Perilaku empati merupakan salah satu perilaku yang harus dimiliki setiap muslim

Situasi pandemi global covid-19 ini membuat semua orang merasa khawatir, cemas dan was-was, baik secara fisik, psikis maupun materi. Hal ini membuat orang akhirnya fokus pada keselamatan diri dan bagaimana caranya mempertahankan hidup di tengah pandemi. Namun sebagai mahluk sosial kita tidak  bisa hidup tanpa orang lain. Oleh karena itu di masa pandemi justru kita harus saling bahu membahu membantu dan memberikan dukungan satu sama lain agar kita mampu melewati pandemi ini dengan baik.

Bangsa Indonesia terkenal dengan ciri khasnya yaitu gotong royong, dimana di dalamnya ada empati , yaitu kemampuan memahami dan merasakan perasaan dan situasi orang lain. Daniel Goleman, tokoh  yang mencetuskan istilah “Kecerdasan Emosional”, mengidentifikasikan tiga jenis empati. Yang pertama adalah empati kognitif, yang berasal dari upaya untuk memahami sudut pandang orang lain. Yang kedua adalah empati sosial, kemampuan mengaitkan perasaan orang lain atau memahami bagaimana perasaan orang lain. Yang terakhir dan terpenting adalah kemampuan empati terhadap keprihatinan.  Ketiga bentuk empati tersebut membangun ketrampilan interpersonal yang baik dengan meningkatkan sensivitas terhadap perasaan orang lain.

Kondisi pandemi seperti sekarang ini maka  sikap empati sangatlah dibutuhkan, bukan hanya simpati. Simpati sebatas menyampaikan perhatian dan rasa iba, namun empati akan berlanjut pada tindakan membantu terhadap mereka yang sedang membutuhkan bantuan. Contohnya, bila ada teman atau tetangga yang positif covid-19 maka kita bukan hanya memberikan simpati namun memberikan bantuan nyata berupa pemenuhan kebutuhan sehari-hari penderita,misalnya menyediakan kebutuhan makan sehari-hari atau menyediakan bahan makanan siap olah, baik dilakukan secara individu ataupun bersama komunitas (RT, RW atau organisasi sosial lainnya). Sikap dan perilaku empati juga dapat kita lakukan  dengan berbagi informasi yang  bermanfaat, menyejukkan hati, positif dan menimbulkan optimisme dalam diri penderita covid-19, bukan justru berita hoax yang tidak jelas sumbernya.

Sikap empati ini pun tidak hanya berlaku bagi yang sehat kepada yang sakit (terkonfirmasi positif covid-19), namun hendaknya empati juga berlaku bagi yang sakit kepada yang sehat. Kenapa harus demikian? Karena penderita harus juga ikut merasakan apa yang dirasakan oleh yang sehat. Salah satunya adalah perasaan takut tertular virus corona. Bagaimana caranya mereka bersikap empati? 

Kesadaran diri atau self awareness adalah salah satu kunci untuk dapat menumbuhkan sikap empati. Self awareness atau kesadaran diri adalah kemampuan seseorang dalam memahami kesadaran pikiran, perasaan, dan evaluasi diri sehingga dapat mengetahui kekuatan, kelemahan, dorongan, dan nilai yang terjadi pada dirinya dan orang lain. Individu dengan self awareness yang baik bisa membaca situasi sosial, memahami orang lain, dan mengerti harapan orang lain terhadap dirinya sehingga dapat merefleksi diri, mengamati dan menggali pengalaman, termasuk mengendalikan emosi. Self awareness atau kesadaran diri merupakan fondasi hampir semua unsur kecerdasan emosional, langkah awal yang penting untuk memahami diri sendiri dan untuk berubah. Sejak awal pandemi pemerintah sudah mengedukasi pentingnya menjaga kesehatan diri sendiri dan orang lain di sekitar kita dengan prinsip 3M (memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan). Bagi yang terkonfirmasi positif perlu ditambah dengan isolasi mandiri di rumah (yang tanpa gejala dan gejala ringan) atau karantina di rumah singgah untuk sementara waktu minimal 14 hari atau sampai hasil swab negatif. Selain itu bagi anggota keluarga yang terkonfirmasi positif covid-19 diwajibkan jujur dan lapor ke RT setempat dan tempat kerja, sehingga bisa ditracking siapa saja yang kontak erat dengan penderita. Semua itu dilakukan dengan tujuan untuk kebaikan dan keselamatan bersama. Namun sayang, banyak mereka yang terkonfirmasi positif , terutama yang OTG, beserta keluarganya, kurang memiliki kesadaran diri dan justru cenderung menutupi dan tidak jujur kepada lingkungan sekitarnya karena takut mendapatkan stigma atau dijauhi oleh lingkungan. Pemahaman keliru yang seperti inilah yang akhirnya menyebabkan semakin banyak orang yang tertular covid-19, akibatnya sulit untuk memutuskan rantai penyebarannya.

Kurangnya kesadaran diri tersebut membuat mereka tidak memiliki empati dan bersikap acuh tak acuh terhadap lingkungan sekitarnya dengan bekerja dan bersosialisasi seperti biasanya. Hal ini tentu saja membuat sekitarnya menjadi tidak nyaman dan kawatir bila harus bertemu dengan penderita. Kondisi tersebut tentu saja menimbulkan keresahan bagi lingkungan sekitar. Oleh karena itu perlu adanya sikap empati juga dari penderita covid-19 kepada orang yang sehat, dengan tetap patuh kepada protokol kesehatan yaitu patuh melakukan isolasi mandiri di rumah dan tidak keluar rumah sama sekali sampai benar-benar dinyatakan sembuh total. Selain untuk memutuskan rantai penyebaran namun juga agar orang lain merasa nyaman dan aman. Dengan bersikap empati maka orang lain pun akan lebih menghargai kejujuran penderita dan akan berempati juga kepada mereka.

Sikap saling empati seperti ini akan membawa dampak positif bagi negeri ini, sehingga kita mampu bertahan dalam situasi yang meresahkan ini dan juga segera mengakhiri pandemi. Kita junjung dan lestarikan budaya gotong royong dan tepa slira yang sudah diajarkan nenek moyang kita dulu. Mulailah dari dari kita sendiri untuk membangun sikap empati dan menularkan kepada orang disekitar kita, maka niscaya  negara kita tercinta ini pun akan menjadi bangsa yang kuat dan sehat. 

Salam sehat.

DAFTAR PUSTAKA:

Riadi, Muchlisin.2020.Kesadaran Diri (Self Awareness) – Pengertian, Aspek, Indikator dan Pembentukan. www.kajianpustaka.com/2020/12/kesadaran-diri-self-awareness-.html(diakses 15 Februari 2021)

R,Riefni.2020.Mendorong Sikap Empati di Sekolah/Institusi.binus.ac.id/knowledge/2020/01/mendorong-sikap-empati-di-sekolah-institusi(diakses tanggal 9 Januari 2021)


Ilustrasi empati. Foto: Getty Images

Sikap empati perlu dimiliki setiap orang. Terkadang manusia memang mampu bertindak egois, individualis, dan berperilaku kejam. Tetapi ingat, kita juga merupakan makhluk sosial yang membutuhkan orang lain untuk bertahan hidup.

Nah, salah satu cara untuk membangun hubungan sosial adalah melalui empati. Cara ini bisa membantu seseorang memahami perasaan orang lain sehingga dapat merespons situasi dengan tepat. Sikap ini harus ditunjukkan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk di sekolah.

Ilustrasi empati. Foto: Getty Images

Empati merupakan aspek kepribadian yang penting dalam hubungan interpersonal. Mengutip buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMP/MTs Kelas VII oleh Aris Abi Syaifullah dkk (2021), empati adalah keadaan mental yang membuat orang merasa dirinya dalam keadaan, perasaan atau pikiran yang sama dengan orang lain.

Bisa pula diartikan sebagai kemampuan untuk memahami apa yang dirasakan orang lain, dan berusaha memahami situasi dari sudut pandang orang tersebut.

Senada dengan pendapat-pendapat sebelumnya, D. Goleman dalam buku Kecerdasan Emosional (1996) mengatakan empati adalah kemampuan untuk memahamı perasaan dan masalah orang lain, berpikir dengan sudut pandang mereka, dan menghargai perbedaan perasaan mereka tentang berbagai hal.

Mulyadi dalam buku Antara Teknologi dan Teologi menyebut sikap empati dapat tumbuh jika seseorang menjauhkan diri dari sikap egois, prasangka negatif, sombong, dan acuh pada sesama.

Dalil Tentang Empati dalam Islam

Ilustrasi menghibur keluarga. Foto: Getty Images

Islam sangat menganjurkan sikap empati karena inilah kunci dari kehidupan yang harmonis. Jika setiap orang memiliki sikap terpuji ini, jalinan ukhuwah akan semakin erat.

Salah satu anjuran berempati tertuang dalam surat An Nisa ayat 8 yang artinya:

“Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir beberapa kerabat, anak-anak yatim dan orang-orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik.”

Rasulullah SAW juga menegaskan bahwa umat Muslim itu layaknya satu tubuh. Apabila ada gangguan di salah satu bagian, maka yang lain juga akan merasakannya.

“Perumpamaan kaum mukminin dalam hal saling mencintai, saling mengasihi dan saling menyayangi, bagaikan satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuh ada yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut merasakan sakit dengan tidak bisa tidur dan demam." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Cara Mewujudkan Sikap Empati

Ilustrasi menghibur keluarga. Foto: Getty Images

Rasa empati pada anak seharusnya diajarkan sejak dini. Tujuannya adalah agar mereka memiliki karakter yang baik, bermoral, dan berakhlak mulia.

Mengutip Aris Abi Syaifullah dkk (2021: 51), empati terhadap sesama dapat diwujudkan dengan cara 1) Peka terhadap perasaan orang lain; 2) Membayangkan diri sendiri dalam posisi orang lain; 3) Berlatih mengorbankan sesuatu yang merupakan milik pribadi, dan 4) Membahagiakan orang lain.

Sikap ini harus dipraktikkan dari waktu ke watu, termasuk di sekolah. Sikap empati seorang pelajar dapat diwujudkan dalam bentuk:

  • Menjenguk dan menghibur teman yang sedang sakit.

  • Saat orangtua sahabat meninggal, kita turut bersedih dan kehilangan, lalu berusaha menghibur teman tersebut.

  • Meminjamkan alat tulis kepada teman yang tidak memilikinya.

  • Ketika siswa berkebutuhan khusus mengalami kesulitan dalam belajar, siswa lainnya membantu temannya tersebut dengan menjelaskan menggunakan bahasa sehari-hari yang mudah dimengerti.

  • Ikut merasa senang jika teman mendapatkan kabar gembira.

  • Membagi rezeki kepada orang-orang di sekitar, terutama yang membutuhkan.