Berapa lama pengidap hiv bisa bertahan hidup

Merdeka.com - Nasib seseorang tidak ada yang bisa menentukan. Begitu pun hidup dan mati bagi manusia adalah rencana Tuhan Yang Maha Esa. Welhelmus Eduardus Nahak alias Emu (48) merupakan salah satu Orang Dengan HIV/Aids (ODHA), yang masih bertahan hidup.

Awalnya pada tahun 2010 lalu, saat menderita HIV dan dirawat dua pekan di rumah sakit, Emu divonis dokter hanya bisa bertahan hidup tiga hari.

Dua pekan dia berjuang melawan virus tersebut. Dukungan dari istri dan anak sulungnya menjadikan ayah tiga anak ini bisa melewati masa kritis, dan bisa bertahan hidup hingga saat ini, walaupun harus mengkonsumsi obat seumur hidup.

Pengalaman menjadi ODHA menjadikannya motivasi untuk menjadi konselor dan motivator bagi orang lain yang bernasib sama dengannya.

Ditemui di kediamannya di Kelurahan Oepura, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang, Emu yang saat ini aktif sebagai relawan penanggulangan bencana alam (Tagana) NTT ini mengaku, kehidupan bebas yang dijalani menjadikannya menderita HIV/Aids.

Saat menikah pada tahun 1996 lalu, ia masih sehat walafiat hingga memiliki tiga anak. Namun karena kehidupan yang kurang terkontrol maka ia pun terkena virus HIV.

Saat masuk rumah sakit, bukan saja menderita HIV, namun ada pula penyakit lain yakni TB Paru. Ia pun nyaris lumpuh dan tak berdaya dengan sakit yang diderita saat itu. Hal ini menjadikannya putus harapan dan drop.

Dua minggu menjalani perawatan dan adanya vonis dokter menyatakan kalau ia hanya bisa bertahan hidup tiga hari lagi, sempat membuatnya cemas dan tak berdaya.

Namun ia bersyukur mendapat dukungan penuh dari istri serta anaknya, yang dengan setia merawat dan memperhatikannya. Hingga dua pekan terlewati dan ia mulai sembuh.

Dia bisa kembali ke rumah dengan sejumlah resep dokter. Ia juga harus mengkonsumsi obat sepanjang hidupnya. "Harus telaten dan tertib konsumsi obatnya," kata Emu, Rabu (13/10).

Ia pun berkeyakinan bahwa ODHA bisa hidup asalkan ada kemauan dan motivasi untuk sehat dan hidup.

"Banyak yang tidak percaya bawa ODHA bisa hidup sehat kembali. Saya sudah 11 tahun hidup pasca terinfeksi HIV dan tetap bisa beraktivitas," ujarnya.

Berbekal penderitaan dan pengalaman menjadi ODHA, Ia pun mendirikan LSM Perjuangan sebagai rumah singgah bagi ODHA. Sebelumnya selama tiga tahun ia menjadi relawan pada LSM Flobamor Jaya Peduli, LSM yang juga peduli pada ODHA.

Namun sejak 14 Februari 2014 lalu, ia menggagas pendirian LSM Perjuangan setelah ia kembali mengikuti pelatihan konselor di Yogyakarta, dan sempat memeriksakan kesehatannya di rumah sakit serta dinyatakan sehat, walaupun tetap mengkonsumsi obat-obatan karena secara medis belum ada obat yang menyembuhkan HIV/Aids.

LSM Perjuangan yang dirintisnya mendampingi dan merawat sejumlah warga yang terkena HIV, serta merupakan penderita AIDS.

Ia menyadari banyak ODHA yang cenderung tertutup dan tidak terbuka akan keadaannya kepada keluarga dan lingkungan. Padahal, keterbukaan sangat penting sehingga ada dukungan keluarga dan lingkungan.

Menurut Emu, tingginya penderita AIDS yang meninggal beberapa waktu lalu karena para penderita cenderung menutup diri dan tidak terbuka sehingga sulit dirawat.

Emu juga menepis anggapan kalau orang terinfeksi HIV/Aids karena pergaulan bebas dan menikmati dunia malam. Namun anggapan tersebut dianggap keliru, karena kebanyakan ODHA adalah ibu rumah tangga, ada tokoh agama, ada perawat dan bukan saja dari anak muda.

"LSM yang saya dirikan adalah karena pengalaman pribadi dan LSM ini dari orang sakit untuk orang sakit sehingga saya memberikan pendampingan," jelasnya.

Bahkan beberapa ODHA yang pernah dirawat di LSM Perjuangan saat ini sudah dinyatakan sehat dan menjadi relawan bagi penderita lain.

Dampingan yang dilakukan yakni layanan kesehatan dan terapi HIV dengan mengingatkan penderita agar mengkonsumsi obat tepat waktu. LSM-nya juga mendampingi keluarga ODHA agar menjadi Pengawas Minum Obat (PMO) bagi ODHA itu sendiri.

Disadari pula kalau para ODHA kesulitan mendapatkan pekerjaan karena adanya stigma negatif dari masyarakat terkait keberadaan ODHA.

Untuk itu LSM Perjuangan melakukan pemberdayaan ekonomi dan memberikan modal usaha, sehingga saat ini banyak ODHA yang memiliki usaha mandiri seperti warung makan, mebel dan kios.

"Pendampingan oleh LSM Perjuangan pun dilakukan sepanjang masa tanpa batas waktu," tambah Emus.

Dia juga bersyukur dengan dukungan dari pemerintah, yang hadirkan setiap kelurahan di Kota Kupang sudah ada wadah Warga Peduli Aids (WPA) yang melibatkan berbagai elemen masyarakat.

Ia sendiri mengaku kalau LSM-nya sempat mendapatkan bantuan pemerintah provinsi NTT dan Kota Kupang, namun saat ini dia ingin LSM yang ia bentuk tidak dimanja sehingga masih menutup diri dengan donatur dari lembaga lain.

Saat ini ia masih menampung dua orang warga yang menderita HIV/Aids di rumahnya, sejak tahun 2019 lalu. Ia bersyukur kalau para penderita ini sudah mulai pulih dan sudah bisa berjalan walau belum sepenuhnya normal, karena sebelumnya mengalami kelumpuhan.

Untuk saat ini LSM Perjuangan juga mendampingi 214 ODHA di Kota Kupang, 350 ODHA di Kabupaten TTS dan sejumlah ODHA lain di Kabupaten Malaka, Belu, Rote Ndao, Sabu Raijua, Kabupaten Kupang dan Alor.

Ia berharap ODHA tidak dikucilkan dan didiskriminasi di dunia kerja tetapi diberikan peluang yang sama karena ODHA bisa sembuh asalkan ada keterbukaan dan niat yang tulus. (mdk/cob)

Baca juga:
KPA Sebut Penderita HIV Aids di Bali Meningkat Selama Pandemi Covid-19
Kemenkes: ODHA Dapat Jatah Obat 3 Bulan Selama pandemi Covid-19
CEK FAKTA: HIV Bisa Sembuh dengan Antibodi? Simak Faktanya
17 Warga Lamongan Derita HIV, Ini yang Harus Diperhatikan Agar Tak Berakibat Fatal
Mengenal Penyebab AIDS yang Perlu Diwaspadai, Ketahui Gejala dan Cara Mencegahnya
CEK FAKTA: Hoaks Makanan Kaleng Produksi Thailand Menularkan Virus HIV/Aids
17 Ciri HIV AIDS yang Jarang Disadari, Salah Satunya Sering Sariawan

Berapa lama pengidap hiv bisa bertahan hidup

Berapa lama pengidap hiv bisa bertahan hidup
Lihat Foto

Shutterstock

Ilustrasi HIV/Aids, Hari Aids Sedunia

KOMPAS.com - Hingga saat ini belum ada obat untuk AIDS. Namun kepatuhan untuk terus mengonsumsi obat rejimen anti-retroviral (ARV), akan memberi harapan hidup tinggi.

Antiretroviral (ARV) merupakan obat yang ampuh menekan virus HIV/AIDS dalam tubuh Orang dengan HIV/AIDS (ODHA).

Saking ampuhnya, penderita HIV/AIDS bahkan bisa berkeluarga, produktif bekerja, berkeluarga dan virus nya tidak menular ke istri dan anaknya.

Dengan kata lain, ODHA yang meminum ARV secara teratur tanpa tertinggal sekalipun dapat hidup layaknya orang yang tidak menderita HIV/AIDS.

Di Indonesia sendiri, pemakaian obat ARV dapat menurunkan angka kematian ODHA.

Baca juga: Peta Interaktif - Merata se-Indonesia, Sebaran Anak dengan HIV/AIDS

Rekam jejak ARV

Ketua Panli HIV AIDS PIMS Prof. Dr. dr. Samsuridjal Djauzi, Sp.PD menjelaskan, awal pertama HIV/AIDS masuk ke Indonesia dibandingkan dengan sekarang jauh berbeda dari segi jumlah korban.

"Karena kehadiran ARV itu, angka kematian akibat HIV/AIDS jadi menurun," kata dr Samsuridjal dalam siaran pers Kementerian Kesehatan RI yang diterima Kompas.com.

dr. Samsuridjal mengatakan, pada 1986 ada laporan kasus seorang perempuan Indonesia dirawat di sebuah rumah sakit karena menderita HIV.

Kemudian tahun 1987 di Bali terdapat seorang wisatawan asal Belanda yang meninggal karena HIV.

"Dari situlah mulai kasus meningkat, dan biasanya adalah pasien datang dalam keadaan sakit berat, sudah dalam infeksi oportunistik entah itu TBC, infeksi otak, entah penyakit lain, kemudian diperiksa HIV dan diketahui positif," katanya.

dr. Samsuridjal yang juga berprofesi sebagai Guru Besar Tetap Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) menambahkan, kasus HIV/AIDS menurun setelah adanya ARV di Indonesia.

ARV pertama kali ada pada 1997 dan Pemerintah Indonesia mulai menyediakan obat ARV secara cuma-cuma pada akhir 2014.

Saat belum ada ARV, ODHA yang sudah dalam keadaan infeksi oportunisktik atau HIV berat, umumnya hanya mampu bertahan hidup selama 6 bulan dan paling lama 2 tahun.

"Jadi pada waktu itu yang ramai di setiap negara adalah pembuatan shelter untuk menampung penderita HIV. Ada di mana-mana, Amerika, Eropa, Thailand, dan Indonesia. Waktu itu mempersiapkan shelter karena belum ada ARV yang bisa menekan virus tersebut," katanya.

Setelah ada ARV, kondisinya berubah.

Angka kematian akibat HIV/AIDS menurun, kemudian juga semakin banyak ditemukan penderita HIV/AIDS dalam keadaan belum ada gejala.

dr. Samsuridjal mencontohkan, jika ada seorang suami masuk ke rumah sakit dan diperiksa HIV/AIDS dah hasil nya positif, istri pasien harus dilakukan tes HIV juga.

Sehingga, apabila istri belum ada infeksi oportunistik dapat segera diberikan ARV.

"Sekarang sebagian besar mungkin sekitar 300 ribu lebih orang sudah diketahui terinfeksi HIV di Indonesia, dan sekitar 120 ribu orang mengonsumsi ARV secara teratur," ucap dr. Samsuridjal.

Baca juga: Kenapa Sih HIV/AIDS Susah Banget untuk Disembuhkan?

Manfaat ARV

Ia menilai, dari penderita HIV yang mengonsumsi ARV sudah bisa dilihat manfaatnya.
Mereka dalam keadaan sehat, produktif, bahkan berkeluarga, memiliki anak dan tidak menular ke anak dan istrinya.

"Karena itulah Kemenkes bersama LSM dengan para profesi sekarang yang sangat dianjurkan adalah kita bisa mendeteksi. Barangkali kita masih punya sekira 300 ribuan lagi ODHA yang belum terdeteksi HIV. Dari yang (ODHA) sudah produktif sebagian ada yang sudah bisa berpenghasilan dan memang sebagian besar mereka usaha mandiri," katanya.

dr. Samsuridjal mengharapkan ada banyak peluang kerja bagi ODHA yang sudah produktif di Indonesia. Hal tersebut menunjukkan hak ODHA dan selain ODHA sama di masyarakat.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.