Apa saja yang dilakukan oleh muhammad hatta setelah dilantik menjadi perdana menteri

Apa saja yang dilakukan oleh muhammad hatta setelah dilantik menjadi perdana menteri

KITA peringati ultah ke-115 Mohammad Hatta, 12 Agustus 2017. Mari kita angkat wawancara tokoh besar wartawan Indonesia, Rosihan Anwar dengan Mohammad Hatta. Diungkap dua peristiwa terpenting dalam hidup Hatta. Yaitu partisipasi Hatta mempersiapkan dan menyatakan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan penyerahan kedaulatan nasional Indonesia di Konferensi Meja Bundar (KMB) di Negeri Belanda. Proklamasi Kemerdekaan 1945 telah banyak diketahui, diceritakan dan diberitakan. Sebaliknya belum demikian mengenai KMB. Perjanjian KMB yang ditandatangani dan diakhiri dengan penyerahan kedaulatan dari Ratu Juliana kepada Mohammad Hatta pada 27 Desember 1949. Ini terjadi tatkala Ibu Kota Negara berada di Yogyakarta.

Indonesia Merdeka de facto sejak 17 Agustus 1945, dan secara de jure pada 27 Desember 1949. Dengan kemerdekaan de facto dan de jure, maka Indonesia lebih mampu memanfaatkan momentum global pasca Perang Dunia II untuk memperkukuh kedudukan politik dan eksistensinya dalam percaturan dunia. Salah satu dari cita-cita kemerdekaan Indonesia adalah untuk ìÖikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social,” menjadi lebih terbuka untuk dilaksanakan.

Amerika Serikat tahun 1949 sebagai penguasa dunia (baca: sebagai pemenang Perang Dunia II) mendesak Belanda dan Indonesia untuk saling menghentikan pertempuran, mengadakan ceasefire. Soekarno dan Hatta dapat meyakinkan Panglima Soedirman, dan terjadilah ceasefire dan KMB dilaksanakan.

KMB di buka di Den Haag pada 23 Agustus 1949. Pada 29 Oktober Konferensi itu dan naskah Konstitusi Republik Indonesia Serikat diparaf di Scheveningen. Selanjutnya Bung Hatta dan beberapa orang anggota delegasi pulang ke Indonesia 2 November 1949 untuk melaporkan hasil perundingan di KMB.

Pada 18 November 1949 Sidang Kabinet di Yogyakarta menerima baik persetujuan KMB. Selanjutnya tanggal 15 Desember 1949 Sidang Pleno KNIP(Parlemen) dengan suara 226 pro, 62 anti, menerima hasil KMB. Tanggal 16 Desember 1949 di Kepatihan Yogyakarta dilakukan pemilihan Presiden RIS yang pertama oleh wakil-wakil negara bagian (sesuai Konstitusi RIS yang diparaf di Scheveningen). Dengan suara bulat Presiden Soekarno dipilih sebagai Presiden RIS yang pertama, dan dinobatkan di Bangsal Sitinggil Yogyakarta. Tanggal 19 Desember 1949 Kabinet RIS dibentuk, Mohammad Hatta sebagai Perdana Menteri.

Hatta berangkat lagi ke Negeri Belanda. Pada 27 Desember 1949 di Amsterdam diadakan upacara penyerahan kedaulatan Kerajaan Belanda oleh Ratu Juliana kepada Pemerintah RIS diwakili oleh Perdana Menteri Hatta. Pada tanggal yang sama di Istana Gambir Jakarta penyerahan kedaulatan Kerajaan Belanda atas Indonesia dilakukan oleh Gubernur Jenderal Lovink kepada Sri Sultan Hamengku Buwono IX mewakili Pemerintah RIS.

***

Perjanjian KMB bukanlah perjanjian antara Hatta dan delegasinya dengan Kerajaan Belanda. Melainkan perjanjian negara dengan persetujuan Pemerintah dan Parlemen (KNIP), yang merupakan suatu konsensus nasional. Perjanjian KMB mengandung suatu taktik untuk terjadinya penyerahan kedaulatan ke tangan Indonesia, mantan Menlu Hassan Wirajuda menyebutnya sebagai suatu tactical move, untuk memudahkan memperoleh pengakuan internasional dan keanggotaan di PBB. Hatta tegas berpendapat bahwa RIS bukanlah tujuan dari Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Sejak awal Hatta berpendapat RIS tidaklah akan bersifat permanen.

Hatta menyadari tentang adanya untung-rugi ekonomi yang diperlukan untuk biaya kemenangan politik. Itulah sebabnya Hatta mendukung RUU yang diajukan Kabinet Boerhanudin Harahap untuk membatalkan Perjanjian KMB. Hatta-pun sempat mengingatkan Bung Karno dengan surat tanggal 28 Februari 1956, karena Bung Karno menolak mengesahkan RUU pembatalan itu. Baru setelah Kabinet Boerhanudin diganti oleh Kabinet Ali Sastroamidjojo, Presiden Soekarno baru bersedia mengesahkan RUU baru yang isinya sama dengan RUU-nya Boerhanudin.

Selanjutnya ada tragedi yang saya sendiri tidak paham latar belakangnya. Presiden Soekarno menandatangani UU No. 7/1966 yang ‘menghidupkan kembali’ utang KMB yang harus ditanggung Indonesia. Selanjutnya para teknokrat ekonomi kita mengintegrasikannya dengan IGGI.

Ada saja yang melakukan ketidakjujuran moral terhadap Hatta, mengabaikan tactical move sebagai diplomasi tingkat tinggi Hatta. Hatta menyesalkan disahkannya UU No 7/1966. Barangkali Presiden Soekarno ditekan atau lengah di tahun 1966 itu.

(Prof Dr Sri-Edi Swasono. Guru Besar UI. Artikel ini dimuat Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, Jumat 11 Agustus 2017)

KOMPAS.com - Kabinet Hatta I merupakan kabinet ketujuh yang memimpin di Indonesia. Kabinet yang juga dikenal sebagai Kabinet Presidensial ini dibentuk oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta.

Atas perintah dari Soekarno, Hatta ditunjuk untuk membentuk kabinet baru dan tercetuslah Kabinet Hatta I yang berjalan selama periode 23 Januari 1948 - 4 Agustus 1949. 

Baca juga: Kabinet Darurat: Latar Belakang, Susunan, dan Perlawanannya

Penetapan

Pada masa kabinet sebelumnya yakni Kabinet Amir II, Amir Sjarifuddin gagal mempertahankan kabinetnya lantaran mendapat pertentangan dari partai politik yang semula mendukungnya. 

Dengan mundurnya Amir, Soekarno pun menunjuk Hatta untuk membentuk kabinet baru sehingga membuatnya merangkap menjadi seorang Perdana Menteri. 

Ditunjuknya Hatta pada saat itu mulanya juga diragukan oleh orang-orang Partai Masyumi lantaran mereka masih trauma dengan Perjanjian Renville sebelumnya. 

Pada Partai Masyumi sendiri terjadi pertentangan antara pro dan kontra untuk duduk di kabinet tersebut. 

Namun, dengan dibantu oleh pendiri Nahdlatul Ulama K.H. Wahab Chasbullah, Masyumi pun akhirnya bersedia untuk memberikan dukungannya secara penuh terhadap Kabinet Hatta I yang dibentuk pada 23 Januari 1948. 

Baca juga: Kabinet Sjahrir I: Susunan, Kebijakan, dan Pergantian

Susunan 

Para menteri yang menjabat dalam Kabinet Hatta I adalah:

  1. Menteri Luar Negeri: Agus Salim
  2. Menteri Dalam Negeri (Ad Interim): Sukiman
  3. Menteri Pertahanan: Drs Mohammad Hatta (Ad Interim) dan Sri Sultan HB IX (diangkat 15 Juli 1948). 
  4. Menteri Kehakiman: Susanto Tirtoprodjo
  5. Menteri Penerangan: Mohammad Natsir
  6. Menteri Keuangan: A.A. Maramis
  7. Menteri Persediaan Makanan Rakyat: I.J. Kasimo
  8. Menteri Kemakmuran: Sjafruddin Prawiranegara
  9. Menteri Pekerjaan Umum (Ad Interim): Djuanda (berheti 13 April 1948) dan H. Laoh (diangkat 13 April 1948)
  10. Menteri Perburuhan/Sosial: Kusnan
  11. Menteri Pembangunan/Pemuda: Supeno (berhenti 24 Februari 1949)
  12. Menteri Perhubungan: Djuanda
  13. Menteri Agama: Masjkur
  14. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan: Ali Sastroamidjojo
  15. Menteri Kesehatan: J. Leimena
  16. Menteri Negara: Sri Sultan HB IX (berhenti 15 Juli 1948)

Baca juga: Teori Out of Taiwan: Kebudayaan dan Bukti Sejarah

Program Kerja

Terbentuknya Kabinet Hatta I diikuti dengan adanya program kerja yang akan dijalankan. 

Program-program tersebut adalah:

  • Berunding atas dasar (persetujuan) Renville
  • Melekaskan terbentuknya Negara Indonesia Serikat
  • Rasionalisasi
  • Pembangunan

Baca juga: Kitab Negarakertagama: Sejarah, Isi, dan Maknanya

Presiden Soekarno yang memilih Mohammad Hatta untuk membentuk kabinet baru ternyata ditentang keras oleh oposisi.

Amir Sjarifuddin yang kecewa kemudian membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) pada 28 Juni 1948 dan menjadi oposisi.

FDR merupakan golongan yang menyatukan komunis dan golongan sosialis kiri. FDR terdiri dari:

  • Partai Komunis Indonesia (PKI)
  • Partai Sosialis Indonesia (PSI)
  • Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo)
  • Partai Buruh Indonesia
  • Sarekat Buruh Perkebunan Republik Indonesia (SOBSI)

Beberapa partai yang tergabung dalam FDR memperkuat aksi yang dilakukan oleh Amir Sjarifuddin dan kelompoknya untuk merebut kekuasaan kabinet pada sistem pemerintahan yang sedang berjalan pada waktu itu.

Hatta yang melihat aksi dari FDR kemudian meminta Komite Nasional Pusat (KNP) untuk mengesahkan Undang-undang tentang Pemberian Kekuasaan Penuh Kepada Presiden dalam Keadaan Bahaya selama tiga bulan. 

Hatta bertemu dengan KNP dan menjelaskan setiap aksi yang dilakukan oleh Front Demokrasi Rakyat untuk menjatuhkan Kabinet Hatta. 

Salah satu penyebab FDR melakukan pemberontakan diduga karena mereka menginginkan tambahan kursi jabatan di Kabinet Hatta, tetapi Hatta tidak memberikannya. 

Sejak saat itu, FDR meminta agar Kabinet Hatta segera dibubarkan dan Persetujuan Renville dibatalkan. 

Referensi:

  • Azra, Asyumardi dan Saiful Umam. (1998). Menteri-menteri Agama RI. Indonesia: Indonesian-Netherland Cooperation in Islamic Studies (INIS). 
  • Simanjuntak, P.N.H. (2003). Kabinet-Kabinet Republik Indonesia: Dari Awal Kemerdekaan Sampai Reformasi. Jakarta: Djambatan. 
  • Susanto, Ready. (2018). Mari Mengenal Kabinet Indonesia. Bandung: PT Dunia Pustaka Jaya
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.