Pemanfaatan bioteknologi dapat digunakan untuk mengatasi pencemaran limbah organik

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

"Dunia dituntut untuk mengembangkan bioteknologi berbasis lingkungan yang mampu berkontribusi memulihkan sumber energi serta menjaga lingkaran ekonominya dengan baik," ujar Verstraete.

Tak hanya dari penambangan logam saja, sistem pengolahan limbah kovensional pun turut menyumbang pencemaran udara melalui produksi gas nitrogennya. Hal ini mengharuskan peneliti mengkaji ulang berbagai konsep teknologi yang sudah banyak diterapkan. "Dunia harus bergerak ke arah bio-ekonomi dan prinsip minimalisasi pencemar hasil teknologi," terangnya.

Verstraete menambahkan bioteknologi berbasis lingkungan menjadi salah satu syarat utama menjaga kelangsungan hidup kedepan. Hal ini terkait dengan penggunaan mikroorganisme yang mampu mengolah dengan efektif dan bersih atau tidak meninggalkan pencemar. "Ada satu solusi yang biasa saya sebut tujuh aturan teknologi menjanjikan," sahut profesor asal Universitas Ghent Belgia ini.

Tujuh aturan teknologi menjanjikan ini merupakan tujuh solusi yang meliputi jawaban atas berbagai macam perkembangan teknologi. Salah satunya adalah teknologi air minum yang selama ini penerapannya justru menimbulkan limbah kalsium karbonat dan besi oksida. "Kita harus mulai belajar mendaur ulang limbah tersebut seperti yang sudah diterapkan Belanda," ungkapnya menjelaskan.

Lain lagi dengan sistem komposting yang justru menimbulkan karbon dioksida sebagai produk sampingannya. Hal ini dapat diatasi dengan pembuatan kompos dari bahan organik sisa penyulingan minyak yang hasilnya akan lebih baik untuk kesehatan lingkungan.

Solusi-solusi lain seperti penggunaan bio-elektrokimiawi sebagai sumber energy terbarukan. Kemudian proses bioteknologi dalam pemulihan logam pencemar, Serta konsep baru metabolisme perkotaan dalam menghadapi sampah perkotaan. Juga isu konsumsi nitrogen pupuk yang justru 75 persen mencemari tanah dan menjadi salah satu sampah yang cukup berbahaya.

"Dunia ditantang untuk lebih mengeksplorasi teknologi dengan perspektif bioteknologi lingkungan. Mari berpikir dan bergerak bersama menuju generasi teknologi yang mengedepankan keberlangsungan bumi kita," pungkas pria yang memperoleh gelar doktornya di Universitas Cornell Amerika ini. (arn/hil)

Limbah atau sampah yang dibuang secara sembarangan akan membawa dampak yang tidak baik bagi manusia. Tumpukan sampah tersebut jika dibiarkan dapat menimbulkan pencemaran, penyakit serta polusi, baik polusi air maupun polusi tanah.

Permasalahan sampah bisa dikurangi jika penanganannya dimulai dari rumah ke rumah dengan cara mengolahnya menjadi pupuk. Pupuk organika dalah pupuk yang berasal dari sisa-sisa tanaman, hewan dan manusia dan sebagainnya yang telah melalui proses dekomposisi. 

Pupuk kompos adalah pupuk yang berasal dari tanaman atau sisa-sisa sayuran dan buahan yang terdekomposisi dan teurai sempurna.

Jika Anda ingin menerapkan atau membuat pertanian organik sendiri di rumah, Anda dapat menggunakan pupuk ini sebagai nutrisi bagi tanaman. Kita tahu sayuran atau buah-buahan organik lebih sehat jika dibandingkan dengan membeli sayuran atau buah-buahan di pasaran karena roduk pertanian organik bebas dari kontaminasi bahan-bahan kimia aktif dari pemberian pestisida

Pupuk kompos sangat bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu tidak ada salahnya membuat pupuk kompos sendiri di rumah.

Caranya sangat mudah, dengan bahan utama berupa sampah dapur. Sampah dapur yang cepat busuk berasal dari bahan-bahan organik misalnya sayur dan buah.

Kedua jenis sampah ini mudah terurai sehingga dapat menjadi bahan baku pembuatan pupuk kompos. Tentu saja kalian bisa membuat pupuk  ini di rumah dengan mudah.

SImak penjelasan berikut ini:

1. Mengumpulkan dan memlih  sampah dapur organik

Pertama yang harus di lakukan adalah mengumpulkan jenis sampah yang berbeda pada masing-masing tempat sampah. Oleh karna itu kamu harus memiliki beberapa tempat sampah agar mudah mengkategorikannya. Dengan begitu sampah organik seperti sayuran dan buah akan terkumpul pada satu wadah.

Selanjutnya cincang sampah tersebut menjadi potongan yang lebih kecil agar lebih mudah terurai, semakin kecil potonganya akan semakin cepat proses penguraian (dekomposisi) terjadi.

2. Menyiapkan wadah pengomposan

Wadah pengomposan dapat mengguakan baskom, drum, atau pun dapat membuat kotak-kotak di tanah jikalau kamu memiliki perkarangan yang luas.

Jika kamu memilih membuat wadah di tanah sebaiknya di alasi dengan plastik atau bisa menggunakan apapun sebagai alas agar tidak langsung menyentuk tanah.

Jangan lupa menutup bagian atas nya agar mempercepat proses pengomposan atau dekomposisi.

3. Pembuatan kompos

Masukan semua cincangan sayuran atau buah-buahan ke dalam wadah yang telah di siapkan, kamu juga dapat menambahkan pupuk kandang atau kotoran ternak untuk mempermudah proses penguraian.

Untuk mempercepat proses dekomposisi atau penguraian dapat di tambahkan Bioaktivator EM-4, dalam membuat larutan bioaktivator sebaiknya di campur terlebih dahulu dengan larutan gula merah dengan  dosis 10 ml EM-4 dicampur dengan larutan 50 gram gula merah untuk 1 liter air.

Hal ini bertujuan untuk mempercepat perkembangbiakan mikroorganisme, sehingga proses dekomposisi lebih cepat terjadi. Kemudian tutup bagian atas wadah agar suhu terjaga konstan. Buka dan aduk atau bolak-balik setiap 2 minggu sekali, kemudian jangan lupa di tutup kembali.

4. Kompos siap di gunakan

Setelah memasuki minggu ke-6 maka pupuk kompos siap di gunakan. dengan memastikan bahwa sampah tersebut tidak lagi memiliki bau busuk yang menyengat, tetapi lebih berbau tanah.

Warna pupuk kompos pun akan menjadi coklat kehitaman dengan tekstruk yang telah  terurai dengan sempurna. Kompos yang sudah matang bisa langsung kamu kemas ke dalam plastik agar tahan lama. Kalau mau langsung digunakan juga bisa.

Campur rata tanah atau media tanah dengan pupuk kompos. Tanamanmu pun akan tumbuh dengan optimal.

Sangat mudah bukan cara membuatnya? Selamat mencoba!

BUMI kita sudah sangat padat oleh manusia. Menurut Biro Sensus Amerika Serikat (United States Census Bureau), per 1 Januari 2015, penduduk bumi sudah mencapai 7,2 miliar jiwa. Pada tahun 2050, penduduk Bumi juga diperkirakan mencapai 9,2 miliar jiwa. Penduduk Indonesia pun semakin bertambah. Dengan angka pertumbuhan penduduk 1,49 persen per tahun, penduduk Indonesia yang saat ini berjumlah 237 juta jiwa, pada tahun 2050 diperkirakan Indonesia akan dihuni 400 juta jiwa.

JUMLAH penduduk yang tinggi memicu masalah lainnya seperti meningkatnya kebutuhan akan pangan, rumah tinggal, air bersih, energi, pekerjaan, dan masalah lingkungan yang semakin kompleks. Tak terelakkan lagi, jumlah industri makanan pun semakin banyak.

Bertambahnya jumlah industri makanan dan minuman juga memicu bertambahnva volume limbah cair turut bertambah. Limbah cair tersebut banyak mengandung senyawa organik dan anorganik yang berbahaya. Limbah cair ini memerlukan pengolahan yang tepat, efisiensi dan efektivitas yang tinggi, biaya yang terjangkau, dan memiliki nilai tambah dalam pengolahannya.

"Biodegradable plastic "

Pengolahan limbah cair industri saat ini mengusung konsep Waste to Products. Konsep tersebut biasanya menggunakan mikroorganisme sebagai agen pengolah limbahnya- Salah satu produk yang dapat dihasilkan mikroorganisme dari limbah yaitu biodegradable plastic atau bioplastik.

Bioplastik adalah plastik yang ramah lingkungan karena dapat terurai oleh mikroorganisme tanah hanya dalam 8-10 minggu, sedangkan plastik konvensional terbuat dari residu minyak bumi (petrokimia) memerlukan waktu ratusan tahun untuk terurai.

Mikroorganisme yang dapat menghasilkan bijih bioplastik di antaranya dari genus Akaligmes, Azptobacter, Bacillus, Nocardia, Pseudomonas, dan Rhizobium. Bijih plastik yang dihasilkan oleh mikroorganisme adalah biopolimer golongan Poli-hidroxialkanoat (PHA) dan Poly [(R)-3-hidroksibutirat] (PHB).

PHA adalah salah satu bahan untuk membuat plastik ramah lingkungan. PHA adalah poliester cadangan, yang diakumulasi sebagai butiran intraseluler oleh berbagai macam bakteri. PHA telah menarik perhatian industri karena potensinya sebagai termoplastik yang dapat terurai dan biokompatibel. PHA dapat diproduksi dari berbagai substrat seperti glukosa, limbah organik, dan minyak nabati. Mikroorganisme dapat menghasilkan 0,3-0,4 gram PHA per gram limbah (Tsuge, et. al., 2013).

Beberapa bakteri pun secara alami mampu mengakumulasi PHB secara intraselular dalam wujud granul pada sitoplasma sebagai cadangan makanan. Contoh spesies bakteri yang mempunyai kemampuan akumulasi PHB antara lain Ralsumia eu-tropha, Protomonas extorquens, dan Prowmows oleovcrrans. PHB merupakan anggota PHA yang paling banyak dipelajari dan molekul ini menjanjikan untuk dibuat biodegradable plastic karena properti materialnya mirip dengan polipropilen (plastik konvensional).

Energi listrik

Mikroorganisme tidak hanya dapat menghasilkan bioplastik tapi juga listrik. Listrik yang dihasilkan memang masih listrik searah (direct current) dan dayanya kecil. Namun listrik yang dihasilkan dapat dimanfaatkan menjadi sumber listrik untuk menyalakan alat-alat elektronik berdaya kecil atau untuk sekedar charging ponsel atau PC tablet. Sehingga untuk keperluan penggunaan alat-alat elektronik tersebut kira tidak tergantung dari sumber listrik berdaya kuat dari PLN.

Sistem pengolahan limbah cair organik untuk menghasilkan listrik yang sudah dikenal adalah Microbial Fuel Cell (MFC) atau sel bahan bakar mikroorganisme. Reaktor pada sistem MFC biasanya terdiri atas dua ruang yang masing-masing memiliki elektroda. Kedua ruang yang dipakai yaitu ruang anoda dan ruang katoda. Kedua ruang tersebut dipisahkan oleh sebuah membran yang dapat dilewati oleh proton.

Sistem MFC memanfaatkan aktivitas metabolisme dan respirasi sel mikroorganisme yang menghasilkan elektron (e-) dan proton (H+). Mikroorganisme memanfaatkan substrat yang terdapat dalam limbah dan mengonversinya menjadi senyawa yang sederhana.

Pada proses konversi tersebut sel mikroorganisme menghasilkan elektron mengalir dari ruang anoda ke ruang katoda melalui sirkuit eksternal atau kabel. Senyawa organik pada limbah akan semakin berkurang seiring proses MFC karena dimanfaatkan mikroorganisme sebagai substrat. Dengan demikian, kadar senyawa organik yang turun dapat memenuhi baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah dan tidak mencemari lingkungan.

Proton yang dihasilkan oleh mikroorganisme pun akan berpindah dari anoda ke katoda melalui membran, dan di katoda proton bereaksi dengan oksigen menghasilkan air (H2O). Jadi dengan sistem MFC selain dapat mengurangi kadar limbah juga dapat menghasilkan listrik berdaya lemah dan air bersih. Keunggulan itulah yang membuat sistem MFC mulai digunakan di beberapa industri kecil yang belum memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL).

Beberapa bakteri yang sudah digunakan psda sistem MFC di antaranya yaitu Eschrrichia coli, Acetobacur aam, LactobariRns plantarum, dan Geobacter sidfureducens, sedangkan ragi yang dapat digunakan pada sistem MFC di antaranya Saccharomyces cereiisiae (ragi rod) dan Saccharomycopsis fibuligera. Tidak hanya bakteri, tetapi ragi juga bisa digunakan pada sistem MFC. Masih banyak peran mikroorganisme yang dapat dimanfaatkan manusia seperti untuk produksi antibiotik, energi, fermentasi makanan dan minuman, produksi biofertilier, enzim, dan vaksin.

Dani Permana, peneliti Pusat Penelitian Kimia LIPI, Awardee Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI) LPDP, dan Mahasiswa Magister Bioteknologi ITB

Sumber : Pikiran Rakyat, edisi 11 Juni 2015. Hal:1

Sivitas Terkait : Dani Permana