This Paper A short summary of this paper 33 Full PDFs related to this paper This Paper A short summary of this paper 37 Full PDFs related to this paper
KD : Mengamalkan nilai-nilai Pancasila sebagai pandangan hidup dan ideologi nasional dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Pancasila terdiri dari dua kata dari Sansekerta : pañca berarti lima dan śīla berarti prinsip atau asas. Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia berisi: 1. Ketuhanan Yang Maha Esa 2. Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab 3. Persatuan Indonesia 4. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan 5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia Ideologi pancasila hanya di gunakan di Negara Indonesia. Pancasila merupakan cita-cita luhur bangsa sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945. Sebagai cita-cita luhur bangsa maka sudah sewajarnya cita-cita itu diwujudkan dalam pengamalan penyelenggaraan negara. Pancasila sebagai cita-cita bangsa perlu diamalkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.Upaya pengamalan Pancasila dalam kehidupan bernegara dapat dilakukan dengan 2 cara, yakni pengamalan secara objektif dan pengamalan secara subjektif. a. Pengamalan secara Objektif Pengamalan pancasila secara objektif adalah dengan melaksanakan dan mentaati peraturan perundang-undangan sebagai norma hukum Negara yang berlandaskan Pancasila. Adanya pengamalan objektif ini adalah konsekuensi dari mewujudkan nilai dasar Pancasila sebagai norma hukum Negara. Contoh nyatanya adalah ketaatan warga Negara pada peraturan perundang-undang yang berlaku, seperti taat pada rambu-rambu lalu lintas. b. Pengamalan secara subjektif Pengamalan secara subjektif adalah dengan menjalankan nilai-nilai pancasila yang berwujud norma etik secara pribadi atau kelompok dalam bersikap dan bertingkah laku pada kehidupan berbangsa dan bernegara. Adanya pengamalan secara subjektif ini adalah konsekuensi dari mewujudkan nilai dasar pancasila sebagai norma etik bernegara. Contoh nyata pengamalan subjektif ini adalah ketaatan pada kode etik profesinya. Misalnya, seorang guru taat pada kode etik guru, wartawan taat pada kode etik wartawan, begitupun profesi lainnya.
Negara Indonesia bukan Negara “atheis”, dan juga bukan “theokrasi”, tetapi Negara “Theis Demokratis” yakni: Negara yang berketuhanan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi semua agama, sikap terhadap agama melindungi dan menjamin agama-agama yang diberi kesempatan yang sama. Sifat-sifat pelaksaannya Negara yang demikian ini adalah:
Pengamalan obyektif sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan atau pengamalan dalam kenegaraan mewujudkan adanya Negara yang berkedaulatan rakyat berdasar atas Kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan. Perwujudan ini dalam sistem pemerintahan disebut dengan Demokrasi Pancasila, yakni demokrasi yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawatan perwakilan. Demokrasi pancasila ini dalam menggunakan hak-hak demokrasinya haruslah disertai deangan rasa tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa menurut keyakinan agama masing-masing, haruslah menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sesuai dengan martabat dan harkat manusia, haruslah menjamin dan mempersatukan bangsa, dan harus dimanfaatkan unutuk mewujudkan keadilan sosial. Demokrasi pancasila ini berpangakal tolak pada faham kekluargaan dan gotong royong, sehingga mewujudkan prinsip-prinsip mekanisme demokrasi yang sejalan dengan sistem pemerintahan Negara. Prinsip-prinsip yang dimaksudkan yaitu: Faham Negara hukum, Faham Konstitusionalisme, Supermasi MPR, Pemerintahan yang bertanggung jawab, Pemerintahan berdasarkan perwakilan, Sistem pemerintahan presidensial, dan Pengawasan parlemen terhadap pemerintah.
Pengamalan obyektif sila Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia atau pengamalan dalam kenegaraan mewujudkan adanya Negara membangun sistem ekonomi atas dasar usaha bersama dan kekeluargaan untuk mencapai kesejahteraan umum. Hal-hal yang berhubungan dengan kesjahteraan umum ini telah diatur dalam pasal 33 UUD 1945 yang merupakan perwujudan demokrasi ekonomi dalam Hukum Dasar, yakni:
2. Sifat hubungan dalam masyarakat pancasila Dalam kehidupan manusia bermasyarakat salah satu masalah pokok adalah bagaimana kita memberi arti dan bagaimana kita memandang hubungan antara manusia dan masyarakatnya. Pandangan mengenai hubungan antara manusia dengan masyarakatnya ini merupakan landasan filsafat bagi kehidupan masyarakat, yang akan memberi corak dan warna dasar dari kehidupan masyarakat.Pancasila memandang bahwa kebahagiaan hidup manusia akan tercapai jika dapat dikembangkan hubungan yang selaras, serasi, seimbang, dan bekerjasama atas dasar kekluargaan antara manusia individu dengan masyarakatnya. Hal ini bertiti- tolak dari sifat kodrat manusia monodualis, yakni manusia sebagai individu dan sebagai mahluk sosial.Dalam pandangan pancasila, maka hubungan sosial yang selaras, serasi dan seimbang antara individu dengan masyarakatnya tidaklah netral, melainkan dijiwai oleh nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila sebagai kesatuan. 3. Sikap dasar pengamalan pancasila Pangkal tolak pengamalan pancasila ialah kemauan dan kemampuan manusia Indonesia dalam mengendalikan diri dan kepentingannya agar dapat melaksanakan kewajibannya sebagai warganegara dan warga masyarakat. Dengan kesadaran dan pangkal tolak yang demikian tadi, maka sikap hidup manusia Pancasila adalah:
Karena merupakan pengamalan Pancasila, maka dalam mewujudkan sikap hidup tadi manusia Indonesia diutuntun oleh kelima sila dari pancasila. 4. Pedoman pengamalan pancasila Seperti yang dinyatakan dalam Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978, maka “Pedoman Pengahayatan dan Pengamalan Pancasila” itu dinamakan “Ekaprasetia Pancakarsa”.Istilah “Ekaprasetia Pancakarsa” berasal dari bahasa Sansekerata. Secara harfiah “eka” berarti satu atau tunggal, “prasetia” berarti janji atau tekad, “panca” berarti lima, dan “karsa” berarti kehendak yang kuat. Dengan demikian “Ekaprasetia Pancakarsa” berarti tekad yang tunggal untuk melaksanakan lima kehendak. Dalam hubungannya dengan Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978 maka lima kehendak yang kuat itu adalah kehendak untuk melaksanakan kelima sila Pancasila. Dikatakan tekad yang tunggal karena tekad itu sangat kuat dan tidak tergoyah-goyahkan lagi. Ketetapan MPR no. II/MPR/1978 tentang Ekaprasetia Pancakarsa menjabarkan kelima asas dalam Pancasila menjadi 36 butir pengamalan sebagai pedoman praktis bagi pelaksanaan Pancasila.Ketetapan ini kemudian dicabut dengan Tap MPR no. I/MPR/2003 dengan 45 butir Pancasila. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Sila Persatuan Indonesia
Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
http://alawiyahgo.blogspot.com/2013/09/materi-pkn.html |