Bagaimana membekalkan literasi teknologi kepada siswa yang dilakukan melalui kegiatan pembelajaran?

Literasi harus direvolusi untuk mencerdaskan masyarakat milenial. Perlu juga percepatan program akselerasi literasi dengan beberapa langkah. Pertama, pemahaman paradigma literasi tidak hanya membaca dan bahan bacaan bukan hanya manual, melainkan juga digital. Literasi tidak sekadar membaca dan menulis, namun juga keterampilan berpikir menggunakan sumber-sumber pengetahuan berbentuk  cetak, visual, digital, dan auditori.

Kedua, pemenuhan akses internet di semua wilayah. Meski di ini kita berada di “benua maya”, namun masih banyak wilayah di Indonesia yang belum bisa mengakses Internet. Dengan menyediakan akses Internet, maka literasi digital akan semakin mudah. Suatu tempat yang tidak ada perpustakaannya juga bisa diganti e-library.

Ketiga, implementasi konsep literasi di semua lembaga pendidikan. Kemendikbud (2017:2) merumuskan gerakan literasi secara komprehensif. Yaitu literasi dasar (basic literacy), literasi perpustakaan (library literacy), literasi media (media literacy), literasi teknologi (technology literacy) dan literasi visual (visual literacy).

Selama ini, yang mendapat akses pengetahuan literasi hanya pelajar, mahasiswa, guru, dosen, petugas perpustakaan dan lainnya. Maka gerakan literasi yang digagas Kemendikbud harus didukung. Mulai dari gerakan literasi dalam keluarga, sekolah dan gerakan literasi nasional.

Keempat, menumbuhkan rasa cinta pada ilmu pengetahuan, kebenaran dan fakta. Hal itu tentu harus terwujud dalam kegiatan membaca yang diimbangi validasi, baik membaca digital maupun manual.

Kelima, masyarakat harus mengubah gaya hidupnya yang berawal dari budaya lisan, menjadi budaya baca. Rata-rata masyarakat tidak membaca karena faktor kesibukan mencari nafkah, tidak suka membaca, dan tidak adanya bahan bacaan.

Bahkan, mereka tidak tahu bahan bacaan berkualitas itu seperti apa. Di sinilah perlu adanya edukasi literasi kepada masyarakat secara luas. Harus ada budaya baca yang diciptakan keluarga dan kelompok masyarakat daripada “ngobrol doang” yang tak ada gunanya.

Bagaimana membekalkan literasi teknologi kepada siswa yang dilakukan melalui kegiatan pembelajaran?
Dadang A. Sapardan
(Kabid Pend. SMP Disdik Kab. Bandung Barat)

Indonesia termasuk salah satu negara di dunia dengan jumlah pengguna internet terbanyak. Fenomena tersebut didasari oleh hasil riset yang dilakukan berbagai lembaga riset. Menurut hasil yang  dilansir  oleh wearesocial.sg pada tahun 2017 tercatat ada sebanyak 132 juta pengguna internet di Indonesia. Karena itu, hampir sebagian besar penduduk Indonesia telah menjadikan internet sebagai bagian dari kehidupannya.

Dari sisi kuantitas, banyaknya masyarakat Indonesia yang memanfaatkan perangkat digital untuk berselancar di internet tersebut cukup menggembirakan, tetapi di sisi lainnya bisa pula menimbulkan kekhawatiran. Pemanfaatan perangkat digital dapat menimbulkan dua sisi yang kontradiktif. Berkembangnya penggunaan perangkat digital dan kemudahan akses akan informasi dalam bentuk digital bisa menjadi peluang, tetapi bisa pula menjadi tantangan.

Salah satu tantangan yang memunculkan kehawatiran adalah jumlah generasi muda yang mengakses internet sangat besar, yaitu lebih kurang 70 juta orang. Dari jumlah sekian banyak tersebut, tidak menutup kemungkinan di dalamnya adalah para siswa sekolah. Mereka menghabiskan waktu untuk berinternet, baik melalui telepon genggam, komputer personal, atau laptop dalam durasi 5 jam per harinya. Tingginya penetrasi internet bagi generasi muda tentu meresahkan banyak pihak karena fakta menunjukkan bahwa data akses anak Indonesia terhadap konten berbau pornografi tergolong tinggi. Belum lagi perilaku berinternet yang tidak sehat, ditunjukkan dengan menyebarnya berita atau informasi hoaks, ujaran kebencian, dan intoleransi di media sosial. Hal-hal tersebut tentu menjadi tantangan besar bagi berbagai pihak yang memiliki tanggung jawab dan peran penting dalam mempersiapkan generasi masa depan yang tangguh dengan kepemilikan kompetensi dalam mengoperasionalkan perangkat digital.

Menyikapi lahirnya tantangan seperti diungkapkan di atas, langkah yang harus dilakukan adalah mencari formulasi tepat untuk dapat mendorong peningkatan intensitas pemanfaatan perangkat digital yang dibarengi dengan sikap bijak, kreatif, dan bertanggung jawab. Dengan kata lain, pemanfatan perangkat digital dimungkinkan dilakukan untuk penyerapan dan penyebaran informasi yang baik semata, bukan untuk hal lain yang mengarah pada bentuk penyimpangan.

Berkenaan dengan upaya untuk melakukan pengarahan terhadap siswa yang dituntut guna memiliki kompetensi literasi digital adalah memberi pehaman komprehensif terhadap pemanfaatan perangkat digital hanya untuk hal positif semata. Seluruh unsur yang terlibat dalam ranah pendidikan harus mampu mengimplementasikannya melalui program yang mendukung keterlahiran siswa yang literat digital. Namun sejalan dengan itu, harus pula dibarengi dengan pondasi yang kuat sehingga kompetensi yang dimiliki mereka tidak mengarah pada sisi negatif. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan dukungan dari berbagai pihak terkait. Selain oleh sekolah, dukungan tentunya harus diberikan pula oleh orang tua siswa dan masyarakat sebagai bagian dari tri pusat pendidikan.

Bagaimana Sekolah Mengimplementasikan Literasi Digital?

Dalam konteks pendidikan, untuk menyikapi begitu maraknya pemanfaatan perangkatan digital pada ranah pendidikan, Kemendikbud telah mengemasnya dalam kebijakan implementasi Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Terkait dengan GLS ini, terdapat enam kemampuan literasi dasar yang harus dimiliki oleh setiap siswa, yaitu literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi finansial, serta literasi budaya dan kewarganegaraan. Keenam literasi tersebut harus dapat dimiliki oleh setiap siswa malalui fasilitasi program kreatif dan inovatif yang diformulasikan oleh sekolah. Kemampuan literasi tersebut harus dikemas dalam berbagai kegiatan kurikuler, baik intrakurikuler, ekstrakurikuler, maupun kokurikuler. Dengan demikian, program yang diselenggarakan sekolah dapat mendorong lahirnya kompetensi literasi pada setiap siswanya.

Dikaji dari sudut pandang maknanya, literasi merupakan istilah yang merujuk pada seperangkat kemampuan dan keterampilan individu dalam membaca, menulis, berbicara, menghitung, dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian tertentu yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Dari pengertian tersebut, literasi tidak dimaknai pada kemampuan reseptif semata, tetapi mengarah pula pada kemampuan produktif. Dengan demikian, individu yang tergolong literat dimungkinkan memiliki wawasan luas dan memiliki kemampuan untuk memproduksi berbagai pemahamannya dalam bentuk karya.

Literasi digital merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap siswa. Penerapan kebijakan tersebut harus didorong sebagai respons atas masuknya kehidupan pada era revolusi industri 4.0 (computer/internet of things). Sebagai salah satu ranah kehidupan yang harus menyiapkan generasi penerus pada masa depan, pendidikan harus berada pada garis terdepan dalam mengimplementasikan literasi digital. Ranah pendidikan harus merespon secara proaktif akan fenomena yang terjadi, termasuk menyikapi perubahan pada era kehidupan ini.

Tujuan implementasi kompetensi literasi digital adalah mengedukasi warga sekolah, terutama siswa dalam memanfaatkan perangkat digital dan alat-alat komunikasi atau jaringan guna menemukan, mengevaluasi, menggunakan, mengelola, dan membuat informasi secara bijak dan kreatif. Selain itu, literasi digital pun bertujuan agar setiap pengguna dapat menggunakan media digital secara bijak, kreatif, dan bertanggung jawab, mengetahui aspek-aspek dan konsekuensi hukum yang berlaku.

Sejalan dengan itu, ranah pendidikan—dengan memosisikan sekolah sebagai ujung tombaknya—harus meresponnya melalui penerapan strategi kebijakan yang tepat, sehingga langkah yang diambil tidak menihilkan fenomena perkembangan kehidupan yang terjadi pada saat ini dan masa datang. Sebagai salah satu ranah yang harus mempersiapkan generasi pada masa depan, kebijakan pendidikan harus responsif atas perubahan tersebut.

Salah satu respons yang harus dilakukan oleh sekolah adalah memberi ruang dan kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh siswa guna mengembangkan potensi melalui kegiatan literasi. Dalam konteks Revolusi Industri 4.0 ini, literasi yang harus didorong adalah salah satu dari keenam kompetensi literasi yang harus dimiliki siswa, yaitu literasi digital.

Langkah yang harus implementasikan oleh setiap pemangku kebijakan sekolah adalah melakukan pengontrolan yang ketat terhadap siswa sehingga mereka dapat memanfaatkan perangkat digital dengan bijak, kreatif, dan bertanggung jawab. Pengontrolan tidak dapat dilakukan oleh sekolah semata, tetapi harus mendapat dukungan dari setiap orang tua siswa dan masyarakat. Melalui langkah tersebut, siswa dapat diarahkan hanya memanfaatkan perangkat digital untuk proses pembelajaran, pencarian informasi, dan hal positif lainnya.

Guna mencapai pada lahirnya siswa literat digital dengan tetap memosisikan kemampuannya untuk pelaksanaan pembelajaran, terdapat lima strategi yang dapat dilakukan sekolah. Pertama, penguatan kapasitas pendidik dan tenaga kependidikan sehingga paham akan fenomena literasi digital dan dapat menjadi teladan bagi setiap siswa. Kedua, peningkatan jumlah dan ragam sumber belajar guna memberi kesempatan kepada siswa dalam memilih sumber informasi digital. Ketiga, perluasan akses sumber belajar yang dapat dimanfaatkan sehingga memudahkan seluruh siswa untuk mengakses berbagai informasi dari internet. Keempat, peningkatakan pelibatan publik yang memiliki kompetensi dalam literasi digital serta unsur tri pusat pendidikan guna memberi masukan dan pendampingan terkait pemanfaatan perangkat digital yang bijak, kreatif, dan bertanggung jawab. Kelima, penguatan tata kelola sekolah melalui pengembangan sistem administrasi elektronik, sehingga siswa beserta seluruh warga sekolah dapat mengakses dengan mudah, tanpa terkendala ruang dan waktu.

Melalui kelima strategi yang diterapkan sekolah tersebut, dimungkinkan siswa akan memiliki kompetensi literasi digital. Kepemilikan kompetensi tersebut tentunya diharapkan dapat dibarengi dengan penunjukkan sikap bijak, kreatif, dan bertanggung jawab dari seluruh siswa. Dalam konteks ini, sekolah, orang tua siswa, serta masyarakat agar tidak bosan-bosan mengingatkan siswa bahwa kompetensi literasi digital yang dimiliki layaknya pisau bermata dua. Salah dalam pemanfaatan kompetensinya, bisa berakibat fatal bagi siswa.

Simpulan

Kehidupan pada era ini ditandai dengan semakin maraknya pemanfaatan perangkat digital untuk tingginya generasi muda berselancar di internet. Tingginya pemanfaatan internet oleh generasi muda—salah satunya termasuk siswa sekolah—telah menunjukkan bahwa data akses yang dikunjungi termasuk konten berbau pornografi. Belum lagi perilaku berinternet yang tidak sehat pun telah ditunjukkan dengan menyebarnya berita atau informasi hoaks, ujaran kebencian, dan intoleransi di media sosial. Hal-hal tersebut tentu menjadi tantangan besar bagi berbagai pihak yang memiliki tanggung jawab dan peran penting dalam mempersiapkan generasi masa depan yang tangguh dengan kepemilikan kompetensi literasi digital.

Untuk mengurangi resiko negatif di kalangan siswa dari pemanfaatan internet tidak sehat tersebut, sekolah harus menyusun formulasi kebijakan yang abai terhadap upaya penyimpangan. Langkah yang dilakukan adalah menerapkan strategi implementasi literasi digital yang di dalamnya mengarahkan siswa untuk dapat menemukan, mengevaluasi, menggunakan, mengelola, dan membuat informasi dari internet secara bijak, kreatif, dan bertanggung jawab. Dengan kata lain, perangkat digital yang dimilikinya hanya dimanfaatkan untuk proses pembelajaran semata.

Langkah ke arah itu bukan perkara mudah. Namun, sekolah perlu berupaya seoptimal mungkin bersama orang tua siswa, dan masyarakat. Dengan kebersamaan yang terbangun baik, penyimpangan upaya penguatan implementasi literasi digital dapat terlaksana dengan baik.****Disdikkbb-DasARSS.