Teknologi rekayasa genetik kini sudah makin luas digunakan manusia dalam berbagai sektor kehidupan. Manfaat rekayasa genetika memang sangat banyak sekali, bahkan tanpa kita sadari kta telah menikmati manfaat rekayasa genetik tersebut. Misalnya kita sering memakan apel impor yang ukuran dan kualitasnya sungguh luar biasa, tidak menutup kemungkin bahwa apel tersebut dihasilkan dari tanaman transgenik melalui teknik rekayasa genetika. Kegiatan penelitian rekayasa genetik memang banyak dilakukan pada tanaman tertentu untuk menjawab persoalan yang dihadapi dan belum dapat dipecahkan melalui teknologi yang ada. Kegiatan tersebut mencakup penelitian kloning gen yang berkaitan dengan sifat toleran terhadap kekeringan, umur genjah, dan produktivitas tinggi dari Strategic Decisions Group (SDG) lokal. Dalam hal perakitan tanaman, beberapa galur transgenik telah dihasilkan namun masih harus memenuhi proses penelitian untuk memperoleh data sebagaimana diwajibkan dalam pengkajian keamanan hayati sehingga tentu saja produk ini belum dapat dilepas ke publik. Sejalan dengan upaya percepatan penyampaian teknologi kepada pengguna, kebijakan pemanfaatan hasil penelitian mengalami penyempurnaan. Diantaranya, peraturan yang berkenaan dengan pengujian, penilaian dan pelepasan varietas tanaman mengalami beberapa perubahan, yaitu dengan terbitnya Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2011 tentang Pengujian, Penilaian, Pelepasan dan Penarikan Varietas. Namun, berkenaan dengan pemanfaatan varietas Produk Rekayasa Genetik (PRG), aspek keamanan hayati tetap menjadi prioritas sehingga tidak mungkin varietas dilepas tanpa adanya sertifikat keamanan lingkungan, keamanan pangan dan/atau keamanan pakan. Pelepasan varietas PRG hanya dapat dilakukan apabila produk tersebut telah memperoleh status aman hayati. Pengujian adaptasi varietas PRG bisa saja dilaksanakan paralel dengan pengkajian keamanan hayati, namun pelepasannya masih harus ada atau tidaknya sertifikat keamanan. Untuk mengetahui lebih banyak tentang perkembangan penelitian rekayasa genetik di Indonesia,Agro Indonesia telah mewawancarai Direktur Pusat Studi Bioteknologi Universitas Gadjah Mada,Prof. Widya Asmara, yang juga menjabat sebagai dewan pakar Masyarakat Bioteknologi Pertanian Indonesia (Masbiopi) dan anggota Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetika. Berikut kutipannya. Apa esensi atau pentingnya dari pengembangan bioteknologi? Idenya adalah untuk memperoleh organisme unggul. Itu dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah diperoleh melalui koleksi dan seleksi dari wild-type yang kemudian dibudidayakan. Yang kedua adalah dengan Selective breeding yaitu persilangan dilakukan terhadap tanaman atau hewan dengan sifat yang diinginkan. Selain itu bisa dengan mutagenesis dan fusi sel. Alternatif lain untuk memperoleh organisme unggul adalah dengan pemuliaan melalui bioteknologi modern yang menghasilkan produk rekayasa genetik. Sebetulnya Apa itu Bioteknologi Modern? Menurut UU No. 21 Tahun 2004 bioteknologi modern adalah penerapan teknik asam nukleat in-vitro, termasuk DNA rekombinan dan injeksi langsung asam nukleat ke dalam sel-sel atau organel-organel, fusi sel-sel yang berada di luar keluarga taksonomi, yang mengatasi hambatan reproduktif fisiologis alam atau rekombinasi yang bukan merupakan teknik yang digunakan dalam pemuliaan dan seleksi tradisional. Sedangkan berdasarkan PP No.21 Th. 2005 adalah Aplikasi dari teknik perekayasan genetik yang meliputi teknik asam nukleat in-vitro dan fusi sel dari 2 jenis atau lebih organisme di luar kekerabatan taksonomis. Secara umum, sering juga dikenal dengan istilah “Teknik Rekayasa Genetik”. Rekayasa Genetika adalah teknik memindahkan gen yang dikehendaki untuk mengembangkan dan memperbaiki sifat tanaman, hewan dan makhluk hidup lain. Apa Manfaat dari Tanaman Rekayasa Genetik? Manfaatnya adalah meningkatkan kualitas tanaman sehingga tanaman menjadi tahan hama & penyakit, tahan cekaman kekeringan, tahan kadar garam tinggi, frost resistant, serta meningkatkan kualitas kandungan nutrisi. Ada pula dalam bentuk GM Bacteria, yaitu Bacteria dapat memproduksi human insulin ataupunhuman growth hormone, dsb. Dan juga, bacteria dapat direkayasa genetikanya sehingga mampu mengurai cemaran dan sebagainya. Terdapat juga Mikroorganisme Produk Rekayasa Genetik untuk Vaksin. Vaksin dengan bioteknologi modern berdasarkan GMO (genetically modified organism) sangat diperlukan dalam pengendalian penyakit hewan maupun manusia. Apa yang perlu diperhatikan dalam PRG (Produk Rekayasa Genetik)? Yang perlu diperhatikan pertama adalah rekomendasi genetik tidak secara alami, sehingga memiliki risiko ketidakstabilan, memungkinkan perpindahan gen yang tidak diharapkan, dapat memunculkan sifat yang tidak diharapkan. Karena alasan ancaman terhadap plasma nutfah/konservasi biodiversitas, sehingga perlu adanya regulasi yang benar, diatur dengan UU No. 21 tahun 2004 dan PP 21 tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik. Keamanan Hayati adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah kemungkinan timbulnya risiko yang merugikan keanekaragaman hayati dan/atau kesehatan hewan dan manusia sebagai akibat pemanfaatan Produk Rekayasa Genetik (PRG). Keamanan hayati Produk Rekayasa Genetik terdiri dari keamanan lingkungan, keamanan pangan, dan/atau keamanan pakan PRG. Mengapa produk Rekayasa Genetik perlu diatur? Pemanfaatan PRG tidak bisa dihindari karena dapat memberikan alternatif dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat. Kemudian, pemanfaatan PRG dapat menimbulkan risiko terhadap lingkungan, keanekaragaman hayati dan kesehatan manusia. Selain itu, karena Meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap potensi dampak yang merugikan terhadap keamanan hayati dan kesehatan manusia. Sehingga, kemungkinan timbulnya risiko tersebut perlu diminimalkan melalui pendekatan kehati-hatian (precautionary approach). Apa permasalahan atau tantangan yang dihadapi? Kadang-kadang proponen (pihak-pihak yang mengajukan izin) menjadi lama untuk memperoleh sertifikat keamanan itu kan kadang-kadang karena proponen itu tidak menyiapkan dokumen dengan benar. Jadi mereka yang mengajukan izin itu kadang-kadang tidak membuat dokumen dengan benar, itu yang membuat pengkajian jadi lama. Jadi sebenarnya tidak ada kendala sama sekali untuk memperoleh kajian keamanan lingkungan. Nah, kalau keamanan lingkungan itu sudah diperoleh untuk kategori produk genetika, justru tanaman nanti, tinggal masuk ke Balai Pelepasan Benih. Kalau sudah pelepasan benih berarti kan sudah bisa diedarkan. Jadi sebenarnya tak ada kendala apa-apa. Yang lama memang, seperti tanaman tadi bahwa untuk tanaman kan memang harus dilakukan uji lapangan terbatas yang disebut dengan (UT). Kegiatan itu membutuhkan waktu, 1 kali panen. Dan uji multi lokasi, itu juga membutuhkan waktu, sehingga menjadi panjang prosesnya, bukan dipersulit Bioteknologi apa saja yang sudah dilakukan atau dikembangkan? Yang sudah mendapat izin untuk tanaman adalah tebu. Dan tebu itu adalah produk dari Indonesia sendiri, jadi dari PTPN yang di Jawa Timur itu bersama dengan Unibraw (Universitas Brawijaya,Red.) itu sudah membuat tanaman tebu transgenik yang tahan kekeringan dan nilai rendemennya tinggi. Proses ini sudah mendapat izin keamanan lingkungan dan nantinya akan menjadi pelepasan benih. Sedangkan untuk jagung kedelai, yang sudah keluar adalah izin keamanan pangan, dan izin keamanan pakan, tetapi belum mendapat izin untuk benih. Nah aplikasi izin benih untuk jagung transgenik, sekarang baru masuk tahap uji lapangan. Insya Allah sudah dilakukan di Lampung, di Yogyakarta, di Malang. Insya Allah sudah keluar hasilnya, nanti akan sampaikan ke keamanan hayati, kemudian dibawa ke balai kliring. Kalau semua sudah oke, akan punya memperoleh sertifikat aman jagung transgenik untuk benih yang ditanam. Jadi, sementara ini jagung dan kedelai sudah mendapat izin adalah aman untuk pangan, aman untuk pakan tapi izin untuk ditanam. (http//www.agrindonesia.co.id) Rekayasa genetika, juga disebut modifikasi genetika, adalah manipulasi langsung gen suatu organisme menggunakan bioteknologi. Hal ini merupakan satu set teknologi yang digunakan untuk mengubah susunan genetik dari sel, termasuk transfer gen-gen yang berada dan melintasi batas-batas spesies untuk menghasilkan organisme yang meningkat. DNA baru diperoleh dengan mengisolasi dan menyalin materi genetik dari induk menggunakan metode DNA rekombinan atau sintesa DNA buatan. Sebuah vektor biasanya diciptakan dan digunakan untuk menyisipkan DNA ini ke organisme inang. Molekul DNA rekombinan pertama dibuat oleh Paul Berg pada tahun 1972 dengan menggabungkan DNA virus monyet SV40 dengan virus lambda.[1] Selain memasukkan gen, proses ini dapat digunakan untuk menghapus gen. DNA baru dapat dimasukkan secara acak, atau ditargetkan ke bagian tertentu dari genom.
Suatu organisme yang dihasilkan melalui rekayasa genetika dianggap dimodifikasi secara genetik dan entitas yang dihasilkan disebut genetically modified organism (GMO).[2] Organisme transgenik pertama adalah bakteri yang dihasilkan oleh Herbert Boyer dan Stanley Cohen pada tahun 1973. Rudolf Jaenisch menciptakan hewan transgenik pertama ketika dia memasukkan DNA asing dalam tikus pada tahun 1974. Perusahaan pertama yang berfokus pada rekayasa genetika, Genentech, didirikan pada tahun 1976 dan mulai memproduksi protein manusia. Insulin manusia pertama dari rekayasa genetika diproduksi pada tahun 1978 dan bakteri yang menghasilkan insulin dikomersialisasikan pada tahun 1982. Makanan yang dimodifikasi secara genetik telah dijual sejak tahun 1994, dengan munculnya tomat dari Flavr Savr. Flavr Savr direkayasa untuk memiliki umur simpan lebih lama, tapi tanaman transgenik saat ini dimodifikasi paling banyak untuk meningkatkan ketahanan terhadap serangga dan herbisida. GloFish, hewan transgenik pertama, dijual di Amerika Serikat pada bulan Desember 2003. Pada tahun 2016, sudah ada salmon yang telah dimodifikasi dengan hormon pertumbuhan.
Rekayasa genetika telah banyak diaplikasikan dalam berbagai bidang, termasuk penelitian, obat-obatan, bioteknologi industri dan pertanian.
Munculnya tanaman rekayasa genetika yang dikomersialisasi telah memberikan manfaat ekonomi kepada para petani di berbagai negara, tetapi juga menjadi sumber kontroversi. Hal ini sudah muncul sejak awal kehadirannya, ladang percobaan uji pertamanya dihancurkan oleh aktivis anti-transgenik. Meskipun ada konsensus ilmiah yang menyatakan bahwa makanan yang berasal dari tanaman transgenik tidak menimbulkan risiko yang lebih besar untuk kesehatan manusia daripada makanan konvensional, keamanan pangan transgenik tetap menjadi pusat kritikan. Aliran gen, dampak pada organisme non-target, kontrol pasokan makanan dan hak-hak kekayaan intelektual juga menjadi perdebatan. Adanya masalah ini mengakibatkan munculnya pengembangan kerangka peraturan, yang dimulai pada tahun 1975. Perjanjian internasionalnya juga telah disepakati pada tahun 2000 yaitu Protokol Cartagena tentang Keamanan Hayati. Masing-masing negara telah mengembangkan sendiri sistem regulasi mengenai transgenik, ditandai perbedaan yang terjadi antara Amerika Serikat dan Eropa.
Rekayasa genetika adalah suatu proses yang mengubah susunan genetik dari suatu organisme dengan menghapus atau memasukkan DNA. Tidak seperti pengembangbiakan hewan dan pemuliaan tanaman secara tradisional, yang melibatkan beberapa persilangan dan kemudian organisme terpilih dengan fenotip tertentu, rekayasa genetika mengambil gen secara langsung dari satu organisme dan memasukkan ke organisme lain. Proses ini jauh lebih cepat, dapat digunakan untuk menyisipkan gen-gen dari organisme apapun (bahkan organisme dari berbagai domain) dan mencegah agar gen yang tidak diinginkan tidak ikut ditambahkan.[3] Rekayasa genetika berpotensi memperbaiki kelainan genetik pada manusia dengan mengganti gen yang rusak dengan gen yang baik.[4] Proses ini menjadi sebuah alat yang penting dalam penelitian yang memungkinkan fungsi spesifik suatu gen menjadi bahan penelitian.[5] Tanaman transgenik yang telah dikembangkan saat ini membantu ketahanan pangan dengan meningkatkan hasil, nilai gizi dan toleransi terhadap tekanan lingkungan.[6] DNA dapat dimasukkan secara langsung ke organisme inang atau ke dalam sel yang kemudian menyatu atau dihibridisasi dengan inang.[7] Proses ini bergantung pada teknik DNA rekombinan untuk membentuk kombinasi baru dari materi genetik yang dapat diwariskan diikuti oleh penggabungan dari materi baik secara tidak langsung melalui sistem vektor atau langsung melalui mikro-injeksi, makro-injeksi atau mikro-enkapsulasi.[8] Rekayasa genetika biasanya tidak mencakup peranakan tradisional, fertilisasi in vitro, induksi poliploida, mutagenesis dan teknik sel fusi yang tidak menggunakan rekombinan asam nukleat atau organisme yang dimodifikasi secara genetik dalam prosesnya. Namun, beberapa definisi luas dari rekayasa genetika mencakup pembiakan selektif. Penelitian kloning dan sel induk, meskipun tidak dianggap sebagai rekayasa genetika,[9] masih terkait erat dan rekayasa genetika dapat digunakan bersamaan dengan proses ini.[10] Biologi sintesis adalah bidang ilmu yang sedang berkembang yang membuat rekayasa genetika semakin maju lagi dengan memperkenalkan bahan yang disintesis artifisial ke dalam suatu organisme.[11] Tanaman, hewan atau mikro organisme yang telah diubah melalui rekayasa genetik yang disebut organisme hasil rekayasa genetika.[12] Jika materi genetik dari spesies lain yang ditambahkan ke inang, organisme yang dihasilkan disebut transgenik. Jika materi genetik dari spesies yang sama atau spesies yang dapat berkembang biak secara alami dengan inang maka organisme yang dihasilkan disebut cisgenesis.[13] Jika rekayasa genetika digunakan untuk mengeluarkan materi genetik dari target maka organisme yang dihasilkan disebut organisme knockout.[14] Di Eropa modifikasi genetika identik dengan rekayasa genetika, sedangkan di Amerika Serikat dan Kanada modifikasi genetika juga digunakan untuk merujuk ke metode pengembangbiakan konvensional.[15][16][17] Pada 1974 Rudolf Jaenisch menciptakan tikus yang dimodifikasi secara genetik, hewan GM pertama. Manusia telah mengubah genom spesies makhluk hidup lainnya selama ribuan tahun melalui pembiakan selektif, atau seleksi buatan[18] [19] berkebalikan dengan seleksi alam. Baru-baru ini, pembiakan mutasi telah menggunakan paparan bahan kimia atau radiasi untuk menghasilkan mutasi acak dengan frekuensi tinggi, untuk tujuan pembiakan selektif. Rekayasa genetika sebagai manipulasi langsung DNA oleh manusia di luar pembiakan dan mutasi hanya ada sejak 1970-an. Istilah "rekayasa genetika" pertama kali diciptakan oleh Jack Williamson dalam novel fiksi ilmiahnya Dragon's Island, yang diterbitkan pada 1951 [20] - satu tahun sebelum peran DNA dalam faktor keturunan dikonfirmasi oleh Alfred Hershey dan Martha Chase, [21] dan dua tahun sebelumnya James Watson dan Francis Crick menunjukkan bahwa molekul DNA memiliki struktur heliks ganda - meskipun konsep umum manipulasi genetika langsung telah dieksplorasi dalam bentuk yang belum sempurna dalam cerita fiksi ilmiah Stanley G. Weinbaum tahun 1936, Proteus Island.[22][23]Pada 1972, Paul Berg menciptakan molekul DNA rekombinan pertama dengan menggabungkan DNA dari virus monyet SV40 dengan virus lambda.[24] Pada 1973, Herbert Boyer dan Stanley Cohen menciptakan organisme transgenik pertama dengan memasukkan gen resistensi antibiotik ke dalam plasmid bakteri Escherichia coli.[25][26] Setahun kemudian Rudolf Jaenisch menciptakan tikus transgenik dengan memasukkan DNA asing ke dalam embrio, menjadikannya hewan transgenik pertama di dunia.[27] Prestasi ini menyebabkan kekhawatiran di komunitas ilmiah tentang risiko potensial dari rekayasa genetika, yang pertama kali dibahas secara mendalam di Konferensi Asilomar pada 1975. Salah satu rekomendasi utama dari pertemuan ini adalah bahwa pengawasan pemerintah terhadap penelitian DNA rekombinan harus ditetapkan sampai teknologinya dianggap aman.[28][29] Pada 1976, Genentech, perusahaan rekayasa genetika pertama, didirikan oleh Herbert Boyer dan Robert Swanson dan setahun kemudian perusahaan itu menghasilkan protein manusia (somatostatin) di E.coli. Genentech mengumumkan produksi insulin manusia rekayasa genetika pada 1978.[30] Pada 1980, Mahkamah Agung AS pada kasus Diamond v. Chakrabarty memutuskan bahwa kehidupan yang diubah secara genetis dapat dipatenkan.[31] Insulin yang diproduksi oleh bakteri disetujui untuk dirilis oleh Food and Drug Administration (FDA) pada 1982.[32] Pada 1983, sebuah perusahaan bioteknologi, Advanced Genetic Sciences (AGS) mengajukan permohonan otorisasi pemerintah AS untuk melakukan tes lapangan dengan galur minus-es Pseudomonas syringae untuk melindungi tanaman dari cuaca beku, tetapi kelompok lingkungan dan pengunjuk rasa menunda uji lapangan selama empat tahun dengan tantangan hukum.[33] Pada 1987, jenis minus-es P. syringae menjadi organisme yang dimodifikasi secara genetik (GMO) pertama yang dilepaskan ke lingkungan [34] ketika ladang stroberi dan ladang kentang di California disemprotkan dengannya.[35] Kedua bidang uji diserang oleh kelompok aktivis pada malam sebelum tes terjadi: "Situs uji coba pertama di dunia menarik perusak lapangan pertama di dunia".[34] Percobaan lapangan pertama tanaman rekayasa genetika dilakukan di Perancis dan AS pada 1986, tanaman tembakau direkayasa agar tahan terhadap herbisida.[36] Republik Rakyat Tiongkok adalah negara pertama yang mengkomersilkan tanaman transgenik, memperkenalkan tembakau yang resistan terhadap virus pada 1992.[37] Pada 1994, Calgene memperoleh persetujuan untuk secara komersial melepaskan makanan yang dimodifikasi secara genetik pertama, Flavr Savr, tomat yang direkayasa untuk memiliki umur simpan yang lebih lama.[38] Pada 1994, Uni Eropa menyetujui tembakau direkayasa agar tahan terhadap herbisida bromoxynil, menjadikannya tanaman rekayasa genetika pertama yang dikomersialkan di Eropa.[39] Pada 1995, Kentang bt disetujui dan dianggap aman oleh Badan Perlindungan Lingkungan, setelah disetujui oleh FDA, menjadikannya tanaman penghasil pestisida pertama yang disetujui di AS.[40] Pada 2009, 11 tanaman transgenik ditanam secara komersial di 25 negara, yang terbesar berdasarkan luas yang ditumbuhkan adalah AS, Brasil, Argentina, India, Kanada, Cina, Paraguay, dan Afrika Selatan.[41] Pada 2010, para ilmuwan di J. Craig Venter Institute menciptakan genom sintetis pertama dan memasukkannya ke dalam sel bakteri kosong. Bakteri yang dihasilkan, bernama Mycoplasma laboratorium, dapat mereplikasi dan menghasilkan protein.[42][43] Empat tahun kemudian penemuan ini dikembangkan selangkah lebih maju ketika bakteri dikembangkan yang mereplikasi plasmid yang mengandung pasangan basa unik, menciptakan organisme pertama yang direkayasa untuk menggunakan alfabet genetik yang diperluas.[44][45] Pada 2012, Jennifer Doudna dan Emmanuelle Charpentier berkolaborasi untuk mengembangkan sistem CRISPR/Cas9,[46][47] teknik yang dapat digunakan untuk dengan mudah dan spesifik mengubah genom dari hampir semua organisme.[48] Rekayasa genetika digunakan untuk menghasilkan benih tanaman yang tahan terhadap penyakit. Pada genom tanaman disisipkan gen yang memiliki kekebalan terhadap penyakit tertentu. Penerapan rekayasa genetika pada tanaman dilakukan pada saat pemberian perlakuan dan pencucian benih.[49] Bioteknologi hutan juga menggunakan rekaya genetika untuk melakukan pemuliaan tanaman hutan melalui teknologi gen dan analisis genom. Penerapan rekayasa genetika dilakukan pada pohon-pohon yang memiliki daun lebar dan daun jarum, seperti poplar, betula, cemara dan eukaliptus. Pengujian pemuliaan tanaman hutan dilakukan di laboratorium, rumah kaca, dan di hutan. Pemuliaan tanaman hutan melalui rekayasa genetika dilakukan untuk mengubah sifat dari lignin, selulosa untuk menanggulangi hama penyakit, fertilitas,dan toleransi terhadap ancaman abiotik. Selain itu, dalam bioenergi, pemuliaan tanaman hutan digunakan untuk tujuan komersial.[50]
|