Latar belakang apakah yang menyebabkan munculnya Supersemar

SekolahNews — Apa Supersemar itu? Supersemar adalah surat yang berisi perintah dari Presiden Soekarno untuk Letnan Jenderal Soekarno, Panglima Angkatan Darat kala itu. Isi Supersemar merupakan pemberian wewenang untuk memulihkan keamanan dan ketertiban setelah peristiwa berdarah G30S PKI.

Supersemar dipercaya berbentuk secarik surat yang mengubah peta politik di Indonesia secara drastis kala itu. Atas wewenang yang diberikan oleh Soekarno, Soeharto langsung mengambil alih komando. Dia membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan menangkapi orang-orang yang dicurigai terlibat dalam gerakan 30 September. Termasuk para menteri yang loyal pada Presiden Soekarno. Tulisan ini dikutip dari infia.co.

Latar Belakang Supersemar

Seperti apa latar belakang Supersemar? Setidaknya ada dua hal yang melatar belakangi dikeluarkannya Supersemar sekaliguas menjadi awal sejarah Supersemar dimulai. Kedua hal tersebut adalah: Situasi negara dalam keadaan genting dan tak menentu pasca peristiwa G 30 S PKI, Pemerintah tidak punya wibawa di mata rakyat sehingga perlu adanya tindakan untuk menyelamatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sejarah Supersemar berawal dari terjadinya sidang pelantikan Kabinet “Dwikora yang Disempurnakan” atau juga dikenal sebagai “Kabinet 100 menteri “ pada 11 Maret 1966 di Istana Merdeka, Jakarta. Dinamakan sebagai Kabinet 100 menteri lantaran pada sidang itu, tepat 100 menteri yang dilantik. Saat Sidang Kabinet dimulai, Panglima Tjakrabirawa, Jenderal Sabur melaporkan kepada Soekarno bahwa ada pasukan liar dan pasukan tak dikenal yang bertugas menahan menteri-menteri kabinet yang diduga terlibat dalam Gerakan G 30 S PKI. Tjakrabirawa merupakan pasukan pengawal khusus Presiden Soekarno.

Usai mendengar laporan tersebut, Presiden Soekarno bergegas ke Istana Bogor bersama Wakil Perdana Menteri I, Dr. Soebandrio dan Wakil Perdana Menteri III, Chaerul Saleh menggunakan helikopter. Sidang Kabinet akhirnya diserahkan pimpinannya oleh Wakil Perdana Mentero II, Dr.J.Leimena yang bertugas menutup sidang. Ia juga segera menyusul ke Istana Bogor setelah acara sidang Kabinet 100 Menteri selesai.

Situasi ini juga dilaporkan ke Panglima Angkatan Darat, yaitu Mayor Jendral Soeharto. Mayor Jendral Soeharto menjabat sebagai Panglima Angkatan Darat menggantikan Letnan Jendral Ahmad Yani yang gugur di peristiwa G 30 S PKI. Konon, Soeharto saat itu tidak menghadiri Sidang Kabinet karena sakit. Banyak kalangan yang menilai Soeharto tidak menghadiri sidang kabinet karena menunggu waktu yang pas untuk menjalankan sebuah skenario.

Pada malam harinya, Soeharto mengutus 3 orang perwira tinggi Angkatan Darat untuk menghadap ke Presiden Soekarno. Ketiga perwira itu adalah Brigadir Jendral Muhammad Jusuf, Brigadir Jendral Amir Machmud, dan Brigadir Jendral Basuki Rachmat. Mereka bertiga berbincang dengan Presiden Soekarno tentang keadaan genting negara dan mengatakan jika Soeharto bisa mengendalikan keadaan dan mengembalikan stabilitas negara jika diberi surat perintah atau surat kuasa untuk mengambil tindakan. Inilah yang menjadi cikal bakal Supersemar.

Perbincangan itu berlangsung hingga pukul 20.30 WIB, menurut pengakuan Muhammad Jusuf. Akhirnya, Presiden Soekarno menyetujui usul ketiga perwira itu dan membuat Surat Perintah untuk Soeharto. Surat perintah itu dikenal sebagai Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) yang berisi perintah untuk Soeharto agar mengambil segala tindakan untuk mengembalikan stabilitas negara.

Surat Perintah itu kemudain di bawa ke Jakarta dan tiba pada 12 Maret 1966 pukul 01.00 WIB. Menurut pengakuan Sudharmono, saat itu ia mendapat telepon dari Mayor Jendral Sutjipto, Ketua G-5 Koti pada pukul 22.00 WIB. Sutjipto saat itu meminta supaya konsep soal pembubaran PKI segara disiapkan dan harus selesai pada malam itu juga. Permintaan itu diperintahkan langsung oleh Soeharto. Surat itu dibawa oleh Sekretaris Markas Besar TNI Angkatan Darat Brigadir Jendral Budiono.

Lalu Surat susulan dari Presiden Soekarno yang memprotes pembubaran parpol tak digubris Soeharto. Dia terus bergerak, termasuk membubarkan Resimen Tjakrabirawa. Satuan elite pengawal Presiden Soekarno. Setelah Supersemar diteken, kekuasaan Soekarno meredup dan sebaliknya Soeharto menjadi orang paling berkuasa di Indonesia.

Di luar istana negara saat itu, sisa pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) masih berkecamuk. Inflasi tak tertahan di angka 30 persen Sejak 1959. Pada era 100 menteri Februari 1966, inflasi merangkak hingga 3.000 persen. (DR AH Nasution, Memenuhi Panggilan Tugas, 1986. CV Haji Masagung).

Jadi dapat disimpulkan bahwa beberapa faktor yang melatar belakangi lahirnya Supersemar, diantaranya sebagai berikut:

  1. Keadaan negara secara umum dalam situasi kacau dan genting
  2. Untuk mengontrol keadaan yang tak jelas akibat pemberontakan G 30 S/PKI
  3. Menyelamatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia
  4. Untuk mengembalikan situasi dan wibawa pemerintah.

Itulah tadi 4 faktor yang melatar belakangi lahirnya surat perintah sebelas maret atau yang lebih dikenal dengan istilah Supersemar.

Faktor yang Menjadi Latar Belakang Proses Munculnya SUPERSEMAR - Pada pembahasan materi sejarah kali ini saya akan coba menjelaskan yang menjadi latar belakang keluarnya Supersemar atau Surat Perintah Sebelas Maret atau Surat Perintah 11 Maret, dan juga tentang faktor-faktor yang melatar belakangi lahirnya Supersemar, untuk lebih jelasnya dapat sobat simak dalam penjelasan berikut ini!
Isi dari Supersemar sendiri adalah surat perintah pengamanan negara yang diberikan Presiden Sukarno kepada Suharto selaku Pangkopkamtib atau Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban, untuk mengamankan negara dari peristiwa G30SPKI dimana keadaan negara dalam keadaan buruk disaat itu.

Latar belakang apakah yang menyebabkan munculnya Supersemar
Isi Supersemar. Faktor yang Menjadi Latar Belakang Proses Lahirnya SUPERSEMAR
Namun sangat disayangkan hingga saat ini bentuk dari surat asli dari Supersemar masih menjadi tanda tanya karena keberadaan surat tersebut hingga kini tidak jelas, ada beberapa versi dari surat asli salah satunya dari versi angkatan darat dan versi yang dikeluarkan presiden, yang sering kita pelajari di sekolah-sekolah adalah versi dari AD atau angkatan darat.

Penjelasan Mengenai Latar Belakang Lahirnya Supersemar, ada beberapa hal yang menjadi melatar belakangi munculnya Surat Perintah 11 Maret (Supersemar), antara lain:

  1. Situasi negara secara umum mengalami kekacauan dan genting
  2. Dalam upaya untuk meredam pemberontakan G 30 S/PKI
  3. Upaya untuk menyelamatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
  4. Melakukan upaya pemulihan suasana negara dan wibawa pemerintah.

Ke 4 faktor diatas merupakan latar belakang yang menjadi lahirnya Supersemar, walau pun sejarah aslinya sulit untuk diungkap karena keterlibatan militer dan saksi-saksi sejarah yang tidak pernah mengungkap keaslian dari surat tersebut hingga sekarang, namun yang pasti bangsa ini harus terus melangkah maju, biarlah sejarah sebagai pelajaran yang berharga untuk Indonesia yang lebih baik.

Sekian pembahasan mengenai Isi Supersemar, Faktor yang Menjadi Latar Belakang Proses Lahirnya SUPERSEMAR, semoga dapat menambah wawasan sobat dalam belajar.

Tags :

Assalamualaikum… Pada kesempatan kali ini admin akan membahas Sejarah dan Latar Belakang Lahirnya Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret). Masih ingatkah kalian bahwa Pada tanggal 11 Maret 1966 berlangsung sidang Kabinet Dwikora di Istana Negara Jakarta yang dipimpin oleh Presiden Soekarno. Di tengah-tengah persidangan tersebut Presiden Soekarno mendapat laporan dari ajudan presiden atau Komandan Pasukan Pengawal Cakrabirawa bahwa di sekitar istana terdapat pasukan-pasukan yang tidak dikenal.

Latar belakang apakah yang menyebabkan munculnya Supersemar

Sejarah Lahirnya Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret)

Menurut versi sesungguhnya bahwa yang disetujui oleh pemerintahan rezim Orde Baru pimpinan Presiden Soeharto, sejarah Supersemar berawal dari terjadinya pada tanggal 11 Maret 1966. Saat itu, Presiden/Pemimpin Besar Revolusi Soekarno membuka sidang pelantikan “Kabinet Dwikora yang Disempurnakan”, yang juga dikenal dengan istilah “Kabinet Seratus Menteri”, dinamakan istilah tersebut karena jumlah Menteri yang hadir 100 Menteri. Pada saat sidang Kabinet Seratus Menteri telah dimulai, Brigadir Jenderal Sabur merupakan Panglima Tjakrabirawa (pasukan khusus pengawal Presiden Soekarno) melaporkan bahwa banyak ‘pasukan liar’ atau ‘pasukan tak dikenal’ yang belakangan diketahui adalah pasukan Kostrad (Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat) di bawah pimpinan Mayor Jenderal Kemal Idris yang bertugas menahan orang-orang di kabinet yang diduga terlibat dalam Gerakan 30 September 1965. Salah satu anggota kabinet tersebut adalah Wakil Perdana Menteri I Dr. Soebandrio.

Setelah mendengarkan laporan tersebut, Presiden Soekarno bersama Wakil Perdana Menteri I Dr. Soebandrio dan Wakil Perdana Menteri III Chaerul Saleh langsung berangkat menuju Bogor menggunakan helikopter yang telah disiapkan. Sidang kabinet itu sendiri akhirnya ditutup oleh Wakil Perdana Menteri II Dr. J. Leimena yang juga kemudian ikut menyusul ke Bogor.

Situasi tersebut dilaporkan kepada Letnan Jenderal Soeharto yang pada saat itu menjabat sebagai Panglima TNI Angkatan Darat menggantikan Letnan Jenderal Ahmad Yani yang gugur akibat peristiwa Gerakan 30 September (G-30-S) 1965. Konon, Letnan Jenderal Soeharto saat itu tidak menghadiri sidang kabinet karena sakit. Sebagian kalangan menilai ketidakhadiran Soeharto dalam sidang kabinet dianggap sebagai skenario Pak Harto untuk ‘menunggu situasi’, karena cukup janggal.

Malam harinya, Letnan Jenderal Soeharto menyuruhtiga orang perwira tinggi Angkatan Darat ke Istana Bogor untuk menemui Presiden Soekarno, yaitu Brigadir Jenderal Muhammad Jusuf, Brigandir Jenderal Amir Machmud, dan Brigadir Jenderal Basuki Rachmat. Setibanya di Istana Bogor, terjadi perbincangan antara tiga perwira tinggi Angkatan Darat tersebut dengan Presiden Soekarno mengenai keadaan yang terjadi. Tiga perwira tersebut menetapkan bahwa Letnan Jenderal Soeharto bisa mengntrol keadaan dan mengembalikan stabilitas keamanan nasional apabila diberikan surat tugas atau surat kuasa yang memberikan wewenang kepadanya untuk mengambil tindakan.

Menurut Brigadir Jenderal Muhammad Jusuf, perbincangan dengan Presiden Soekarno berlangsung hingga pukul 20.30 WIB malam. Pada akhirnya, Presiden Soekarno menyetujui terhadap gagasan tersebut sehingga dibuatlah surat perintah yang dikenal sebagai Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) yang diberikan kepada Letnan Jenderal Soeharto selaku Panglima TNI Angkatan Darat agar mengambil segala kuasa yang dianggap perlu untuk memulihkan keamanan dan ketertiban.

Supersemar tersebut tiba di Jakarta pada tanggal 12 Maret 1966 dini hari pukul 01.00 WIB yang dibawa oleh Sekretaris Markas Besar TNI Angkatan Darat Brigadir Jenderal Budiono. Hal tersebut berdasarkan penyampaian Sudharmono, dimana pada saat itu ia menerima telepon dari Mayor Jenderal Sutjipto selaku Ketua G-5 KOTI pada tanggal 11 Maret 1966 sekitar pukul 22.00 WIB malam. Sutjipto meminta agar konsep tentang pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) disiapkan dan harus kelar malam itu juga. Permintaan itu atas perintah Pangkopkamtib Letnan Jenderal Soeharto. Bahkan, Sudharmono sempat berdebat dengan Murdiono mengenai dasar hukum teks tersebut sampai Supersemar tiba.

Latar Belakang Lahirnya Supersemar

Ada beberapa faktor yang melatar belakangi lahirnya Supersemar, diantaranya sebagai berikut:

  1. Keadaan negara secara umum dalam situasi kacau dan genting
  2. Untuk mengontrol keadaan yang tak jelas akibat pemberontakan G 30 S/PKI
  3. Menyelamatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia
  4. Untuk mengembalikan situasi dan wibawa pemerintah.

Itulah tadi 4 faktor yang melatar belakangi lahirnya surat perintah sebelas maret atau yang lebih dikenal dengan istilah Supersemar. Semoga bermanfaat!