Mengapa Pembukaan UUD 1945 tabu dilakukan perubahan jelaskan argumen anda?

KOMPAS.com - Undang-Undang Dasar 1945 atau UUD 1945 adalah konstitusi dan sumber hukum tertinggi yang berlaku di Indonesia.

UUD 1945 memiliki otoritas hukum tertinggi dalam sistem pemerintahan negara, sehingga seluruh lembaga negara di Indonesia harus patuh pada UUD 1945.

Sejak Indonesia merdeka, wacana untuk melakukan amendemen UUD 1945 terus berlangsung.

Namun, ada bagian dari UUD 1945 yang tidak boleh diubah atau diganti, yaitu bagian pembukaan.

Lantas, mengapa pembukaan UUD 1945 tidak dapat diubah?

Baca juga: Berapa Kali Amandemen UUD 1945 Dilakukan?

Berisikan tujuan bernegara

UUD 1945 sudah berlaku di Indonesia sejak 5 Juli 1949 dan sudah diamendemen sebanyak empat kali, sejak 1999 hingga 2002.

Tujuan amendemen adalah untuk memperjelas hukum-hukum yang berlaku di dalamnya dan membentuk suatu hukum yang belum dijelaskan, guna menyempurnakan UUD 1945.

Meskipun UUD 1945 sudah diamendemen sebanyak empat kali, bagian pembukaannya tidak mengalami perubahan.

Bahkan, pembukaan UUD 1945 juga tidak diperkenankan untuk diubah atau diganti.

Alasan bangsa Indonesia bertekad atau komitmen untuk tidak mengubah pembukaan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 adalah karena di dalam pembukaan terkandung staatsidee atau citra negara berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Baca juga: Sejarah Lahirnya Pancasila, Dasar Negara Indonesia

Pembukaan UUD 1945 tidak boleh diganggu gugat karena mengandung dasar dan tujuan negara Indonesia.

Dasar negara Indonesia adalah Pancasila, sedangkan tujuannya agar tercipta negara adil dan makmur melalui proses mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum dan ikut serta dalam perdamaian dunia.

Apabila pembukaan UUD 1945 diubah, maka dianggap sama dengan mengubah dasar dan tujuan negara Indonesia.

Selain itu, pembukaan UUD 1945 juga mengandung pokok pikiran pemberontakan melawan imperialisme, kolonialisme dan fasisme.

Baca juga: Negara-negara Pelopor Imperialisme Modern

Pembukaan UUD 1945 dirumuskan ke dalam empat alinea yang masing-masing alineanya mengandung arti dan makna yang mendalam, sebagai berikut.

  • Alinea I: mengandung motivasi, dasar, dan pembenaran perjuangan
  • Alinea II: mengandung cita-cita bangsa Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur
  • Alinea III: mengandung petunjuk atau tekad pelaksanaan cita-cita bangsa Indonesia
  • Alinea IV: mengandung tugas negara atau tujuan nasional, penyusunan UUD 1945, serta bentuk susunan negara dan dasar negara Pancasila

Dengan demikian, pembukaan UUD 1945 tidak bisa diubah. Bagian UUD 1945 yang bisa diubah hanyalah bagian tubuh dari konstitusi itu sendiri, seperti pasal dan ayat-ayatnya.

Referensi:

  • Sekretariat Jenderal MPR RI. (2007). Bayang Tayang Materi Sosialisasi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jakarta: Sekretariat MPR RI.
  • Pambudi, Wahyu. (2018). Sakralisasi Pembukaan UUD 1945. Jurnal Pendidikan dan Sejarah. Vol. 4. No. 1 Maret 2018.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Mengapa Pembukaan UUD 1945 tabu dilakukan perubahan jelaskan argumen anda?

Hukumonline

Wacana  melakukan amandemen UUD 1945 sebagai konstitusi negara terus berlangsung. Namun pembukaan UUD 1945 dan Pancasila tak boleh diubah, karena sebagai ruh bangsa Indonesia. Demikian dikatakan anggota MPR Bachtiar Ali. “Karena sebagai ruh bangsa, jadi jangan bermpimpi untuk mengubah Pancasila dan pembukaan UUD 45,” ujarnya, Senin (2/5). Meski Konstitusi telah diubah kesekian kali, namun Pancasila tak dapat diubah. Pasalnya sebagai dasar negara, Pancasila menjadi landasan dalam bernegara hukum di Indonesia. Beragam produk legislasi pun tak boleh bertentangan dengan Pancasla dan UUD 1945. Bachtiar bahkan menilai  Pancasila UUD 1945  yang dimiliki seperti halnya kitab yang dijadikan pedoman dalam bernegara dan bermasyarakat di Indonesia. “Sebab dalam soal hak asasi manusia, kita lebih dulu dengan bangsa lain,” ujar Ketua Fraksi Nasdem di MPR itu. Wakil Ketua MPR Oesman Sapta Odang menambahkan  konstitusi negara memiliki banyak kelebihan. Ia meminta agar masyarakat pada umumnya memiliki rasa kebangsaan dengan empat pilar yang dimilik negara. Mulai Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhineka Tunggal Ika. “Kita harus terus membangkitkan jiwa kebangsaan sesuai dengan konstitusi kita,” ujarnya. Pria biasa disapa Oso itu mengatakan akan terus mensosialisasikan empat pilar. Tujuannya agar, jiwa nasionalisme masyarakat terus tumbuh. Oso mengatakan lokasi yang baru dikunjungi  dalam mensosialisasikan empat pilar adalah tempat mendiang ibunya, di Sulit Air Padang, Sumatera Barat akhir pekan lalu.

“Kita wajib menjaga nasionalisme sebab kita diajarkan bagaimana mencintai dan memahami Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika,” pungkasnya.


WAKIL Presiden Jusuf Kalla mengungkapkan dalam sejarah bangsa Indonesia, republik ini sudah empat kali mengalami pergantian konstitusi. Meski begitu, dari sekian kali pergantian tersebut, pembukaan atau mukadimah UUD 1945 tetap sama.

"Kenapa mukadimahnya tidak ada yang berubah? Karena mukadimahnya itu dasar dan tujuan. Itu adalah dasar negara dan tujuan kita bernegara. Dasarnya Pancasila, tujuannya negara adil dan makmur melalui proses mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dan ikut serta dalam perdamaian dunia. Itu tidak berubah di bangsa kita ini, tidak ada yang berani dan tidak perlu diubah," tutur Kalla saat membuka perayaan hari konstitusi di MPR Jakarta, Minggu (18/8).

Baca juga: KPK Geledah 15 Lokasi Terkait Kasus Impor Bawang Putih

Kalla menerangkan, satu satunya yang berubah adalah bagian tubuh dari konstitusi itu sendiri, yakni pasal dan ayat-ayatnya. Ia menerangkan pada UUD 45 seluruh pasalnya hanya 37 pasal, namun sekarang di UUD amendemen bila dipasalkan semua bisa mencapai 180 pasal, meski angkanya tetap di 37 pasal.

Pasal-pasal tersebut berubah karena berisikan tentang struktur negara, struktur bangsa, sistem bangsa. Menurut Kalla, dalam konstitusi pasal-pasal tersebut memang dapat berubah karena menyesuaikan dengan kondisi yang ada.

Ia mencontohkan, ketika masa RIS, mekanisme negara menjadi sistem federal dan ketika reformasi UUD 45 di amendemen dan menambah berbagai aturan mulai dari sistem keuangan, sistem presiden hingga otonomi daerah.

"Jadi pasal itu adalah sistem prosedur pemerintahan kita. Itu dinamis, sesuai dengan kondisi yang ada. Oleh sebab itu, living constitution (konstitusi yang hidup), ke depan pun bisa berubah, selama dasar dan tujuannya tidak berubah," tutur Kalla.

Kalla pun menerangkan, mengubah konstitusi bukan suatu hal yang tabu bagi sebuah bangsa, sebab mereka harus menyesuaikan dengan dinamika dan kondisi situasi yang ada. Sejumlah negara pun seperti India, Thailand, bahkan Amerika Serikat pun telah beberapa kali mengubah konstitusinya untuk menyesuaikan dengan situasi yang ada

"Pondasi dasar pancasila, NKRI, dan juga tujuan bangsa itu tidak mungkin kita ubah. Karena di sana lah dasar kita bersatu, tetapi prosedur bisa berubah," pungkasnya. (OL-6)

Mengapa Pembukaan UUD 1945 tabu dilakukan perubahan jelaskan argumen anda?

Wakil Ketua MPR RI, M. Hidayat Nur Wahid.

INFO NASIONAL- Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid (HNW) menegaskan amandemen terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, tidak termasuk bagian pembukaan. Karena di dalam bagian pembukaan terdapat dasar dan ideologi negara. Dalam pembukaan UUD NRI juga terdapat cita-cita berdirinya NKRI. Karena itu usul perubahan UUD NRI , sesuai pasal 37 UUD tidak termasuk bagian pembukaan. 

Selain bagian pembukaan, perubahan juga tidak berlaku bagi bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sesuai perjalanan dan pengalaman sejarah,  negara kesatuan merupakan satu-satunya bentuk negara yang paling sesuai dengan keberagaman Indonesia. Bukan serikat, federal, monarki apalagi sistem kerajaan.  Karena itu, NKRI harus dipertahankan sesuai pasal 37 ayat 5, UUD NRI tahun 1945, bahwa bentuk negara NKRI tak bisa diubah-ubah. 

"Perubahan terhadap UUD NRI Tahun 1945 tetap terbuka. Tetapi, ada ketentuan dan batas-batasnya. Dan untuk mengubah UUD diperlukan persyaratan yang rumit dan tidak mudah dipenuhi," kata Hidayat. 

Pernyataan itu disampaikan HNW saat memberikan sosialisasi empat pilar kepada pengurus dan anggota Muhammadiyah Wilayah Jawa Tengah. Acara tersebut berlangsung di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Minggu 31 Oktober 2021). Ikut hadir pada acara tersebut anggota MPR Fraksi PKS Hamid Noor Yasin, Ketua Muhammadiyah Wilayah Jateng KH. Tafsir, M.Ag, Ketua Aisyiyah Ummul Baroroh,  dan Rektor UMS Prof. Dr. H. Sofyan Anif, M.Si. 

Bagi warga Muhammadiyah, kata Hidayat, empat pilar bukan barang baru. Karena di kalangan anggota organisasi yang didirikan KH. Ahmad Dahlan, Empat pilar sudah menjadi perilaku dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam menjalankan roda organisasi. 

"Ulama dan tokoh-tokoh Muhammadiyah berpartisipasi aktif dalam proses pembentukan Pancasila, dimulai dari BPUPKI, Panitia Sembilan hingga PPKI. Mereka juga mau mengalah, menghilangkan tujuh kata dalam piagam Jakarta, semata mata demi kepentingan yang lebih besar. Yaitu berdiri tegaknya NKRI," ujar HNW. 

Bagi warga Muhammadiyah, Sosialisasi Empat Pilar berfungsi sebagai pengingat, agar tidak melupakan dasar dan ideologi negara. Bukan membawa maksud untuk menggurui. 

Sementara itu Hamid Noor Yasin, mengingatkan, kerelaan umat Islam memenuhi permintaan masyarakat Indonesia Timur untuk menghilangkan tujuh kata dalam piagam Jakarta adalah sikap mau mengalah yang terpuji. Apalagi, dengan cara itu, masyarakat Indonesia Timur tetap bersatu di bawah NKRI. 

"Seperti Piagam Madinah, Piagam Jakarta memiliki makna pengorbanan umat Islam untuk kepentingan yang lebih besar. Yaitu tetap tegaknya NKRI. Karena di Indonesia Kebhinekaan adalah satu keniscayaan, yang tidak dapat dihilangkan," katanya.(*)