Hampir setiap minggu beberapa orang bertanya kepada saya. “Toper misa di mana?”. Mendengar pertanyaan ini, saya selalu menjawab misalnya. “Saya ibadat di Tuakole”. Atau “Saya ibadat di Koa”. Terkadang, ketika guru agama atau ketua dewan stasi selalu memberikan pengumuman seperti ini. “Terima kasih kepada toper yang sudah memimpin Perayaan Ekaristi di kapela kita…”. “Terima kasih kepada toper yang sudah memimpin kita dalam Misa Kudus…”. Bahkan, saya masih ingat di sebuah kapela, bapak guru agama memberi pengumuman ini. “Terima kasih kepada toper yang sudah memimpin kebaktian di sini…”. Barangkali kita akan selalu bertanya-tanya: “Apakah seorang frater TOP sudah bisa memimpin misa? Apakah frater TOP sudah diperkenankan memecah roti dalam Perayaan Ekaristi? Apakah frater TOP boleh memimpin kebaktian? Pemahaman ini tidak bisa dibiarkan terurs-menerus. Generasi penerus yang hadir dalam doa bersama akan menganggap itu sebagai kebenaran; mereka akan mematrikan perkataan bapak guru agama atau bapak dewan stasi/kapela dalam pikiran mereka dan selanjutnya melakukan mimesis atau peniruan. Akibatnya, ini akan terus-menerus berlanjut. Untuk itu, di akhir ibadat, saya selalu memberikan koreksi dan penjelasan serta meluruskan pemahaman khalayak ramai bila bapak guru agama maupun bapak dewan stasi/kapela memberi pengumuman seperti itu. Maka, tujuan saya menulis ini adalah agar kita tidak jatuh dalam lubang pemahaman yang sama. Kita perlu menjelaskan satu per satu di sini walaupun tidak secara mendetail. Pertama, ibadat sabda. Ini adalah perayaan Sabda. Mengingat ini adalah perayaan Sabda, maka penghayatan akan Sabda menjadi titik penting. Dalam perayaan itu, umat bertemu dengan Tuhan dalam Sabda-Nya melalui bacaan-bacaan liturgis. Dalam perayaan tersebut, umat menerima komuni batin dalam bentuk doa. Perayaan Sabda sering dirayakan oleh umat yang berada di daerah terpencil dan jumlah pastor yang minim dalam suatu wilayah gerejawi. Perayaan Sabda ini dipimpin oleh seorang guru agama yang telah ditunjuk oleh seorang pastor paroki (bisa juga oleh prodiakon, suster, frater, bruder, diakon dan imam). Kedua, Ibadat Sabda dan Komuni. Doa ini tidak jauh berbeda dari Ibadat Sabda. Dalam perayaan ini, umat juga diajak untuk merenungkan Sabda Tuhan. Namun, perbedaan mencolok dari keduanya adalah adanya pembagian komuni. Tentu saja, komuni yang berikan adalah komuni yang telah dikonsekrasikan oleh imam/uskup tertahbis. Seorang yang memimpin ibadat Sabda dan Komuni tidak diperkenankan mengkonsekrasi hosti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Alasannya, karena yang boleh mengkonsekrasi adalah mereka yang telah ditahbiskan, kecuali diakon. Untuk itu, biasanya, mereka yang memimpin ibadat Sabda dan Komuni ini mengambil komuni kudus di tabernakel atau setelah suatu Misa selesai. Yang biasa memimpin doa ini adalah prodiakon, frater, bruder, dan diakon. Ketiga, Misa atau Perayaan Ekaristi. Secara teologis, ini adalah puncak dari seluruh kehidupan beriman Kristiani. Di sini kita semua yang hadir ikut serta mengenankan kembali (anamnese) upacara malam terakhir yang diadakan Yesus sebelum Ia wafat di salib. Di sinilah kita merayakan Kristus yang rela membagi diri-Nya untuk kita semua. Di sini pula, kita merayakan Sabda dan Komuni lewat liturgi Sabda dan Liturgi Ekaristi. Seperti yang kita ketahui, Misa atau Perayaan Ekaristi hanya bisa dipimpin oleh kaum tertahbis, kecuali diakon. Lalu, bagaimana dengan kebaktian? Istilah ini sangat khas dalam lingkungan saudari-saudara kita yang Protestan. Mereka juga biasa menyebutnya ‘Perjamuan’. Kebaktian, sejauh yang saya tahu, hanya dipimpin oleh seorang pendeta. Seorang prodiakon, frater, bruder, diakon, imam dan Uskup tidak bisa memimpin kebaktian. Untuk itu, tidak pas kalau diletakan dalam konteks Katolik. Dari penjelasan di atas, kita bisa melihat suatu benang merah, yakni antara Ibadat Sabda, Ibadat Sabda dan Komuni, dan Misa atau Perayaan Ekaristi, umat Allah diundang untuk merayakan Sabda dan Komuni. Dalam tata cara doa dari masing-masing doa itu, umat sekalian diundang untuk menyantap Sabda dan Komuni. Umat diundang untuk menyantap Sabda dari bacaan-bacaan liturgi yang sama dan menyantap Kristus yang sama dalam komuni kudus. Penjelasan doa-doa di atas tidak menunjukkan suatu tingkatan/level rahmat. Kita perlu memahami kalau ini adalah sebentuk “solusi” dalam berpastoral agar setiap umat beriman dapat berkumpul “sehati, sejiwa” dalam persekutan dengan umat se-paroki, se-keuskupan, dan se-genap umat beriman di dunia untuk merenungkan kebaikan Allah dalam Sabda Tuhan. Tuhan tetap hadir dalam setiap doa kita. Dan diharapkan agar kita bisa membedakan antara ibadat sabda, ibadat sabda dan komuni, dan perayaan Ekaristi atau Misa.
Hari Minggu adalah hari Tuhan, kita semua diundang untuk merayakan Ekaristi. Namun karena keterbatasan imam yang melayani, tidak semua orang bisa merayakan Ekaristi. Gereja menyediakan ibadat sabda tanpa imam dalam melaksanakan peribadatan hari Minggu. Kali ini kita akan merenungkan perbedaan antara Ekaristi dengan Ibadat Sabda Tanpa Imam. Kejadian 9: 8 – 15
Perjanjian Allah dengan Nuh sesudah ia dibebaskan dari air bah. 1 Petrus 3: 18 – 22
Air itu melambangkan pembaptisan yang kini menyelamatkan kami.. Markus 1: 12 – 15
Yesus dicobai oleh iblis, dan malaikat-malaikat melayani Dia.
|