Tujuan kedatangan Rasulullah dan Khadijah ke rumah Naufal bin Waraqah adalah

tirto.id - Meski Makkah dipenuhi kaum pagan, tidak semua penduduknya percaya kepada berhala. Legenda yang dituturkan turun-temurun dari nenek moyang mereka menyebut ada satu Tuhan yang disembah Ibrahim dan keturunannya lalu diteruskan nabi-nabi setelahnya. Kisah ini kemudian agak tersingkir dari pembicaraan umum karena paganisme yang begitu dominan.

Ketika Muhammad masih muda dan belum menyandang status nabi, beberapa orang Makkah masih menyimpan kisah tersebut dalam hatinya. Mereka pun terus mencari lewat jalur spiritualisme. Sebagian orang dari luar Makkah yang tinggal di kota itu atau para pengunjung Kakbah dan kafilah niaga dari daerah lain juga memeluk monoteisme yang dipercaya berasal dari Ibrahim itu. Melalui orang-orang ini, para pencari Tuhan-yang-satu mungkin banyak mendapat keterangan dan berdiskusi tentang konsep ilahi.

Di antara penduduk Makkah zaman Muhammad muda yang gelisah terhadap pemujaan berhala, yang mereka anggap seperti dekadensi teologis, ada empat nama paling menonjol. Hagiografer Muhammad paling awal, Muhammad bin Ishaq (Ibn Ishaq), menceritakan agak panjang tentang mereka.

Dalam Sirah Rasulullah yang disusun pada abad ke-8, Ibn Ishaq menggambarkan empat orang ini sebagai para hanif (bentuk jamak: hunafa; secara harfiah berarti ‘mereka yang kembali’) atau orang-orang yang mempertahankan kemurnian tauhid Ibrahim. Keempat orang itu adalah Waraqah bin Naufal, Abdullah bin Jahsy, Zayd bin Amir, dan Utsman bin Huwayrits.

Sumber-sumber tradisional Islam tidak menyebut dengan gamblang apakah Muhammad juga berdiskusi mengenai ketuhanan atau berinteraksi secara intens dengan para monoteis Abrahamik yang ada di Makkah. Dua kisah paling terkenal dan direproduksi terus-menerus tentu saja perjumpaan Muhammad kecil dengan rahib Kristen Nestorian bernama Bukhaira yang meramal kenabiannya serta perkiraan Waraqah bin Naufal tentang status profetik Muhammad.

Tujuan kedatangan Rasulullah dan Khadijah ke rumah Naufal bin Waraqah adalah

Waraqah Mendukung Muhammad

Muhammad mengenal dekat Waraqah bin Naufal karena hubungan pernikahan. Waraqah adalah sepupu Khadijah dan mereka berdua sangat akrab. Sejak muda, Waraqah tekun mempelajari Injil dan manuskrip-manuskrip kuno Nestorian yang di antaranya meramalkan kedatangan seorang nabi baru.

Waraqah awalnya seorang penyembah berhala, sama seperti orang Makkah pada umumnya. Ia kemudian berpindah keyakinan menjadi penganut Kristen Nestorian. Reputasi Waraqah lumayan baik di Makkah karena intelektualitasnya, meski dia sering mengkritik penyembahan berhala.

Ketika Muhammad gemetaran karena mendapat pengalaman spiritual di gua Hira pada umur 40, Khadijah bertanya kepada Waraqah tentang apa yang sedang menimpa suaminya. Waktu itu Waraqah sudah berusia agak lanjut dan matanya telah setengah buta. Menurut Ibn Ishaq, Waraqah meyakinkan Khadijah bahwa suaminya kemungkinan besar seorang nabi.

“Berbahagialah, oh anak pamanku, dan tenteramkanlah hatimu. Sesungguhnya, demi Dia yang menggenggam jiwa Khadijah, aku berharap engkau akan menjadi nabi bagi kaum ini,” tutur Waraqah seperti dikisahkan Ibn Ishaq (berdasarkan terjemahan Alfred Guillaume berjudul The Life of Muhammad: A Translation of Ibn Ishaq’s Sirat Rasul Allah; 1955).

Waraqah juga menyatakan dukungannya kepada Muhammad. Ia seperti menemukan apa yang selama ini ia pertanyakan dari pembacaannya terhadap manuskrip-manuskrip kuno.

“Dia (Waraqah) memberi Muhammad semangat yang penting ketika Muhammad mulai menerima wahyu yang dipercayai datang dari Tuhan,” ungkap Karen Armstrong dalam Muhammad Sang Nabi: Sebuah Biografi Kritis (2011: 78).

Dengan dorongan dan dukungan Waraqah, Muhammad mulai menepis kegelisahannya atas apa yang terjadi di gua Hira. Khadijah juga semakin mantap mendampinginya. Keterangan dari Waraqah sekaligus bisa mengurangi kekhawatiran Muhammad bahwa orang-orang Makkah akan menganggapnya juru sihir yang kesurupan.

Waraqah kemudian memperingatkan tugas kenabian akan sangat berat. Nabi-nabi besar sebelumnya, kata Waraqah, selalu tidak mendapat tempat semestinya dalam masyarakat. Menjadi nabi adalah tersingkir dan kesepian. Tapi Waraqah tetap memberi garansi: dirinya akan senantiasa melindungi dan menolong Muhammad.

Jika kisah-kisah tentang Waraqah yang diceritakan Ibn Ishaq benar, bisa dikatakan ia adalah orang pertama yang mengakui kenabian Muhammad. Waraqah konon tidak sempat memeluk Islam dan melindungi Muhammad sebagai nabi. Ia keburu meninggal tak lama sesudah peristiwa gua Hira.

==========

Pada Ramadan tahun ini redaksi menampilkan sajian khusus bernama "Tarikh" yang ditayangkan setiap menjelang sahur. Rubrik ini mengambil tema besar tentang sosok Nabi Muhammad sebagai manusia historis dalam gejolak sejarah dunia. Selama sebulan penuh, seluruh artikel ditulis oleh Ivan Aulia Ahsan (Redaktur Utama Tirto.id dan pengajar di Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia, Jakarta).

Baca juga artikel terkait TARIKH atau tulisan menarik lainnya Ivan Aulia Ahsan
(tirto.id - ivn/irf)


Penulis: Ivan Aulia Ahsan
Editor: Irfan Teguh

Subscribe for updates Unsubscribe from updates

Tujuan kedatangan Rasulullah dan Khadijah ke rumah Naufal bin Waraqah adalah

Ketika Rasulullah menerima wahyu di awal-awal kenabiannya, beliau ragu dengan apa yang terjadi. Sayyidah Khadijah mengajaknya menemui Waraqah bin Naufal, saudara sepupunya. Waraqah bin Naufal adalah orang yang menguasai kitab-kitab suci terdahulu, khususnya Yahudi dan Kristen. Waraqah termasuk orang langka. Di saat mayoritas orang Quraisy menyembah berhala, ia mempercayai tradisi agama-agama terdahulu dan menolak menyembah berhala. Ia mencari agama yang lurus (al-millah al-hanafiyyah) dan ajaran Ibrahim (al-syarî’ah al-ibrâhimiyyah). Hal ini tercatat dalam Nawâdir al-Mahthûthât yang mengatakan:

وكانت فيهم الملة الحنيفية الإسلامية، والشريعة الإبراهيمية، ومن أهلها كان قس بن ساعدة الإيادي، ورقة بن نوفل الأسدي، وزيد بن عمرو من بني عدي، وقتلته الروم لذلك

Di dalamnya terdapat (pencari/penganut) agama lurus yang islamiyyah dan syariat Nabi Ibrahim, sebagian dari mereka adalah Quss bin Sâ’idah al-Iyâdî (w. 23 SH), Waraqah bin Naufal al-Asadî, Zaid bin ‘Amr dari Bani ‘Adi yang terbunuh oleh orang Romawi karena melakukan pencarian.” (Syekh Abdussalam Muhammad Harun, Nawâdir al-Mahthûthât, Kairo: Mathba’ah Musthafa al-Babi al-Halabi, 1973, juz 1, h. 327)

Nasab Waraqah dari pihak ayah adalah Waraqah bin Naufal bin Asad bin Abdul ‘Uzza, sedang dari pihak ibu adalah Hindun binti Abu Kabir bin ‘Abd bin Qushay. Waraqah bin Naufal merupakan penganut agama Nasrani. Imam Ibnu Ishaq berkata: “kâna nashrâniyyan qad tatabba’a al-kutub—Ia seorang Nasrani yang benar-benar mengikuti kitab-kitab.” (Imam Abu al-Qasim al-Suhaili, al-Raudl al-Unuf Syarh al-Sîrah al-Nabawiyyah lî Ibn Hisyâm, Kairo: Darul Hadits, 2008, juz 1, h. 361-364). Ia menentang penyembahan berhala yang dilakukan masyarakatnya. Salah satu riwayat yang menunjukkan keyakinannya adalah perkataannya terhadap teman-temannya:

أتعلمون والله ما قومكم على دين، ولقد أخطأوا الحجة، وتركوا دين إبراهيم

Apakah kalian mengetahui, demi Allah kaum kalian tidak berada dalam agama (yang benar). Cara pandang mereka salah. Mereka telah meninggalkan agama Ibrahim.” (Imam Ibnu ‘Asakir, Tarîkh Madînah Dimasyq, Beirut: Darul Fikr, 1995, juz 3, h. 424)

Dari berbagai riwayat, Waraqah bin Naufal adalah orang yang haus dengan kebenaran. Ia berkelana ke sana-kemari mencarinya, melintasi berbagai negeri dan kota. Dalam salah satu riwayat diceritakan:

أن زيد بن عمرو وورقة بن نوفل خرجا يلتمسان الدين حتي انتهيا إلي راهب بالموصل فقال لزيد بن عمرو: من أين أقبلت يا صاحب البعير؟ فقال: من بنية إبراهيم، قال: وما تلتمس؟ قال: ألتمس الدين، قال: ارجع فإنك يوشك أن يظهر في أرضك، قال: فأما ورقة فتنصّر وأما أنا فعدمت علي النصرانية فلم يوافقني، فرجع

Sesungguhnya Zaid bin Amr dan Waraqah bin Naufal keduanya berkelana mencari agama (yang benar) hingga keduanya sampai kepada seorang pendeta di Mosul. Pendeta itu berkata kepada Zaid bin ‘Amr: ‘Dari mana kau berasal, wahai penunggang unta?’ Zaid bin ‘Amr menjawab: ‘Dari rumah Ibrahim (Ka’bah/Makkah).’ Pendeta itu berkata: ‘Apa yang sedang kau cari?’ Zaid bin ‘Amr menjawab: ‘Aku sedang mencari agama (yang benar).’ Pendeta itu berkata: ‘Kembalilah, sesungguhnya kau telah dekat dengan kemunculan (agama yang benar) di tanahmu (daerahmu).’ Zaid bin Amr berkata: ‘Adapun Waraqah menjadi seorang Nasrani, tapi aku kehilangan (ketertarikan) terhadap agama Nasrani, karenanya Waraqah tidak sependapat denganku. Kemudian Zaid bin Amr kembali (ke Makkah).” (Imam Ibnu ‘Asakir, Tarîkh Madînah Dimasyq, Beirut: Darul Fikr, 1995, juz 19, h. 500)

Waraqah belajar pada banyak guru, dan menguasai kitab-kitab terdahulu. Ia juga menyalin Perjanjian Baru ke dalam bahasa Arab. Ia memahami betul isi kitab-kitab suci terdahulu, terutama dalam tradisi Ibrahim. Sebagai saudara sepupunya, Sayyidah Khadijah mengetahui keahlian Waraqah bin Naufal. Karena itu, ia membawa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepadanya, dan menanyakan peristiwa yang dialami suaminya. Setelah diceritakan secara mendetail, Waraqah bin Naufal mengatakan:

أَبْشِرْ، ثُمَّ أَبْشِرْ، فَأَنَا أَشْهَدُ أَنَّكَ الَّذِي بَشَّرَ بِهِ ابْنُ مَرْيَمَ، وَأَنَّكَ عَلَى مِثْلِ نَامُوسِ مُوسَى، وَأَنَّكَ نَبِيٌّ مُرْسَلٌ، وَأَنَّكَ سَوْفَ تُؤْمَرُ بِالْجِهَادِ بَعْدَ يَوْمِكَ هَذَا، وَلَئِنْ أَدْرَكَنِي ذَلِكَ لَأُجَاهِدَنَّ مَعَكَ

“Berbahagialah, kemudian berbahagialah. Aku bersaksi bahwa kau adalah orang yang (dijanjikan) membawa kabar gembira oleh (Isa) putra Maryam. Sesungguhnya kau (didatangi malaikat) seperti Namus (Jibril) untuk Musa. Sesungguhnya kau adalah nabi yang diutus. Sesungguhnya kau akan diperintahkan untuk berjihad setelah harimu (diangkat menjadi nabi) ini, dan andai aku masih bertemu masa itu, sungguh, aku akan berjihad bersamamu.” (Imam Abu Bakr al-Baihaqi, Dalâ’il al-Nubuwwah, Kairo: Dar al-Rayyan li al-Turats, 1988, juz 2, hlm 158-159)

Dalam riwayat lain dikatakan, pertama kali Sayyidah Khadijah menemui Waraqah adalah ketika ia mendengar cerita pembantunya, Maisarah, tentang perkataan Rahib yang melihat Muhammad dilindungi oleh dua malaikat. Dalam riwayat itu dikatakan:

قال إبن إسحاق: وكانت خديجة بنت خويلد قد ذكرتْ لورقة بن نوفل بن أسد بن عبد العزّي—وكان ابن عمّها، وكان نصرانيّا قد تتبّع الكتب، وعلم من علم النّاس—ما ذكر لها غلامها ميسرة من قول الرّاهب، وما كان يري منه إذ كان الملكان يظلّانه، فقال ورقة: لئن كان هذا حقا يا خديجة، إنّ محمّدا لنبيّ هذه الأمة، وقد عرفْت أنه كائن لهذه الأمة نبيّ ينتظر، هذا زمانه

Ibnu Ishaq berkata: Khadijah binti Khuwailid bercerita kepada Waraqah bin Naufal bin Asad bin Abdul ‘Uzza—ia adalah anak pamannya, seorang Nasrani yang bersungguh-sungguh mengikuti kitab-kitab, dan orang yang berilmu di (kalangan) manusia—apa yang diceritakan pembantunya, Maisarah, kepadanya tentang perkataan seorang pendeta, bahwa ia melihat Muhammad selalu dinaungi oleh dua malaikat. Waraqah bin Naufal berkata: ‘Jika (ceritamu) ini benar, wahai Khadijah, sesungguhnya Muhammad adalah nabi umat ini. Sungguh aku telah mengetahui bahwa ada nabi yang dinantikan untuk umat ini, dan inilah waktunya’.” (Imam Abu al-Qasim al-Suhaili, al-Raudl al-Unuf Syarh al-Sîrah al-Nabawiyyah lî Ibn Hisyâm, 2008, juz 1, h. 364)

Waraqah bin Naufal diperkirakan wafat sekitar tahun 610 M, tidak lama setelah Nabi Muhammad menerima wahyu pertamanya. Soal kedudukannya di akhirat, banyak riwayat yang menunjukkan bahwa Waraqah adalah ahli surga. Berikut beberapa riwayat yang menjelaskan tentang itu:

فمات ورقة فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: رأيت القس في الجنة عليه ثياب خضر

Kemudian Waraqah meninggal (tak lama setelah meyakini kenabian Muhammad), maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Aku melihat sang pendeta (Waraqah bin Naufal) di surga mengenakan baju hijau.” (Imam Ibnu Abi Syaibah, al-Mushannaf, Beirut: Darul Qiblah lil-Tsaqafah al-Islamiyyah, 2006, juz 20, h. 233)

Imam Abu al-Qasim al-Suhaili (508-581 H) dalam al-Raudl al-Unuf menulis satu paragraf khusus membahas kedudukan Waraqah bin Naufal di akhirat. Beliau menulis:

وهو أحد من آمن بالنّبي قبل البعث، وروي الترمذي أن رسول الله قال: (رَأَيْتُه في الْمَنام وعليه ثِيَابٌ بيضٌ، ولو كان مِن أهلِ النّارِ لَمْ يَكنْ عليه ثيابٌ بيضٌ)، وهو حديث في إسناده ضعفٌ، لأنّه يدُور علي عثمان بن عبد الرحمن ولكنْ يُقَوّيه ما يأْتي بعد هذا من قوله صلي الله عليه وسلم: (رأيتُ القسّ-يعني ورقة-وعليه ثيابٌ حَرِيرٌ لِأَنَّهُ أوَّل مَنْ آمن بي وصدّقنِي) ـ

Waraqah adalah seseorang yang beriman kepada nabi sebelum masa diutus, al-Tirmidzi meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: (Aku melihat Waraqah bin Naufal dalam mimpi, dia mengenakan baju putih. Jika dia termasuk ahli neraka, dia tidak akan mengenakan baju putih). Hadits ini lemah dalam isnadnya karena ada Utsman bin Abdurrahman, tetapi hadits tersebut dikuatkan dengan perkataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berikut ini: (Aku melihat pendeta—maksudnya Waraqah—dia mengenakan baju sutera, karena dia adalah orang pertama yang beriman kepadaku dan membenarkanku).” (Imam Abu al-Qasim al-Suhaili, al-Raudl al-Unuf Syarh al-Sîrah al-Nabawiyyah lî Ibn Hisyâm, 2008, juz 1, h. 362)

Dengan dasar beberapa riwayat di atas, bisa dikatakan bahwa Waraqah bin Naufal termasuk ahli surga seperti yang dikatakan oleh Rasulullah. Salah satu alasan kenapa Waraqah termasuk ahli surga, Imam Abu al-Qasim al-Suhaili mengatakan: “wa kâna yadzkurullaha fî safarihi fîl jâhiliyyah wa yusabbihuhu—(karena) Waraqah bin Naufal (selalu) mengingat Allah dalam (setiap) perjalanannya di masa jahiliyah dan (selalu) bertasbih kepada-Nya.” Sebagai bukti, potongan syair Waraqah bin Naufal perlu ditampilkan:

لَقدْ نَصَحْت لأقوام وقلت لهم: أنا النذير فلا يغرُرْكم أحَدٌ, لَا تَعْبُدنّ إلَهًا غيرَ خالِقِكم 

Sungguh telah kunasihati orang-orang, kukatakan pada mereka: aku adalah pengingat, agar kau tak mudah terbujuk orang. Jangan pernah kau sembah tuhan yang bukan penciptamu.” (Imam Abu al-Qasim al-Suhaili, al-Raudl al-Unuf Syarh al-Sîrah al-Nabawiyyah lî Ibn Hisyâm, 2008, juz 1, h. 362)

Muhammad Afiq Zahara, alumni Pondok Pesantren Darussa’adah, Bulus, Kritig, Petanahan, Kebumen

Kumpulan Doa Mustajab