Nicolaus Copernicus adalah seorang tokoh yang berperan besar dalam mengembangkan teori heliosentris

Jakarta -

Teori heliosentris adalah teori yang menyatakan bahwa matahari merupakan pusat dari sistem tata surya dan bumi bergerak mengelilinginya dalam orbit berbentuk lingkaran. Teori inilah yang dianggap sebagai salah satu penemuan terpenting sepanjang masa.

Bahkan dianggap sebagai titik mula fundamental bagi astronomi modern dan sains modern, seperti yang dikutip dari buku bertajuk Manusia dan Sejarah: Sebuah Tinjauan Filosofi karya Yulia Siska.

Untuk masalah orbit, data yang diperoleh Copernicus memperlihatkan adanya indikasi penyimpangan kecepatan sudut orbit planet-planet. Namun, ia mempertahankan bentuk orbit lingkaran dengan menyatakan bahwa orbitnya tidak konsentrik.

Teori heliosentris disampaikan Copernicus dalam publikasinya yang berjudul De Revolutonibus Orbium Coelestium. Namun, teori ini sempat ditolak oleh pandangan gereja dan dianggap berbahaya.

Menurut buku Pendidikan Mental Menuju Karakter Bangsa karya Imam Sibaweh, tulisan Copernicus juga dilarang untuk dipublikasikan hingga tahun 1543 atau bertepatan dengan tahun kematiannya.

Teori ini ditolak pihak gereja karena dianggap bertentangan dengan pandangan sebelumnya yang diungkapkan oleh filsuf terkenal, Aristoteles, pendukung teori geosentris.

Ilmuwan Galileo Galilei yang tertarik dengan teori heliosentris pun ikut membuktikan teori tersebut. Melalui bukunya yang berjudul Dialog Astronomi, Galileo membuat pembaca percaya bahwa matahari adalah pusat tata surya.

Dikutip dari Sang-wook Park dalam bukunya bertajuk Why? Scientific Events, Galileo telah membuktikannya dengan penelitian teleskop. Alasan dari pernyataannya adalah karena ia melihat adanya perubahan pada bintik hitam (black spot) pada matahari, satelit (bulan) yang mengorbit Jupiter, dan perubahan fasa Venus yang seperti rembulan.

Perubahan fasa venus ini ditunjukkan dengan Venus yang terlihat semakin kecil ketika mendekati bentuk bulat. Sebab Venus berada dalam jarak terjauh dengan bumi ketika Venus, matahari, dan Bumi berada dalam satu garis lurus.

Sebaliknya, Venus terlihat paling besar saat berbentuk sabit. Perubahan fasa Venus yang telah diteliti membuktikan bahwa Venus berada di depan bumi dan bersama juga mengelilingi matahari. Hingga pada akhirnya, teori bahwa matahari adalah pusat tata surya inilah yang digunakan hingga sekarang.

Teori Geosentris

Sebelum muncul teori heliosentris, teori awal yang muncul terkait dengan sistem tata surya kita adalah teori geosentris.

Teori ini dikemukakan oleh seorang ahli dari Yunani bernama Claudius Ptolomeus. Teori geosentris menyatakan bahwa semua objek dalam tata surya kita bergerak relatif terhadap bumi.

Dengan kata lain, menurut teori geosentris, bumi merupakan pusat tata surya. Teori ini bahkan dipercaya selama hampir 1400 tahun lamanya. Sebab, jika kita memperhatikan benda-benda langit di sekitar kita, benda-benda tersebut tampak tengah bergerak mengelilingi bumi.

Sebab itulah teori ini juga didukung oleh para ilmuwan lain seperti, Socrates, Plato, Aristoteles, Tales, Anaximander, dan Phytagoras.

Hingga kemudian ditemukan kelemahan dalam teori geosentris, yaitu teori ini tidak dapat menjelaskan matahari dan bulan yang bergerak dalam jejak lingkaran mengelilingi bumi, tetapi planet bergerak tidak teratur dalam serangkaian simpul ke arah timur.

Nah, detikers sekarang sudah paham perbedaan antara teori heliosentris dan geosentris, bukan?

Simak Video "Astronom Temukan Bintang Terjauh, Terbentuk Hampir 13 Miliar Tahun"



(pal/pal)

Nicolaus Copernicus | Wikimedia Commons

Dalam On the Revolutions of the Celestial Spheres”, ahli astronomi Polandia, Nicolaus Copernicus menyodorkan sebuah konsep baru yang berhasil mengubah pandangan manusia mengenai alam semesta. Salah satu karya paling bersejarah itu dinilai radikal oleh banyak kalangan, karena membahayakan keseimbangan pengetahuan manusia yang selama ini dijaga oleh pihak Gereja.

Sebelum Copernicus mengemukakan teorinya, orang-orang percaya bahwa Bumi adalah pusat alam semesta. Pandangan itu didasarkan pada pemikiran seorang ahli astronomi dari Mesir bernama Ptolomeus, dan filsuf Yunani, Aristoteles. Masyarakat sangat percaya dengan pandangan dua tokoh besar itu, sehingga tidak ada yang melakukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan kebenarannya.

Teori geosentris itu bertahan selama berabad-abad dalam ilmu pengetahuan manusia, hingga akhirnya para ahli astronomi dan ilmuwan Abad Pertengahan menghasilkan temuan-temuan baru tentang perilaku planet, dan alam semesta. Penggunaan teori geosentris mulai menimbulkan banyak masalah, terutama karena banyak hal yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya secara ilmiah.

Halaman judul buku Copernicus | Wikimedia Commons

Nicolaus Copernicus muncul sebagai salah satu ilmuwan yang sangat kritis menentang teori geosentris. Banyak ahli astronomi yang sebenarnya setuju dengan pandangan Copernicus dan berani membuktikan keberanannya, namun mereka tidak berani mengeluarkan pendapatnya, karena adanya tekanan dari pihak gereja.

Tanpa menghiraukan berbagai pertentangan yang ditujukan kepadanya, Copernicus membuat sebuah gagasan baru mengenai alam semesta. Ia menyatakan bahwa matahari adalah pusat alam semesta, dengan Bumi dan planet-planet lain beredar mengelilinginya.

Riwayat sang Filsuf Astronomi

Nicolaus Copernicus | History

Lahir di tengah-tengah keluarga saudagar kaya pada 1473, Copernicus menempuh pendidikan menengah di Polandia. Kemudian ia melanjutkan sekolahnya di Italia mengambil jurusan kedokteran, hukum, astronomi, dan matematika. Pada 1506, ia kembali ke Polandia untuk menjadi dokter pribadi pamannya, seorang uskup Katolik.

Copernicus memberikan banyak kontribusi penting bagi perkembangan ilmu astronomi, salah satunya menerapkan matematika untuk menghitung posisi planet, dan memprediksi durasi waktu terjadi peristiwa-peristiwa angkasa, misalnya gerhana.

Sekitar tahun 1513, Copernicus menerbitkan sebuah karya singkat untuk teori heliosentris, yang menyatakan bahwa matahari sebagai pusat alam semesta. Karyanya itu dikenal secara luas sebagai “Commentarius”.

Isi buku yang ditulis oleh Copernicus | Wikimedia Commons

Selama bertahun-tahun, Nicolaus Copernicus mencoba menyempurnakan teori heliosentrisnya. Ia berhasil menemukan banyak fakta baru mengenai kondisi planet-planet di alam semesta, termasuk kecepatan perputaran tiap planet yang akan memengaruhi kondisinya.

Selama bertahun-tahun sebelum meluncurkan teorinya, Copernicus dilanda kebimbangan. Hal itu terjadi karena ketakutannya akan ancaman gereja, dan hukuman berat yang menanti dirinya. Namun ia terus menyempurnakan teorinya dan semakin yakin bahwa pandangannya akan memberikan dampak yang sangat besar bagi perkembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.

Akhirnya pada 1543, Copernicus menerbitkan hasil-hasil temuannya kepada masyarakat. Karyanya itu dicetak oleh seorang warga Jerman pemeluk aliran Lutherian. Awalnya ia memiliki kecemasan yang sama dengan Copernicus karena adanya hukum gereja, tetapi untuk melindunginya, ia menambahkan sebuah kata pengantar yang dibuat oleh imam besar Lutherian, bahwa karya itu hanyalah sebuah teori biasa.

Tetapi walau demikian, banyak masyarakat yang terpengaruh oleh teori Copernicus, sehingga karyanya itu menjadi kontroversi di tengah masyarakat.

Replika patung Copernicus yang berada di Montreal, Canada | Wikimedia Commons

Selama 50 tahun setelah diterbitkan, teori Copernicus tidak cukup populer, hingga akhirnya seorang astronomi Italia bernama Galileo Galilei membuat sebuah teleskop besar pada 1609. Galileo lalu melakukan pengamatan langit, dan hasilnya ia meyakini kebenaran dari teori Copernicus.