n-Butanol atau n-butil alkohol atau normal butanol adalah alkohol primer dengan struktur 4-karbon, dan memiliki rumus kimia C4H9OH. Isomernya antara lain isobutanol, 2-butanol, dan tert-butanol. Butanol adalah salah satu dari kelompok "alkohol fusel" (dari bahasa Jerman untuk "en: bad liquor"), yang memiliki lebih dari dua atom karbon dan mudah larut dalam air.
Butan-1-ol[1] Butalkohol Butanol Nomor CAS
Model 3D (JSmol)
PubChem CID
CompTox Dashboard (EPA)
InChI
SMILES
Rumus kimia C4H10O Massa molar 74,12 g·mol−1 Penampilan Tak berwarna, cairan kental Bau seperti pisang,[2] menyengat, manis beralkohol Densitas 0,81 g cm−3Titik lebur −89,8 °C Titik didih 117,7 °CKelarutan dalam air 73 g L−1 at 25 °C Kelarutan sangat mudah larut dalam asetonbercampur dengan etanol, etil eter log P 0,839 Tekanan uap 6 mmHg (20 °C)[3]Keasaman (pKa) 16,10 Indeks bias (nD) 1,3993 (20 °C) Viskositas 2,573 mPa×s (at 25 °C) [4] Momen dipol 1,66 D Termokimia Entropi molar standar (So) 225,7 J K−1 mol−1Entalpi pembentukan standar (ΔfHo) −328(4) kJ mol−1Entalpipembakaran standar ΔcHo298 −2.670(20) kJ mol−1Bahaya Lembar data keselamatan ICSC 0111 Klasifikasi UE (DSD) (usang) Xn Frasa-R R10, R22, R37/38, R41, R67 Frasa-S S2, S7/9, S13, S26, S37/39, S46 Titik nyala 35 °CSuhu LD50 (dosis median) 790 mg/kg (mencit, oral)LDLo (terendah tercatat) 790 mg/kg (mencit, oral) 1700 mg/kg (anjing, oral)[5] LC50 (konsentrasi median) 9.221 ppm (mamalia)8.000 ppm (mencit, 4 hr)[5]Batas imbas kesehatan AS (NIOSH): PEL (yang diperbolehkan) TWA 100 ppm (300 mg/m3)[3]REL (yang direkomendasikan) C 50 ppm (150 mg/m3) [skin][3]IDLH (langsung berbahaya) 1.400 ppm[3]Senyawa terkaitKecuali dinyatakan lain, data di atas berlaku pada temperatur dan tekanan standar (25 °C [77 °F], 100 kPa). Referensin-Butanol secara natural berada sebagai produk minor fermentasi gula dan karbohidrat lainnya,[6] dan terdapat dalam kebanyakan bahan makanan dan minuman.[7][8] Ini juga merupakan zat perisa buatan yang diizinkan di Amerika Serikat,[9] digunakan dalam mentega, krim, buah, rum, whiskey, es krim, kembang gula, dan produk bakeri.[10] Senyawa ini juga digunakan luas untuk produk-produk konsumen.[7] Penggunaan terbesar n-butanol sebagai produk antara dalam industri, terutama pada pabrikasi butil asetat (suatu zat perisa buatan dan pelarut industrial). Ini merupakan suatu petrokimia, dibuat dari propilena dan biasanya dimanfaatkan oleh industri. Perkiraan jumlah produksi tahun 1997 adalah: AS 784.000 ton, Eropa Barat 575.000 ton, Jepang 225.000 ton.[8] n-Butanol diproduksi secara industri dari bahan baku petrokimia propilena. Propilena diberi perlakuan hidroformilasi menjadi butiraldehida (proses okso) dengan keberadaan katalis homogen berbasis rhodium, mirip dengan katalis Wilkinson. Butiraldehida kemudian diberi perlakuan hidrogenasi untuk menghasilkan n-butanol.[8] n-Butanol merupakan produk antara pada produksi butil akrilat, butil asetat, dibutil ftalat, dibutil sebakat, dan butil ester lainnya,[11][12] butil eter seperti etilen glikol monobutil eter, di- dan trietilen glikol monobutil eter, dan butil eter asetat terkait. Penggunaan industrial lainnya mencakup pabrikasi farmasi, polimer, plastik piroksilin, ester herbisida, printing (misal: 2,4-D; 2,4,5-T)[13] dan butil xantat. Ini juga digunakan sebagai diluen/pereaksi dalam pembuatan urea–formaldehida dan melamin–resin formaldehida.[8] n-Butanol digunakan sebagai bahan aktif dalam parfum dan sebagai pelarut untuk ekstraksi minyak atsiri.[11] n-Butanol juga digunakan sebagai pengekstrak pada industri antibiotika, hormon, dan vitamin;[11][12] pelarut untuk cat, pelapis, resin alami, getah, resin sintetis, pewarna, alkaloid, dan camphor.[11][12] Aplikasi minor lainnya antara lain sebagai zat pengembang dalam tekstil, komponen hidraulis dalam minyak rem, formulasi pembersih, penghilang gemuk pelumas,[7] sebagai komponen zat pengapung batuan,[13] dan sistem perlakuan kayu.[14] n-Butanol telah diusulkan sebagai pengganti untuk minyak solar dan bensin. Senyawa ini diproduksi dalam jumlah kecil dari hampir seluruh fermentasi (lihat minyak fusel), tetapi spesies Clostridium memproduksi lebih banyak rendemen butanol, dan penelitian terkini sedang menjajagi untuk meningkatkan rendemen biobutanol dari biomassa. Produksi atau, dalam beberapa kasus, penggunaan senyawa berikut berdampak pada eksposur n-butanol: kulit buatan, butil ester, semen karet, pewarna, perisa/pewarna buah, lak/pernis, industri film, film fotografi, jas hujan, parfum, plastik piroksilin, rayon, kacamata pengaman, dan pakaian tahan air.[7] Keberadaan di alamLebah madu menggunakan n-butanol sebagai feromon siaga (En: alarm pheromone). n-Butanol berada di alam sebagai hasil fermentasi karbohidrat dalam sejumlah minuman beralkohol, termasuk bir,[15] brandy anggur,[16] wine,[17] dan whisky.[18] Terdeteksi pula terdapat dalam uapan hop (Humulus lupulus),[19] nangka,[20] susu yang diberi perlakukan panas,[21] melon musk,[22] keju,[23] biji kacang,[24] dan nasi.[25] n-Butanol juga terbentuk selama deep fry minyak jagung, minyak biji kapas, trilinolein, dan triolein.[26] n-Butanol digunakan sebagai bahan aktif dalam pemrosesan dan perisa buatan,[11] dan untuk ekstraksi protein bebas lemak dari kuning telor,[27] bahan perisa alami dan minyak sayur, produksi ekstrak hop untuk pembuatan bir, dan sebagai pelarut untuk menghilangkan pigmen dari konsentrat protein daun.[28] n-Butanol mudah diserap melalui saluran penceraan dan pernapasan, dan juga melalui kulit.[29] Senyawa ini dimetabolisme lengkap dalam vertebrata dengan jalur yang sama dengan metabolisme etanol: alkohol dehidrogenase mengubah n-butanol menjadi butiraldehida; kemudian dikonversi menjadi asam butirat oleh aldehida dehidrogenase. Asam butirat dapat dimetabolisme sempurna menjadi karbon dioksida dan air melalui jalur oksidasi-β. Dalam mencit, hanya 0,03% dari dosis oral 2.000 mg/kg yang dikeluarkan melalui urine.[30] Toksisitas akut n-butanol relatif rendah, nilai LD50 oral adalah 790–4.360 mg/kg (mencit; nilai yang sebanding untuk etanol adalah 7.000–15.000 mg/kg).[8][31] Tidak ada kematian yang dilaporkan pada kasus menghirup senyawa ini dengan konsentrasi 8.000 ppm (mencit, terpapar selama 4-jam). Pada dosis sub-letal, n-butanol bertindak sebagai depresan pada sistem saraf pusat, mirip dengan etanol: satu penelitian pada mencit menunjukkan bahwa potensi intoksikasi n-butanol 6 kali lebih besar daripada etanol, penyebabnya kemungkinan akibat dari transformasinya yang lebih lambat dilakukan oleh alkohol dehidrogenase.[32] n-Butanol adalah komponen alami dalam kebanyakan minuman beralkohol, walaupun dalam konsentrasi rendah (namun bervariasi).[33][34] Senyawa ini (bersama-sama dengan alkohol fusel) memiliki reputasi sebagai "memabukkan" yang parah, meskipun percobaan dalam model binatang menunjukkan bahwa tidak ditemukan bukti ini.[35] Dosis n-butanol yang tidak diketahui dikonsumsi oleh seorang pria berusia 47 tahun tanpa sejarah medis, menyebabkan sejumlah pengaruh kesehatan yang merugikan. Cairan n-butanol, sebagaimana layaknya pelarut organik, sangat mengiritasi terhadap mata; sentuhan berulang dengan kulit dapat juga menyebabkan iritasi.[8] Senyawa ini diyakini memiliki pengaruh generik "defatting" (a.k.a: menghilangkan lemak dari makanan). Tidak ada sensitisasi kulit yang teramati. Iritasi jalur pernapasan hanya terjadi pada konsentrasi yang sangat tinggi (>2.400 ppm).[36] Dengan titik sambar (en: flash point) 35 °C, n-butanol memiliki bahaya kebakaran moderat: sedikit lebih mudah terbakar daripada kerosin atau minyak disel, tetapi lebih susah terbakar daripada kebanyakan pelarut organik lainnya. Efek depresannya pada sistem saraf pusat (sama dengan intoksikasi etanol) merupakan bahaya potensial ketika bekerja dengan n-butanol dalam ruangan tertutup, meski ambang batas bau (0,2–30 ppm) jauh di bawah konsentrasi yang dapat mempengaruhi saraf.[36][37] n-Butanol bertoksisitas rendah terhadap lingkungan perairan. Senyawa ini cepat terbiodegradasi dalam air, meskipun sekitar 83% bagian di udara di mana didegradasi oleh radikal hidroksil memiliki waktu paruh 1,2–2,3 hari. Memiliki potensial rendah mengalami bioakumulasi. Bahaya potensial pembuangan limbah n-butanol ke perairan adalah peningkatan kebutuhan oksigen kimia (en: chemical oxygen demand, COD) karena terkait dengan biodegradasinya.
|