tirto.id - Beragam aktivitas manusia menyebabkan peningkatan konsentrasi gas-gas rumah kaca (GRK) di atmosfer bumi. Show Pada prinsipnya, efek rumah kaca sama dengan kondisi yang terjadi pada rumah kaca, di mana panas matahari terjebak di atmosfer bumi dan menyebabkan suhu bumi menjadi hangat. Gas-gas di atmosfer yang dapat menangkap panas matahari disebut gas rumah kaca.
Yang termasuk gas rumah kaca yang ada di atmosfer antara lain adalah karbon dioksida (CO2), nitrogen dioksida (N2O), metana (CH4), dan freon (SF6, HFC dan PFC).
Emisi Gas Rumah Kaca
Secara alamiah, gas rumah kaca dihasilkan dari kegiatan manusia sehari-hari, namun sejak tahun 1950-an emisi gas CO2 meningkat secara drastis yang disebabkan oleh semakin majunya industri yang berbanding lurus dengan konsumsi energi. Sumber penghasil gas rumah kaca seringkali kita jumpai di sekeliling kita, misalnya penggunaan energi listrik, aktivitas menggunakan kendaraan bermotor, juga membakar sampah.
Nasi dan sayuran yang berasal dari pertanian menggunakan pestisida, daging berasal dari peternakan di mana kotoran hewannya menghasilkan gas metana. Limbah makanan dari sisa makanan yang membusuk juga menghasilkan gas metana. Efek rumah kaca sejatinya dibutuhkan untuk menjaga suhu bumi, supaya perbedaan suhu antara siang dan malam tidak terlalu besar. Namun efek rumah kaca yang berlebihan akan menyebabkan pemanasan global di mana suhu di bumi akan naik secara signifikan. Kondisi itu ditandai dengan hal-hal antara lain mencairnya es di kutub, rusaknya ekosistem, naiknya ketinggian permukaan air laut dan perubahan iklim yang ekstrem.
Emisi Karbon
Sama seperti emisi gas rumah kaca, emisi karbon juga merupakan salah satu penyebab perubahan iklim di dunia. Secara perlahan bumi semakin memanas dan cuaca semakin tidak menentu. Menurut Cambridge Dictionary, emisi karbon adalah karbon dioksida yang diproduksi oleh pesawat, mobil, pabrik, dan lain-lain yang dianggap berbahaya bagi lingkungan. Sementara, menghitung Jejak Karbon akan membantu individu dan kelompok untuk mengetahui seberapa besar produksi emisi karbon yang dihasilkan pada satu waktu periode tertentu.
Dampak Emisi Karbon & Gas Rumah Kaca
Pelepasan dan peningkatan konsentrasi emisi karbon atau pun GRK di atmosfer telah berdampak pada lingkungan, kesehatan manusia dan ekonomi. Berikut ini adalah sejumlah dampak yang disebabkan oleh emisi karbon dan GRK. 1. Dampak lingkungan
2. Dampak Kesehatan Manusia
3. Dampak ekonomi
Baca juga:
Baca juga
artikel terkait
EMISI KARBON
atau
tulisan menarik lainnya
Maria Ulfa
Subscribe for updates Unsubscribe from updates
IPCC telah mendeklarasikan status siaga merah terkait pemanasan global. Selama bertahun-tahun, para pencinta lingkungan telah mencoba memberikan sejumlah solusi. Namun peningkatan suhu bumi tampaknya tak terelakkan. Perubahan iklim ini sebagian besar disebabkan oleh tingginya jumlah gas rumah kaca yang kita hasilkan. Banyak dari gas rumah kaca yang manusia hasilkan berasal dari sampah, utamanya dari aktivitas memproduksi, mengelola, serta membuang sampah itu sendiri. Beberapa contohnya yaitu karbondioksida (CO2), karbon monoksida (CO), dinitrogen oksida (N2O), serta metana (CH4). Karbondioksida (CO2)Karbondioksida merupakan gas yang tidak berbau dan tidak berwarna, yang menangkap panas dari matahari di dalam bumi. Gas ini dihasilkan dari aktivitas manusia seperti pembabatan hutan, pembakaran bahan bakar fosil, sampah, serta sebagai hasil dari reaksi kimia tertentu (misalnya pembuatan semen). Gas ini juga tercipta sebagai hasil dari proses alamiah seperti pernafasan dan juga erupsi gunung berapi. CO2 juga ada secara alamiah di dalam udara yang kita hirup dengan kandungan sekitar 0.037% dan tidak berbahaya untuk kesehatan dalam jumlah yang rendah. Meski begitu, jika kandungan CO2 di udara meningkat, maka hal ini bisa menyebabkan sakit kepala, pusing, kebingungan, hingga kehilangan kesadaran. Ilustrasi gas karbon dioksida yang dilepas ke atmosfer. Sumber: nus.edu.sg Peningkatan kandungan karbondioksida berefek pada meningkatnya jumlah gas rumah kaca (GRK), yang kemudian akan menangkap lebih banyak panas. Panas yang terperangkap ini kemudian akan menyebabkan es kutub meleleh dan naiknya permukaan air laut, serta konsekuensi lainnya yang kita kenal sebagai perubahan iklim. Dalam 171 tahun terakhir, aktivitas manusia telah membuat kandungan CO2 di atmosfer meningkat sebanyak 48% di atas tingkat pra-industrial sejak 1850. Karbondioksida (CO2) pada dasarnya merupakan gas rumah kaca (GRK) utama yang terbentuk sebagai hasil dari aktivitas manusia. Jumlah rata-rata karbondioksida global di tahun 2019 yaitu sebanyak 409.8 parts per million (ppm), dan tingkat karbondioksida yang sekarang merupakan yang tertinggi dibanding waktu-waktu lain dalam 800,000 tahun ke belakang. Jika kebutuhan energi global terus berkembang dan kita tetap akan mengandalkan energi fosil, maka jumlah karbondioksida di atmosfer diperkirakan akan melampaui 900 ppm pada akhir abad ini. Kabar baiknya adalah, karbondioksida dapat dicopot dari atmosfer ketika gas tersebut diserap oleh tanaman sebagai bagian dari siklus karbon biologis, atau fotosintesis. Inilah mengapa hutan dan laut memainkan perang vital dalam perjuangan kita memperlambat krisis iklim, karena mereka adalah penyerap emisi alami yang akan membantu mengendalikan jumlah GRK di atmosfer. Karbon Monoksida (CO)Karbon monoksida (CO) merupakan gas beracun yang tidak berwarna dan berbau, dan diproduksi dari pembakaran tidak sempurna material yang mengandung karbon. CO ditemukan dalam uap setiap kali kita membakar bensin di mobil/truk, mesin kecil, kompor, lentera, panggangan, dan perapian. Penting untuk diingat bahwa karena gas karbon monoksida tidak berbau, bisa terjadi penumpukan gas karbon monoksida di dalam ruangan dan meracuni orang atau hewan yang menghirupnya. Gejala keracunan gas karbon monoksida. Sumber: verywell.com Terpapar gas karbon monoksida bisa menghambat kemampuan darah untuk membawa oksigen ke jaringan serta organ tubuh vital. Adapun gejala umum dari keracunan gas karbon monoksida antara lain sakit kepala, mual, pernafasan menjadi cepat, lesu, kelelahan, pusing, serta kebingungan. Hipoksia (istilah kondisi kekurangan oksigen yang parah) karena keracunan karbon monoksida akut bisa berakibat pada efek neurologis yang tidak bisa dibalikkan, atau bisa juga berefek jangka panjang pada otak dan jantung. Karbon monoksida dikenal sebagai “pembunuh sunyi”karena sifatnya yang beracun dan mematikan jika dalam dosis tertentu. Gas tersebut juga mudah terbakar sehingga dikategorikan sebagai berbahaya untuk kesehatan. Selain itu, paparan karbon monoksida juga berbahaya untuk ibu hamil, baik untuk si ibu maupun untuk si bayi dalam kandungan. Metana (CH4)Di tahun 2019, metana (CH4) bertanggung jawab terhadap 10% emisi gas rumah kaca dari aktivitas manusia di Amerika Serikat. Usia hidup gas metana sebenarnya jauh lebih singkat daripada karbon dioksida (CO2), akan tetapi gas metana (CH4) jauh lebih efisien dalam hal memerangkap radiasi panas dibandingkan CO2. Secara berat, efek komparatif dari CH4 25 kali lipat lebih besar daripada CO2 dalam jangka waktu 100 tahun. Peternakan menambah jumlah produksi gas metana (sumber: Global Times) Secara global, sekitar 50-65 persen dari total emisi metana berasal dari aktivitas manusia. Metana dihasilkan dari sektor energi, industri, agrikultur, penggunaan lahan, serta aktivitas pengelolaan sampah seperti yang akan dijelaskan di bawah ini. Sebagai permulaan, hewan ternak domestik seperti sapi, babi, domba, dan kambing menghasilkan metana sebagai bagian dari proses pencernaan alami mereka. Selain itu, ketika kotoran hewan disimpan atau diolah dalam tangki penyimpangan, gas metana juga terbentuk. Jika emisi dari hewan ternak beserta kotorannya ini dikombinasikan, maka sektor agrikultur menjadi penghasil metana terbesar di Amerika Serikat. Selain itu, gas dan minyak bumi menjadi kontributor gas metana kedua di Amerika Serikat. Metana merupakan komponen utama dalam gas bumi. Adapun metana dilepaskan ke atmosfer dalam proses produksi, pemrosesan, penyimpanan, pemindahan, serta distribusi gas bumi, begitu juga dalam memproses minyak mentah. Terakhir dan yang tidak kalah penting, TPA. Gas metana dihasilkan di tempat-tempat pembuangan sampah saat sampah membusuk, dan juga dalam pemrosesan air limbah. Metana juga dihasilkan dari proses dekomposisi anaerobik dari sampah organik. Salah satu cara kita bisa membantu memperlambat krisis iklim adalah dengan mengelola sampah kita secara bertanggung jawab. Sampah yang tidak terpilah dan berakhir di TPA akan mengeluarkan gas rumah kaca seperti metana. Oleh karena itu, dengan mengurangi jumlah sampah dari sumber, memilah sampah sesuai kategorinya, serta mengompos sampah organik kita, kita bisa membantu membatasi jumlah emisi gas rumah kaca yang dilepaskan dari sisi kita pribadi. Selain itu, kita juga bisa membatasi jumlah sampah yang berakhir di lingkungan melalui mekanisme bernama waste credit, yang notbanee membantu pelaku bisnis dan perusahaan untuk mengimbangi emisi sampah mereka dengan mengumpulkan sampah dari lingkungan untuk dikelola secara bertanggung jawab. Pelajari lebih lanjut soal waste credit di sini. Sumber: https://www.climate.gov/news-features/understanding-climate/climate-change-atmospheric-carbon-dioxide https://climate.nasa.gov/vital-signs/carbon-dioxide/ https://www.verywellhealth.com/what-is-carbon-monoxide-5084573 https://www.epa.gov/ghgemissions/overview-greenhouse-gases Baca versi Inggris. |