YOGYAKARTA– Direktur Halal Center Fakultas Peternakan (Fapet) Universitas Gadjah Mada (UGM) Nanung Danar Dono SPt MP PhD mengatakan bahwa daging hewan halal yang tidak disembelih secara syar’I, hukumnya haram. Hewan kurban yang belum mati, dilarang untuk dipotong kakinya, ekornya, dan dikuliti. Hal tersebut diungkapkan Nanung, dalam Pelatihan Penyembelihan Hewan dan Penanganan Daging Qurban yang Higienis, Selasa (15/8) di Kampus Fapet UGM, Yogyakarta. “Mengapa daging kurban bisa haram? Jika hewan belum mati namun sudah dipotong kakinya, atau dipotong ekornya, atau malahan dikuliti, maka artinya kita memotong kaki binatang atau memotong ekornya, atau mengulitinya hidup-hidup. Hewan bisa kesakitan, dan mati bukan karena disembelih, namun karena kesakitan yang luar biasa,” ujar dia. Nanung menjelaskan, untuk memastikan bahwa hewan benar-benar telah mati adalah dengan mengecek salah satu dari tiga refleksnya, yaitu refleks mata, refleks kuku, dan refleks ekor. Tiga AreaIa mengatakan, ada tiga area yang dapat dicek untuk memastikan apakah hewan kurban sudah mati atau belum. Pertama, mengecek refleks mata dengan menggunakan ujung jari untuk menyentuh pupil mata. Jika masih bereaksi atau berkedip, artinya sarafnya masih aktif dan hewannya masih hidup. Namun jika sudah tidak bereaksi lagi, maka artinya hewan mati. Kedua, mengecek refleks ekor sebagai salah satu tempat berkumpulnya ujung-ujung saraf yang sangat sensitif. “Setelah hewan disembelih dan diam saja, kita pencet batang ekornya. Jika ia masih bereaksi, itu artinya sarafnya masih aktif dan hewannya masih hidup. Namun jika hewan tidak bereaksi ketika dipencet-pencet batang ekornya, artinya ia sudah mati,” jelas Nanung yang juga dosen pada Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Fapet UGM. Ketiga, mengecek refleks kuku sebab hewan sapi, kerbau, unta, kambing, dan domba adalah hewan berkuku genap (ungulata). Di antara kedua kuku kaki hewan-hewan tersebut, terdapat bagian yang sangat sensitif. “Tusuk pelan bagian itu menggunakan ujung pisau yang runcing. Jika masih bereaksi, artinya hewannya masih hidup. Namun, jika diam saja, artinya ia sudah mati,” jelas dia. Selain itu, lanjut Nanung, sering ditemui panitia kurban yang tidak sabar menunggu hewan benar-benar mati. Sehingga, saluran yang menghubungkan antara otak dan jantung (spinal cord) diputus agar hewan cepat mati. “Ketika kita menyembelih hewan, darah memancar dari leher depan karena jantung memompa darah keluar. Jantung memompa darah karena ada perintah dari otak. Ketika kabel antara otak dan jantung diputus, hubungan otak dan jantung otomatis akan terputus sehingga jantung tidak dapat memompa darah secara maksimal. Ketika darah tidak keluar secara maksimal, maka akan menjadi timbunan bakteri yang sangat banyak. Akibatnya, daging akan cepat membusuk,” jelas Nanung. Selain memerhatikan tiga refleks tersebut, harus diperhatikan juga bahwa dalam menyembelih hewan ternak harus memotong tiga saluran pada leher bagian depan. “Proses penyembelihan yang benar harus memotong tiga saluran, yaitu saluran nafas (kerongkongan), saluran makanan (tenggorokan), dan pembuluh darah (arteri karotis dan vena jugularis),” imbuh Nanung. Pra-Pasca Penyembelihan “Penting juga untuk mengistirahatkan ternak sebelum disembelih. Hewan yang stress karena kelelahan atau ketakutan akan mengakibatkan kualitas daging menjadi turun,” ujar Nanung. Konsep ASUH Menurut dia, aman berarti tidak mengandung bibit penyakit dan obat-obatan yang dapat mengganggu kesehatan. Sehat berarti memiliki zat-zat yang bergizi dan berguna bagi kesehatan dan pertumbuhan. Utuh berarti tidak dicampur dengan bagian lain dari hewan lain. “Halal berarti dipotong dan ditangani sesuai dengan syariat agama Islam,” ujar Nurliyani. Simpan Daging Nurliyani menambahkan, daging sebaiknya tidak dibiarkan dalam suhu ruangan. Selama berada di suhu ruangan, daging dapat ditumbuhi bakteri yang kemungkinan menghasilkan racun. “Bakteri bisa mati setelah daging dimasak, tetapi racunnya tetap ada (tidak rusak oleh panas). Daging sapi dapat disimpan di dalam refrigerator jika akan dimasak dalam 3—5 hari, dan simpan di freezer jika masih akan dimasak dalam waktu yang lama. Daging sapi dapat bertahan 4—6 bulan di freezer,” jelasnya. Untuk pengawetan daging, Nurliyani menyebutkan beberapa teknik seperti penggaraman (salting) dan pemasakan basah. Penggaraman, jelas dia, berfungsi untuk menghambat mikrobia dan memperpanjang umur simpan produk daging. Sementara itu, ada beberapa teknik pemasakan basah seperti merebus, simmering (memasak dengan air panas tetapi tidak sampai mendidih), swissing (memasak daging dengan sedikit air untuk daging empuk), dan mengukus. Saksikan live streaming program-program BeritaSatu TV di sini Sumber: Investor Daily
Cara menyembelih hewan menurut islam adalah dengan cukup pisau yang tajam. Namun cara ini dianggap kejam oleh orang-orang barat (non muslim) benarkah? Rasulullah SAW. bersabda : “Sesungguhnya Allah menetapkan kebaikan (ihsan) pada segala sesuatu, maka jika kalian membunuh hendaklah kalian berbuat ihsan dalam membunuh, dan apabila kalian menyembelih, maka hendaklah berbuat ihsan dalam menyembelih, (yaitu) hendaklah salah seorang dari kalian menajamkan pisaunya agar meringankan binatang yang disembelihnya” (HR. Muslim). Menurut mereka orang orang barat, kalau kita ingin mengkonsumsi daging binatang ternak, maka haruslah dengan cara yang baik, tidak dengan menyiksa atau menganiaya ternak semacam itu. Cara yang terbaik, menurut mereka, adalah dengan memingsankan ternak terlebih dahulu, untuk selanjutnya disembelih setelah tidak sadar (pingsan). Pemingsanan dapat dilakukan dengan berbagai alat pemingsan, seperti : stunning gun, pembiusan, atau menggunakan arus listrik. Setelah pingsan, hewan tersebut tidak akan merasa kesakitan. Cara seperti ini mereka yakini sebagai cara yang terbaik, karena hewan tidak meronta-ronta, tidak nampak kesakitan, tidak nampak teraniaya, dan sepertinya tidak merasa sakit karena telah pingsan. Metode pemingsanan yang dikatakan terbaik yang sering mereka lakukan adalah dengan cara memukul bagian tertentu di kepala ternak dengan kecepatan tertentu dan beban tertentu. Alat yang dipakai untuk membuat pingsan adalah Captive Bolt Pistol (CBP). Cara inilah yang mereka klaim sebagai cara terbaik dan paling manusiawi. Selain itu, cara ini dapat melindungi pekerja dari kemungkinan kecelakaan. Subhaanallah, di tengah-tengah kegundahan umat Islam, dengan sengaja Allah Swt. telah kirimkan jawabannya melalui 2 orang staf ahli peternakan dari Hannover University, sebuah universitas terkenal di Jerman. Beliau berdua adalah Prof. Dr. Schultz dan koleganya, Dr. Hazim. Berdua beliau memimpin suatu tim penelitian yang terstruktur untuk menjawab pertanyaan: manakah yang lebih manusiawi dan paling tidak sakit, penyembelihan secara Syari’at Islam (tanpa proses pemingsanan), atau penyembelihan dengan cara Barat (dengan pemingsanan). Beliau berdua merancang penelitian sangat canggih mempergunakan sekelompok sapi yang telah cukup umur (dewasa). Pada permukaan otak kecil sapi-sapi tersebut dipasang elektroda tertentu (microchip) yang disebut Electro-Encephalograph (EEG). EEG dipasang pada permukaan otak yang menyentuh titik (panel) rasa sakit di permukaan otak. Alat ini dipakai untuk merekam dan mencatat derajat atau tingkatan rasa sakit sapi ketika disembelih. Pada jantung sapi-sapi tersebut juga dipasang Electro-Cardiograph (ECG) untuk merekam aktivitas jantung saat darah keluar. Untuk menekan kesalahan, sapi dibiarkan beradaptasi dengan EEG dan ECG (yang telah terpasang) beberapa pekan. Setelah masa adaptasi dianggap cukup, separuh sapi disembelih secara Syari’at Islam dan separuh sisanya disembelih secara Metode Barat. Syari’at Islam menuntunkan penyembelihan dilakukan dengan menggunakan pisau yang sangat tajam dengan memotong 3 saluran pada leher bagian depan (saluran makanan, saluran nafas, serta 2 saluran pembuluh darah, yaitu : arteri karotis dan vena jugularis). Syari’at Islam tidak merekomendasikan pemingsanan. Sebaliknya, Metode Barat (Western Method) mengajarkan ternak dipingsankan dahulu sebelum disembelih. Selama penelitian, grafik EEG dan ECG pada seluruh ternak dicatat untuk merekam keadaan otak dan jantung semenjak sebelum pemingsanan (atau penyembelihan) hingga hewan ternak benar-benar mati. Nah, hasil penelitian inilah yang kita tunggu-tunggu! Hasil penelitian Prof. Schultz dan Dr. Hazim di Hannover University Jerman adalah sebagai berikut : Penyembelihan menurut Tuntunan Syari’at Islam
Penyembelihan ala Barat (Western Method)
Maha Suci Allah! Meronta-ronta dan meregangkan otot pada saat ternak disembelih ternyata bukanlah ekspresi rasa sakit! Sangat jauh berbeda dengan dugaan kita sebelumnya! Bahkan mungkin sudah jamak menjadi keyakinan kita bahwa setiap darah yang keluar dari anggota tubuh yang terluka pastilah disertai rasa sakit dan nyeri. Lebih-lebih yang terluka adalah leher dengan luka terbuka yang menganga lebar…! Hasil penelitian Prof. Schultz dan Dr. Hazim berhasil membuktikan bahwa pisau yang mengiris leher (ref. Syari’at Islam) tidaklah ‘menyentuh’ saraf rasa sakit. Beliau berdua menyimpulkan bahwa ekspresi sapi meronta-ronta dan meregangkan otot bukanlah akibat rasa sakit, tetapi hanyalah ekspresi ‘keterkejutan saraf dan otot’ saja (yaitu pada saat darah mengalir keluar dengan deras). Mengapa demikian? Tentunya, hal ini tidak terlalu sulit dijelaskan (grafik EEG tidak menunjukkan adanya |