Jelaskan tentang proses hierarki sampah

Pada dasarnya konsep atau Prinsip 3R (Reduce-Reuse-Recycle) adalah urutan langkah untuk mengelola sampah dengan baik. Prioritas utama adalah Reduce, yaitu mengurangi timbulan sampah, lalu Reuse, menggunakan kembali, baru Recycle, mendaur ulang material untuk memberikan bahan tersebut kesempatan kedua.

Setelah 3R tersebut masih ada 2 tahapan lagi dalam pengelolaan sampah, yang pertama Recover, memulihkan bahan-bahan yang tidak lagi bisa didaur ulang menjadi sumber energi/bahan material ramah lingkungan untuk menghindarkannya dari TPA.

Tahap terakhir merupakan Disposal, yaitu pengalokasian sampah-sampah yang tidak lagi bisa didaur ulang maupun dipulihkan di TPA (Tempat Pemrosesan Akhir).

Segitiga terbalik 3R menggambarkan jumlah volume sampah yang seharusnya ditangani pada setiap urutan.

Hal ini berarti, pada hakikinya, sebagian besar produksi sampah dikurangi (Reduce) sedari awal, baru saat tak lagi bisa dihindari, barang-barang tersebut digunakan kembali (Reuse), salah satunya dengan metode upcyling atau kerajinan tangan.

Saat tak lagi bisa digunakan kembali, sampah-sampah tersebut didaur ulang (Recycle), yaitu dileburkan, dicacah, dan dilelehkan untuk dibentuk menjadi produk baru yang kemungkinan akan berkurang kualitas materialnya.

(Baca juga: Panduan Komplit Benda yang Bisa Didaur Ulang).

Penurunan kualitas material daur ulang, serta energi dan sumber daya yang dibutuhkan untuk mendaur ulang ini merupakan dua dari beberapa alasan mengapa daur ulang (recycle) bukan menjadi prioritas pertama dari penanganan sampah yang baik dan benar.

Yang paling utama adalah mengurangi/mencegah produksi sampah sedari awal (reduce).

Konsep Manajemen Sampah Segitiga Terbalik 5R

Bagan Hirarki Pengelolaan Sampah yang Bertanggung Jawab Waste4Change

Menurut UU 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, TPA merupakan singkatan dari Tempat Pemrosesan Akhir, yaitu tempat untuk memproses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman, baik bagi manusia maupun lingkungan itu sendiri.

Kenyataannya, sebagian besar masyarakat Indonesia masih menganggap TPA sebagai Tempat Pembuangan Akhir.

Terkait usaha pengurangan sampah yang berakhir di TPA, pada praktiknya, penanganan sampah dengan konsep 3R yang ada berkembang menjadi konsep segitiga terbalik 5R (Reduce-Reuse-Recyce-Recovery-Disposal) dengan detail sebagai berikut:

  1. Reduce – mengurangi produksi sampah sedari awal dengan cara membawa sendiri kantung belanja, menggunakan produk yang bisa digunakan berulang kali, dan lain-lain
  2. Reuse – menggunakan kembali material yang bisa dan aman untuk digunakan kembali, salah satunya dengan cara membuat kerajinan tangan atau proses upcycle
  3. Recycle – mendaur ulang sampah dengan cara meleburkan, mencacah, melelehkan untuk dibentuk kembali menjadi produk baru yang umumnya mengalami penurunan kualitas
  4. Recovery – saat tidak bisa didaur ulang, maka cari jalan untuk menghasilkan energi atau material baru dengan memproses sampah-sampah yang tidak bisa didaur ulang tersebut (residu)
  5. Disposal – sampah/produk sisa dari proses recovery yang umumnya berupa abu atau material sisa lainnya dibawa ke TPA untuk diolah dan diproses agar tidak merusak lingkungan

Indonesia Darurat Sampah

Mountains of Trash – Source: Sebarr

Penduduk Indonesia menghasilkan 65 juta ton sampah setiap harinya. Dari semua sampah yang dihasilkan tersebut, 24% mengotori ekosistem, hanya 7% yang didaur ulang, dan 69% di antaranya berakhir di TPA (CNN Indonesia, 2018).

Kecilnya jumlah sampah yang didaur ulang dan tingginya jumlah sampah yang menumpuk di TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) sampah ini menimbulkan banyak masalah sosial maupun lingkungan, salah satunya adalah ancaman TPA-TPA di Indonesia yang tak lagi bisa beroperasi dikarenakan kelebihan kapasitas.

Contohnya TPA/TPST Bantar Gebang di wilayah Bekasi, Jawa Barat yang memiliki luas 110,3 hektar dengan ketinggian gundukan sampah mencapai 30 meter disinyalir hanya mampu menampung masuknya 7000-7500 ton sampah penduduk DKI Jakarta hingga maksimal 3 tahun lagi.

Hal yang hampir serupa juga terjadi di TPA lainnya seperti TPA Suwung di Bali, dan TPA Piyungan di Jogjakarta.

Indonesia Bersih Sampah 2025

Indonesia Bersih Sampah 2025

Di luar kondisi TPA kita yang semakin menipis, Indonesia juga menjadi sorotan dunia atas terpilihnya kita sebagai peringkat ke-2 negara dengan sampah lautan terbanyak setelah China (studi Jenna Jambeck, 2016), juga peringkat ke-2 negara penghasil sampah makanan terbanyak setelah Arab Saudi (EIU, 2016).

Menilik rendahnya tingkat pemahaman dan penerapan masyarakat Indonesia mengenai prinsip 3R (Reuse, Reduce, Recycle) serta 2 proses yang menyertainya yaitu Recover dan Disposal, pemerintah Indonesia sendiri telah mencanangkan program Indonesia Bersih Sampah 2025 (Peraturan Presiden Indonesia No. 97/2017) yang mengharuskan pemerintah kabupaten dan daerah untuk membuat model perencanaan demi mencapai 2 poin berikut di tahun 2025:

  • mengurangi 30% sampah dari sumber
  • memproses dan mengelola setidaknya 70% sampah agar tidak terkumpul dan menumpuk di TPA

Tentu saja masyarakat serta perusahaan yang menghasilkan sampah dalam proses bisnisnya diharapkan untuk turut menyesuaikan sistem pengelolaan sampahnya untuk mendukung kesuksesan program tersebut. (baca juga: Semua yang Perlu Anda Ketahui Tentang Indonesia Bersih Sampah 2025)

Waste4Change Mendukung Konsep 3R

Contoh Pemilahan Sampah di Waste4Change

Waste4Change hadir sebagai solusi bagi masalah persampahan yang ada dengan mempertimbangkan penerapan yang baik dan benar dari konsep pengelolaan sampah 3R (reduce-reuse-recycle) ataupun konsep pengelolaan sampah 5R (Reduce-Reuse-Recycle-Recovery-Disposal).

Melalui salah satu layanannya, Reduce-Waste to Landfill, Waste4Change berperan untuk memastikan bahwa proses daur ulang (recycle), pemulihan kembali (recovery), dan pembuangan (disposal) berjalan dengan baik dan semestinya sehingga benar-benar bisa meminimalisir sampah yang berakhir di TPA, atau bahkan sampah-sampah yang berakhir menumpuk dan menjadi polusi bagi lingkungan.

Usaha menggunakan kembali (reuse), terutama mengurangi (reduce) tetap menjadi prioritas pertama dan merupakan bagian dari kampanye Waste4Change dalam menyebarkan semangat #BijakKelolaSampah.

Waste4Change juga mendukung penerapan ekonomi melingkar (circular economy) untuk memastikan adanya pemanfaatan yang optimal dan efisien untuk semua material yang ada di dalam industri, bukan hanya untuk mendukung keberlanjutan program pelestarian lingkungan secara global, namun juga untuk memberikan dampak positif bagi industri dan ekonomi.

English Version HERE.

Baca juga: Mendukung ekonomi melingkar melalui pengelolaan sampah yang bertanggung jawab bersama Waste4Change)

Hirarki Pengelolaan Sampah

            Hirarki pengelolaan sampah merupakan kondisi ideal berisi alternatif upaya. Hierarki sampah menujuk pada 3R, yaitu Reuse, Reduce, dan Recycle yang mengklasifikasikan strategi manajemen sampah menurut apa yang sesuai. Urutan hierarki sampah dari yang tertinggi ke yang terbawah yaitu pencegahan, pengurangan sampah, penggunaan kembali, daur ulang, penghematan energi, dan pembuangan.

            Hierarki sampah telah memiiki beberapa konsep sejak beberapa dekade lalu, namun konsep awal, yaitu strategi pengurangan sampah, telah lama berada di dekat ujung piramida hierarki. Tujuan utama hierarki sampah adalah untuk memanfaatkan produk sebesar-besarnya dan menghasilkan sampah yang sesedikit mungkin, karena pencegahan sampah adalah titik tertinggi dari piramida hierarki sampah. Beberapa ahli manajemen sampah megkonsepkan 4R dengan menambah satu R, diantaranya adalah :

1.      Reduce (Mengurangi); sebisa mungkin lakukan minimalisasi barang atau material yang kita pergunakan. Semakin banyak kita menggunakan material, semakin banyak sampah yang dihasilkan.

2.      Reuse (Memakai kembali); sebisa mungkin pilihlah barang-barang yang bisa dipakai kembali. Hindari pemakaian barang-barang yang disposable (sekali pakai, buang). Hal ini dapat memperpanjang waktu pemakaian barang sebelum ia menjadi sampah. Daur ulang sampah melalui pemisahan dan pengelompokan sampah, persiapan sampah untuk diguna ulang, diproses ulang, dan difabrikasi ulang; penggunaan, pemrosesan dan fabrikasi sampah.

3.      Recycle (Mendaur ulang); sebisa mungkin, barang-barang yg sudah tidak berguna lagi, bisa didaur ulang. Tidak semua barang bisa didaur ulang, namun saat ini sudah banyak industri non-formal dan industri rumah tangga yang memanfaatkan sampah menjadi barang lain.

4.      Replace ( Mengganti); teliti barang yang kita pakai sehari-hari. Gantilah barang barang yang hanya bisa dipakai sekali dengan barang yang lebih tahan lama. Juga telitilah agar kita hanya memakai barang-barang yang lebih ramah lingkungan, Misalnya, ganti kantong keresek kita dengan keranjang bila berbelanja, dan jangan pergunakan styrofoam karena kedua bahan ini tidak bisa didegradasi secara alami.

            Hirarki yang letaknya di paling atas merupakan upaya yang menjadi target utama. Hirarki paling atas mendorong kita untuk sedapat mungkin mencegah timbulan sampah. Ini merupakan upaya yang sifatnya sangat radikal, dilakukan dengan cara menghentikan budaya konsumtif. Mengharuskan kita untuk berhemat sebanyak mungkin terhadap setiap kegiatan yang dapat menimbulkan sampah. Pertanyaannya, apakah itu mungkin dilakukan ditengah derasnya iklan dan pemasaran yang merangsang hati diri kita untuk sebuah produk. Namun, mau tak mau kita dituntut untuk mengarah kesana. Banyak keuntungan dari upaya ini, bukan saja menekan jumlah timbulan sampah sedemikian drastis tetapi juga mampu menyelamatkan energi yang dibutuhkan dalam proses produksi barang yang kita butuhkan, menyelamatkan rusaknya sumber daya alam yang menjadi bahan baku dalam proses produksi, meminimalkan timbulan polusi udara. Kalau mau melihat lebih jauh ke depan lagi, kita dapat menjaga dan menjamin agar lingkungan hidup yang berkelanjutan.

            Pilihan kedua yaitu bagaimana meminimumkan jumlah timbulan sampah dengan cara melakukan perawatan secara rutin atas produk/barang yang kita miliki sehingga dapat memperpanjang umur dari sebuah produk. Dengan melakukan perawatan maka kualitas produk atau barang kita menjadi semakin lama sehingga kita didorong untuk tidak membeli barang atau produk baru dikarenakan karena keteledoran kita.

            Pilihan ketiga yaitu melakukan reuse yaitu dengan cara memakai ulang barang yang masih bisa pakai, misalnya menyumbangkan barang bekas yang masih bisa dipakai kepada mereka yang lebih membutuhkan.

            Pilihan keempat yaitu melakukan daur ulang, Bagaimana membuat barang yang sudah tidak terpakai lagi menjadi produk baru yang dapat digunakan kembali untuk menunjang kebutuhan hidup manusia. Contohnya adalah dengan melakukan pengomposan sampah organik, daur ulang plastik bekas, daur ulang kertas bekas dan lainnya.

            Pilihan kelima yaitu denga mengubah timbulan sampah yang ada menjadi sumber energi terbarui, contohnya adalah dengan mengembangkan teknologi pembakaran sampah (incinerator) yang ramah terhadap lingkungan, namun hal ini masih menjadi perdebatan panjang karena sampai saat ini masih belum ada teknologi incinerator yang dapat menjamin tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungannya.

            Pilihan yang terakhir adalah dengan melakukan pembuangan secara terkontrol (sanitary landfill), artinya limbah yang dihasilkan ditimbun dalam tempat dengan lapisan khusus sehingga tidak menimbulkan pencemaran bagi air tanah, selain itu dalam jangka waktu tertentu sampah ditimbun dengan tanah untuk meminimalkan polusi udara.

            Pilihan pertama sampai dengan keempat merupakan sebuah keharusan yang mutlak diupayakan dalam melakukan pengelolaan sampah secara terpadu, sehingga pencegahan atas kerusakan sumber daya alam untuk keberlanjutan kehidupan di masa depan dapat mewujud. Berbicara tentang perkotaan di Indonesia sebenarnya sudah menerapkan piramida ini namun piramidanya dibalik, itupun tidak menggunakan sistem sanitary landfill namun ditimbun begitu saja.

            Pola pengelolaan sampah kota dapat digambarkan secara hierarkis (Gambar 1). Gambar tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat hierarki kegiatan pengelolaan sampah, semakin rendah biaya yang dibutuhkan. Tingkat hierarki terendah dalam penanganan sampah kota konvensional adalah pembuangan akhir. Pada hierarki ini, sampah dianggap tidak memiliki nilai dan harus dibuang atau dimusnahkan. Sebagai konsekuensinya, dibutuhkan biaya investasi dan operasional yang tinggi, termasuk biaya untuk mengatasi berbagai dampak lingkungan yang terjadi. Penerapan pengelolaan sampah kota yang menekankan semua bentuk buangan padat merupakan residu yang harus dibuang, tidak mendukung MDGs keenam, yaitu sustainabilitas lingkungan. Teknologi pembuangan sampah yang dilaksanakan di kebanyakan kota di Indonesia masih menyebabkan terjadinya emisi bau, metana, serta gas-gas lainnya ke atmosfir. Selain itu, juga timbul pencemaran tanah dan air tanah akibat lindi yang terbentuk, serta terjadinya perkembang-biakan vektor-vektor penyakit, seperti lalat dan tikus.

 

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Secara awam air tercemar dapat dilihat dengan mudah, misalnya dari kekeruhan, karena umumnya orang berpendapat bahwa air murni atau bersih itu jernih atau tidak keruh atau dari warnanya yang transparan dan tembus cahaya atau dari baunya yang menyengat hidung atau menimbulkan gatal–gatal pada kulit dan ada juga yang dapat merasakan dengan lidah seperti rasa asam dan getir, atau dari matinya organisme perairan. Kualitas air menurut Douglass (1875) adalah karakteristik bekteriologi, fisik, radiologi dan kimia dari air yang diperlukan oleh manusia dan tidak berbahaya bagi kesehatan dalam rangka pengembangan suatu objek wisata kita perlu menganalisis sumber air yang akan digunakan untuk menunjang kegiatan wisata tersebut apakah sumber air tersebut telah memenuhi standar atau belum memenuhi standar kualitas air yang baik bagi kesehatan. Aktivitas MCK yang dilakukan di jamban oleh masyarakat pinggiran sungai kota Martapura menjadikan kualitas air menjad