Kritik sastra ditulis secara ... dan di dalamnya terdapat penilaian baik buruk suatu karya.

Kritik sastra ditulis secara ... dan di dalamnya terdapat penilaian baik buruk suatu karya.

Loading Preview

Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.

Kritik sastra ditulis secara ... dan di dalamnya terdapat penilaian baik buruk suatu karya.

Kritik sastra adalah bagian dari ilmu sastra. Istilah lain yang sering digunakan para pengkaji sastra untuk hal yang sama ialah telaah sastra, kajian sastra, analisis sastra, dan penelitian sastra. Istilah-istilah tersebut digunakan untuk menghindari kata kritik yang terkesan negatif, terkesan menghakimi. Dahulu, di masyarakat, kritik dianggap kata yang bermakna negatif karena menilai sesuatu dari sisi kekurangan dan kelemahannya, menghakimi seseorang atas kekurangannya sehingga orang yang dihakimi tidak dapat berkembang. Kata kritik dianggap sebagai suatu yang destruktif, bermakna tajam, dan menjatuhkan seseorang. Padahal sebenarnya pengertian kritik sastra tidaklah demikian. Seseorang yang terbuka hatinya untuk dikritik dia akan merasa bahwa dengan dikritik dia akan memperoleh masukan tentang kekurangan atau kelemahannya, bahkan juga keunggulannya. Dengan demikian ia akan berusaha memperbaiki kekurangan dan kelemahannya sehingga karyanya akan menjadi lebih baik dan ia akan menjadi orang yang sukses dalam bidangnya. Demikian halnya dengan pengertian kritik, khususnya dalam kritik sastra.

Menurut HB Jassin, kata kritik dalam kritik sastra bermakna pertimbangan baik buruknya suatu karya sastra, pertimbangan kelemahan dan keunggulan karya sastra. Melalui kritik sastra, penulis akan mengembangkan dirinya menjadi penulis yang menyadari kelemahan dan sekaligus keunggulan dirinya dalam menghasilkan karya sastra. Demikian juga Andre Hardjana (1981) mendefinisikan kritik sastra sebagai hasil usaha pembaca dalam mencari dan menentukan nilai hakiki karya sastra lewat pemahaman dan penafsiran secara sistemik yang dinyatakan dalam bentuk tertulis. Kata ‘pembaca’ di sini ditekankan karena kritik sastra bukanlah hasil kerja yang luar biasa dari penulisnya yang dapat disetarakan dengan penulis karya sastra itu sendiri. Setiap pembaca dapat saja membuat kritik terhadap karya sastra yang dibacanya tetapi belum tentu ia dapat masuk ke dalam nilai-nilai hakiki karya sastra tersebut kalau dia tidak mendalami dan menilai pengalaman kemanusiaan yang terdapat di dalamnya. Dengan pengertian seperti itu, lambat laun kata kritik dalam pengertian kritik sastra digunakan secara meluas. Apalagi dengan terbitnya buku Analisis yang ditulis oleh HB Jassin, serta buku Kritik dan Esei Kesusastraan Indonesia, buku yang memuat kritik dan ulasan cerpen dan novel-novel Indonesia yang banyak digunakan kalangan akademisi, menyebabkan istilah kritik sastra digunakan secara meluas sebagai bagian dari ilmu sastra.

Semi (1984), mengemukakan bahwa istilah kritik sastra telah mengalami usia yang cukup panjang. Dalam bahasa Yunani, istilah ini telah dikenal pada tahun 500 SM, yaitu krinein yang berarti menghakimi, membanding, dan menimbang. Kata ini menjadi dasar kata kreterion, yang berarti dasar, pertimbangan, penghakiman. Orang yang melaksanakan pertimbangan, penghakiman, disebut krites yang berarti hakim. Dari kata krites inilah istilah kritik digunakan sampai sekarang. Orang yang melakukan kritik terhadap karya sastra disebut kritikus sastra. Kegiatan kritik sastra pertama kali dilakukan oleh bangsa Yunani yang bernama Xenophanes dan Heraclitus. Mereka mengecam pujangga Yunani yang bernama Homerus yang gemar menceritakan kisah dewa-dewi. Para pujangga Yunani menganggap karya-karya Homerus tentang kisah dewa-dewi tidak baik dan bohong. Peristiwa kritik sastra ini diikuti oleh kritikus-kritikus berikutnya di Yunani seperti Aristophanes( 450-385 SM), Plato (427- 347 SM), dan Aristoteles murid Plato (384-322 SM).

Buku tentang kritik sastra yang dianggap cukup lengkap dan merupakan sumber pengertian kritik sastra modern ialah buku karya Julius Caesar Scaliger (1484-1585) yang berjudul Criticus. Di dalamnya memuat tentang perbandingan antara pujangga-pujangga Yunani dan Latin dengan titik berat kepada pertimbangan, penyejajaran, dan penghakiman terhadap Homerus. Kemudian muncul pula istilah criticism yang digunakan penyair Jhon Dryden (Inggris, 1677). Semenjak itu istilah criticism lebih banyak digunakan dari pada istilah critic karena dianggap memiliki pengertian yang lebih fleksibel.

Di Indonesia istilah kritik sastra secara akademis baru dikenal pada sekitar awal abad kedua puluh setelah para sastrawan memperoleh pendidikan sastra di negara barat. Tetapi bukan berarti belum pernah terjadi kritikan terhadap karya pujangga pada masa sebelumnya. Dibakarnya syair-syair Nuruddin Ar-Raniri yang memuat ajaran mistik yang bertentangan dengan ajaran agama Islam, dilarangnya peredaraan buku sastra suluk Jawa, Kitab Darmagandul dan Suluk Gatoloco, juga karena tidak sesuai dengan ajaran agama Islam, serta dilarangnya beredar buku-buku sastra oleh pemerintah karena dianggap bertentangan dengan kepentingan umum dan negara, membuktikan bahwa kegiatan kritik sastra telah pernah ada sebelumnya. Tentunya kegiatan kritik sastra seperti itu tidak dapat digolongkan ke dalam kritikan sastra dalam arti yang sesungguhnya karena tidak berbentuk tulisan dan tidak menggunakan sistematika kritik sastra.

Adanya kriteria yang digunakan dalam kritik sastra dimaksudkan agar hasil dari kritikan tersebut merupakan penilaian yang dapat dipertanggungjawabkan dan bukan hanya bersifat pendapat pribadi. Dari penilaian yang bersistem dan berkriteria diharapkan mutu karya sastra yang dikritik secara keseluruhan menjadi lebih baik, dan bagi penulisnya merupakan suatu masukan untuk memperbaiki penulisannya dan merasa ditantang untuk menghasilkan karyanya lebih baik lagi.

Sekarang, dalam dunia kesusastraan sudah mulai muncul budaya penulis untuk dikritik hasil karyanya. Di kota-kota besar para sastrawan telah mulai melakukan bedah buku untuk melihat kelemahan dan keunggulan karyanya. Dengan mengundang para kritikus sastra, bersama dengan penerbitnya, untuk menggelar acara bedah buku atau telaah buku yang ditulisnya. Dengan demikian, forum ini di samping berfungsi sebagai arena telaah bukunya juga berfungsi sekaligus sebagai promosi buku yang baru terbit tersebut. Dari sisi ini terlihat bahwa budaya dikritik sudah mulai berterima di kalangan masyarakat sastra.

Untuk membuat suatu kritik yang baik, tentunya diperlukan kemampuan mengapresiasi sastra, pengalaman yang banyak dalam menelaah, menganalisis, mengulas karya sastra, penguasaan dan pengalaman yang cukup dalam kehidupan yang bersifat nonliterer, serta tentunya penguasaan tentang teori sastra. Dengan demikian kritikan yang diberikan terhadap suatu karya sastra menjadi kritikan yang bermakna bagi pengembangan karya sastra itu sendiri.

Contoh:

Salah satu contoh kritik sastra dapat Anda baca pada kutipan kritik HB Jassin dalam bukunya analisis terhadap cerita pendek Rijono Pratiknjo yang berjudul Kepanjangannya berikut ini.

Rijono telah berhasil menambat hati pembaca dan menimbulkan rasa ngeri sampai akhir cerita. Daya penambat inilah kekuatan Rijono Kita pun percaya bahwa banyak kerahasiaan di balik kehidupan kita yang lahir ke dunia ini. Tapi setelah dikatakannya bahwa apa yang diceritakannya hanyalah mimpi, kita pun merasa kecewa dan tertipu. Inilah yang saya anggap sebagai kekurangan dalam cerita ini. Kita tidak keberatan terhadap irealisme, tetapi irealisme yang tulen.

HB Jassin, Analisis Sorotan atas Cerita Pendek

Di dalam kritik HB Jassin terhadap cerita pendek Rijono Pratiknjo, terlihat kata-kata pertimbangan yang digunakan HB Jassin secara bergantian untuk menyatakan keunggulan dan kelemahan penulis dalam menulis cerpennya. Untuk menyatakan keunggulan penulis dia menggunakan ungkapan ‘Rijono berhasil menambat hati pembaca’, ‘Daya penambat inilah kekuatan Rijiono’. Untuk menyatakan kelemahan penulis ia pun mengemukakan, ‘ Kita merasa kecewa dan tertipu’, ‘ Inilah yang saya anggap sebagai kekurangan dalam cerita ini’. Kita tidak keberatan dengan irealisme, tetapi irealisme yang tulen.

Gaya HB Jassin dalam mengemukakan kritik terhadap cerpen Rijono prakteknya antara memuji dan menyatakan kelemahan dikemukakan dengan halus dan bergantian sehingga penulis merasa bahwa ia tidak dikritik melainkan diberikan masukan dengan cara halus sehingga tidak timbul kesan bahwa kritikan menghakimi atau mencela hasil karyanya, bahkan ia merasa bahwa hasil tulisannya mendapat tanggapan yang baik oleh kritikus sastra sebagai bahan untuk perbaikan selanjutnya.

Contoh kritik sastra – Bagi mahasiswa yang belajar mengenai bahasa dan sastra, tentu saja tak asing dengan istilah kritik sastra. Kritik sastra ini bisa dituangkan baik di dalam media cetak maupun media elektronik. Di dalam sebuah kritik sastra, biasanya memuat mengenai penilaian atau pemberian keputusan dari seseorang tentang kualitas karya sastra.

Kritik sastra ini umumnya hanya dilakukan oleh seorang kritikus sastra yang memang sudah memiliki wawasan, pengalaman, dan ilmu-ilmu yang mumpuni mengenai berbagai hal tentang karya sastra, misalnya novel, buku, biografi, dan ilmu lainnya yang berkaitan.

Lalu apa sebenarnya kritik sastra tersebut? Dan bagaimana peran kritik sastra di dalam sebuah karya sastra?

Apa Itu Kritik Sastra

Kritik sastra berasal dari dua kata. Kata kritik berasal dari bahasa Yunani ‘krites’ yang memiliki arti ‘hakim’. Kata ‘krites’ itu juga berasal dari kata ‘krinen’ yang memiliki arti ‘menghakimi’. Sementara itu, kata ‘kriterion’ di dalam kirtes memiliki arti ‘dasar penghakiman’. Ada juga bahasa Yunani ‘kritikos’ yang memiliki arti ‘hakim kesusastraan’.

Yang dalam hal ini, kritik sastra berasal dari kata ‘kritikos’ yang memiliki arti ‘hakim kesusastraan’. Artinya, kritik sastra tersebut dapat diartikan sebagai salah satu objek studi sastra atau cabang ilmu sastra yang melakukan kegiatan analisis, penafsiran, dan juga penilaian terhadap teks sastra yang dalam hal ini merupakan karya seni.

Pengertian kritik sastra yang merupakan salah satu cabang ilmu sastra ini biasanya berlaku untuk menghakimi suatu karya sastra. Selain menghakimi suatu karya sastra, kritik sastra juga berperan untuk mengkaji dan menafsirkan karya sastra secara lebih luas lagi. Seperti yang sudah disinggung di awal, kritik sastra umumnya dilakukan oleh seorang kritikus sastra.

Kritikus sastra yang bisa melakukan kritik sastra ini diharap sudah memiliki wawasan yang luas mengenai ilmu yang berkaitan atau relevan dengan karya sastra. Misalnya kritik sastra mengenai karya sastra yang bercerita tentang sejarah, maka kritikus sastra tersebut sudah harus memahami berbagai hal mengenai sejarah.

Kritikus sastra yang lain juga dapat melakukan kritik sastra di berbagai aspek karya sastra dengan berbagai ilmu, di antaranya biografi, penciptaan karya sastra, latar belakang karya sastra, dan ilmu lain yang berkaitan satu sama lain.

Oleh sebab itu, selain memiliki ilmu dan wawasan yang luas, kritikus sastra juga harus mampu memiliki pemikiran dan paham-paham filsafat.

Penting bagi seorang kritikus sastra untuk memiliki pemikiran dan paham-paham filsafat tentang pandangan hidup yang terdapat di dalam suatu karya sastra.

Hal ini karena suatu karya sastra juga harus sesuai dengan fakta yang menjelaskan mengenai alasan-alasan dan bukti-bukti yang berpegang pada kebenaran, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Kritik Sastra Menurut Para Ahli

Setelah mengetahui mengenai pengertian kritik sastra secara umum, sekarang akan dijabarkan beberapa pemikiran para ahli mengenai arti karya sastra. Bagi para ahli di bidang yang relevan, tentu memiliki berbagai pendapat tentang kritik sastra seperti yang akan dijelaskan di bawah ini.

1. H.B. Jassin

Menurut H.B. Jassin, kritik sastra adalah pertimbangan baik dan buruknya suatu hasil kesusastraan. Pertimbangan yang diungkapkan H.B. Jassin ini maksudnya adalah suatu kritik sastra harus disertai alasan dan berisi mengenai isi dan berbagai bentuk di dalam karya sastra.

2. Widyamartaya dan Sudiati

Sementara itu, menurut Widyamartaya dan Sudiati, pengertian kritik sastra adalah proses pengamatan yang teliti, perbandingan yang tepat akan sebuah karya sastra, dan pertimbangan yang adil terhadap baik dan buruknya kualitas, nilai, dan kebenaran suatu karya sastra.

3. Hough (1966)

Hough berpendapat bahwa pengertian kritik sastra tersebut tidak hanya terbatas pada penyuntingan, penetapan teks, interpretasi, dan juga pertimbangan mengenai nilai dari sebuah karya sastra.

Menurutnya, pengertian kritik sastra itu meliputi masalah yang lebih luas mengenai apakah kesusastraan itu sendiri, apa tujuan karya sastra, dan juga tentang bagaimana hubungannya dengan setiap masalah-masalah kemanusiaan yang lain dan dekat dengan karya sastra tersebut.

4. Abrams (2005)

Sedangkan menurut Abrams, pengertian kritik sastra merupakan cabang ilmu yang berurusan dengan suatu perumusan, klasifikasi, dan penerangan, serta juga adanya penilaian karya sastra.

5. Rene Wellek dan Austin Warren

Rene Wellek dan Austin Warren berpendapat bahwa pengertian kritik sastra merupakan penelitian atau studi terhadap karya sastra atau ilmu sastra yang mencakup tiga bidang. Tiga bidang tersebut antara lain teori sastra, kritik sastra, dan sejarah sastra yang terjadi di dalam karya sastra tersebut. Ketiga bidang tersebut memiliki hubungan yang erat dan saling terkait.

Sejarah Kritik Sastra

Kritik sastra tentu tidak datang begitu saja tanpa disengaja. Munculnya kritik sastra pasti memiliki sejarah akan pengaruh berbagai hal. Pada dasarnya, kritik sastra merupakan salah satu bagian dari ilmu sastra. Istilah kritik sastra di dalam studi kesusastraan di Indonesia sudah dikenal luas hingga saat ini sehingga kemungkinan kritik sastra memiliki berbagai definisi.

Pengertian tentang kritik sastra yang dapat diterima secara terperinci yakni mengenai definisi yang berdasarkan latar belakang historis secara komprehensif berdasarkan referensi yang tersedia. Menurut Rene Wellek dan Austin Warren, kata kritik di dalam kritik sastra bisa dihubungkan dengan berbagai bidang yang ada.

Beberapa bidang yang bisa dihubungkan dengan kritik di dalam kritik sastra di dalam masyarakat misalnya mengenai politik, pertahanan masyarakat, ekonomi masyarakat, sosial budaya yang terjadi di suatu masyarakat, sejarah, musik, seni, filsafat, dan masih banyak lagi.

Jika dihubungkan dengan sastra, maka artinya kritik sastra. Kata kritik selain kritik sastra juga biasanya dihubungkan dengan criticsm, critica, dan la critique. Dari asal usulnya, kata kritik berasal dari kata ‘krities’ yang artinya ‘seorang hakim’, ‘krinein’, yang artinya ‘menghakimi’, ‘kriterrion’ yang artinya ‘dasar penghakiman, dan ‘kritikos’ berarti ‘hakim kesusastraan’.

Dari keempat terminologi mengenai kritik tersebut, yang relevan dengan studi kesusastraan adalah istilah kritik yang kemudian disebut sebagai kritik sastra dengan sejarah berikut ini.

aktivitas kritik sastra pertama kali muncul pada masa Xenophanes dan Heraclitus yang mengecam seorang penyair bernama Homerus. Xenophanes dan Heraclitus berpendapat bahwa karya Homerus mengisahkan cerita tidak senonoh dan bohong mengenai dewi-dewi. 

Menurut mereka sifat para dewi dikisahkan secara tidak senonoh yakni identik dengan pencurian, perzinahan, dan penipuan. Sehingga selanjutnya, Plato menyebutnya sebagai pertentangan purba antara puisi dengan filsafat.

Kritik tradisional yang terjadi di atas kemudian diikuti oleh tokoh Yunani, misalnya Aristophanes pada 385 SM melalui karyanya yang berjudul ‘Katak-Katak’. Di dalam kritiknya, menyebutkan bahwa Euripides dengan mempertentangkan penyair tragedi pendahulunya yakni Aeschylus yang memiliki karya-karya yang bernilai sosial atau moral dengan karya yang bernilai seni.

Lantas, Aristophanes sudah mulai mempertimbangkan antara seni untuk masyarakat yang berguna bagi pembacanya dan seni sastra yang hanya semata-mata demi seni sastra sendiri atau hanya mengenai kepentingan estetika.

Plato pada 427 sampai 37 SM di dalam bukunya Republic memandang karya sastra yang baik mengandung tiga syarat utama, yakni (1) memberikan ajaran moral yang lebih tinggi, (2) memberi kenikmatan pada pembaca, dan (3) memberi ketepatan dalam wujud pengungkapannya.

Aristoteles pada 384 hingga 322 SM melalui bukunya Poetica, memandang bahwa karya sastra merupakan imajinatif sebagai alternatif dunia model yang terjadi pada penyair atau pengarang.

Kemudian, di dalam konteks kritik modern, buku Criticus karya Julius Caesar yang terbit pada 1484-1585 SM dianggap sebagai sebuah karya sastra yang penting. Bahkan, penulisnya dianggap sebagai le grand critique.

Seiring berjalannya waktu, kata kritik kemudian semakin penting di dalam konteks studi sastra modern. Yang mana, di dalam sastra Latin Klasik, istilah criticius sudah jarang digunakan dan hanya ditemukan pada tulisan Hieron ke Longinus.

Pada abad pertengahan, di Eropa mulai menggunakan kata kritik tetapi masih mengalami pasang surut. Di mana istilah tersebut hanya muncul di dunia kedokteran yang mengambil referensi pada suatu keadaan penyakit yang kritis atau sangat membahayakan penderitanya.

Pengertian kritik kembali bergeser ke pengertian lama. Saat itu, Poliziano yang merupakan tokoh masa Renaissance menjadi salah satu tokoh yang penting di dalam proses tersebut. Di masa itu pula, criticus dan gramamtikos lantas digunakan untuk menunjuk orang-orang penekun pustaka sastra lama.

Misalnya Erasmus. Mereka menggunakan istilah ars critica untuk Alkitab sebagai sarana pelayanan hidup. Di kalangan humanisme, istilah tersebut dikatakan sebagai penyuntingan dan pembetulan atas teks-teks atau naskah kuno.

Kemudian pada 1660-an, istilah kritik diartikan sebagai pembetulan, edisi, pernyataan pengarang, sensor, dan penghakiman atau sintaksis.

cakupan kritik sastra sudah mulai mengalami perluasan. Beberapa kalangan terbatas sudah menggunakan kata kritik untuk menggantikan kata Poetica. Pemakaian kata kritik di Eropa misalnya, sudah mulai mengemuka, terutama di Inggris dan dikuatkan oleh John Dennis melalui bukunya The Grounds of Criticism in Poetry.

Masuk ke abad ke-19, kritik di dalam kritik sastra semakin meluas. Di Eropa dan Amerika serikat sudah mulai menjalankan teori dan praktik kritik. Kritik biasanya referensi mengenai kegiatan pembicaraan pengarang tertentu, sementara criticism merujuk mengenai teorinya.

Di Jerman, istilah kritish yang berasal dari bahasa Perancis pada abad ke-19 dan literaturwissenschaft yang berarti teori sastra yang mana dari waktu ke waktu kemudian pengertian kritik termasuk kritik sastra semakin jelas dan berkembang.

Selanjutnya, kritik sastra mulai berkembang berdasarkan pembuktian data-data historis berdasarkan argumen dan keyakinan berbagai kritikus sastra. Perkembangan kritik sastra di Indonesia dimulai dari munculnya kritik sastra sebelum tahun 1950-an.

Kritik sastra impresionistis tidak didasari pengetahuan elementer untuk pengajaran di sekolah menengah.

Baru pada 1950-an, kritik sastra akademis dimulai pada para kritikus kompeten secara ilmiah di Universitas Indonesia. Selanjutnya pada 1960-an, muncul arus kritik baru yang mulai dipelopori oleh kalangan seniman dan pengarang.

Jenis-Jenis Kritik Sastra

Berdasarkan dengan pendekatan yang digunakan terhadap karya sastra, jenis-jenis kritik sastra dibedakan menjadi beberapa macam.

1. Kritik Sastra Mimetik

Kritik sastra mimetik ini bertolak pada pandangan bahwa suatu karya sastra yaitu mengenai gambaran atau rekaan dari lingkungan kehidupan dan kehidupan manusia.

2. Kritik Sastra Pragmatik

Selanjutnya, kritik sastra pragmatik melihat dari kegunaan suatu karya sastra yang kemudian diteliti dari bidang hiburan, estetika, pendidikan, dan hal lainnya.

3. Kritik Sastra Ekspresif

Sementara itu, kritik sastra ekspresif menekankan analisis pada kemampuan pengarang di dalam mengekspresikan atau menuangkan idenya di dalam wujud sastra. Biasanya pendekatan kritik sastra ini digunakan untuk mengkaji karya sastra puisi.

4. Kritik Sastra Objektif

Kritik sastra objektif adalah pendekatan untuk melihat karya sastra sebagai karya yang berdiri sendiri. Artinya, karya sastra menjadi objek yang dapat berdiri sendiri dan mempunyai lingkungan kehidupan sendiri.

Fungsi Kritik Sastra

Diciptakannya kritik sastra terhadap suatu karya sastra tentu tak lepas dari fungsinya. Fungsi utama kritik sastra digolongkan menjadi dua, (1) bagi pembaca dan (2) bagi pengarang atau penyair.

1. Fungsi Kritik Sastra Bagi Pembaca

a. Membantu memahami suatu karya sastra.

b. Menunjukkan keindahan atau estetika yang terdapat di dalam suatu karya sastra.

c. Menunjukkan parameter atau ukuran dalam menilai suatu karya sastra.

d. Menunjukkan nilai-nilai, misalnya pesan moral yang dapat dipetik dalam sebuah karya sastra.

2. Fungsi Kritik Sastra Bagi Pengarang

a. Mengetahui kekurangan dan juga kelemahan karya.

b. Mengetahui kelebihan karya.

c. Mengetahui masalah-masalah yang mungkin akan dijadikan tema di dalam tulisannya.

Ciri-Ciri Kritik Sastra

Untuk membedakan kritik tersebut merupakan kritik sastra atau kritik lainnya, maka ada ciri-ciri yang menunjukkan karakteristik di dalam karya sastra. Berikut ini, ciri-ciri kritik sastra.

1. Bersifat objektif.

2. Bertujuan untuk dapat membangun atau memperbaiki karya sastra yang dikritik.

3. Menjadi bahan acuan untuk dapat meningkatkan kreativitas pencipta karya sastra tersebut.

Manfaat Kritik Sastra

Sementara itu, kritik sastra juga memiliki manfaat. Manfaat kritik sastra diuraikan menjadi tiga, yaitu (1) bagi penyair atau  pengarang, (2) bagi pembaca, (3) bagi perkembangan sastra.

1. Manfaat Kritik Sastra Bagi Penulis

  • Untuk memperluas wawasan penulis, baik itu yang berkaitan dengan bahasa, objek, atau juga tema-tema tulisan, serta teknik bersastra.
  • Menanamkan motivasi untuk menulis.
  • Meningkatkan kualitas tulisan pada karya sastra.

2. Manfaat Kritik Sastra Bagi Pembaca

  • Menjembatani kesenjangan antara pembaca dan karya sastra.
  • Menumbuhkan kecintaan pembaca terhadap suatu karya sastra.
  • Meningkatkan kemampuan dalam mengapresiasi suatu karya sastra.
  • Membuka mata hati serta pikiran pembaca akan nilai-nilai yang terdapat di dalam suatu karya sastra.

3. Manfaat Kritik Sastra Bagi Perkembangan Sastra

  • Mendorong laju perkembangan sastra, baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
  • Memperluas cakrawala atau permasalahan yang terdapat di dalam karya sastra.