Saran dan masukan untuk sekolah dalam pembelajaran jarak jauh

Saran dan masukan untuk sekolah dalam pembelajaran jarak jauh

Saran dan masukan untuk sekolah dalam pembelajaran jarak jauh
Lihat Foto

DOK. SHUTTERSTOCK

Ilustrasi belajar dari rumah

KOMPAS.com - Beberapa waktu lalu, seorang pelajar kelas 2 SMA di Gowa, Sulawesi Selatan, ditemukan meninggal dunia di tempat tidurnya.

Dari hasil penyelidikan, polisi menduga pelajar tersebut nekat mengakhiri hidupnya karena depresi dengan beban tugas daring dari sekolah.

Peristiwa itu menjadi catatan dalam program pembelajaran jarak jauh (PJJ) selama pandemi virus corona.

Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Setyo Mulyadi atau Kak Seto, mengatakan pembelajaran daring selama pandemi Covid-19 seharusnya lebih menekankan pada kecapakan hidup.

Hal itu sebagaimana instruksi dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim.

"Mas Menteri sudah mengeluarkan edaran dan menegaskan bahwa belajar secara daring lebih menekankan pada kecakapan hidup. Jadi ditekankan bagaimana menghadapi Covid-19 ini, itu belajar juga," kata Kak Seto kepada Kompas.com, Senin (19/10/2020).

Baca juga: Siswi Bunuh Diri Diduga akibat Depresi PJJ, KPAI Sampaikan Duka Cita

Menurut dia, selain ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek), ada empat unsur lain dalam pendidikan yang bisa diajarkan selama masa pandemi.

Pertama, belajar mengenai etika. Ia menuturkan, guru dan orang tua bisa mengajarkan pada anak bagaimana sopan santun, bekerja sama, dan saling menghormati.

Kedua, guru juga bisa mengajarkan estetika, seperti membuat rumah lebih bersih, rapi, dan menyenangkan.

"Ketiga nasionalisme. Makin bangga menjadi anak Indonesia, mengenal lagu-lagu berbagai daerah. Jadi itu juga menyenangkan," jelas Kak Seto.

Oleh:

2020). Pihak sekolah terpaksa menerapkan pembelajaran dengan tiga kali pertemuan tatap muka di sekolah dalam sepekan karena terbatasnya jaringan telekomunikasi untuk penerapan pembelajaran jarak jauh secara daring guna mencegah penyebaran COVID/19. ANTARA FOTO Sejumlah murid berlari memasuki ruang kelas di SD Negeri 1 Praja Taman Sari di Desa Wonuamonapa, Konawe, Sulawesi Tenggara, Senin (13/7

Bisnis.com, JAKARTA - Epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono menilai peerapan zona wabah Virus Corona tidak efektif dalam menerapkan prosedur dan mekanisme belajar di sekolah.

Dia beralasan protokol kesehatan untuk mencegah Covid-19 di sekolah harus disesuaikan dengan kondisi setiap sekolah, tidak bisa hanya dengan mengandalkan label zona.

“Harus disiapkan itu protokolnya per sekolah, sebab zona itu terus berubah. Hari ini kuning, besok hijau. Besok lagi bisa merah. Ini sangat cepat, jadi pendekatan pemerintah tak bisa pakai zona harus cek, asesment, setiap sekolah,” ujar Pandu kepada Bisnis melalui saluran telepon, Sabtu (8/8/2020).

Dia menegaskan, mekanisme penerapan protokol sesuai kondisi sekolah, sangat penting untuk mengantisipasi dan mengatur lebih detail aktivitas anak di sekolah.

Prosedur umum seperti mengecek suhu, jaga jarak, dan mengenakan masker saja tidak cukup. Dia mengambil contoh pentingnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengecek setiap sekolah karena:

Pertama, sangat berkaitan dengan mekanisme dan aktivitas pembelajaran.

Kedua, pentingnya untuk mengecek ketersediaan fasilitas di sekolah misalnya tempat cuci tangan yang memadai dan bersih.

Ketiga, durasi belajar.

Keempat, penjagaan aktivitas bermain anak selama jam istirahat.

Kelima, prosedur aktivitas di kantin selama anak menghabiskan jam istirahat.

Keenam, terkait pula kondisi bangunan sekolah serta jaminan kebersihan fasilitas penunjang seperti AC dan kipas angin serta meja dan kursi yang perlu dibersihkan setiap hari.

Ketujuh, jaminan anak sekolah tidak berkeliaran seusai waktu pembelajaran. Hal ini juga perlu penegasan agar anak setelah sekolah wajib pulang ke rumah bukan bermain atau bepergian ke tempat lain.

“Jadi pada dasarnya kalau mau masuk sekolah di setiap zona itu Silakan saja. Asalkan semua detail protokol dan standar setiap sekolah sudah dicek. Jangan sampai memakai zona itu terkesan menganggap remeh persoalan penularan. Ingat loh, pemakaian zona bukan berarti aman dari penularan,” tutur Pandu.

Inilah, menurut Pandu, jika pemerintah belum cukup siap menangani kondisi itu, maka mekanisme PJJ yang monoton dan melelahkan perlu diantisipasi.

Dia menilai tak masalah jika guru diarahkan lebih kreatif, mengurangi beban tugas anak selama PJJ, dan memberi waktu luang lebih banyak bagi peserta didik. Setidaknya, kata Pandu, PJJ masih dalam opsi yang lebih aman jika masuk sekolah tanpa kesiapan tenaga didik dan protokol kesehatan sekolah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Simak Video Pilihan di Bawah Ini :

Saran dan masukan untuk sekolah dalam pembelajaran jarak jauh
Dua anak menonton video belajar digital dari rumah di Bandung, Jawa Barat, Selasa 17 Maret 2020. Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa kebijakan untuk bekerja, belajar dan beribadah di rumah perlu dilakukan untuk menekan atau meredam rantai penyebaran virus corona atau Covid-19. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia memberi empat saran bagi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terkait pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang dilakukan anak selama Pandemi Covid-19. Saran ini diberikan setelah KPAI melihat adanya sejumlah masalah dalam PJJ fase pertama.

Yang pertama, adalah penyederhanaan kurikulum di semua jenjang pendidikan, TK sampai SMA/SMK. Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti mengatakan kurikulum 2013 harus segera disederhanakan dan disesuaikan dengan situasi darurat.

"Sehingga diharapkan menjadi kurikulum adaptif dengan kompetensi dasar yang sudah dikurangi. Kemendikbud harus memilah dan memilih materi yang esensial dan dapat dilaksanakan anak ketika belajar dari rumah," kata Retno dalam keterangan tertulis, Ahad, 26 Juli 2020.

Kedua, KPAI mendorong pemerintah  melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk segera membuat kebijakan penggratisan internet selama PJJ pada 6 bulan ke depan. Dari temuan KPAI, dar data survei PJJ fase pertama berjalan tidak efektif.

Sebanyak 77,8 persen responden siswa mengeluhkan kesulitan belajar. Dari total angka itu 37,1 persen siswa mengeluhkan waktu pengerjaan yang sempit sehingga memicu kelelahan dan stres, 42 persen siswa kesulitan daring karena orangtua mereka tidak mampu membelikan kuota internet, dan 15,6 persen siswa mengalami kesulitan daring karena tidak memiliki peralatan daring, baik telepon genggam, komputer PC, apalagi laptop.

"Banyak anak dari keluarga menengah ke bawah tak mampu melaksanakan pembelajaran daring akibat tak mampu membayar kuota internet," kata Retno.

Selanjutnya, KPAI juga menyarankan sekolah memetakan anak-anak yang bisa melakukan pembelajaran daring dan yang hanya bisa luring atau yang bisa luring dan daring. Sekolah diminta menyiapkan penjadwalan pembelajaran dan membuat modul pembelajaran untuk anak-anak yang tidak bisa daring.

"Terutama untuk para siswa SMK yang membutuhkan praktek keterampilan di bengkel sekolah, seharusnya dijadwalkan daring dan tatap muka demi menjaga kualitas lulusan sekolah vokasi," kata Retno.

Terakhir, Retno mengatakan KPAI mendorong adanya kebijakan pemerintah yang fokus pada keluarga miskin. Ia menegaskan krisis akibat pandemi dapat menjadi krisis kemanusiaan yang lebih besar kepada anak. Ia meminta pemerintah harus memastikan anak-anak mendapatkan akses pendidikan, kesehatan dan perlindungan.

"Karena anak-anak yang tidak bisa mengakses PJJ secara daring, berpotensi berhenti sekolah, padahal hak atas pendidikan merupakan hak dasar yang wajib di penuhi negara dalam keadaan apapun," kata Retno.

Trending

Yuni Ayu Amida   |   Haibunda

Kamis, 11 Jun 2020 19:01 WIB

Jakarta -

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) menetapkan tahun ajaran baru 2020-2021 dimulai pada 13 Juli 2020. Namun, ini tidak berarti kegiatan belajar mengajar dilakukan tatap muka di sekolah, melainkan siswa tetap belajar dari rumah.

Menanggapi hal ini, Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti, mengatakan bahwa keputusan untuk melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau remote learning mungkin tepat, mengingat wabah COVID-19 yang belum juga usai. Hanya saja dalam prosesnya, pemerintah harus memperhatikan berbagai aspek agar PJJ bisa berlangsung lancar.

Untuk itu, Retno menjabarkan beberapa poin penting yang sebaiknya dilakukan pemerintah selama melangsungkan PJJ, di antaranya:


1. Gratiskan internet untuk PJJ

"Masalah PJJ itu salah satunya adalah kuota, anaknya tiga itu sangat berat, lebih baik mereka makan daripada beli kuota," ujar Retno Listyarti, melalui siaran langsung di acara Webinar dengan tema Dampak Adaptasi Kebiasaan Baru dalam Menghadapi COVID-19, dikutip dari YouTube Kantor Staf Presiden, Kamis (11/6/2020).

Retno menyarankan agar pemerintah Indonesia menggratiskan internet pada saat jam PJJ selama 6 bulan ke depan. Tujuannya agar semua anak terlayani PJJ terutama dengan sistem daring (online). Selain itu, untuk pemerintah daerah agar mendorong setiap sekolah, negeri maupun swasta, yang ada jaringan internetnya untuk memberi akses wifi gratis. Sehingga, anak-anak sekitar sekolah meskipun bukan siswa sekolah tersebut bisa menggunakan wifi saat PJJ.

"Dalam praktik kemarin, hasil survey kami, PJJ ini hanya melayani anak-anak kaya dan anak-anak miskin tidak, artinya ada bias kelas dalam pelaksanaan PJJ," jelas Retno.

2. Jam belajar diperpendek

Saat PJJ sebaiknya jam belajar diperpendek. Hal ini karena PJJ bukan memindahkan sekolah ke rumah. Jadi sebaiknya sekolah menyusun jam pembelajaran agar efektif dan efisien.

"Misalnya PJJ tidak harus memindahkan jam belajar di sekolah 10 jam, di rumah juga jadi 10 jam, ini nanti menumpuk tugas," ujar Retno.

Saran dan masukan untuk sekolah dalam pembelajaran jarak jauh
Mother helping daughter with homework/ Foto: iStock

3. Guru harus fleksibel

Guru harus fleksibel dalam proses PJJ, termasuk waktu mengumpulkan tugas dan waktu mengerjakan ulangan atau ujian. Misalnya, dalam satu hari, siswa SD sebaiknya hanya diberi satu mata pelajaran. Untuk siswa SMP sebaiknya dua mata pelajaran. Sedangkan siswa SMA diberi dua sampai tiga mata pelajaran.

4. Adakan praktik di sekolah untuk siswa yang butuh praktik

"Ternyata di dalam hasil survey kami, pendidikan vokasi atau SMK itu ada praktik, ini enggak jalan karena COVID-19," jelas Retno.

Jika PJJ diperpanjang 6 bulan ke depan, KPAI mengusulkan, siswa SMK dan SMA jurusan IPA, yang perlu melakukan praktik di bengkel atau laboratorium dengan peralatan yang hanya ada di sekolah dan tidak tersedia di rumah, maka siswa tersebut boleh datang ke sekolah untuk praktik. Tentunya pemerintah dan sekolah harus membantu untuk memfasilitasi dengan protokol kesehatan yang ketat.

5. Kurikulum 2013 harus disederhanakan

KPAI menyarankan, dalam situasi seperti ini, tentunya kurikulum 2013 harus disederhanakan menjadi kurikulum dalam situasi darurat.

6. Penggunaan dana desa

KPAI mendorong penggunaan dana desa untuk kepentingan pendidikan, terutama bagi yang luring atau di luar jaringan.

"Jadi, kepala dinas pendidikan Papua menyatakan bahwa dari 608.000 pelajar di wilayahnya ada 54 persen tidak terlayani daring. Nah, atas dasar ini bagaimana kemudian bisa dibantu, karena mereka enggak punya peralatan, kuota, untuk itu dana desa dipergunakan," jelas Retno.

Simak juga the new normal dalam video ini:

(yun/muf)