Syarat utama bagi suatu pengetahuan yang memenuhi syarat ilmiah harus memiliki

Pendahuluan

A.J. Bahm dalam  Axiology: The Science of Values mengatakan, ilmu pengetahuan terkait dengan masalah. Masalah adalah bagian dari ilmu pengetahuan. Jika tidak ada masalah, maka tidak akan muncul ilmu pengetahuan. Pengetahuan ilmiah adalah hasil dari pemecahan masalah ilmiah. Jika tidak ada masalah, maka tidak ada pemecahan masalah, dus dengan demikian tidak ada pengetahuan ilmiah. Untuk menjadi ilmiah, maka seseorang harus memiliki kemauan untuk mencoba memecahkan masalah. Menurut Bahm, ilmu pengetahuan setidaknya melibatkan enam  komponen penting: 1) masalah (problems);  2) sikap (attitude);  3) metode (method);  4) aktivitas (activity);  5) kesimpulan (conclusion); 6) pengaruh (effects).   1. Masalah (Problems) Masalah mana yang dianggap mengandung sifat ilmiah? Menurut Bahm, suatu masalah bisa dianggap ilmiah, sedikitnya memiliki tiga ciri: 1) terkait dengan komunikasi; 2) sikap ilmiah dan 3) metode ilmiah. Tidak ada masalah yang disebut ilmiah kecuali masalah tersebut bisa dikomunikasikan kepada orang lain. Jika belum atau tidak dapat dikomunikasikan kepada orang lain atau masyarakat maka belum dianggap ilmiah. Tidak ada masalah yang pantas disebut ilmiah kecuali masalah tersebut bisa dihadapkan  pada sikap ilmiah. Demikian pula tidak ada masalah yang pantas disebut ilmiah kecuali harus terkait dengan metode ilmiah.   2. Sikap (attitude) Sikap ilmiah (scientific attitude) menurut Bahm setidaknya harus memiliki enam ciri pokok, yaitu: 1) keingintahuan (curiosity); 2) spikulasi (speculativeness); 3) kemauan untuk berlaku objektif (willingness to be objective); 4) terbuka (open-maindedness); 5) kemauan untuk menangguhkan penilaian (willingness to suspend judgment) dan 6) bersifat sementara (tentativity). 1). Keingintahuan (curiosity). Keingintahuan harus dimiliki oleh seorang ilmuwan, seperti keinginan untuk menyelidiki, investigasi, eksplorasi, dan eksperimentasi. 2). Spikulasi (spiculativeness). Hal ini penting dalam rangka menguji hipotesis. Spikulasi juga merupakan ciri penting dalam sikap ilmiah. 3). Kesadaran untuk berlaku objektif (willingness to be objective). Sikap ini  penting, sebab objektivitas merupakan  ciri ilmiah. Sikap demikian harus dimiliki oleh seorang ilmuwan. Menurut Bahm sikap objektif harus memenuhi syarat-sayarat sebagai berikut:
  1. Memiliki sifat rasa ingin tahu terhadap apa yang diselidiki untuk memperoleh pemahaman sebaik mungkin;
  2. Melangkah dengan berdasarkan pada pengalaman dan alasan, artinya, pengalaman dan alasan saling mendukung, karena alasan yang logis dituntut oleh pengalaman;
  3. Dapat menerima data sebagaimana adanya (tidak ditambah dan dikurangi). Hal ini terkait dengan sikap objkektif seorang ilmuwan;
  4. Bisa menerima perubahan (fleksibel, terbuka), artinya jika objeknya berubah, maka seorang ilmuwan mau menerima perubahan tersebut;
  5. Berani menanggung resiko kekeliruan. Oleh sebab itu trial and error merupakan karakteristik dari seorang ilmuwan;
  6. Tidak mengenal putus asa, artinya gigih dalam mencari objek atau masalah, hingga mencapai pemahaman secara maksimal.
4). Terbuka (open mindedness), artinya selalu bersedia menerima kritik dan saran ilmuwan lain secara lapang dada. 5). Menangguhkan keputusan/penilaian (willingness to suspend judgment), artinya bersedia menangguhkan keputusan sampai semua bukti penting terkumpul. 6). Bersifat sementara, artinya harus menerima bahwa kesimpulan ilmiah bersifat sementara. 3. Metode (Method) Menurut Bahm, bahwa esensi dari sebuah pengetahuan adalah metode. Setiap pengetahuan memiliki metodenya sendiri sesuai dengan permasalahannya. Meski diantara para ilmuwan terjadi perbedaan tentang metode ilmiah, tetapi mereka sepakat bahwa masalah tanpa observasi tidak akan menjadi ilmiah, sebaliknya observasi tanpa masalah juga tidak akan menjadi ilmiah. Menurutnya, bahwa ilmu pengetahuan adalah aktivitas menyelesaikan masalah dan melihat metode ilmiah sebagai sesuatu yang memiliki karakteristik yang esensial bagi penyelesaian masalah. Ada lima langkah esensial dan ideal --menurut Bahm-- dalam menerapkan metode ilmiah yang harus dipahami oleh seorang peneliti (ilmuwan), yaitu 1) memahami masalah; 2) menguji masalah; 3) menyiapkan solusi; 4) menguji hipotesis  dan 5) memecahkan masalah.   4. Aktivitas (Activity) Aktivitas dimaksud adalah penelitian ilmiah, yang memiliki dua aspek: individual dan sosial. Aktivitas penelitian ilmiah meliputi:  1) observasi; 2) membuat hiopotesis, 3) menguji observasi dan hipotesis dengan cermat dan terkontrol.   5. Kesimpulan (Conclusion) Kesimpulan merupakan penilaian akhir dari suatu sikap, metode dan aktivitas.  Kesimpulan ilmiah tidak pasti, tetapi bersifat sementara dan tidak dogmatis. Bahkan  jika kesimpulan dianggap dogmatis, maka akan mengurangi sifat dasar dari ilmu pengetahuan tersebut. Pada dasarnya ilmu pengetahuan itu bersifat tidak stabil, setiap generasi berhak untuk menginterpretasikan kembali tradisi ilmu pengetahuan itu.   6. Pengaruh (Effects)             Ilmu pengetahuan memiliki dua pengaruh, yaitu: 1) pengaruh terhadap teknologi dan industri; 2) pengaruh pada peradaban manusia. Industrialisasi yang berkembang dengan pesat merupakan produk dari ilmu pengetahuan yang mempunyai dampak besar terhadap perkembangan ilmu, sehingga nampak seperti yang terjadi dalam perubahan sifat ilmu itu sendiri. Proses industrialisasi tidak akan dapat diputarulang yang akhirnya ilmu pengetahuan itu sendiri mengalami proses terindustrialisasi. Ilmu pengetahuan yang terindustrialisasi ini menjadi bagian utama dari penggerak ilmu pengetahuan dan  menjadi sebuah sumber bidang penelitian yang memiliki prestise tinggi. Ilmu pengetahuan (dengan produk teknologinya), juga memiliki dampak negatif, misalnya dipergunakannya senjata nuklir sebagai alat pemusnah massal di Hiroshima pada perang Dunia II (termasuk pengeboman Iraq oleh Amerika dan Sekutunya sekarang ini). Berbagai reaksi timbul dari dampak negatif ini. Maka lahirlah perkumpulan-perkumpulan ilmuwan yang peduli terhadap masalah dampak negatif teknologi, seperti Federasi ilmuwan Atom, Badan Penelitian Teknologi US, Masyarakat Internasional untuk Penelitian Teknologi, Kongres Internasional. Menurut Bahm, bahwa seseorang yang memiliki perhatian pada permasalahan ilmiah bisa disebut sebagai ilmuwan, kerena sikap ilmiah merupakan bagian dari seorang ilmuwan. Seseorang yang berhasil mengungkap permasalahan dengan menggunakan metode  tertentu --meski tidak paham banyak mengenai  sifat ilmu—  bisa disebut sebagai ilmuwan. Demikian pula seseorang yang mengamati kesimpulan dari seorang ilmuwan dan memiliki concern dalam mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan juga bisa dikatakan telah memiliki aspek ilmiah dalam dirinya. Komponen Ilmu Pengetahuan Menurut A.J. Bahm:

Masalah Sikap Metode Aktivitas Kesimpulan Pengaruh
       (1)        (2)        (3)       (4)        (5)      (6)
  1. Komunikasi
  2. Sikap ilmiah:
  3. Metode ilmiah
1.keingintahuan2. spikulatif 3. objektif   4.terbuka  5.menangguh   kan penilaian  6.bersifat  sementara  
  1. memahami masalah
  2. menguji masalah
  3. menyiapkan solusi
  4. menguji hipotesis
  5. memecahkan masalah.
 
  1. Observasi
  2. Membuat hiopotesis
  3. menguji observasi dan hipotesis
 
Bersifat sementara dan tidak pasti 1.pengaruh terhadap teknologi dan industri2.pengaruh terhadap peradaban manusia

Menurut Peter R. Senn (dalam Jujun, 1991:111), bahwa ilmu pengetahuan memiliki empat komponen utama, yaitu: 1) perumusan masalah; 2) pengamatan dan deskripsi; 3) penjelasan; 4) ramalan dan kontrol. Seperti juga Bahm,  Senn berpendapat, bahwa penelitian keilmuan dimulai dengan masalah, misalnya dengan mempertanyakan sesuatu yang terkait dengan fenomena yang ada: Bagaimana kita harus mendidik anak-anak kita? Apakah yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya perang dunia III? Apakah penyebab pelacuran? dst. Cara yang biasa dilakukan dalam menemukan masalah menurut Senn adalah melalui persepsi. Salah satu syarat utama dalam konteks hubungan antara ilmuwan dengan masalah adalah soal perhatian terhadap masalah tersebut. Kemudian Senn (lihat hal. 112-115) mesyaratkan empat ciri ideal dari masalah dalam ilmu, yaitu: 1) penting dan menarik: 2) dapat dijawab dengan jelas dan kongkret: 3) jawaban dapat diuji oleh orang lain; 4) dapat dirumuskan secara tepat. Sementara menurut Jujun (1990: 142), ilmu pengetahuan memiliki tiga fungsi, yaitu: menjelaskan, meramalkan dan mengontrol. Mengutip Ernest Nagel, Jujun berpendapat, bahwa terdapat empat jenis penjelasan, yaitu: probabilistik, fungsional, teleologis dan genetik.  

Poedjawijatna dalam buku Tahu dan Pengetahuan (2004) menerangkan bahwa syarat-syarat sebagai ilmu pengetahuan harus memenuhi syarat-syarat yaitu obyektivitas, metodologis, sistematis, dan universal.

  1. Ilmu pengetahuan harus obyektif. Ilmu pengetahuan harus memiliki obyek kajian yang tampak dari luar maupun dalam, baik merupakan obyek material maupun obyek formal. Pengkajian ilmu pengatahuan juga harus dilakukan dengan obyektif. Obyek ilmu pengetahuan harus dikaji sebenar-benarnya sesuai dengan fakta yang berlaku tanpa adanya pendapat pribadi dari subyek yang mengkaji obyek tersebut.
  2. Ilmu pengetahuan memiliki metode. Ilmu pengetahuan memiliki metode ilmiah dalam pengkajian obyeknya. Metode ilmiah adalah suatu proses pengamatan yang mengarah pada suatu penjelasan hipotesis yang kemudian diuji berulang-ulang untuk mencari kemungkinan penjelasan lainnya. Metode ilmiah membuat cara atau jalan bagaimana untuk mengkaji suatu obyek. Sehingga metode ilmiah adalah suatu kerangka penelitian dalam mencari kebenaran dan juga meminimalisasi kesalahan dalam pengkajian obyek ilmu pengetahuan.
  3. Ilmu pengetahuan tersusun secara sistematis. Ilmu pengetahuan juga harus tersusun secara sistematis. Artinya berbagai pengetahuan dan informasi dalam suatu ilmu pengetahuan harus disusun dengan teratur, saling tergantung satu-sama lain, rasional, juga logis. Di mana kebenaran suatu pengetahuan dapat diuji dengan fakta dari pengetahuan yang lain. Ilmu pengetahuan tidak acak-acakan, namun memiliki alur sistematis yang rasional sesuai dengan fakta-fakta yang terkumpul.
  4. Ilmu pengetahuan bersifat universal. Hartono Kasmadi dan kawan-kawan dalam buku Filsafat Ilmu (1990) menyebutkan bahwa ilmu bersifat universal artinya kebenaran yang diungkapkan ilmu tidak mengenai sesuatu yang bersifat khusus, melainkan kebenaran tersebut berlaku umum.