Pasal yang tidak dapat diubah dalam perundang-undangan indonesia adalah tentang

Proses Perubahan UUD 1945

UUD 1945 merupakan aturan dasar atau aturan pokok negara (staatsgrundgesetz) yang dalam pembukaannya terdapat staatsfundamentalnorm sebagai pokok pikiran dari lahirnya aturan dasar atau aturan pokok negara tersebut.[1]

UUD 1945 memiliki fungsi strategis, salah satunya sebagai sumber dasar bagi terbentuknya peraturan perundang-undangan. Sebagai haluan bagi jalannya pemerintahan sekaligus peraturan perundang-undangan di bawahnya, UUD 1945 dapat disempurnakan sesuai dengan kebutuhan tata negara melalui mekanisme perubahan.

Setelah reformasi, telah dilakukan empat kali amendemen UUD 1945 dalam kurun waktu tahun 1999-2002. Kini, wacana perubahan ke-5 UUD 1945 ramai menjadi perbincangan publik. Namun, pelaksanaan amendemen UUD 1945 bukanlah persoalan mudah. Lantas, bagaimana sebenarnya proses perubahan atau amendemen UUD 1945?

Secara umum, hal ihwal mengenai amendemen UUD 1945 diatur dalam Pasal 37 UUD 1945 yang menyatakan bahwa:

  1. Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
  2. Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.
  3. Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
  4. Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
  5. Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.

Berdasarkan bunyi pasal tersebut dapat diketahui bahwa langkah pertama dalam proses perubahan UUD 1945 adalah kehendak mayoritas anggota MPR terhadap ide perubahan UUD 1945.[2] Dalam hal ini, usulan perubahan UUD 1945 dapat diagendakan dalam sidang MPR apabila minimal 1/3 anggota MPR mengajukan usulan perubahan UUD 1945.

Tetapi, perlu digarisbawahi materi yang diubah dikecualikan sebagai berikut, anggota MPR tidak dapat mengusulkan perubahan terhadap Pembukaan UUD 1945 dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.[3]

Usulan harus diajukan secara tertulis dengan menunjukkan secara jelas pasal yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.[4] Usulan ini kemudian diserahkan kepada pimpinan MPR dan akan dikaji oleh Panitia ad hoc apabila usul pengubahan telah memenuhi persyaratan.[5]

Persyaratan yang dimaksud dalam hal ini adalah terpenuhinya minimal 1/3 anggota MPR sebagai pengusul dan pasal yang diusulkan untuk diubah beserta alasan pengubahannya.

Selanjutnya, akan dilakukan Sidang Paripurna MPR yang harus dihadiri sekurang-kurangnya oleh 2/3 dari jumlah anggota MPR.[6] Apabila usulan tidak mendapat persetujuan pada Sidang Paripurna MPR, usulan tersebut tidak dapat diajukan kembali pada masa keanggotaan MPR yang sama.[7]

Di sisi lain, putusan pengubahan pasal UUD 1945 dalam Sidang Paripurna MPR dapat dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya 50% ditambah satu anggota dari seluruh anggota MPR.[8]

Peran MPR dalam Proses Perubahan UUD 1945

Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa pasca reformasi, telah dilakukan perubahan UUD 1945 sebanyak empat kali. Perubahan ini dilakukan sebagai respon dari tuntutan reformasi guna mempertegas filosofis, yuridis, sosiologis, politis, dan teoritis negara.

Setelah amandemen UUD 1945, MPR memiliki wewenang untuk mengubah dan menetapkan UUD 1945.[9] Berbeda dengan pra perubahan UUD 1945, MPR tidak memiliki kewenangan yang rigid dalam hal mengubah UUD 1945, di mana MPR saat itu hanya memegang kewenangan untuk menetapkan UUD 1945.

Frasa “menetapkan” sendiri menimbulkan kerancuan. Apakah menetapkan mengindikasikan bahwa MPR hanya bisa “menetapkan” UUD 1945 sebagai UUD yang tetap dan tidak dapat diubah, atau MPR dapat mengubah, menyempurnakan, dan menetapkan UUD yang baru?[10]

Pertanyaan ini seakan dijawab dengan keluarnya Tap MPR 1/MPR/1978 yang menetapkan bahwa:

Majelis berketetapan untuk mempertahankan Undang-Undang Dasar 1945, tidak berkendak dan tidak akan melakukan perubahan terhadapnya serta akan melaksanakannya secara murni dan konsekwen.

Bunyi pasal tersebut menegaskan bahwa MPR tidak berhak mengubah UUD 1945. Lalu, siapa lembaga yang berwenang melakukan perubahan UUD 1945 pasca reformasi?

Dengan tuntutan reformasi total pada konstitusi negara, MPR tetap melakukan perubahan UUD 1945. Hal ini disokong dengan adanya peraturan limitatif dalam Pasal 37 UUD 1945 mengenai kuorum pada Sidang Paripurna MPR.

Atas dasar tersebut, tercapailah pemenuhan atas tuntutan masyarakat untuk melakukan perubahan atau amendemen UUD 1945. Melalui perubahan tersebut, aturan kewenangan MPR dan proses amendemen UUD 1945 menjadi lebih rigid.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar Hukum:

  1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan diubah ketiga kalinya dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2019 tentang  Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
  3. Peraturan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.

Referensi:

  1. Maria Farida Indrati. Ilmu Perundang-Undangan I Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan, Ed. Revisi. Yogyakarta: PT Kanisius, 2020;
  2. Mura P. Hutagalung. Reformasi UUD 1945 melalui Konvensi Ketatanegaraan. Jurnal Hukum dan Pembangunan 4 (XXIX), 2017.

[1] Maria Farida Indrati. Ilmu Perundang-Undangan I Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan, Ed. Revisi. Yogyakarta: PT Kanisius, 2020, hal. 48 dan 50

[3] Pasal 24 ayat (2) UU 17/2014

[4] Pasal 25 ayat (2) UU 17/2014

[6] Pasal 112 ayat (1) Peraturan MPR 1/2014

[7] Pasal 112 ayat (3) Peraturan MPR 1/2014

[8] Pasal 112 ayat (2) Peraturan MPR 1/2014

[10] Mura P. Hutagalung. Reformasi UUD 1945 melalui Konvensi Ketatanegaraan. Jurnal Hukum dan Pembangunan 4 (XXIX), 2017, hal. 341-342

Asshiddiqie, Jimly. 2008. Menuju Negara Hukum yang Demokratis, Jakarta: Setjen dan Kepaniteraan MK RI,

Eddyono, Luthfi Widagdo Eddyono. 2013. Penyelesaian Sengketa Kewenangan Lembaga Negara oleh Mahkamah Konstitusi. Yogyakarta: Insignia Strat.

Fulthoni, Luthfi Widagdo Eddyono, Naskah Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945: Latar Belakang, Proses, dan Hasil Pembahasan, 1999-2002, Buku X, Perubahan UUD, Aturan Peralihan, dan Aturan Tambahan, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Jakarta (2008).

Jimly Asshiddiqie, “The Role of Constitutional Courts In The Promotion of Universal Peace and Civilization Dialogues Among Nations”, paper was presented in the International Symposium on “the Role of Constitutional Courts on Universal Peace and Meeting of Civilizations”, Ankara, April 25, 2007.

Janedjri M. Gaffar, “Pancasila dan Perlindungan Hak Konstitusional Warga Negara”, makalah disampaikan pada kegiatan “Sosialisasi Pemahaman Hak Konstitusional Warga Negara bagi Dosen Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan wilayah Sulawesi Selatan”, Makassar, Senin, 19 September 2016.

Luthfi Widagdo Eddyono, “The Unamendable Articles of the 1945 Constitution”, Constitutional Review, Vol 2, No 2 (2016).

Luthfi Widagdo Eddyono, "Norma Konstitusi yang Tidak Dapat Diubah", Majalah Konstitusi, Maret 2016.


Page 2

View or download the full issue PDF (Full Issue)

Pasal yang tidak dapat diubah dalam perundang-undangan indonesia adalah tentang
Pasal yang tidak dapat diubah dalam perundang-undangan indonesia adalah tentang
Pasal yang tidak dapat diubah dalam perundang-undangan indonesia adalah tentang
Pasal yang tidak dapat diubah dalam perundang-undangan indonesia adalah tentang
Pasal yang tidak dapat diubah dalam perundang-undangan indonesia adalah tentang
Pasal yang tidak dapat diubah dalam perundang-undangan indonesia adalah tentang
  
Pasal yang tidak dapat diubah dalam perundang-undangan indonesia adalah tentang
 
Pasal yang tidak dapat diubah dalam perundang-undangan indonesia adalah tentang
 
Pasal yang tidak dapat diubah dalam perundang-undangan indonesia adalah tentang
Pasal yang tidak dapat diubah dalam perundang-undangan indonesia adalah tentang
 
Pasal yang tidak dapat diubah dalam perundang-undangan indonesia adalah tentang
Pasal yang tidak dapat diubah dalam perundang-undangan indonesia adalah tentang
 
Pasal yang tidak dapat diubah dalam perundang-undangan indonesia adalah tentang
 
Pasal yang tidak dapat diubah dalam perundang-undangan indonesia adalah tentang
Pasal yang tidak dapat diubah dalam perundang-undangan indonesia adalah tentang