Apa yang kamu ketahui tentang politik devide et impera

Indonesia menganut politik luar negeri bebas aktif apakah yang terjadi landasan politik luar negeri Indonesia tersebut jelaskan​

pada dasarnya ciri-ciri seorang wirausaha adalah rasa percaya diri dan mempunyai kemampuan yg lebih baik di banding kan orang orang pada​

Kemukakan pendapatmu tentang pelaksanaan romusha dalam aspek ekonomi, sosial dan politik! Nama Kegiatan Aspek Penjelasan Romusha Ekonomi Sosial Politi … k​

Apa sajakah peran Indonesia di ASEAN dalam bidang sosial jelaskan​

pernyataan yang tepat mengenai sifat benda gas adalah... a. memiliki bentuk dan volume tetap b. memiliki bentuk dan volume tidak tetap c. memiliki ben … tuk tetap dan volume tidak tetap d. memiliki bentuk tidak tetap, tetapi volume tetap​

kerajaan kerajaan Hindu - Budha di indonesia 1] Tuliskan Nama-Nama Rajannya / pemimpin dan tahun didirikan kerajaan tersebut. 2.] Tuliskan Asal dan Le … tak Setiap kerajaan. 3.] Tuliskan Bukti-bukti peninggalan ya setiap kerajaan. 4] Tuliskan kegiatan-kegiatan ekonomi setiap kerajaan 5] Tuliskan persamaan dan perbedaan antara kerajaan Hindu- Buddha - yaitu kerajaan Kutai, kerajaan Taruma Negara,dan Kerajaan Sriwi jayatolong kak ya besok dikumpul​

cara mengusir adik yang susah diatur​

1.Innteraksi sosial dianggap penting dan tidak dapat dihindari dalam kehidupan masyarakat karena . . . . A. masyarakat memiliki kepentingan berbeda-be … da B. interaksi sosial berpotensi mengembangkan kelompok sosial C. manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan orang lain D. manusia memiliki potensi dalam diri yang tidak dimiliki oleh orang lain​

apa yang di maksud a. barang ekonomi b. barang bebas dan berikan contohnnya

penanaman kembali hutan yang gundul di namakan ....... fungsinya untuk ........​

Awalnya, politik pecah belah merupakan strategi perang yang diterapkan oleh bangsa-bangsa kolonialis mulai pada abad 15 [Spanyol, Portugis, Belanda, Inggris, Prancis]. Bangsa-bangsa tersebut melakukan ekspansi dan penaklukan untuk mencari sumber-sumber kekayaan alam, terutama di wilayah tropis.

Apa yang kamu ketahui tentang politik devide et impera beri penjelasan dan apa dampak politik itu terhadap rakyat Indonesia saat itu?

Jawaban panjang: Devide et impera terhadap bangsa Indonesia berdampak perpecahan di bangsa Indonesia, dan takluknya bangsa Indonesia di bawah penjajahan Belanda, meskipun saat itu Belanda melalui VOC hanya memiliki sedikit pasukan di Indonesia.

Apa tujuan Belanda melakukan politik adu domba?

Politi adu domba digunakan untuk mempertahankan kekuasaan dan pengaruh penjajahan Belanda di Indonesia. Secara prinsip. praktik poitik adu domba adalah memecah belah dengan saling membenturkan [ mengadu domba ] kelompok besar yang dianggap memiliki pengaruh dan kekuatan.

Apa saja bukti adanya politik adu domba yang diterapkan oleh VOC?

Jawaban: Beberapa bukti politik adu domba VOC yang berhasil menguasai kerajaan nusantara: Adu domba dengan mendukung Arung Palakka untuk mengalahkan Sultan Hassanuddin dari Makassar. Adu domba dengan mendukung Sultan Haji, untuk merebut kekuasaand ari ayahnya, Sultan Ageng Tirtayasa dari Banten.

Apa yang dimaksud dengan politik adu domba?

Politik adu domba telah terkenal di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda. Bangsa penjajah saat itu menamakannya sebagai devide et impera. Ini adalah sebuah strategi yang digunakan oleh pemerintah penjajahan Belanda untuk kepentingan politik, militer dan ekonomi.

Politik apakah yg memecah belah raja raja di daerah yg dilakukan oleh Belanda?

Belanda menggunakan politik Devide et Impera atau politik pecah belah di Indonesia untuk memecah kelompok besar menjadi kelompok-kelompok kecil yang lebih mudah ditaklukan. Politik pecah belah ini dilakukan oleh Belanda dengan pendirian negara boneka Belanda dijanjikan untuk merdeka.

Jelaskan apa yang dilakukan VOC untuk menghancurkan Indonesia?

Pelayaran Hongi atau Ekspedisi Hongi atau Hongitochten adalah suatu bentuk pelayaran serta pengawasan yang dilakukan oleh pemerintahan zaman VOC Belanda yang bertujuan menjaga keberlangsungan monopoli rempah-rempah termasuk Hak Ekstirpasi, yaitu hak memusnahkan pohon Pala atau Cengkih, demi mengekalkan monopoli rempah-

Apa akibat politik devide et impera bagi kerajaan di Indonesia?

Jawaban. Jawaban: Devide et impera terhadap bangsa Indonesia berdampak perpecahan di bangsa Indonesia, dan takluknya bangsa Indonesia di bawah penjajahan Belanda, meskipun saat itu Belanda hanya memiliki sedikit pasukan di Indonesia.

Bagaimana penerapan devide et impera pada masa penjajahan Belanda?

Pelaksanaan politik devide et impera adalah politik memecah belah dan menaklukkan yang dilakukan VOC dengan mendukung salah satu dari pihak yang bertikai diantara kerajaan di Indonesia. VOC akan membantu pihak ini dan sebagai gantinya VOC akan mendapatkan wilayah kekuasaan dan monopoli perdagangan.

You might be interested:  Jawaban Cepat: Apa Itu Resume Dalam Lamaran Kerja?

Mengapa VOC berhasil menguasai kerajaan kerajaan di indonesia?

Mengapa voc belanda berhasil menguasai kerajaan kerajaan di indonesia? Karena VOC pada waktu itu berhasil melakukan Politik devide et impera atau [politik adu domba ] dan berbagai tipu daya lainnya juga demi mendapatkan kekuasaan dan keuntungan sebesar-besarnya bagi VOC.

Mengapa Sultan Haji menyerang ayahnya sendiri?

Jawaban. Yaitu keirian hatinya kepada ayahnya. Dikarenakan ayahnya lebih menyayangi saudaranya. Dan ia membunuh Ayahnya sendiri.

Mengapa Sultan Ageng Tirtayasa menentang Belanda?

Ada beberapa alasan serta latar Belakang mengapa Sultan Ageng Tirtayasa melakukan perlawanan terhadap VOC, antara lain: 1. Kezaliman kaum kolonialis dan imperialis di Nusantara yaitu Belanda. 3. Adanya persaingan antara Belanda [VOC] dengan Banten dikarenakan VOC membangun bandar perdagangan juga di Batavia.

Politik pecah belah, politik adu domba, atau divide et impera adalah kombinasi strategi politik, militer, dan ekonomi yang bertujuan mendapatkan dan menjaga kekuasaan dengan cara memecah kelompok besar menjadi kelompok-kelompok kecil yang lebih mudah ditaklukkan. Dalam konteks lain, politik pecah belah juga berarti mencegah kelompok-kelompok kecil untuk bersatu menjadi sebuah kelompok besar yang lebih kuat.

Awalnya, politik pecah belah merupakan strategi perang yang diterapkan oleh bangsa-bangsa kolonialis mulai pada abad 15 [Spanyol, Portugis, Belanda, Inggris, Prancis]. Bangsa-bangsa tersebut melakukan ekspansi dan penaklukan untuk mencari sumber-sumber kekayaan alam, terutama di wilayah tropis. Seiring dengan waktu, metode penaklukan mereka mengalami perkembangan, sehingga politik pecah belah tidak lagi sekadar sebagai strategi perang namun lebih menjadi strategi politik.[1]

Unsur-unsur yang dijadikan teknik dalam politik ini adalah:

  • Menciptakan atau mendorong perpecahan dalam masyarakat untuk mencegah aliansi yang bisa menentang kekuasaan berdaulat.
  • Membantu dan mempromosikan mereka yang bersedia untuk bekerja sama dengan kekuasaan yang berdaulat.
  • Mendorong ketidakpercayaan dan permusuhan antar masyarakat.
  • Mendorong konsumerisme yang berkemampuan untuk melemahkan biaya politik dan militer.

Politik pecah belah termasuk strategi yang digunakan oleh penjajah kolonial [Belanda] untuk menggagalkan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia [NKRI] pasca kemerdekaan Indonesia 1945. Politik pecah belah juga menjadi alat memecah belah suatu bangsa agar bisa ditaklukkan dengan tujuan untuk mendapatkan dan menjaga kekuasaan dengan cara memecah kelompok besar menjadi kelompok-kelompok kecil agar lebih mudah untuk dikuasai.[2] Pada 1947-1948 Belanda membentuk negara boneka dengan menjanjikan kemerdekaan terhadap beberapa negara boneka yang telah dibuatnya, diantaranya Negara Indonesia Timur [sekarang Papua], Negara Sumatera Timur, Negara Madura, Negara Pasundan, Negara Sumatra Selatan, dan Negara Jawa Timur.[3]

Sejarah Awal

Pada Perang Dunia II, Jepang mengakui  kalah dari tentara sekutu dengan pemboman kota Hirosima dan Nagasaki pada 6 dan 8 Agustus 1945. Setelah Jepang menyerah pada sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945, sekutu kemudian memerintahkan Jepang untuk melaksanakan status quo, yaitu menjaga situasi dan kondisi sebagaimana adanya pada saat itu sampai kedatangan tentara sekutu ke Indonesia. Pada tanggal 16 September 1945 rombongan Belanda, perwakilan sekutu berlabuh di Tanjung Priok.  

Kehadiran tentara Sekutu ini, diboncengi NICA [Netherland Indies Civil Administration - pemerintahan sipil Hindia Belanda] yang dipimpin oleh Dr. Hubertus J van Mook, ia dipersiapkan untuk membuka perundingan atas dasar pidato siaran radio Ratu Wilhelmina tahun 1942 [statkundige concepti atau konsepsi kenegaraan].

Terjadi kekosongan pemerintahan yang berkuasa Indonesia yang diakibatkan kekalahan Jepang. Oleh karena itu, para pemuda [Golongan Muda] melakukan penculikan terhadap Soekarno-Hatta yang kemudian membawa keduanya ke Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945.[4] Peristiwa Rengasdengklok terjadi pada 16 Agustus 1946, yakni penculikan kepada dua bapak proklamator Republik Indonesia, Soekarno dan Hatta, ke Karawang, Jawa Barat, dengan tujuan supaya cepat mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945[4]. Tetapi Belanda tidak mengakui kemerdekaan Indonesia 1945, karena ingin kembali berkuasa. Hal inilah yang mengawali agresi militer I tahun 1947 dan agresi militer II tahun 1948.

Agresi Belanda I dan II

Setelah Indonesia Merdeka pada 1945, Belanda masih mempunyai urusan dengan Indonesia, yakni pengembalian semua wilayah yang dulu bekas jajahan Belanda menjadi bagian dari Negara Kesatuan republik Indonesia [NKRI]. Untuk menjadi negara berdaulat, beberapa tahapan melawan Belanda dilakukan untuk mempertahankan teritori yang sudah dideklarasikan dari Sabang- Merauke.

Perjanjian Linggarjati 1946

Perjanjian yang terjadi di Linggarjati, Jawa Barat, dihadiri oleh pihak dari Indonesia yang diwakili Sutan Syahrir dan dari pihak Belanda diwakili Wim Schermerhorn, dimana menghasilkan resolusi yang melemahkan Indonesia secara de Facto.[5] Pada perjanjian tersebut hanya akan mengakui Jawa, Sumatera dan Madura sebagai bagian dari negara Indonesia.

Agresi Militer Belanda I 1947

Pada 21 Juli 1947, Wakil Gubernur Jenderal Belanda Johannes van Mook menegaskan bahwa hasil Perundingan Linggarjati tidak berlaku lagi dan memulai operasi militer yang dikenal dengan nama Agresi Militer Belanda I yang berlangsung sampai 5 Agustus 1947.[6] Belanda menamakan operasi militer ini sebagai Aksi Polisionil dan menyatakan tindakan ini sebagai urusan dalam negeri. Tujuan utama agresi Belanda adalah merebut daerah-daerah perkebunan yang kaya dan daerah yang memiliki sumber daya alam, terutama minyak.

Perjanjian Renville 1948

Akibat agresi militer 1 yang dilakukan Belanda, Amerika Serikat turun tangan untuk menetralkan situasi dengan menjadi penengah antara Indonesia dan Belanda. Keduanya lalu menandatangani perjanjian Renville pada 17 Januari 1948 di atas geladak kapal perang Amerika Serikat sebagai tempat netral USS Renville, yang berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.[7] Hasil dari perjanjian ini, Indonesia berhasil memaksakan gencatan senjata, tapi kehilangan sebagian wilayahnya. Belanda hanya mengakui kedaulatan RI di Jawa tengah, Yogyakarta, dan Sumatera, serta meminta TNI menarik pasukannya dari wilayah pendudukan.

Agresi Militer Belanda II 1948

Pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda melanggar gencatan senjata dan isi Perjanjian Renville. Belanda mengerahkan 80.000 pasukannya[8] kemudian menyerang ibu kota Indonesia yang pada saat itu di Yogyakarta dan melakukan penangkapan kepada Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya.

Konferensi Meja Bundar 1949

Akibatnya, Amerika Serikat kembali  menekan Belanda untuk berunding dengan Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar [KMB] di Den Haag pada 2 November 1949,[9] terkait pengembalian seluruh wilayah jajahan Belanda kepada Indonesia, termasuk Papua didalamnya. Perjanjian ini menyatakan Belanda setuju untuk mentransfer kedaulatan politik mereka atas seluruh wilayah bekas Hindia Belanda menjadi Indonesia. Khusus untuk Papua Barat menjadi satu-satunya bagian dari Hindia Belanda yang tidak dipindahkan ke Indonesia dan status Papua Barat akan dibahas setahun kemudian, yakni 1950.

Negara Bagian Indonesia Timur [Papua] di Indonesia

Selama 1947-1948, pihak Belanda sengaja ingin menguasai Indonesia dengan mudah, dan membagi-baginya menjadi kelompok kecil, dengan total 6 bagian, diantaranya diantaranya Negara Indonesia Timur [sekarang Papua], Negara Sumatera Timur, Negara Madura, Negara Pasundan, Negara Sumatra Selatan, dan Negara Jawa Timur.[10] Sejak 1950 sampai 1961, Belanda masih belum mengembalikan Papua sampai 1961, dimana Belanda seharusnya mengembalikan Papua menjadi bagian dari Indonesia sesuai kesepakatan hasil konferensi Meja Bundar [KMB], di Den Haag, Belanda, yang akan dibahas satu tahun setelahnya, yakni pada 1950.[9]

Belanda masih menguasai Papua Barat sebagai wilayah jajahannya, Alasannya karena Belanda masih mau mempertahankan pengaruhnya di kawasan Asia Pasifik sekaligus bertekad memperkuat basis ekonominya di Papua.[11] Belanda diam-diam mendirikan negara boneka Papua. Belanda memulai dengan membentuk komite bernama New Guinea Council pada tanggal 19 Oktober 1961.[11] Adapun tugasnya merancang Manifesto untuk Kemerdekaan dan Pemerintahan Mandiri, bendera nasional [Bendera Bintang Kejora], cap negara, memilih "Hai Tanahku Papua" sebagai lagu kebangsaan, dan meminta masyarakat untuk dikenal sebagai orang Papua.  Belanda mengakui bendera dan lagu ini pada tanggal 18 November 1961, dan peraturan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Desember 1961. Pada tahun yang sama, Belanda sekaligus mendirikan pasukan Papoea Vrijwilligers Korps atau Korps Relawan Papua [PVK], tentara buatan Belanda yang terdiri dari pribumi Papua.[11]

  1. ^ Saptamaji, Rolip [2013-11-22]. "Memahami Operasi Strategi Devide et Impera". Berdikari Online. Diakses tanggal 2017-10-16. 
  2. ^ "Politik devide et Impera VOC – Donisaurus". Diakses tanggal 2020-02-18. 
  3. ^ Media, Kompas Cyber. "Terbentuknya Republik Indonesia Serikat Halaman all". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2020-02-18. 
  4. ^ a b Media, Kompas Cyber. "Saat Sutan Syahrir Mendengar Berita soal Kekalahan Jepang dari Sekutu pada 10 Agustus 1945... Halaman all". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2020-02-18. 
  5. ^ Media, Kompas Cyber. "Perjanjian Linggarjati: Latar Belakang, Isi, dan Dampaknya Halaman all". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2020-02-18. 
  6. ^ "Agresi Militer Belanda I". Tribunnews.com. Diakses tanggal 2020-02-18. 
  7. ^ "Perjanjian Renville, Perjanjian yang Disahkan pada 17 Januari 1948 di Atas Kapal Amerika Serikat ya". Tribun Video. Diakses tanggal 2020-02-18. 
  8. ^ "Agresi Militer Belanda II, Penyerbuan Pasukan Belanda Terhadap Wilayah Republik Indonesia". Tribun Video. Diakses tanggal 2020-02-18. 
  9. ^ a b Media, Kompas Cyber. "Konferensi Meja Bundar: Latar Belakang, Tujuan, Hasil, dan Dampaknya Halaman all". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2020-02-18. 
  10. ^ Fathoni, Rifai Shodiq [2016-10-01]. "Republik Indonesia Serikat [1949-1950]". Wawasan Sejarah [dalam bahasa Inggris]. Diakses tanggal 2020-02-21. 
  11. ^ a b c "Papua dan Ambisi Presiden Pertama". Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia [dalam bahasa Inggris]. Diakses tanggal 2020-02-21. 

Diperoleh dari "//id.wikipedia.org/w/index.php?title=Politik_pecah_belah&oldid=18927133"

Video yang berhubungan