Kuat lemahnya cara pengucapan kata dan kalimat dalam membacakan puisi disebut

Kuat lemahnya cara pengucapan kata dan kalimat dalam membacakan puisi disebut

Kita semua pasti sudah tidak asing lagi dengan sebutan puisi atau karangan yang mementingkan nilai keindahan ini. Pada dasarnya, hampir semua dari kita pernah membaca atau bahkan membuat puisi, baik sebagai tugas sekolah ataupun untuk mengisi waktu luang.

Oleh karena itu, nada, tekanan dan intonasi dalam membaca puisi tentunya sudah tidak asing lagi bagi anda. Pada saat kita duduk di bangku sekolah, tugas membuat puisi mungkin bukan merupakan tugas favorit anda.

Namun, pada dasarnya puisi merupakan curahan pikiran dari si penulis kepada para pembaca atau pendengarnya. Oleh karena itu, puisi tidak boleh sembarang ditulis. Ada kaidah tertentu yang harus anda ikuti dalam menyusun sebuah puisi.

Materi mengenai membacakan atau menyusun puisi ini pada umumnya kita pelajari dalam pelajaran bahasa Indonesia. Tentunya bukan lagi merupakan mata pelajaran baru, mengingat kita telah mempelajari pelajaran ini sejak kita duduk di bangku SD hingga ke perguruan tinggi.

Selain itu, bahasa Indonesia juga merupakan bahasa yang kita gunakan sehari hari untuk berkomunikasi dengan sesama kita. Kata puisi sendiri sebenarnya berasal dari bahasa Yunani, yaitu poio yang berarti menciptakan.

Oleh karena itu, puisi sering kali disebut sebagai seni tertulis yang menggunakan bahasa sebagai media untuk menambah nilai estetiknya. Mungkin kebanyakan dari anda belum bisa membedakan puisi dan prosa.

Pada dasarnya, kedua hal tersebut adalah hal yang berbeda. Untuk membedakannya, anda bisa melihatnya dari penekanan segi estetika bahasa, penggunaan bahasa yang secara sengaja diulang, meter dan rima.

Akan tetapi, perbedaan ini sampai sekarang masih diperdebatkan oleh para ahli. Para ahli modern berpendapat bahwa puisi bukanlah sebuah literature, melainkan wujud dari imajinasi manusia, yang menjadi sumber dari segala kreativitas.

Puisi sendiri kadang kadang hanya berisi satu suku kata yang terus menerus diulang. Mungkin kita sebagai pendengar atau pembaca tidak terlalu memahami hal tersebut. Namun para penulis puisi selalu saja mempunyai alasan untuk segala keanehan yang ia ciptakan.

Puisi sendiri bisa kita bedakan atas puisi lama dan puisi baru. Sesuai dengan namanya, puisi lama merupakan puisi yang masih terikat oleh segala aturan, misalnya persajakan, bait, larik dan lainnya. Sedangkan puisi baru bersifat lebih dinamis dan bebas.

Akan tetapi, penyair puisi yang kita temukan sekarang ini bisa dikatakan cukup memprihatinkan, bila dilihat dari segi pemadatan kata. Hal ini karena mereka lebih mementingkan gaya bahasa yang digunakan dari pada pokok dari puisi tersebut.

Dalam puisi sendiri biasanya kita temukan majas yang berguna untuk memperindah suatu puisi. Majas sendiri ada banyak sekali jenisnya, salah satunya adalah majas sarkasme yang berisi sindiran langsung secara kasar.

Untuk lebih jelas mengenai nada, tekanan dan intonasi dalam membaca puisi, simaklah uraian yang akan disajikan berikut ini.

Dalam membacakan sebuah puisi, ada beberapa hal penting yang perlu anda perhatikan, misalnya penggunaan nada, tekanan dan intonasi dalam membaca puisi. Secara umum, nada sendiri diartikan sebagai tinggi rendahnya, kuat lemahnya, atau keras lembutnya suara.

Sedangkan tekanan dalam puisi dibagi menjadi 3, yaitu :

–          Tekanan dinamik, yaitu penekanan pada kata kata yang dianggap penting

–          Tekanan nada atau tinggi rendahnya suara yang digunakan

–          Tekanan tempo yang merupakan cepat atau lambatnya pengucapan

Intonasi sendiri lebih sering diartikan sebagai lagu kalimat atau ketepatan penyajian tinggi rendahnya nada dari si pembaca. Intonasi sendiri merupakan hal yang penting, karena sangat berkaitan dengan artikulasi atau kejelasan dalam melafalkan kata kata.

Adapun unsur yang menyusun struktur fisik dari puisi, yaitu :

–          Perwajahan puisi atau tipografi

–          Diksi atau pemilihan kata kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya

–          Imaji atau susunan kata kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi

–          Kata konkret atau kata yang dapat ditangkap untuk memunculkan imaji

–          Gaya bahasa atau penggunaan bahasa

–          Rima atau persamaan bunyi pada puisi

Inilah sekilas mengenai nada, tekanan dan intonasi dalam membaca puisi. Semoga dapat bermanfaat

Lihat Video Dibawah Ini Siapa Tahu Bermanfaat Untuk Kamu

Membaca puisi perlu keseriusan, kekhususan, dan pengorbanan, dengan proses berlatih yang terus memerus. Puisi akan terasa gelap jika kita belum bisa mengakrabinya. Puisi akan menjadi terang jika kita bisa menguak misterinya. Ada banyak jenis puisi dan masing-masing harus dikekati dengan cara yang berbeda-beda. Ada puisi yang berisi cerita tentang sesuatu yang bernada menggurui, mencaci, merayu, merengek, menyindir, dan mengajak sesuatu, ada puisi yang hanya berisi luapan perasaan, ada puisi yang melukiskan suasana, ada puisi yang berisi gagasan/ajaran, ada puisi yang sarat ide-ide abstrak, ada puisi yang penuh permainan irama.

Membaca karya sastra [puisi] bukan sekadar membaca, tetapi membaca dengan sungguh-sungguh, dengan empati, dengan kegairahan, sampai ia menemukan pengalaman pengarang di dalam karangannya. Pembaca memperoleh kenikmatan, dan pada akhirnya ia merasa perlu untuk memberikan penghargaan yang layak terhadap karya sastra.

Membaca sastra pada umumnya  mengacu pada dua tujuan pokok, yakni [1] membaca untuk diri sendiri dan [2] membaca untuk orang lain. Dalam proses pembacaan sastra, pembaca  memperoleh peran yang sangat dominan untuk menghidupkan sastra agar dapat dinikmati oleh orang lain. Artinya, pembacalah yang paling banyak melakukan kegiatan pembacaan sastra. Pembaca puisi berupaya mengungkapkan suatu ide dengan perantaraan bunyi-bunyi bahasa yang indah dan mengesankan. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan seseorang jika akan membaca puisi.

Hal-hal apa saja yang harus diperhatikan oleh seseorang jika akan  membaca puisi?

Pertama, pemanfaatan alat ucap. Setiap orang yang normal memiliki alat ucap. Yang menjadi masalah ialah begaimana pembaca puisi dapat memanfaatkan alat ucap secara maksimal dalam membaca puisi secara estetis?. Alat ucap itu dimanfaatkan untuk merealisasikan faktor kebahasaan seperti lafal, intonasi, dan jeda.

Pembaca puisi harus mampu mengucapkan bunyi-bunyi vokal: a,i,u,e,o dan bunyi-bunyi konsonan seperti k,l,m,r,d dan seterusnya sesuai dengan proses kewajaran. Apabila volume suara sudah cukup dan artikulasinya sudah cukup dan sudah tepat, aspek lain yang harus diperhitungkan adalah bunyi pembawaan [performance]. Bunyi-bunyi ini didukung oleh bunyi-bunyi kuantitatif: panjang-pendeknya ucapan, keras-lemahnya tekanan, lama- singkatnya ucapan yang umumnya disebut tempo. Peranan subjektif dan kreatif ikut menentukan sukses-tidaknya dalam membaca puisi secara estetis.

Kedua, penguasaan faktor kebahasaan seperti lafal, intonasi, dan jeda. Pelafalan ialah usaha untuk mengucapkan bunyi-bunyi bahasa, baik suku kata, kata, frasa,  maupun kalimat. Pelafalan dalam membaca puisi maksudnya ialah pelafalan bunyi bahasa sesuai dengan jiwa dan tema puisi. Intonasi dalam pembacaan puisi menyangkut ketepatan penyajian tinggi- rendah irama puisi. Irama  ini dapat diperoleh dengan mempertimbangkan berbagai jenis tekanan, yaitu [1] tekanan dinamik [tekanan pada aspek yang ditekannkan], [2] tekanan nada [tinggi-rendahnya pengucapan], dan [3] tekanan tempo [panjang- pendeknya pengucapan].

Ketiga, penguasaan non-kebahasaan [performance] meliputi  [1] sikap wajar dan tenang, [2] gerak-gerik dan mimik, [3] volume suara, [4] kelancaran dan ketepatan . Pembaca puisi yang baik bisa bersikap wajar dan tenang; gerak-gerik dan mimiknya [ekspresi wajah] menggambarkan bahwa ia dapat memahami dan menghayati puisi yang dibacanya; pembaca puisi yang berpengalaman dapat menyesuaikan volume suara dengan tempat, jumlah penonton, dan ada-tidaknya pengeras suara. Kelancaran, kecepatan, dan ketepatan pembacaan puisi dapat mendukung kesuksesan dalam membaca puisi secara estetis. Bagaimana pembacaan puisi yang komunikatif, indah, dan memikat penikmat. Pembaca puisi yang komunikatif minimal harus memiliki tiga hal yakni: [1] penghayatan, [2] pelafalan, dan [3]  penampilan.

1. Penghayatan.

Penghayatan adalah pengalaman batin. Pembaca puisi sebaiknya memahami dan menghayati apa yang dirasakan oleh penyair pada saat menciptakan puisinya, memahami dan menghayati persoalan yang ditulis di puisi, menangkap nada, dan suasana puisi yang dibacanya.

2.  Pelafalan

Pembaca puisi perlu menguasai pelafalan yang meliputi kejelasan  ucapan, artikulasi, kemerduan, dan kesesuaian tekanan dinamik [keras-lemah], tekanan tempo [cepat-lambat], tekanan nada [tinggi-rendah], dan modulasi [perubahan bunyi desah, gesture, dll.], tidak mengkorupsi dan menambah kata.

3.Penampilan.

Aspek penampilan meliputi gerak kecil, gerak besar, dan mimik. Oleh karena itu, untuk mendukung penampilannya, pembaca puisi perlu menciptakan kondisi psikologis seperti pemusatan pikiran, percaya diri, dan memiliki pemahaman yang tepat secara kontekstual. Aspek lain  yang penting dikuasai oleh pembaca puisi adalah aspek dinamis. Aspek dinamis ini lebih sulit diketahui secara langsung oleh pembaca puisi. Aspek dinamis biasanya dipakai untuk membaca persamaan dan perbedaan, perulangan, dan selinagn bunyi yang tampil pada larik-larik puisi. Bagian-bagian yang perlu mendapatkan tekanan dinamis adalah bagian-bagian puisi yang perlu mendapatkan tekanan dinamis adalah bagian-bagian yang perlu mendapatkan intensifikasi pengertian. Lambang-lambang yang menyatakan berbagai perasaan, misalnya bimbang, ragu-ragu ,kepastian, harapan, dan sebagainya direalisir dengan memperkecil aspek dinamisnya, yakni dengan cara melemahkan pembacaan, mengurangi tekanan, melambatkan tempo, dan meninggikan nada pengucapan. Semua ini berkaitan dengan penjiwaan puisi. Jadi resep jitu yang harus dimiliki seorang dalam membaca  puisi yakni: [1] percaya diri, [2] pemahaman, [3] ekspresi, [4] ritme [irama], [5] emosi [perasaan], [6] penguasaan arena, [7] pengendalian pernafasan, [8] pemusatan pikiran, dan [9] penggunaan suara.

Penulis: Karyono, S.Pd., M.Hum.

Kepala Kantor Bahasa Bengkulu

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membaca puisi.

Ekspresi

Ekspresi adalah mimic wajah yang dibuat sesuai dengan bait tertentu, dimana tergantung kepada isi dan nada puisi yang akan disampaikan. Puisi yang mengisahkan sebuah kesedihan maka ekspresi wajah harus sendu, demikian pula bila puisi mengisahkan suka cita maka ekspresi wajah harus terlihat gembira.

Tekanan

Dalam membaca puisi perlu diperhatikan tekanan dari kuat lemahnya nada pada kata tertentu. Setiap kata terkadang memiliki tekanan yang berbeda, biasanya semakin penting kata tersebut maka semakin kuat penekanannya

Lafal

Lafal adalah kejelasan dalam mengucapkan setiap kata dan hurufnya. Dalam membaca puisi artikulasi harus jelas, apabila kurang fasih dalam penyampaian tiap kata maka puisi tidak dapat ditangkap oleh pendengar secara maksimal.

Intonasi

Intonasi merupakan naik turunnya nada dalam pembacaan puisi. Sama seperti unsur-unsur lainnya, intonasi juga tak kalah penting. Ini karena intonasilah yang akan menentukan bagaimana perasaan pendengar terhadap puisi dan akan memberikan keindahan pada puisi yang dibaca.

Dengan demikian, jawaban yang tepat adalah E. 

Sebagian dari kalian mungkin sudah pernah mendengarkan, membaca atau bahkan menulis puisi. Puisi sendiri pada umumnya dapat menjadi
bentuk ekspresi kita, baik ketika kita untuk menuangkan emosi yang kita rasakan atau saat mengagumi objek tertentu.

Secara umum, puisi bisa diartikan sebagai bentuk karya sastra yang memiliki aturan irama, rima, dan penyusunan bait serta baris dengan pemilihan kata yang cermat. Artinya, kata-kata yang digunakan dalam karya sastra ini akan sedikit berbeda dari kata-kata yang kita digunakan sehari-hari.

Hal yang sama berlaku ketika kita membacanya. Ada aturan-aturan yang harus dipenuhi. Bukan sembarang mengucap atau membaca layaknya kita membaca buku atau yang lainnya.

Kesalahan yang seringkali dilakukan dalam membaca puisi adalah membaca seperti cerita biasa, kurang menjiwai isi puisi, tidak menunjukan tekanan suara yang sesuai isi puisi, serta tak cukup percaya diri saat membacanya. Nah, agar pesan yang ada dalam puisi dapat tersampaikan secara keseluruhan dan maksimal, maka kita harus memperhatikan 4 aspek dalam membaca puisi, diantaranya ekspresi, lafal, tekanan, dan intonasi.

Ekspresi

Ekspresi adalah mimic wajah yang dibuat sesuai dengan bait tertentu, dimana tergantung kepada isi dan nada puisi yang akan disampaikan. Puisi yang mengisahkan sebuah kesedihan maka ekspresi wajah harus sendu, demikian pula bila puisi mengisahkan suka cita maka ekspresi wajah harus terlihat gembira.

[Baca juga: Mengenal Jenis-Jenis Puisi Bahasa Indonesia]

Tekanan

Dalam membaca puisi perlu diperhatikan tekanan dari kuat lemahnya nada pada kata tertentu. Setiap kata terkadang memiliki tekanan yang berbeda, biasanya semakin penting kata tersebut maka semakin kuat penekanannya.

Lafal

Lafal adalah kejelasan dalam mengucapkan setiap kata dan hurufnya.
Dalam membaca puisi artikulasi harus jelas, apabila kurang fasih dalam penyampaian tiap kata maka puisi tidak dapat ditangkap oleh pendengar secara maksimal.

Intonasi

Intonasi merupakan naik turunnya nada dalam pembacaan puisi. Sama seperti unsur-unsur lainnya, intonasi juga tak kalah penting. Ini karena intonasilah yang akan menentukan bagaimana perasaan pendengar terhadap puisi dan akan memberikan keindahan pada puisi yang dibaca.

Video yang berhubungan