Menjaga wudhu adalah contoh meneladani Asmaul Husna

Jakarta -

Al Baqi adalah salah satu nama indah Allah SWT atau Asmaul Husna yang perlu kita pahami makna di baliknya. Lantas, apa arti dari kata Al Baqi?

اَلْبَاقِي

Bacaan latin: Al-Baqi'

Artinya: Yang Maha Abadi

Melansir dari buku Cerita & Makna Asmaul Husna Untuk Anak yang ditulis oleh Siti Wahyuni dan Arini Nurpadilah, Al Baqi artinya Allah Maha Abadi memiki makna bahwa Allah tidak memiliki awal maupun akhir. Allah SWT akan senantiasa ada meskipun kehidupan di dunia ini sudah berakhir karena Allah pula yang memiliki kekuasaan atas segala sesuatu.

Hal ini dinarasikan dalam firman Allah QS Ar Rahman ayat 26-27 yang berbunyi,

كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ
وَيَبْقَىٰ وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ

Artinya: "Semua yang ada di bumi itu akan binasa, tetapi wajah Tuhanmu yang memiliki kebesaran dan kemuliaan tetap kekal."

Allah SWT merupakan Dzat yang akan terus menerus mengurusi makhluk hidupnya tanpa tidur atau pun mengantuk. Dia abadi selamanya seperti difirmankan dalam surah Al Baqarah ayat 255,

اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ ۚ لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ ۚ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۗ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ ۚ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ ۖ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلَّا بِمَا شَاءَ ۚ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ ۖ وَلَا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا ۚ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ

Artinya: "Allah, tidak ada tuhan selain Dia. Yang Mahahidup, Yang terus menerus mengurus (makhluk-Nya), tidak mengantuk dan tidak tidur. Milik-Nya apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Tidak ada yang dapat memberi syafaat di sisi-Nya tanpa izin-Nya. Dia mengetahui apa yang di hadapan mereka dan apa yang di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui sesuatu apa pun tentang ilmu-Nya melainkan apa yang Dia kehendaki. Kursi-Nya meliputi langit dan bumi. Dan Dia tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Dia Mahatinggi, Mahabesar."

Kisah Teladan Asmaul Husna Al Baqi

Untuk lebih memahami makna dari Asmaul Husna Al Baqi dapat disimak kisah dari Nabi Musa AS berikut ini.

Dikisahkan oleh penulis Adib dalam buku Kisah-Kisah Terpuji Asmaul Husna, ada seorang umat Nabi Musa yang bernama Samiri. Namun, ternyata ia merupakan umat yang membangkang dan berkhianat ketika Nabi Musa tengah pergi untuk menerima wahyu dari Allah. Saat Nabi pergi, ia mencoba merayu Bani Israil untuk merusak keimanan mereka.

Samiri melakukan segala cara agar Bani Israil kembali tersesat dan berpaling dari ajaran Nabi Musa. Salah satu cara yang dilakukannya adalah membuat sebuah patung sapi dari emas-emas yang dikumpulkannya dari Bani Israil. Patung emas yang dibuatnya bahkan bisa mengeluarkan suara.

Melihat patung emas tersebut, Samiri berhasil membuat Bani Israil takjub dan terpesona. Samiri pun berkata,

"Lihatlah, patung ini bisa mengeluarkan suara. Inilah Tuhan kita yang sebenarnya. Inilah Tuhan kalian dan juga Tuhan Musa, tetapi Musa melupakannya,"

Bani Israil pun termakan dengan rayuan tersebut. Mereka pun mengikuti Samiri untuk menyembah patung itu dengan menyalakan api dan menari mengelilingi patung tersebut. Padahal, mereka baru saja ditolong oleh Allah SWT ketika dikejar oleh Fir'aun dan pasukannya.

Ketika Nabi Musa kembali, ia terkejut menyaksikan kesesatan yang dilakukan umatnya. Bani Israil yang melihat kedatangan Nabi Musa pun merasa sangat segan dan takut. Mereka mengungkapkan bahwa Samiri yang membujuk mereka.

Kemudian, patung sapi emas itu pun dihancurkan. Bahkan Samiri dihukum dan diusir. Kisah ini bisa menjadi bukti bahwa sifat Allah SWT adalah Yang Maha Abadi. Dia tidak dapat hancur atau pun dihancurkan. Sementara, patung sapi emas itu hanyalah sebuah benda yang bisa dihancurkan dan tidak memiliki kekuatan.

Sebab itu, ada beberapa cara yang dapat kita lakukan untuk mengimani sifat Al Baqi yang artinya Maha Abadi ini, yakni dengan memperbanyak ibadah selama di dunia, ikhlas dalam beramal sholeh, dan tidak berputus asa dari rahmat Allah.

Itu dia penjelasan singkat mengenai arti Al Baqi dan kisah teladan yang dapat kita ambil hikmahnya. Semoga bermanfaat, Sahabat Hikmah.

Simak Video "Makna Ayat Suci Al-Qur'an yang Dilantunkan di Pembukaan Piala Dunia 2022"


[Gambas:Video 20detik]
(rah/erd)

Oleh Niki Alma Febriana Fauzi, M.Ud

قُلِ ٱدْعُوا۟ ٱللَّهَ أَوِ ٱدْعُوا۟ ٱلرَّحْمَٰنَ ۖ أَيًّا مَّا تَدْعُوا۟ فَلَهُ ٱلْأَسْمَآءُ ٱلْحُسْنَىٰ ۚ وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَٱبْتَغِ بَيْنَ ذَٰلِكَ سَبِيلًا

Katakanlah: “Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al-asmaaul husna (nama-nama yang terbaik). Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan jangan pula merendahkannya, dan carilah jalan tengah di antara kedua itu”. (QS. Al-Isra’/17: 110)

            Salah satu sifat Allah SWT yang mulia dan memiliki makna yang luar biasa ialah Ar-Rohmân, tentunya tanpa menyampingkan sifat Allah yang lain. Bahkan di dalam al-Quran, sifat ini diabadikan menjadi salah satu nama surat, yakni surat ke-55 (QS. Ar-Rohmân), selain itu juga tersebut dalam banyak ayat, misalnya sebagaimana dalam lafadz basmalah yang seringkali diucapkan. Dalam ayat tersebut kata Ar-Rohmân diiringi dengan sifat Allah yang lain, yakni Ar-Rohîm.

            Secara bahasa, kata Ar-Rohmân dan Ar-Rohîm berasal dari asal kata atau akar kata yang sama, yakni: رَحِمَ – يَرْحَمُ. Ketika melihat terjemahan dalam bahasa Indonesia yang standar, biasanya diterjemahkan dengan Maha Pengasih-Maha Penyayang. Dua kata yang seakan akan hampir sama maknanya dalam bahasa Indonesia.

            Akan tetapi, jika menelisik lebih jauh kata tersebut, misalnya dengan melihat kitab-kitab tafsir yang dikarang oleh para ulama, maka akan didapatkan makna yang luar biasa mengenai makna dua kata tersebut. Sebagai contoh, dalam kitab tafsir Ibnu Kasir, menyebutkan bahwa kata Ar-Rohmân memiliki makna yaitu: kepengasihan Allah atau rasa kasih dan sayang Allah yang diberikan kepada seluruh makhuk-Nya. Bukan hanya kepada hamba-Nya semata, namun juga kepada makhluk Allah yang lain, yang ada di dunia ini baik yang beriman maupun yang tidak, baik itu manusia maupun selainnya.

            Sedangkan, kata Ar-Rohîm, diartikan dengan sifat pengasih Allah dan sifat penyayang -Nya yang akan diberikan kelak di akhirat, dan khusus diberikan untuk orang-orang yang beriman kepada Allah SWT. Demikianlah letak perbedaan di antara keduanya. Sifat Ar-Rohmân yang dimiliki Allah menunjukkan bahwa kasih sayang-Nya diberikan kepada siapapun tanpa ada pengecualian. Lantas pertanyaanya ialah, setelah mengetahui makna Ar-Rohmân tersebut, apa yang perlu dilakukan sebagai hamba Allah?

            Dalam diskursus ilmu kalam modern, orang yang dikatakan bertauhid tidak cukup mengesakan Allah saja. Akan tetapi, juga mampu mengaplikasikan nilai-nilai ketuhanan dalam kehidupan sehari-hari. Maka setelah mengetahui makna Ar-Rohmân, kewajiban seorang yang mengaku muslim ialah berupaya mengaplikasikan sifat kasih sayang tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

            Dalam lintasan sejarah umat Islam, pernah tercatat dan menjadi contoh yang dapat dijadikan teladan dalam mengaplikasikan sifat Allah ini. Rasulullah SAW adalah sosok panutan yang banyak mengplikasikan sifat ini, salah satu kisahnya yang masyhur ialah ketika ada seorang Yahudi yang rajin melemparkan kotoran kepada Rasulullah dari atas rumahnya setiap kali Rasulullah melewati jalan tersebut. Sampai suatu ketika Rasulullah tidak menjumpai orang yang selalu melemparkan kotoran kepada dirinya.

            Setelah mencari tahu kabar tentang orang tersebut, diketahuilah bahwa ia sedang sakit. Maka bergegaslah Rasulullah menjenguknya tanpa sedikitpun membawa rasa dendam, bahkan diceritakan pula Rasulullah datang membawakan buah tangan. Orang Yahudi yang selalu mendzolimi Rasulullah tadi terkaget dan mengira bahwa Rasulullah datang akan membalas dendam, namun justru Rasul datang untuk menjenguknya dan memberikan buah tangan bahkan membantu memenuhi kebutuhannya. Kemudian orang tersebut meminta maaf dan akhirnya bersedia memeluk agama Islam.

            Kisah di atas merupakan wujud pengamalan dari satu sifat Allah, tentunya masih banyak sifat Allah yang lain. Maka tidak heran Rasul pernah bersabda:

…صِلْ مَنْ قَطَعَكَ وَأَعْطِ مَنْ حَرَمَكَ وَاعْفُ عَمَّنْ ظَلَمَكَ

“sambunglah orang yang memutuskan tali silaturahmi denganmu, berilah orang yang tidak mau memberi kepadamu, dan maafkanlah orang yang medzhalimimu.” Ramadhan mengajarkan agar setiap muslim mampu mengasah kepekaan diri, agar dapat mngaplikasikan sifat-sifat ketuhanan Allah dalam kehidupan sehari-hari.

Oleh M Wakhid Hidayat

REPUBLIKA.CO.ID, Sungguh indah Islam. Betapa tidak, awal mula yang diajarkan dalam ibadah adalah tentang kesucian (thaharah), meliputi kesucian badan, pakaian, maupun tempat untuk ibadah. Baik kesucian dari hadas, maupun dari segala najis. Kesemuanya ini sebagai ritual seorang hamba ketika akan menghadap Rabb-nya yaitu dengan keadaan yang benar-benar suci.

Wudhu adalah satu cara seorang hamba menyucikan diri dari hadas kecil. Berwudhu wajib dilakukan bagi orang yang hendak menunaikan shalat karena termasuk syarat sahnya. Rasul berkata melalui riwayat Tirmidzi, ''Kuncinya surga adalah shalat dan kuncinya shalat adalah wudhu,'' dan riwayat Imam Ahmad, ''Tidaklah dianggap shalat bagi orang yang tidak berwudhu.''

Namun, Rasulullah melakukan wudhu tidaklah hanya ketika akan melaksanakan shalat. Beliau selalu mendawamkan wudhu dalam kesehariannya, yaitu senantiasa menjaga kesucian dengan cara selalu memperbarui wudhu ketika beliau hadas.

Kesunahan ini sangat dianjurkan. Sebuah pesan ajakan ittiba' ini terekam dari perkataannya, ''Sesungguhnya umatku akan datang pada hari kiamat dengan tanda ghurra yang bersinar (di wajahnya) karena atsar (bekas) dari wudhu. Barangsiapa yang mampu untuk memperpanjang ghurra tersebut, maka lakukanlah.'' (HR Muslim dari Abu Huraiah).

Dalam kitab Fathul Bari dijelaskan bahwa asal kata ghurra adalah bintik-bintik putih yang berada di dahi kuda. Dalam hadis ini dimaksudkan sebagai cahaya yang bersinar di wajah umat Muhammad. Mendawamkan wudhu berarti menjadikan diri senantiasa dalam keadaan suci, suatu perbuatan yang amat dipuji oleh Zat Yang Mahasuci. Sebuah tanda ghurra di dahi umat akan segera menjelma dalam aura wajah setiap hamba Muslim di dunia ini, selain sebagai tanda keumatan di hari kiamat nanti ketika menghadap Allah SWT sesuai sabda Rasul di atas.

Berwudhu ini selain untuk menjaga kebersihan anggota badan dan kesucian dari hadats juga sebagai kesucian dari dosa-dosa yang kita lakukan. Rasul berkata melalui riwayat Muslim, ''Jika seorang hamba Muslim atau Mukmin melakukan wudhu, kemudian membasuh wajahnya, maka dosa-dosa yang dilakukan oleh mata akan keluar bersama air yang mengalir hingga tetesan terakhirnya. Jika ia membasuh kedua tangannya, maka dosa-dosa yang dikerjakan oleh tangan akan keluar bersama air yang mengalir hingga tetesan terakhirnya. Jika membasuh kedua kakinya, maka dosa-dosa yang dilakukan oleh kaki akan keluar bersama air yang mengalir hingga tetesan terakhirnya. Sehingga, keluarlah semua noda dosa sang hamba.''

Sebagai umat Muhammad, marilah kita mendawamkan wudhu sebagai ittiba' kepadanya, sekaligus untuk menjaga kesucian diri serta penghapus dosa. Juga diharapkan akan menjelma menjadi mental kehidupan Muslim dan Mukmin dalam kehidupan kesehariannya yang senantiasa menjaga kesucian pergaulannya berupa akhlak karimah. Wallahu a'lam.

sumber : Pusat Data Republika

Silakan akses epaper Republika di sini Epaper Republika ...