Jin yang menyimpang dari kebenaran maka mereka menjadi bahan bakar bagi

وَاَمَّا الْقَاسِطُوْنَ فَكَانُوْا لِجَهَنَّمَ حَطَبًاۙ

15. Dan adapun yang menyimpang dari kebenaran, maka mereka menjadi bahan bakar bagi neraka Jahanam.”

وَاَمَّا الْقَاسِطُوْنَ فَكَانُوْا لِجَهَنَّمَ حَطَبًاۙ ( الجن : ١٥)

wa-ammāوَأَمَّاAnd as fordan adapunl-qāsiṭūnaٱلْقَٰسِطُونَthe unjustorang-orang yang sesat/menyimpang dari kebebasanfakānūفَكَانُوا۟they will bemaka mereka adalah/menjadilijahannamaلِجَهَنَّمَfor Helluntuk neraka Jahannamḥaṭabanحَطَبًاfirewood"kayu bakar

Wa ammal-qāsiṭụna fa kānụ lijahannama ḥaṭabā (QS. 72:15)
Adapun orang-orang yang menyimpang dari kebenaran, maka mereka menjadi kayu api bagi neraka Jahannam. (QS. Al-Jinn ayat 15)

Tafsir Ringkas KemenagKementrian Agama RI

Jin yang kufur dan tidak bertobat dari kekufurannya maka akan mendapat azab yang pedih. Inilah yang ditegaskan pada ayat ini. "Dan adapun yang menyimpang dari kebenaran, maka mereka menjadi bahan bakar bagi neraka Jahanam.”

Tafsir Lengkap KemenagKementrian Agama RI

Jin-jin yang beriman itu mencela jin yang kafir, dengan penegasan mereka sendiri, bahwa jin yang berpaling dari ketentuan-ketentuan Islam akan dijadikan bahan bakar neraka dan disiksa di dalamnya, sebagaimana manusia yang kafir. Mereka juga menyatakan bahwa barang siapa yang taat (Islam), maka mereka itu benar-benar telah memilih jalan yang lurus.Semua yang dijelaskan dalam ayat-ayat yang telah lalu adalah pernyataan jin yang diungkapkan Allah. Berikut ini, Allah meneruskan kembali wahyu-wahyu-Nya yang disampaikan kepada Rasulullah saw.

(Adapun orang-orang yang menyimpang dari kebenaran, maka mereka menjadi kayu api bagi neraka Jahanam.") atau sebagai bahan bakarnya. Dhamir anna dan annahum serta annahu yang terdapat pada dua belas tempat kembali kepada jin. Dan firman-Nya, "Wa innaa minnal muslimuuna wa minnal qaasithuuna," dibaca kasrah huruf hamzahnya, yaitu innaa berarti merupakan jumlah isti'naf atau kalimat baru. Jika dibaca fathah yaitu menjadi anna berarti kedudukannya disamakan dengan kalimat-kalimat sebelumnya.

Tafsir Surat Al-Jinn: 11-17 Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang saleh dan di antara kami ada (pula) yang tidak demikian halnya. Adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda. Dan sesungguhnya kami mengetahui, bahwa kami sekali-kali tidak akan dapat melepaskan diri (dari kekuasaan) Allah di muka bumi dan sekali-kali tidak (pula) dapat melepaskan diri (dari-Nya) dengan lari. Dan sesungguhnya kami tatkala mendengar petunjuk (Al-Qur'an), kami beriman kepadanya. Barang siapa beriman kepada Tuhannya, maka ia tidak takut akan pengurangan pahala dan tidak (takut pula) akan penambahan dosa dan kesalahan. Dan sesungguhnya di antara kami ada Orang-orang yang taat dan ada (pula) orang-orang yang menyimpang dari kebenaran. Barang siapa yang taat, maka mereka itu benar-benar telah memilih jalan yang lurus. Adapun orang-orang yang menyimpang dari kebenaran, maka mereka menjadi kayu api bagi neraka Jahanam. Dan bahwasanya jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezeki yang banyak). Untuk Kami beri cobaan kepada mereka dengan melaluinya. Dan barang siapa yang berpaling dari peringatan Tuhannya, niscaya akan dimasukkan-Nya ke dalam azab yang amat berat. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, menceritakan perihal jin, bahwa mereka mengatakan tentang diri mereka yang disebutkan oleh firman-Nya: Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang saleh dan di antara kami ada (pula) yang tidak demikian halnya. (Al-Jin: 11) Yakni tidak saleh. Adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda-. (Al-Jin: 11) Maksudnya, berbeda-beda pendapat dan jalannya serta berpecah belah. Ibnu Abbas dan Mujahid serta bukan hanya seorang yang lainnya mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Adalah kami menempuhjalan yang berbeda-beda. (Al-Jin: 11) Yaitu di antara kami ada yang beriman dan ada pula yang kafir. Ahmad ibnu Sulaiman An-Najjad di dalam kitab Amali-nya. mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Aslam ibnu Sahl Bahasyal, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Sulaiman alias Abusy Sya'sa Al-Hadrami guru Imam Muslim, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Al-A'masy mengatakan bahwa pernah ada jin datang kepada kami, lalu aku bertanya kepadanya, "Makanan apakah yang paling engkau sukai?" Jin itu menjawab, "Nasi." Maka aku suguhkan kepadanya nasi, dan aku melihat suapan nasi diangkat, tetapi aku tidak melihat sesosok tubuh pun. Dan aku bertanya pula kepadanya, "Apakah di kalangan kalian terdapat aliran-aliran seperti yang ada pada kami?" Jin itu menjawab, "Ya." Aku bertanya, "Lalu siapakah kalangan Rafidah di antara kalian?" Jin menjawab, "Yang paling terburuk di antara kami." Aku kemukakan sanad atsar ini kepada guru kami Al-Hafidzh Abul Hajjaj Al-Muzani, maka ia menjawab bahwa sanad ini shahih sampai kepada Al-A'masy. Al-Hafidzh Ibnu Asakir di dalam biografi Al-Abbas ibnu Ahmad Ad-Dimasyqi menyebutkan bahwa Al-Abbas pernah mendengar jin mendendangkan syair berikut di malam hari ketika ia berada di rumahnya, yaitu sebagai berikut: Hati ini telah dipenuhi oleh rasa cinta sehingga terbelenggu ke mana pun pergi, baik ke arah barat maupun ke arah timur, karena tergila-gila dengan cinta kepada Allah, padahal Allah adalah Tuhannya; hati ini bergantung kepada Allah, bukan kepada makhluk. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan sesungguhnya kami mengetahui, bahwa kami sekali-kali tidak akan dapat melepaskan diri (dari kekuasaan) Allah di muka bumi, dan sekali-kali tidak (pula) dapat melepaskan diri (dari-Nya) dengan lari. (Al-Jin: 12) Yakni kami mengetahui bahwa kekuasaan Allah menguasai diri kami dan sesungguhnya kami tidak dapat menyelamatkan diri di bumi ini dari kekuasaan Allah, sekalipun kami lari dengan sekuat kami. Karena sesungguhnya Dia berkuasa atas kami, tiada seorang pun yang dapat menghalang-halangi-Nya dari kami. Dan sesungguhnya kami tatkala mendengar petunjuk (Al-Qur'an), kami beriman kepadanya. (Al-Jin: 13) Mereka merasa bangga dengan keimanan mereka, dan memang hal ini merupakan kebanggaan dan penghormatan yang tinggi serta sifat baik yang dimiliki mereka. Mengenai ucapan mereka yang disebutkan oleh firman berikutnya: Barang siapa beriman kepada Tuhannya, maka ia tidak takut akan pengurangan pahala dan tidak (takut pula) akan penambahan dosa dan kesalahan. (Al-Jin: 13) Menurut Ibnu Abbas, Qatadah, dan selain keduanya, dia tidak akan merasa takut pahalanya dikurangi atau dibebankan kepadanya dosa orang lain. Sebagaimana yang disebutkan oleh firman-Nya: maka ia tidak khawatir akan perlakuan yang tidak adil (terhadapnya) dan tidak (pula) akan pengurangan haknya. (Thaha: 112) Firman Allah subhanahu wa ta’ala menceritakan ucapan jin: Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang taat dan ada (pula) orang-orang yang menyimpang dari kebenaran. (Al-Jin: 14) Yaitu di antara kami ada orang yang taat dan ada pula orang yang melampaui batasan hak dan menyimpang darinya, yakni durhaka. Lafal al-qasit berbeda dengan lafal al-muqsit, karena al-muqsit artinya adil. Barang siapa yang taat, maka mereka itu benar-benar telah memilih jalan yang lurus. (Al-Jin: 14) Maksudnya, mencari jalan keselamatan untuk dirinya. Adapun orang-orang yang menyimpang dari kebenaran, maka mereka menjadi kayu api bagi neraka Jahanam. (Al-Jin: 15) Yakni bahan bakarnya yang menambah nyala api Jahanam. Dan firman Allah subhanahu wa ta’ala berikutnya: Dan bahwasanya jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezeki yang banyak). Untuk Kami beri cobaan kepada mereka dengan melaluinya. (Al-Jin: 16-17) Ulama tafisr berbeda pendapat mengenai makna ayat ini, ada dua pendapat di kalangan mereka. Salah satunya mengatakan, seandainya jin yang menyimpang dari kebenaran itu menempuh jalan Islam dan kembali kepada jalan kebenaran serta tetap menempuhnya. benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezeki yang banyak). (Al-Jin: 16) Gadaqan artinya banyak, makna yang dimaksud ialah memberinya rezeki yang banyak lagi berlimpah. Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam ayat lain, yaitu: Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat, Injil, dan (Al-Qur'an) yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka. (Al-Maidah: 66) Dan firman Allah subhanahu wa ta’ala lainnya: Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. (Al-A'raf: 96) Dengan demikian, berarti firman Allah subhanahu wa ta’ala: Untuk Kami beri cobaan kepada mereka dengan melaluinya. (Al-Jin: 17) Yakni untuk Kami uji mereka dengannya, sebagaimana yang dikatakan oleh Zaid ibnu Aslam, bahwa demikian itu agar Kami uji dan Kami coba mereka, siapakah di antara mereka yang tetap pada jalan hidayah, dan siapa di antara mereka yang murtad dan memilih jalan kesesatan? Tafsir ayat menurut orang-orang yang berpendapat demikian. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan bahwasanya jikalau mereka tetap berjalan lurus. (Al-Jin: 16) Artinya, istiqamah dalam ketaatannya. Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan bahwasanya jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu. (Al-Jin: 16) Yaitu jalan agama Islam. Hal yang sama telah dikatakan oleh Sa'id ibnu Jubair, Sa'id ibnul Musayyab, ‘Atha’, As-Suddi, dan Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi. Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Dan bahwasanya jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu. (Al-Jin: 16) Yakni seandainya mereka semuanya beriman, niscaya Kami luaskan bagi mereka rezeki Kami di dunia, Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan bahwasanya jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu. (Al-Jin: 16) Maksudnya, jalan kebenaran. Hal yang sama dikatakan oleh Ad Dahhak, kemudian ia mengemukakan dalil kedua ayat yang telah disebutkan di atas untuk menguatkan pendapatnya; masing-masing dari mereka atau keseluruhannya yang berpendapat demikian mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Untuk Kami beri cobaan kepada mereka dengan melaluinya. (Al-Jin: 17) Yaitu agar Kami beri cobaan kepada mereka dengan melaluinya. Muqatil mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang Quraisy yang kafir, ketika hujan dicegah dari mereka selama tujuh tahun. Pendapat yang kedua mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Dan bahwasanya jikalau mereka tetappada jalan itu. (Al-Jin: 16) Yakni jalan kesesatan. benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar. (Al-Jin: 16) sebagai istidraj dari Kami terhadap mereka, semakna dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya: Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka. Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa. (Al-An'am: 44) Juga semakna dengan firman-Nya: Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu (berarti bahwa), Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar. (Al-Muminun: 55-56) Ini adalah pendapat Abu Mijlaz alias Lahiq ibnu Humaid, karena dia mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan bahwasanya jikalau mereka tetap pada jalan itu. (Al-Jin: 16) Yakni jalan kesesatannya. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim. Al-Bagawi meriwayatkannya dari Ar-Rabi' ibnu Anas, Zaid ibnu Aslam, Al-Kalabi, dan Ibnu Kaisan. Alasan pendapat ini cukup masuk di akal, dan didukung pula oleh adanya firman Allah subhanahu wa ta’ala Selanjutnya yang mengatakan: Untuk Kami beri cobaan kepada mereka dengan melaluinya. (Al-Jin 17) Adapun firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan barang siapa yang berpaling dari peringatan Tuhannya. niscaya akan dimasukkan-Nya ke dalam azab yang amat berat. (Al-Jin: 17) Yaitu siksaan yang berat, keras, lagi menyakitkan. Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Qatadah, dan Ibnu Zaid mengatakan sehubungan dengan firman Allah subhanahu wa ta’ala: azab yang amat berat. (Al-Jin: 17) Yakni berat tiada henti-hentinya. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Sa'dan adalah nama sebuah gunung di dalam neraka Jahanam. Diriwayatkan pula dari Sa'id ibnu Jubair, bahwa Sa'dan adalah sebuah sumur yang ada di dalam neraka Jahanam."

Jin yang kufur dan tidak bertobat dari kekufurannya maka akan mendapat azab yang pedih. Inilah yang ditegaskan pada ayat ini. "Dan adapun yang menyimpang dari kebenaran, maka mereka menjadi bahan bakar bagi neraka Jahanam. '16. Sedangkan yang istikamah pada jalan kebenaran siapa pun dia termasuk para jin pasti akan mendapat balasan nikmat yang sempurna. "Dan sekiranya mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu yakni agama Islam, niscaya Kami akan mencurahkan kepada mereka air yang cukup dan berbagai rezeki yang melimpah. ".

Jin-jin yang beriman itu mencela jin yang kafir, dengan penegasan mereka sendiri, bahwa jin yang berpaling dari ketentuan-ketentuan Islam akan dijadikan bahan bakar neraka dan disiksa di dalamnya, sebagaimana manusia yang kafir. Mereka juga menyatakan bahwa barang siapa yang taat (Islam), maka mereka itu benar-benar telah memilih jalan yang lurus. Semua yang dijelaskan dalam ayat-ayat yang telah lalu adalah pernyataan jin yang diungkapkan Allah. Berikut ini, Allah meneruskan kembali wahyu-wahyu-Nya yang disampaikan kepada Rasulullah ﷺ

PENGAKUAN KAUM JIN

Kemudian itu jin tadi berkata lagi, sepanjang yang diceritakan oleh Allah kepada Rasul-Nya Muhammad ﷺ.


Ayat 14

“Dan sesungguhnya kami, ada di antara kami yang menyerah diri (kepada Allah)."

Sebagaimana diketahui menyerah diri adalah arti yang terpenting dari kalimat Islam. Mereka itu telah mengakui bahwa di antara mereka adalah Muslimun. Artinya mereka telah mengakui bahwa tidak ada Tuhan yang lain lagi, kecuali Allah, “Dan ada yang menyimpang." Menyimpang ialah bahwa meskipun dalam batinnya sendiri telah mengakui bahwa tidak ada lagi jalan yang benar kecuali jalan Allah, tidak ada Tuhan selain Allah, tetapi karena dorongan nafsu menantang, mereka simpangkan jalan mereka dari kebenaran itu. Sebab itu Allah selanjutnya berfirman, “Maka barangsiapa yang menyerah"—tegasnya barangsiapa yang telah memilih jalan Islam.


“Itulah mereka yang memilih jalan yang benar."

Maka selamatlah mereka dalam perjalanan itu. Sebab yang mereka tempuh ialah jalan yang sesuai dengan perihidupnya yang sejati, yang bukan berlawan dengan batinnya sendiri.


Ayat 15

“Dan adapun yang menyimpang."

Dari jalan yang benar dan tidak mau menyerahkan dirinya kepada Allah, melainkan menyerahkan diri kepada hawa nafsunya sendiri,

“Maka adalah mereka itu untuk Jahannam jadi kayu api."

Keterangan ayat yang demikian adalah kesimpulan yang wajar dari sikap memilih jalan hidup yang salah. Karena tidaklah mungkin susunan angka yang salah memberikan jumlah yang benar.

Ayat 16

“Dan bahwasanya kalau mereka tetap lurus menempuh jalan itu."

Yang dimaksud dengan jalan yang tetap lurus, tidak berbelok dan tidak menyimpang ialah niat dan sengaja, azam atau keyakinan yang terletak dalam hati dan kesadaran manusia.

Garis lurus ialah jarak yang paling dekat di antara dua titik. Mata kita dapat mengukur dengan penglihatan hubungan tempat kita tegak melihat dengan objek yang dilihat oleh mata kita. Misalnya puncak gunung yang tinggi, atau seberang lautan yang kita lihat di tepi pantai. Tetapi apabila kita tempuh dengan badan kita, jelaslah bahwa lurusnya hanya pada penglihatan saja. Adapun jalan buat mencapai tujuan mata itu tidaklah lurus, melainkan jika dia di puncak gunung, terpaksalah gunung di-daki. Kalau di seberang laut, terpaksalah lautan itu dilayari. Ternyatalah perjalanan berbelok-belok, atau terpaksa pelayaran menempuh laut itu kadang-kadang bertentangan dengan angin, sehingga haluan bahtera terkencong bukan dengan kemauan kita ke tempat yang lain, sehingga pernah dibuat orang jadi syair.

“Tidaklah tiap-tiap yang diinginkan seseorang akan dapat dicapainya. (Sebab) angin berembus bukanlah selalu menuruti keinginan kapal."

Tetapi keikhlasan hati sejak mulai berjalan atau mulai berlayar, itulah yang tidak boleh berubah. Walaupun jalannya sukar, mendaki, menurun, melereng; ketika mendaki keringat mengalir sampai ke kaki. Ketika melalui lurah dan gurun, badan penat peluh pun turun, namun tujuan tidak boleh berubah. Akhir kelaknya niscaya akan sampai juga kepada yang dituju.

Demikian pun juga ketika berlayar mengarungi lautan. Perahu yang didorongkan oleh angin yang mengembus kain layar adalah menjadi keahlian bagi nakhoda mengatur layar itu sehingga dapat berpirau. Walaupun melawan angin, namun tujuan tidaklah lepas, meskipun pelayaran itu akan lambat sampai. Biar lambat asal selamat!

Pengalaman membuktikan bahwa perjalanan menuju titik tujuan tertentu tidaklah sesusah memikirkan dan melihatnya. Itulah sebabnya maka kita disuruh selalu mendekatkan diri kepada Allah dengan ibadah, terutama dengan shalat. Dan dalam shalat selalu kita membaca al-Faatihah, yang satu di antara inti ayatnya ialah “ihdinash shirathal mustaqiim" Tunjukilah kami jalan yang lurus!

Jalan yang lurus, ash-shirathal mustaqim itu, atau istiqaamah, tegak teguh dan tetap tiada menyimpang, dinamai juga sabilillah! Jalan Allah! Berkali-kali diperingatkan suapya kita berjihad, bekerja keras, bersungguh-sungguh, berjuang dengan segenap tenaga menempuh dan menegakkan jalan Allah itu. Sehingga jihad dijadikan sebagian yang sangat utama dalam menegakkan agama.

Lantaran itulah maka orang yang tetap lurus, tidak menyimpang dalam menempuh jalan itu dijanjikan oleh Allah pada lanjutan ayat,


“Niscaya akan Kami beri minum mereka dengan air yang segar."

Kepayahan mendaki atau menurun, perjuangan yang kadang-kadang meminta tenaga tidak berbatas, bahkan kadang-kadang mengalirkan keringat, bahkan air mata, bahkan darah, yang ditempuh oleh seorang yang setia kepada Tuhannya, penuh iman penuh takwa sudahlah sepatutnya jika Allah menyambut kesampaiannya kepada tujuan dengan air yang jernih dan segar, sejuk dan menghilangkan dahaga!

Ayat yang selanjutnya memberi kejelasan lagi bagaimana sukar menempuh jalan yang lurus itu.


Ayat 17

“Untuk akan Kami beri cobaan mereka padanya."

Tegasnya ialah bahwa berjalan lurus, berniat lurus di atas jalan yang ditentukan oleh Allah bukanlah perkara mudah; percobaannya amat banyak! Percobaan dari halangan musuh, rayuan hawa nafsu, gamitan dari setan dan iblis dan barang benda dunia yang disangka air, padahal gejala panas yang bernama fatamorgana. Dari jauh kelihatan seperti air; setelah ditempuh hanya kekeringan jua yang bertemu. Tetapi sekali Allah telah berjanji bahwa barangsiapa yang dapat melepaskan diri dari cobaan dan ujian, dia akan ditunggu Allah dengan air yang menyegarkan tenaga, maka Allah tidak akan mungkir kepada janjinya lagi. “Dan barangsiapa yang berpaling daripada peringatan Tuhannya," karena kurang yakinnya akan janji Tuhannya.


“Niscaya mereka akan dibawanya kepada adzab yang berat."

Adzab yang berat itu ialah di dunia dan di akhirat. Seorang yang sengaja menyimpang dari jalan yang benar karena dorongan hawa nafsu, hanya sebentar saja yang merasakan senang, yaitu sebelum kehendak nafsunya lepas. Dorongan nafsu pertama itu dinamai nafsul ammarah, nafsu pendorong. Setelah badan terdorong timbullah tekanan batin dari nafsul lawwamah, nafsu yang menyesali diri. Sesal yang tidak berkeputusan. Bertambah sadar manusia akan dirinya, bertambah dia insaf akan salahnya jalan yang dia tempuh, bertambahlah keras desakan sesal! Kalau jalan keluar, yaitu tobat kembali kepada Allah, orang itu akan disiksa, akan diadzab amat berat di dunia ini oleh dirinya sendiri. Orang yang putus asa banyak yang membunuh diri, itu pun siksaan yang berat. Orang yang putus asa banyak yang ingin menenangkan pikiran dengan meminum minuman keras! Padahal setelah dia sadar kembali akan dirinya, penyesalan batin tidaklah dapat disembuhkan dengan mabuk itu.

Entah apa pula adzab siksaan berat yang akan dirasakannya di akhirat kelak.


Ayat 18

“Dan bahwasanya mesjid-mesjid itu adalah untuk Allah semata-mata."

Bunyi ayat ini pun masih ada sambungan dengan ayat-ayat sebelumnya. Kita bersujud, kita bertekun. Kita mendirikan rumah-rumah ibadah, terutama yang bagi kita pemeluk agama Islam dinamai masjid, yang berarti tempat bersujud. Yang kita sujud di sana, sampai kita merendahkan diri mencecahkan kening kita ke lantai atau ke atas tanah sekalipun, tidak lain hanya Allah. Allah tidak boleh kita persekutukan dengan yang lain. Yang kita sembah, kita puja dan puji hanya Allah saja! Maka yang kita tuju hanya Allah saja, tidak ada tujuan lain. Garis paralel, dua sesaing, selamanya tidak akan bertemu ujungnya. Apatah lagi kalau tiga garis paralel, sebagaimana kepercayaan orang Kristen, atau berbilang tempat sujud seperti beberapa agama yang lain.


“Maka janganlah kamu seru bersama Allah sesuatu jua pun."

Inilah ketegasan tauhid dan inilah kesatuan tujuan. Inilah yang dirumuskan di dalam ucapan yang masyhur,

“Ya Tuhanku! Engkaulah tujuanku dan Ridha Engkaulah yang kuharapkan."

Maka orang yang mula-mula sekali menegakkan jalan itu dan menempuh jalan yang lurus dengan dirinya sendiri akan jadi teladan dari umatnya ialah Nabi Muhammad ﷺ. Tugasnya begitu berat. Dia diutus bukan kepada manusia saja, malahan kepada jin juga! Tetapi dia pula orang yang paling banyak menderita karena menegakkan jalan itu. Lanjutan ayat menjelaskan,


Ayat 19

“Dan bahwasanya tatkala hamba Allah itu telah berdiri (shalat) menyeru akan Dia."

Sebagaimana yang digariskan Allah itu, yaitu hanya Allah yang diserunya, hanya kepada Allah dia sujud, dan dia tidak sujud kepada yang lain sedikit pun.


“Nyarislah mereka itu mendesak-desak mengerumuninya."

Menurut riwayat yang disampaikan oleh Said bin Jubair yang diterimanya dari gurunya lbnu Abbas, ayat ini pun masih mengisahkan kesan yang didapat oleh jin yang melihat Nabi ﷺ melakukan shalat Shubuh itu. Begitu besar dan berat percobaan yang ditimpakan oleh kaumnya, kaum Quraisy terhadap dirinya karena menyampaikan dakwahnya, namun shalat beliau dan sujud beliau kepada Allah bertambah khusyu dan sahabat-sahabat beliau pun menjadi makmum dengan setia, berkerumun mendekati beliau. Ini disaksikan oleh jin-jin dan disampaikannya kepada teman-temannya yang tidak hadir.