Yang tidak akan dialami oleh bank bagi hasil adalah

Yang tidak akan dialami oleh bank bagi hasil adalah

Yang tidak akan dialami oleh bank bagi hasil adalah
Lihat Foto

Adzhahri Ahmad

Toko-toko kelontong di Indonesia perlahan berbenah, menyongsong arus perubahan di tengah era modernisasi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mendapatkan dana modal usaha di bank syariah berbeda dengan bank konvensional. Di bank syariah tidak mengenal bunga karena dianggap sebagai praktik riba.

Sebagai gantinya, bank syariah mendapatkan keuntungan dari penempatan dana kepada nasabahnya dalam bentuk profit sharing atau yang lebih dikenal dengan sistem bagi hasil.

Bank syariah mendapatkan keuntungan dengan skema perhitungan membagi keuntungan dari investasi yang sudah dijalankan, yakni dari pendapatan bersih atau total pendapatan usaha dikurangi biaya operasional.

Besarnya keuntungan yang dibagi antara nasabah dan bank syariah ini sudah diputuskan saat akad akan ditandatangani. Akad bertujuan agar tidak ada lagi perselisihan di kemudian hari.

Baca juga: Perbedaan Bunga Bank Konvensional Vs Bagi Hasil Bank Syariah

Salah satu akad yang lazim digunakan dalam perjanjian bank syariah dan nasabahnya adalah mudharabah. Akad lainnya yang juga sering dipakai yakni musyarakah dan murabahah. 

Lalu selain menerima keuntungan dari bagi hasil, apakah bank syariah ikut menanggung rugi apabila usaha yang dijalankan nasabahnya mengalami kerugian?

Mengutip Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) Nomor 7 Tahun 2000 tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh), bahwa mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh lembaga keuangan syariah (LKS) kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif.

Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul maal (pemilik dana) membiayai 100 persen kebutuhan suatu proyek (usaha), sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai mudharib atau pengelola usaha.

Baca juga: Pinjaman Online Syariah Bebas Riba, Apa Saja Syaratnya?

Jangka waktu usaha, tata cara pengembalian dana, dan pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak (LKS dengan pengusaha).

Skema pembagian kerugian

Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati bersama dan sesuai dengan syariah dan LKS tidak ikut serta dalam manajemen perusahaan atau proyek, tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan.

Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai dan bukan piutang.

Dalam fatwanya, MUI menegaskan LKS sebagai penyedia dana wajib ikut menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah kecuali jika mudharib (nasabah) melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian.

Baca juga: Bagaimana Konsep Bunga Saat Menabung di Bank Syariah?

Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga.

Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad. Biaya operasional selama penempatan dana ini kemudian dibebankan kepada mudharib.

Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, mudharib berhak mendapat ganti rugi atau biaya yang telah dikeluarkan.

MUI sendiri mengatur syarat modal yang diberikan LKS kepada nasabahnya antara lain modal harus diketahui jumlah dan jenisnya, Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan dalam bentuk aset, maka aset tersebut harus dinilai pada waktu akad.

Baca juga: Mengenal Gobog, Uang yang Berlaku di Era Majapahit

Kemudian modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib, baik secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad.

Berikut syarat pembagian keuntungan dari akad mudharabah:

  • Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk satu pihak.
  • Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi (nisbah) dari keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan.
  • Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan pengelola tidak boleh menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.

MUI juga mengatur beberapa ketentuan hukum pembiayaan mudharabah antara lain:

  • Mudharabah boleh dibatasi pada periode tertentu
  • Kontrak tidak boleh dikaitkan (mu’allaq) dengan sebuah kejadian di masa depan yang belum tentu terjadi.
  • Pada dasarnya, dalam mudharabah tidak ada ganti rugi, karena pada dasarnya akad ini bersifat amanah (yad al-amanah), kecuali akibat dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.
  • Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah
  • setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

Baca juga: Mengenal Prinsip Bagi Hasil di Bank Syariah

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Yang tidak akan dialami oleh bank bagi hasil adalah

Yang tidak akan dialami oleh bank bagi hasil adalah
Lihat Foto

Shutterstock

Ilustrasi


JAKARTA, KOMPAS.com - Ada dua jenis bank di dalam sistem perbankan Indonesia, yakni bank konvensional dan bank syariah.

Salah satu perbedaan utama antara bank syariah dan bank konvensional yakni pada prinsip yang digunakan.

Di bank syariah, prinsip yang dipakai adalah prinsip syariah, di mana di dalam melakukan kegiatan bisnisnya, bank syariah tidak mengenal konsep bunga yang dianggap riba.

Dikutip dari buku Seri Literasi Keuangan Industri Jasa Keuangan Syariah disebutkan sistem bagi hasil ini lah yang membuat bank syariah cenderung lebih stabil dalam merespon shock.

Sementara, pada bank konvensional dengan sistem bunga bank yang berbasis utang, bank harus menanggung seluruh risiko bisis dan keuangan yang ada ketika guncangan terjadi di sisi aset bank.

Baca juga: Mudah, Begini Cara Buka Rekening Bank Syariah Indonesia Online

Sehingga, bank konvensional berbasis utang akan sangat rentan terhadap berbagai jenis risiko dan stabilitas sistem perbankan pun cenderung rapuh.

Pada dasarnya, baik bagi hasil dan bunga adalah balas jasa yang diberikan oleh bank untuk nasabahnya atas penempatan dana yang mereka lakukan.

Lalu sebenarnya, apa perbedaan antara bunga dan bagi hasil?

Untuk lebih jelasnya, berikut adalah perbedaan bunga dengan bagi hasil seperti dikutip dari laman resmi OJK:

Bunga Bank Konvensional

  1. Asumsi selalu untung
  2. Didasarkan pada jumlah uang (pokok pinjaman)
  3. Nasabah kredit harus tuntuk pada pemberlakuan perubahan tingkat suku bunga tertentu secara sepihak oleh bank, sesuai dengan fluktuasi tingkat suku bunga di pasar uang. Pembayaran bunga yang sewaktu-waktu dapat meningkat atau menurun tersebut tidak dapat dihindari oleh nasabah di dalam masa pembayaran angsuran kreditnya.
  4. Tidak tergantung pada kinerja usaha. Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat meskipun jumlah keuntungan usaha berlipatganda saat keadaan ekonomi sedang baik.
  5. Eksistensi bunga diragukan kehalalannya oleh semua agam termasuk agama Islam
  6. Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi

Baca juga: Daftar Kode Bank Syariah Indonesia untuk Keperluan Transfer

Bagi Hasil Bank Syariah

  1. Ada kemungkinan untung/rugi
  2. Didasarkan pada rasio bagi hasil dari pendapatan atau keuntungan yang diperoleh nasabah pembiayaan
  3. Margin keuntungan untuk bank (yang disepakati bersama) yang ditambahkan pada pokok pembiayaan berlaku sebagai harga jual yang tetap sama hingga berakhirnya masa akad. Porsi pembagian bagi hasil berdasarkan nisbah (yang disepakati bersama) berlaku tetap sama, sesuai akad, hingga berakhirnya masa perjanjian pembiayaan (untuk pembiayaan konsumtif)
  4. Jumlah pembagian bagi hasil berubah-ubah tergantung kinerja usaha (untuk pembiayaan berdasarkan bagi hasil)
  5. Tidak ada agama yang meragukan keabsahan bagi hasil
  6. Bagi hasil tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Jika proyek itu tidak mendapatkan keuntungan maka kerugian akan ditanggung bersama kedua pihak

Dari rincian di atas, dapat disimpulkan, ciri utama pola bagi hasil yang beda dengan bunga bank yakni keuntungan dan kerugian ditanggung bersama baik oleh pemilik dana maupun pihak yang menjalankan usaha.

Salah satu ciri utama bank syariah yang membedakan dengan bank konvensional yakni keberadaan logi iB.

Baca juga: Mengenal Prinsip Bank Syariah yang Berlaku di Aceh

Logo iB ini dipasang di depan kantor bank yang telah secara resmi beroperasi sebagai bank syariah, baik kantor pusat, kantor cabang, maupun kantor layanan syariah.
Logo ini juga biasanya dipasang di papan reklame, sepanduk, neon sign, atau billboard bank syariah.

Untuk diketahui, perbedaan antara bank konvensional dan bank syariah lainnya yakni hubungan nasabah dengan bank.

Bila pada bank konvensional adalah hubungan debitur dan kreditur, sementara pola hubungan pada bank syariah adalah kemitraan (musyarakah dan mudharabah). Hubungan lain di bank syariah yakni penjual-pembeli (murabahah, salam dan istishna), sewa menyewa (ijarah), debitur-kreditur dalam pengertian equity holder (qard).

Untuk lebih jelasnya mengenai beda bank syariah dan bank konvensional dapat dibaca pada artikel berikut.

Sementara, penjelasan secara lengkap mengenai bank syariah bisa dibaca di artikel berikut.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.