda dalam mengurus rumah. Begitu pula istri yang kuat dengan istri yang lemah kondisinya berbeda pula dalam hal mengurus rumah.” (Bisa dilihat dalam Fatawa Al Kubro)

Syaikh Muhammad dalam Fatawa Nur ‘alad Darb berkata, “Istri punya kewajiban untuk mengurus rumahnya sebagaimana yang berlaku di masyarakatnya. Berdasarkan hal itu, kami akan berkata berbeda untuk setiap zaman. Mungkin satu waktu, mengurus rumah dengan memasak, membersihkan perkakas, mencuci pakaian suami, pakaiannya dan pakaian anak-anak itu wajib. Begitu pula dalam hal mengurus anak-anak dan mengurus hal-hal yang maslahat di rumah jadi harus. Namun hal ini bisa jadi berbeda di zaman yang berbeda. Di suatu zaman bisa jadi memasak bukan jadi kewajiban, begitu pula dalam hal mencuci pakaian di rumah untuk suami dan anak-anak. Jadi apa yang berlaku di masyarakat, itulah yang diikuti.”

Perlu diingatkan bahwa tetap mengurus rumah tangga bagi istri itu lebih utama daripada ia keluar rumah. Allah berfirman,

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى

“Dan tinggallah kalian di dalam rumah-rumah kalian dan janganlah kalian berdandan sebagaimana dandan ala jahiliah terdahulu” (QS. Al Ahzab: 33).

Ibnu Katsir menafsirkan ayat di atas bahwa janganlah wanita keluar rumah kecuali ada hajat seperti ingin menunaikan shalat di masjid selama memenuhi syarat-syaratnya. Wallahu a`lam

Subki

unread,

Sep 5, 2009, 3:32:22 AM9/5/09

to

Temans saya dapat email sperti berikut, bagaimna komentar teman yang berada di qatar???

Benarkah Istri Tidak Wajib Masak dan Mengurus Rumah?
Rabu, 29 Oktober 2008 11:12

Pertanyaan

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

 Ustadz yg dirahmati Allah,

Saya adalah seorang ibu yg pernah mengikuti tausiyah Ustadz ketika mengisi safari Ramadhan di Qatar.  Mudah2an Ustadz masih ingat materi "memuliakan istri", ketika itu ustadz menjelaskan kewajiban suami dalam hal nafkah,  istri tdk berkewajiban memasak, mencuci, menyetrika dll, (pekerjaan Rmh Tangga), dan dibolehkan meminta hak atas materi kpd suami utk keperluan pribadinya. Apa yg ustadz sampaikan menuai pro kontra diantara kami, apalagi saat itu ustadz tidak secara gamblang menyertakan hadits/ayat Qur'an yg mendasarinya. Pertanyaan saya :

1. Tolong jelaskan hadits/ayat ttg hal tsb diatas, yang rinci ya ustadz.

2. Apakah hal tsb diatas merupakan khilafiyah, diantara para ulama, kalo ya, tolong juga disertakan pendapat2 ulama lainnya.

3. Dalam terjemahan  khutbah terakhir Nabi Muhammad SAW, pada  saat wukuf diarafah, disebutkan" ....dan berikanlah istrimu makanan dan pakain yang layak," secara bhs Arab samakah arti makanan dan bahan makanan, saya mempunyai persepsi hal itu berbeda, krn makanan adalah siap makan, sedangkan bahan makanan adalah siap olah, tetapi saya ragu, karena ini terjemahan, khawatirnya saya salah persepsi..

Terima kasih atas jawabannya, semoga masalah ini menjadi lebih jelas dan kami senantiasa diberi hidayah utk senantiasa ridho dg ketetapan Allah. Amin

Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Widia

Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Apa kabar ibu-ibu sekalian, semoga sehat-sehat ya. Saya mengucapkan terima kasih yang sebesarnya-besarnya atas semua yang telah disiapkan oleh ibu-ibu di Doha Qatar dan di kota-kota lainnya, dalam kesempatan ber-Ramadhan selama saya disana. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan ibu-ibu. Dan saya mohon maaf kalau ada hal-hal yang sekiranya kurang berkenan di hati dan juga merepotkan.

Tentang materi 'memuliakan istri' itu, memang saya mendengar bahwa sempat para bapak komplain, ya. Karena ternyata 'kenikmatan' para bapak selama ini jadi seperti agak dipertanyakan dasarnya.

Sebenarnya bahwa seorang wanita tidak wajib memberi nafkah, baik makanan, minuman, pakaian dan juga tempat tinggal, bukan hal yang aneh lagi. Semua ulama sudah tahu sejak kenal Islam pertama kali. Dan pemandangan itu juga pasti ibu-ibu lihat di Qatar kan. Coba, ibu bisa lihat di pasar dan supermarket di Doha, yang belanja itu bapak-bapak kan? Bukan ibu-ibu, ya?

Nah itu saja sudah jelas kok, bahwa kewajiban memberi makan adalah bagian dari kewajiban memberi nafkah. Dan yang keluar belanja mengadakan kebutuhan rumah sehari-hari yang para suami, bukan para istri. Ibu-ibu kan lihat sendiri di Doha.

Saya sendiri selama di Doha diajak masuk ke tiga mal besar, salah satunya saya masih ingat, Belagio. Nah, saat saya di dalam ketiga mal itu, umumnya saya ketemu dengan laki-laki. Perempuan sih ada, tapi biasanya sama suaminya. Jadi yang belanja kebutuhan sehari-hari bukan ibu, tapi bapak.

Bahkan pertemuan wali murid di sekolah di Doha pun, bukan ibu-ibu yang hadir, tapi bapak-bapaknya. Ini juga menarik, sebab kebiasaan kita di Indonesia, kalau ada pertemuan orang tua / wali murid, yang datang pasti ibu-ibu. Bapak-bapaknya tidak harus dengan alasan pada kerja. Tapi di Doha, yang datang bapak-bapak dan meetingnya dilakukan malam hari, selepas bapak-bapak pulang kerja.

Mana Ayat Quran atau Haditsnya?

Ya, terus terang tidak ada ayat yang menjelaskan sedetail itu, begitu juga dengan hadits nabawi. Maksudnya, kita akan menemukan ayat yang bunyinya bahwa yang wajib masak adalah para suami, yang wajib mencuci pakaian, menjemur, menyetrika, melipat baju adalah para suami.

Kita tidak akan menemukan hadits yang bunyinya bahwa kewajiban masak itu ada di tangan suami. Kita tidak akan menemukan aturan seperti itu secara eksplisit.

Yang kita temukan adalah contoh real dari kehidupan Nabi SAW dan juga para shahabat. Sayangnya, memang tidak ada dalil yang bersifat eksplisit. Semua dalil bisa ditarik kesimpulannya dengan cara yang berbeda.

Misalnya tentang Fatimah puteri Rasulullah SAW yang bekerja tanpa pembantu. Sering kali kisah ini dijadikan hujjah kalangan yang mewajibkan wanita bekerja berkhidmat kepada suaminya. Namun ada banyak kajian menarik tentang kisah ini dan tidak semata-mata begitu saja bisa dijadikan dasar kewajiban wanita bekerja untuk suaminya.

Sebaliknya, Asma' binti Abu Bakar justru diberi pembantu rumah tangga. Dalam hal ini, suami Asma' memang tidak mampu menyediakan pembantu, dan oleh kebaikan sang mertua, Abu Bakar, kewajiban suami itu ditangani oleh sang pembantu. Asma' memang wanita darah biru dari kalangan Bani Quraisy.

Dan ada juga kisah lain, yaitu kisah Saad bin Amir radhiyallahu 'anhu, pria yang diangkat oleh Khalifah Umar menjadi gubernur di kota Himsh. Sang gubernur ketika di komplain penduduk Himsh gara-gara sering telat ngantor, beralasan bahwa dirinya tidak punya pembantu. Tidak ada orang yang  bisa disuruh untuk memasak buat istrinya, atau mencuci baju istrinya.

Loh, kok kebalik? Kok bukan istrinya yang masak dan mencuci?. Nah itulah, ternyata yang berkewajiban memasak dan mencuci baju memang bukan istri, tapi suami. Karena semua itu bagian dari nafkah yang wajib diberikan suami kepada istri. Sebagaimana firman Allah SWT :

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاء بِمَا فَضَّلَ اللّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُواْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. (QS. An-Nisa' : 34)

Pendapat 5 Mazhab Fiqih

Namun apa yang saya sampaikan itu tidak lain merupakan kesimpulan dari para ulama besar, levelnya sampai mujtahid mutlak. Dan kalau kita telusuri dalam kitab-kitab fiqih mereka, sangat menarik.

Ternyata 4 mazhab besar plus satu mazhab lagi yaitu mazhab Dzahihiri semua sepakat mengatakan bahwa para istri pada hakikatnya tidak punya kewajiban untuk berkhidmat kepada suaminya.

1. Mazhab al-Hanafi

Al-Imam Al-Kasani dalam kitab Al-Badai' menyebutkan : Seandainya suami pulang bawa bahan pangan yang masih harus dimasak dan diolah, lalu istrinya enggan unutk memasak dan mengolahnya, maka istri itu tidak boleh dipaksa. Suaminya diperintahkan untuk pulang membawa makanan yang siap santap.

Di dalam kitab Al-Fatawa Al-Hindiyah fi Fiqhil Hanafiyah disebutkan : Seandainya seorang istri berkata,"Saya tidak mau masak dan membuat roti", maka istri itu tidak boleh dipaksa untuk melakukannya. Dan suami harus memberinya makanan siap santan, atau menyediakan pembantu untuk memasak makanan.

2. Mazhab Maliki

Di dalam kitab Asy-syarhul Kabir oleh Ad-Dardir, ada disebutkan : wajib atas suami berkhidmat (melayani) istrinya. Meski suami memiliki keluasan rejeki sementara istrinya punya kemampuan untuk berkhidmat, namun tetap kewajiban istri bukan berkhidmat. Suami adalah pihak yang wajib berkhidmat. Maka wajib atas suami untuk menyediakan pembantu buat istrinya.

3. Mazhab As-Syafi'i

Di dalam kitab Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab karya Abu Ishaq Asy-Syirazi rahimahullah, ada disebutkan : Tidak wajib atas istri berkhidmat untuk membuat roti, memasak, mencuci dan bentuk khidmat lainnya, karena yang ditetapkan (dalam pernikahan) adalah kewajiban untuk memberi pelayanan seksual (istimta'), sedangkan pelayanan lainnya tidak termasuk kewajiban.

4. Mazhab Hanabilah

Seorang istri tidak diwajibkan untuk berkhidmat kepada suaminya, baik berupa mengadoni bahan makanan, membuat roti, memasak, dan yang sejenisnya, termasuk menyapu rumah, menimba air di sumur. Ini merupakan nash Imam Ahmad rahimahullah. Karena aqadnya hanya kewajiban pelayanan seksual. Maka pelayanan dalam bentuk lain tidak wajib dilakukan oleh istri, seperti memberi minum kuda atau memanen tanamannya.

5. Mazhab Az-Zhahiri

Dalam mazhab yang dipelopori oleh Daud Adz-Dzahiri ini, kita juga menemukan pendapat para ulamanya yang tegas menyatakan bahwa tidak ada kewajiban bagi istri untuk mengadoni, membuat roti, memasak dan khidmat lain yang sejenisnya, walau pun suaminya anak khalifah.

Suaminya itu tetap wajib menyediakan orang yang bisa menyiapkan bagi istrinya makanan dan minuman yang siap santap, baik untuk makan pagi maupun makan malam. Serta wajib menyediakan pelayan (pembantu) yang bekerja menyapu dan menyiapkan tempat tidur.

Pendapat Yang Berbeda

Namun kalau kita baca kitab Fiqih Kontemporer Dr. Yusuf Al-Qaradawi, beliau agak kurang setuju dengan pendapat jumhur ulama ini. Beliau cenderung tetap mengatakan bahwa wanita wajib berkihdmat di luar urusan seks kepada suaminya.

Dalam pandangan beliau, wanita wajib memasak, menyapu, mengepel dan membersihkan rumah. Karena semua itu adalah imbal balik dari nafkah yang diberikan suami kepada mereka.

Kita bisa mafhum dengan pendapat Syeikh yang tinggal di Doha Qatar ini, namun satu hal yang juga jangan dilupakan, beliau tetap mewajibkan suami memberi nafkah kepada istrinya, di luar urusan kepentingan rumah tangga.

Jadi para istri harus digaji dengan nilai yang pasti oleh suaminya. Karena Allah SWT berfirman bahwa suami itu memberi nafkah kepada istrinya. Dan memberi nafkah itu artinya bukan sekedar membiayai keperluan rumah tangga, tapi lebih dari itu, para suami harus 'menggaji' para istri. Dan uang gaji itu harus di luar semua biaya kebutuhan rumah tangga.

Yang sering kali terjadi memang aneh, suami menyerahkan gajinya kepada istri, lalu semua kewajiban suami harus dibayarkan istri dari gaji itu. Kalau masih ada sisanya, tetap saja itu bukan lantas jadi hak istri. Dan lebih celaka, kalau kurang, istri yang harus berpikir tujuh keliling untuk mengatasinya.

Jadi pendapat Syeikh Al-Qaradawi itu bisa saja kita terima, asalkan istri juga harus dapat 'jatah gaji' yang pasti dari suami, di luar urusan kebutuhan rumah tangga.

Perempuan Dalam Islam Tidak Butuh Gerakan Pembebasan

Kalau kita dalami kajian ini dengan benar, ternyata Islam sangat memberikan ruang kepada wanita untuk bisa menikmati hidupnya. Sehingga tidak ada alasan buat para wanita muslimah untuk latah ikut-ikutan dengan gerakan wanita di barat, yang masih primitif karena hak-hak wanita disana masih saja dikekang.

Islam sudah sejak 14 abad yang lalu memposisikan istri sebagai makhuk yang harus dihargai, diberi, dimanjakan bahkan digaji. Seorang istri di rumah bukan pembantu yang bisa disuruh-suruh seenaknya. Mereka juga bukan jongos yang kerjanya apa saja mulai dari masak, bersih-bersih, mencuci, menyetrika, mengepel, mengantar anak ke sekolah, bekerja dari mata melek di pagi hari, terus tidak berhenti bekerja sampai larut malam, itu pun masih harus melayani suami di ranjang, saat badannya sudah kelelahan.

Kalau pun saat ini ibu-ibu melakukannya, niatkan ibadah dan jangan lupa, lakukan dengan ikhlas. Walau sebenarnya itu bukan kewajiban. Semoga Allah SWT memberikan pahala yang teramat besar buat para ibu sekalian. Dan semoga suami-suami ibu bisa lebih banyak lagi mengaji dan belajar agama Islam.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

http://warnaislam.com/

Hanif

unread,

Sep 5, 2009, 7:27:16 AM9/5/09

to

salam,

berikut pandangan asatidz di syariah online

intinya adalah ta'awun. Sebagai keluarga tentu harus saling bantu dan bukan saling menuntut. 

hanif

Diday Tea

unread,

Sep 5, 2009, 5:01:35 PM9/5/09

to

Ya..
Suami dengan istri idealnya adalah bekerja sama dalam setiap hal.

Artikel sebelumnya, memang tidak ada yang salah. Tapi malah memberi kesan seolah-olah istri dan suami adalah "musuh" yang harus menghitung untung rugi di antara masing-masing.

Basic conceptnya kan, sepasang suami istri dan keluarga bekerjasama untuk bisa meraih kebahagiaan di akhirat nanti, hanya itu.

Sangat menguntungkan jika kita telah menikah.

Setiap ucapan sayang, insyaallah jadi pahala..
Setiap hal kecil yang kita lakukan untuk keluarga, insyaallah akan jadi kebaikan untuk kita di akhirat nanti.

Buatlah keseimbangan dalam rumah-tangga. Seimbang dalam tugas.

Rumah-tangga adalah sebuah "PERUSAHAAN" yang sangat kompleks. Tentunya harus ada konsep managerial yang jelas.

Jangan pernah ada yang merasa dirugikan. Itu hanya masalah bagi-bagi tugas yang kurang proporsional.

Jangan buat rumah-tangga kita "mengalir" begitu saja. Buat konsep, buat visi dan misi.

Selalu berorientasi ke masa depan. Insyaallah, pertanyaan seperti judul posting pertama itu tidak akan pernah muncul. Karena itu akan menjadi kehormatan untuk sang istri, bisa menjadi jalan ke surga..jika ikhlas tentunya.. :)

Maaf, jika malah jadi artikel...tadinya saya hanya bermaksud menanggapi seadanya, tapi jari  malah terus menari-nari di atas keyboard..

Salam.

Didaytea!

shanti_eka

unread,

Sep 6, 2009, 5:59:04 AM9/6/09

to tentangqatar

Pendapat sebagai seorang istri, seharusnya artikel ini memang
disebarluaskan, karena masi banyak bapak-bapak yang "kurang
mengetahui", dan menyerahkan semua urusan RT (dapur, seterikaan, dll)
kepada istrinya, dengan anggapan istri sudah diberi "nafkah". Padahal
nafkah yang diberikan sebagian besar hanya untuk membeli kebutuhan
rumah tangga dan kebutuhan anak-anaknya. Sementara untuk kebutuhan
pribadi istri kurang ditanggapi.

Atau malah menganggap istri sudah diberi "nafkah" kebanyakan, sehingga
suami berhak meminta ini itu kepada istri.

Ketahuilah bapak-bapak (yang belum tau..), istri juga manusia biasa,
punya capek dan keinginan sendiri.. (terinspirasi dengan banyaknya
status ibu-ibu di facebook yang memanggil dirinya sendiri Inem, dan
suaminya Juragan.. please deh!! )

P.S. : ini bukan curhatan pribadi lho, Alhamdulillah suami saya sejak
jaman dulu kala sering membantu memasak dan mencuci baju--> pake mesin
cuci.

Makmuri Kasirun

unread,

Sep 6, 2009, 8:42:05 AM9/6/09

to

Iya sebarkan aja nanti kalo istri2x dah ga pada nurut sama suami2x

tinggal suami2x cari lagi yg nurut.....???!!!

Piss juga ah salam buat suaminya bu shanti....salam perdamaian dari saya junior....

Gimana Suaminya Bu santhi ( kalo ga salah Pa Ferd...n)
Siji wae ra entek2x rek po mnaeh loro, ga kuat cak

________________________________________
From: [] On Behalf Of shanti_eka []
Sent: Sunday, September 06, 2009 12:59 PM
To: tentangqatar
Subject: [tentangqatar] Re: Fw: Benarkah Istri Tidak Wajib Masak dan Mengurus Rumah?

H Basuni

unread,

Sep 6, 2009, 2:49:17 PM9/6/09

to


Bergurulah pada ustadz -ustadz yang bijak yang luas ilmunya,..tidak hanya sebatas mengartikan bahasa arab secara harfiyah....Dalam Kitab Al-Jawahir WaTauqit ada semua apa kewajigan dan hak  istri dan suami..dengan memakai Ijma dan Qiyas Ulama...bagi yang percaya Ijma dan Qiyas Ulama..Bagi yang tidak percaya dan memakainya...sampai jumpa di Yaumul Hisab siapa yang merugi dan beruntung antar kita dan para Ulama Salaf.seperti wali Songo dan sejenisnya...he..he..

Iskandar A

unread,

Sep 6, 2009, 4:00:14 PM9/6/09

to

Saya baru tau kalo rumah tangga yg dibangun bersama ada pamrihnya

Menurut saya keluarga dibina sebagai satu kesatuan, gak ada pamrih….kalo gak ada yg bs diberikan…bagaimana bs memberi istri gaji?...contoh: kehidupan Fatimah r.a.

Bukankah membangun keluarga adalah ibadah bagi suami dan istri, ada hal2 yg lebih penting spt membesarkan anak dgn hidup lebih berkualitas dan memberikan anak pendidikan yg terbaik dr pada memelihara konsep menggaji istri, bukankah sisuami juga gak mendapatkan gaji dr apa yg sudah dia dapatkan?...kita beli baju sama2, beli kebutuhan masing2 sama2, makan sama2, entertain sama2…perhiasan, kosmetika dipenuhi…lantas apa lagi?

Kalo saya fikir, konsep memberikan gaji kepada istri justru merendahkan martabat istri, sama hal nya dengan menyetarakan istri dgn pembantu dan membentuk mental istri menjadi mental pembantu.

Kadang memang ada suami yg menzolimi istri ….tp banyak juga kejadian istri yg menzolimi suami, contoh pd film suami-suami takut istri….hex3..

Kalo kasusnya begini yg salah orgnya, bukan yg sudah ada..

Saya juga setuju dgn Pak Basuni, bergurulah dengan ustadz-2 yg ilmunya luas dan ber aqidah baik.

farouq

unread,

Sep 6, 2009, 6:25:41 PM9/6/09

to

Istri yang baik adalah istri yang sholehah, patuh dan menghargai suami.

Suami yang baik adalah suami yang sholeh, bertanggung jawab, menghargai istri dan menjadikan istri sebagai perhiasan.

Urusan makanan, nyuci, uang saku/gaji, bersih2 rumah.... itu mah urusan intern masing2 dan tergantung pribadi masing2.

jika istri sudah nggak nurut or patuh sama suami.., masih banyak yang mau patuh dan nurut.

jika suami sudah nggak menghargai istri... mungkin ada yg lebih baik dari suaminya...

banyak jalan menuju roma.., kuncinya adalah sayang, menghargai, ikhlas dan pengertian.

insyaAllah.

Mustafa Kamalullah

unread,

Sep 6, 2009, 11:17:34 PM9/6/09

to

Si ustadz tidak salah, hanya saja apa yang disampaikan masih dalam bentuk “kalimat bersayap”.

Ayat Al Quran atau Hadist yang artinya seorang istri wajib memasak atau mengurus rumah memang tidak ada. Hanya saja, dalil bahwa istri WAJIB PATUH pada suami, itu ada., kecuali terhadap yang dilarang oleh Allah SWT.  Bahkan, kewajiban istri patuh terhadap suami bisa melebihi kepatuhannya terhadap kedua orangtuanya. Hal ini terbilang sering disampaikan pada ceramah-ceramah singkat.

Nah, apakah memasak dan mengurus rumah wajib hukumnya ? Kalau diperintah suami, maka wajiblah istri melaksanakannya.

Masalahnya, apa perlu hal yang demikian itu diwujudkan dalam sebuah perintah yang tegas? Ibarat “standing order” yang hanya ada ditempat kita bekerja. Lazimnya ya ndak perlu. Masing-masing ya tau aja apa yang harus dikerjakan untuk keharmonisan rumah tangga yang sama-sama  dicintai. Kalau dibiarkan segalanya dikerjakan oleh istri dan sampai kecapekan, yang repot kan sang suami juga nantinya. Giliran istri diajak “ronda” udah nggak punya energy lagi. Begitu juga kalau sang istri keasyikan nonton sinetron atau chatting di fesbok sehingga memasak dan urusan rumah tangga jadi terbengkalai. Yang repot nanti ya istri juga karena suaminya bakalan cari “makan” diluar.

So, jadi bagaimana ?

Gimana ya? … … … mari kita belajar lebih banyak lagi, termasuk diskusi di milis ini.

Semoga bermanfaat, salam.

MK


Disclaimer: The information in this message is confidential and may be legally privileged. It is intended solely for the addressee. Access to this message by another person is not permitted. If you are not the intended recipient, any disclosure, copying, distribution or any action taken or omitted to be taken in reliance on it, is prohibited and may be unlawful. If you have received this e-mail by mistake, please e-mail the sender by replying to this message, and deleting the original and any printout thereof.

Legal Department

Hanif

unread,

Sep 7, 2009, 12:04:21 AM9/7/09

to

salam,

tambahan informasi, ada emirati yg menceraikan istrinya yg emirati dan malah kawin dg pembantunya yg filipina (yg boleh dibilang kalah secara fisik dg arab tapi menang dalam hal house works)

Mustafa Kamalullah

unread,

Sep 7, 2009, 8:30:04 AM9/7/09

to

:))
dapettt aja referensi yg diperlukan.
Arabic yg jatuh hati pada indonesie juga banyak, alasan yg paling sering kita dengar adalah: "wanita indonesie sangat telaten mengurus keluarganya". So, banggalah jadi wanita indonesie.
Sori kalau OOT.

Salam
________________________________________
From: [] On Behalf Of Hanif []
Sent: Monday, September 07, 2009 7:04 AM
To:

Subject: [tentangqatar] Re: Fw: Benarkah Istri Tidak Wajib Masak dan Mengurus Rumah?

2009/9/7 Mustafa Kamalullah <<mailto:>>

Si ustadz tidak salah, hanya saja apa yang disampaikan masih dalam bentuk “kalimat bersayap”.

Ayat Al Quran atau Hadist yang artinya seorang istri wajib memasak atau mengurus rumah memang tidak ada. Hanya saja, dalil bahwa istri WAJIB PATUH pada suami, itu ada., kecuali terhadap yang dilarang oleh Allah SWT. Bahkan, kewajiban istri patuh terhadap suami bisa melebihi kepatuhannya terhadap kedua orangtuanya. Hal ini terbilang sering disampaikan pada ceramah-ceramah singkat.

Nah, apakah memasak dan mengurus rumah wajib hukumnya ? Kalau diperintah suami, maka wajiblah istri melaksanakannya.

Masalahnya, apa perlu hal yang demikian itu diwujudkan dalam sebuah perintah yang tegas? Ibarat “standing order” yang hanya ada ditempat kita bekerja. Lazimnya ya ndak perlu. Masing-masing ya tau aja apa yang harus dikerjakan untuk keharmonisan rumah tangga yang sama-sama dicintai. Kalau dibiarkan segalanya dikerjakan oleh istri dan sampai kecapekan, yang repot kan sang suami juga nantinya. Giliran istri diajak “ronda” udah nggak punya energy lagi. Begitu juga kalau sang istri keasyikan nonton sinetron atau chatting di fesbok sehingga memasak dan urusan rumah tangga jadi terbengkalai. Yang repot nanti ya istri juga karena suaminya bakalan cari “makan” diluar.

So, jadi bagaimana ?

Gimana ya? … … … mari kita belajar lebih banyak lagi, termasuk diskusi di milis ini.

Semoga bermanfaat, salam.

MK

________________________________

From: <mailto:> [<mailto:>] On Behalf Of shanti_eka [<mailto:>]

Sent: Sunday, September 06, 2009 12:59 PM
To: tentangqatar
Subject: [tentangqatar] Re: Fw: Benarkah Istri Tidak Wajib Masak dan Mengurus Rumah?

Pendapat sebagai seorang istri, seharusnya artikel ini memang
disebarluaskan, karena masi banyak bapak-bapak yang "kurang
mengetahui", dan menyerahkan semua urusan RT (dapur, seterikaan, dll)
kepada istrinya, dengan anggapan istri sudah diberi "nafkah". Padahal
nafkah yang diberikan sebagian besar hanya untuk membeli kebutuhan
rumah tangga dan kebutuhan anak-anaknya. Sementara untuk kebutuhan
pribadi istri kurang ditanggapi.

Atau malah menganggap istri sudah diberi "nafkah" kebanyakan, sehingga
suami berhak meminta ini itu kepada istri.

Ketahuilah bapak-bapak (yang belum tau..), istri juga manusia biasa,
punya capek dan keinginan sendiri.. (terinspirasi dengan banyaknya
status ibu-ibu di facebook yang memanggil dirinya sendiri Inem, dan
suaminya Juragan.. please deh!! )

P.S. : ini bukan curhatan pribadi lho, Alhamdulillah suami saya sejak
jaman dulu kala sering membantu memasak dan mencuci baju--> pake mesin
cuci.

________________________________

Get your new Email address! <http://sg.rd.yahoo.com/aa/mail/domainchoice/mail/signature/*http:/mail.promotions.yahoo.com/newdomains/aa/>

Grab the Email name you've always wanted before someone else does!

________________________________

Disclaimer: The information in this message is confidential and may be legally privileged. It is intended solely for the addressee. Access to this message by another person is not permitted. If you are not the intended recipient, any disclosure, copying, distribution or any action taken or omitted to be taken in reliance on it, is prohibited and may be unlawful. If you have received this e-mail by mistake, please e-mail the sender by replying to this message, and deleting the original and any printout thereof.

Legal Department

-----------------------------------------

shanti_eka

unread,

Sep 7, 2009, 6:44:01 AM9/7/09

to tentangqatar

Hehehe.. jadi rame sekali ya bapak-bapak ini, sampe Pak Makmuri bilang
cari lagi istri yang nurut.. mungkinkah ini simbol dari ketakutan
suami-suami?

Once again, rumah tangga itu kan intinya kerjasama.. bukan trus nanti
kalo istrinya ga nurut trus cari lagi.. saya pikir itu tergantung
suami sebagai IMAM keluarga untuk MENGARAHKAN istrinya, betul
tak.. ??

Cara mengarahkan gimana? antara lain ya beri apresiasi atas apa yang
dikerjakan, kerjaan rumah tangga itu berat sekali lo bapak-bapak, trus
kalo menginginkan sesuatu mintalah dengan baik (sedikit merayu juga
boleh, hehehe).. istri dikasi uang pribadi bukan menjadikan sebagai
pembantu, malah kita senaaaaang sekali dikasi jatah bulanan, apart
from monthly expenses.. coba deh ditanya istri masing, 'Ma/Bu/Dek/
Sayang, kira-kira kalo dikasi jatah bulanan tersendiri mau tak?".
Rasanya beda lo bapak-bapak (walaupun saya kerja tapi seneeeng sekali
kalo dikasi duit sama suami, walaupun cuma QR 100, kalo QR 50 si
protes, kurang, hehehe..). Meskipun juga kalo ATM dibawa istri, tapi
seorang istri yang baik akan SUNGKAN membelanjakan, takut mengurangi
tabungan dll.. (tapi tentang ini sih tergantung karakteristik istri
dan suami ya..)

Posisi istri ya sudah clearly stated di Quran dan Hadist lah, itu tak
perlu dibantah lagi.. tinggal suami2 aja memberikan pengetahuan itu
terhadap istri, yet tetep memperhatikan dengan kasih sayang. e.g. :
istri senang sekali kalo tiba2 suami mau bantuin kerjaan rumah, walau
dikiiiit...:))

P.S: Pak Makmuri, bettul, saya istri dari Pak F*r***n. dan saat ini
kami sedang belajar bersama, dalam membangun rumah tangga maupun dalam
keagamaan:))

Makmuri Kasirun

unread,

Sep 7, 2009, 3:27:53 PM9/7/09

to

Nah itulah bu santi, terus terang saya takut masuk neraka hanya karena saya tidak bisa menjadi imam dari keluarga saya
(terutama istri dan anak saya), dalam sepengetahuan saya yang namanya Imam itu harus diikuti, dan jika imam itu salah diingatkan....
Kalo masalah membangun rumah tangga bersama itu betul sekali, dan saling membantu pekerjaan itu ga perlu dituangkan dalam standing insstruction kaya dipabrik, toh kita juga sudah sama2x dewasa dan saling menyadari posisi masing2x,

Sebagai contoh misalnya Suami pulang kerja Pabrik Shutdown, banyak sekali pekerjaan...terus begitu pulang lapar...cape,,,...dan dalam perjalanana pulang suami sudah membayangkan satu gelas teh manis hangat, samma tempe mendoan, tapi ternyata setelah sampai dirumah, tidak mendapatkan apa2x
Bahkan siIstri bilang Saya tidak masak, kalau mau makan masak aja sendiri...Apakah itu bisa dibenarkan, saya pikir tidak.
Kecuali jika Istri dalam kondisi sakit, atau memang tidak ada bahan makanan yang untuk dimasak, itu baru bisa dibenarkan

Semua orang berumah tangga itu belajar bersama, karena pada hakekatnya kita belajar untuk menyelaraskan dua arah pikiran yang berbeda,tidak mungkin dua buah pikiran disatukan plek sama persis...

Ada sebuah hadis tentang pertanggung jawaban seorang Imam ( pemimpin) :
Semua kamu adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang imam (amir) pemimpin dan bertanggung jawab atas rakyatnya. Seorang suami pemimpin dalam keluarganya dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang isteri pemimpin dan bertanggung jawab atas penggunaan harta suaminya. Seorang pelayan (karyawan) bertanggung jawab atas harta majikannya. Seorang anak bertanggung jawab atas penggunaan harta ayahnya. (HR. Bukhari dan Muslim)

Jadi kalo menurut saya tidak ada alasan seorang istri untuk tidak patuh kepada suami, selama perintah dan bimbingan suami tidak menyalahi aturan Alloh SWT, dan Rosul -Nya.

Maaf jika banyak kekurangan dan jika tidak berkenan

Sent: Monday, September 07, 2009 1:44 PM

To: tentangqatar
Subject: [tentangqatar] Re: Fw: Benarkah Istri Tidak Wajib Masak dan Mengurus Rumah?

fery yulianto

unread,

Sep 7, 2009, 3:04:52 PM9/7/09

to


Subject: [tentangqatar] Re: Fw: Benarkah Istri Tidak Wajib Masak dan Mengurus Rumah?

Sayid M Zein

unread,

Sep 7, 2009, 9:26:31 PM9/7/09

to

Menurut Rasulullah SAW perempuan yg baik itu ada 3 kategori : 1. kalo
dipandang bs m'gembirakan suaminya. 2. bila diperintah dia ta'at krn pngaruh
agama. Rasulullah SAW bersabda: "andaikata saja boleh aku mmerintahkan
manusia sujud kpd... sesama manusia, pastilah aq printahkan perempuan utk
sujud kpd suaminya, krn besar hak suami'y kpd dirinya". 3. dia sanggup
memelihara kehormatan diri dan pandai menjaga harta suami'y

Zen

Sent: Monday, September 07, 2009 5:44 PM
To: tentangqatar
Subject: [tentangqatar] Re: Fw: Benarkah Istri Tidak Wajib Masak dan
Mengurus Rumah?

Zaldi

unread,

Sep 8, 2009, 1:51:54 AM9/8/09

to

Nah kalo masalah tempe mendoan & teh manis ini perlu adanya komunikasi antara suami & istri.

itu aja kuncinya... jd sebelum pulang kerja telpon dulu ... dah tersedia blom tempe mendoan & teh manis krn habis shut down nih..

kalo nggak gimana solusinya...ini advice aja lho..kali aja si istri lagi "Mber".. katanya kan males ngapa2 in ya. atau ke Central Indo dulu beli & makan sama2...(walaupun dah makan dulu disana hiks...)

TFuad

unread,

Sep 8, 2009, 3:35:28 AM9/8/09

to

Sulit memahami perkembangan zaman sekarang...tapi banyak contoh..tinggal induvidu masing-masing mau pilih yg mana...

1. Anang dan Krisisdayanti.....bubar karena terjadi (terdapat) 2 imam dalam rumah tanganya.
2. Sophan Sopian dan Widiawati....tetap rukun sampai salah satunya pergi menghadap yg Mahakuasa...dan pasangan yg ditinggal tetap setia....karena hanya ada satu imam dalam rumah tangga mereka.

Tinggal sekarang bagaimana menjadi imam yg baik dan makmum yg baik pula...no debate about it...

T. Fuad

--- On Tue, 9/8/09, Sayid M Zein <> wrote:

H Basuni

unread,

Sep 8, 2009, 8:14:02 AM9/8/09

to

Apakah wajib seorang istri memasak untuk suami?

Meski pada hakikatnya seorang istri tidak memiliki kewajiban untuk mencuci dan memasak, tetap dianjurkan agar seorang istri melakukannya untuk suami. Hal ini dikarenakan sebagai bentuk rasa kasih sayang seorang istri kepada suami.

Apakah memasak tugas istri dalam Islam?

Namun ternyata, menurut Islam, tugas istri dalam keluarga tak ada mencuci atau memasak.

Siapa yang wajib memasak dalam Islam?

Jadi, kesimpulannya adalah memasak itu tugas bersama, istri maupun suami, dalam berumah tangga. Jika istri rida untuk selalu memasak bagi suami dan keluarga, maka pahala melimpah baginya.

Apakah istri wajib melakukan pekerjaan rumah tangga?

Seorang isteri wajib untuk melayani suaminya terutama dalam urusan pekerjaan rumah tangga. Pelayanan seorang istri kepada suaminya adalah sesuatu yang lumrah, seperti isteri memasak untuk suami, mencuci baju, dan pekerjaan yang sejenis.