KOMPAS.com - Khawarij adalah suatu kelompok atau sekte penentang Ali bin Abi Thalib. Show Khawarij berasal dari kata "kharij", yang memiliki makna di luar atau bagian luar. Sehingga, yang dimaksud dengan golongan Khawarij adalah kaum atau kelompok yang muncul karena tidak puas akan sikap Ali bin Abi Thalib yang berdamai dengan pihak Muawiyah bin Abu Sufyan dalam Pertempuran Shiffin, ketika Perang Saudara Islam Pertama. Kaum Khawarij kemudian keluar dari barisan pendukung Ali bin Abi Thalib dan mendirikan sekte baru. Tidak hanya itu, kaum Khawarij telah keluar dari prinsip agama Islam. Adapun sumber pemikiran, sifat, dan karakter mereka bermula dari Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim. Baca juga: Biografi Muawiyah I, Pendiri Dinasti Bani Umayyah Sejarah KhawarijKaum Khawarij muncul pada masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib (35-40 H/665-660 M). Ali bin Abi Thalib adalah Khalifah Khulafaur Rasyidin keempat, yang menggantikan Khalifah Utsman bin Affan. Setelah menjadi khalifah, Ali berpendapat bahwa prioritas saat itu adalah menstabilkan keadaan yang kacau, baru memproses pembunuh Khalifah Utsman. Namun, Muawiyah bin Abu Sufyan tidak puas dengan kebijakan yang diambil oleh Khalifah Ali, hingga mengakibatkan pecahnya Perang Shiffin pada 26-28 Juli 657. Pasukan Khalifah Ali hampir saja memenangkan peperangan. Akan tetapi, pasukan Muawiyah yang dipimpin oleh Amr bin Al Ash kemudian memerintahkan mengangkat Al Quran di tiap ujung tombak sebagai simbol untuk melakukan tahkim atau jalan damai. Khalifah Ali pun menerima ajakan tahkim dari pihak Muawiyah. Namun, ada pihak di dalam pasukannya yang tidak menyukai keputusan ini. Kelompok tersebut kemudian keluar dari barisan Ali, yang kemudian dikenal dengan nama golongan Khawarij. Baca juga: Perang Saudara Islam I: Penyebab, Jalannya Pertempuran, dan Akhir Ajaran KhawarijSetelah keluar dari barisan pendukung Khalifah Ali, Kaum Khawarij, yang berjumlah sekitar 12.000 orang, bertolak ke Desa Harur di Kufah, Irak. Di desa itu, mereka kemudian mendirikan pemerintahan sendiri untuk menentang pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib. Adapun pemimpin kaum Khawarij adalah orang yang bernama Abdullah bin Wabah Ar-Rasyidi. Di Harur, kaum Khawarij berkembang dan memiliki ideologi serta praktik pemikiran keagamaannya sendiri. Berikut adalah pokok pemikiran Khawarij.
Baca juga: Biografi Ali bin Abi Thalib, Anak Asuh Nabi Muhammad Sekte KhawarijKaum Khawarij terus berkembang hingga muncul beberapa sekte. Berikut adalah beberapa sekte Khawarij:
Referensi:
tirto.id - Setelah Khalifah Usman terbunuh oleh golongan Khawarij, kaum Muslimin membaiat Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah selanjutnya. Sejak itu Ali dianggap sebagai al-khulafâ’ ar-râsyidîn terakhir yang secara de jure merupakan satu-satunya pemimpin tertinggi seluruh umat Islam. Namun demikian, secara de facto, kekuasaan Ali tak pernah mencakup wilayah Syam, daerah yang sudah lama dipimpin Muawiyah bin Abi Sufyan. Ini disebabkan tindakan Muawiyah yang menuntut Khalifah Ali agar menghukum para Khawarij yang terlibat dalam pembunuhan Usman. Kegagalan kubu Ali dan Muawiyah mencapai kesepakatan akhirnya menimbulkan perang saudara yang dikenal sebagai perang Shiffin. Perang besar antar-sesama kaum Muslimin ini bisa dibilang imbang, sehingga menyebabkan korban besar-besaran di kedua kubu. Baca juga: Krisis Politik yang Menyebabkan Terbunuhnya Ali bin Abu Thalib Puncak aksi kaum Khawarij adalah majunya seseorang bernama Abdullah bin Muljam untuk membunuh Khalifah Ali. Ia menyerang Ali yang hendak salat subuh dan berhasil melukai dahinya hingga parah. Tak berapa lama kemudian, Ali meninggal.
Khawārij (bahasa Arab: خوارج atau dibaca Khowaarij, secara harfiah memiliki arti "Mereka yang Keluar") ialah istilah umum yang mencakup sejumlah aliran dalam Islam yang awalnya mengakui kekuasaan Ali bin Abi Thalib, lalu menolaknya. Disebut Khowarij disebabkan karena keluarnya mereka dari dinul Islam dan pemimpin kaum muslimin.[1] Awal keluarnya mereka dari pemimpin kaum muslimin yaitu pada zaman khalifah Ali bin Abi Thalib ketika terjadi (musyawarah) dua utusan. Mereka berkumpul disuatu tempat yang disebut Khoruro (satu tempat di daerah Kufah). Oleh sebab itulah mereka juga disebut Al Khoruriyyah.[2] Dalam mengajak umat mengikuti garis pemikiran mereka, kaum Khawarij sering menggunakan kekerasan dan pertumpahan darah.[butuh rujukan] TerminologiKata Khawarij dalam terminologi ilmu kalam adalah suatu sekte/kelompok/aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang kemudian keluar dan meninggalkan barisan karena ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase (tahkim), dalam perang Shiffin pada tahun 37/648 Masehi dengan kelompok Muawiyah bin Abu Sufyan perihal persengketaan khalifah.[butuh rujukan] Sumber pemikiran, sifat dan karakter Khawarij awalnya dari seseorang yang bernama Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim.[3][4] Awalnya dia telah menuduh Rasulullah Muhammad ﷺ tidak adil dalam pembagian harta rampasan perang, ucapannya membuat Umar bin Khattab atau Khalid bin Walid[5][6][7] hendak memenggal lehernya, akan tetapi dicegah oleh Rasulullah Muhammad ﷺ. Ciri khas Khawarij lainnya adalah mengkafirkan pemerintah kaum muslimin dan orang-orang yang bersama pemerintah tersebut (karena melakukan dosa-dosa besar), memberontak kepada pemerintah kaum muslimin, menghalalkan darah dan harta kaum muslimin. Dalam riwayat lain disebutkan, "Sesungguhnya akan lahir dari orang ini suatu kaum yang membaca Al-Qur’an tetapi tidak sampai melewati kerongkongannya, mereka membunuh orang Islam dan membiarkan para penyembah berhala. Mereka terlepas dari Islam sebagaimana anak panah yang terlepas dari busurnya. Kalau aku menjumpai mereka sungguh akan aku perangi mereka sebagaimana memerangi kaum ‘Ad.”[8] Perkembangan
Kemudian perkembangan gerakan Khawarij membesar pertama kali muncul pada pertengahan abad ke-7, terpusat di daerah yang kini ada di Irak selatan, disuatu tempat yang disebut Khouro, Kuffah. Khawarij merupakan bentuk yang berbeda dari Sunni dan Syi’ah. Gerakan ini berakar sejak zaman Khalifah Utsman bin Affan dibunuh, dan kaum Muslimin kemudian mengangkat Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah. Ketika itu, kaum Muslimin mengalami kekosongan kepemimpinan selama beberapa hari. Setelah Utsman bin Affan dibunuh oleh orang-orang yang membencinya, kaum muslimin mengangkat Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah, setelah beberapa hari kaum muslimin hidup tanpa seorang khalifah. Kabar kematian 'Ustman kemudian terdengar oleh Mu'awiyyah, yang mana dia masih memiliki hubungan kekerabatan dengan 'Ustman bin Affan. Sesuai dengan syariat Islam, Mu'awiyyah berhak menuntut balas atas kematian 'Ustman. Mendengar berita ini, orang-orang Khawarij pun ketakutan, kemudian menyusup ke pasukan Ali bin Abi Thalib. Mu'awiyyah berpendapat bahwa semua orang yang terlibat dalam pembunuhan 'Ustman harus dibunuh, sedangkan Ali berpendapat yang dibunuh hanya yang membunuh 'Ustman saja karena tidak semua yang terlibat pembunuhan diketahui identitasnya. Akhirnya terjadilah perang shiffin karena perbedaan dua pendapat tadi. Kemudian masing-masing pihak mengirim utusan untuk berunding, dan terjadilah perdamaian antara kedua belah pihak. Melihat hal ini, orang-orang khawarijpun menunjukkan jati dirinya dengan keluar dari pasukan Ali bin abi Thalib. Mereka (Khawarij) merencanakan untuk membunuh Mu'awiyyah bin Abi Sufyan dan Ali bin Abi Thalib, tetapi yang berhasil mereka bunuh hanya Ali bin Abi Thalib. Ajaran
Secara umum, ajaran-ajaran pokok golongan ini adalah:
Aliran Khawarij dalam perkembangan selanjutnya pecah lagi menjadi beberapa sekte dari yang paling keras adalah sekte Azariqah di bawah pimpinan Nafi Ibnu Azraq. Golongan ini berpendapat bahwa orang-orang Islam yang tidak sefaham dengan mereka adalah kafir dan akan kekal selama-lamanya dalam neraka, walaupun ia meninggal ketika masih anak-anak. Termasuk dalam sekte ini adalah Abdurrahman bin Muljam yang membunuh Khalifah Ali ketika sedang sholat Subuh di Kufah. Ada juga sekte yang lebih lunak seperti kelompok Najdah Ibnu Amir Al-Hanafi dari Yamamah, kelompok Ziad Ibnu Asfar. Sedangkan yang paling lunak adalah sekte Ibadiah pimpinan Abdullah bin Ibad yang tidak sampai mengkafirkan dan masih menganggap Islam kelompok di luar mereka. Tokoh utama
Tokoh-tokoh utama Khawarij antara lain:
Sekte
Akibat perbedaan pendapat di antara tokoh-tokohnya, Khawarij terpecah menjadi beberapa sekte, antara lain:
Perpecahan itulah yang menghancurkan aliran Khawarij. Satu-satunya yang masih ada, Ibadi dari Oman, Zanzibar, dan Maghreb menganggap dirinya berbeda dari yang lain dan menolak disebut Khawarij. Referensi
Rujukan
|