Jelaskan proses masuknya kolonialisme di nusantara sampai masa pendudukan belanda

tirto.id - Sejarah kedatangan Bangsa Belanda ke Indonesia awalnya dilatarbelakangi tujuan untuk mencari rempah.Kapal-kapal bangsa Belanda pertama kali masuk perairan kepulauan Indonesia pada 1596 masehi, berpuluh-puluh tahun setelah kedatangan Portugis dan Spanyol. Sebagaimana 2 bangsa Eropa terakhir, kedatangan kapal bangsa Belanda ke nusantara semula dilatarbelakangi tujuan untuk mencari rempah. Usaha pencarian rempah oleh Belanda tidak terlepas dari dominasi Spanyol dan Portugis, dua imperium terbesar daratan Eropa pada masanya. Tadinya, Belanda mendapat suplai rempah dari Lisboa, ibu kota Portugis. Namun, sejak Spanyol menguasai wilayah Belanda, Negeri Oranje dilarang menerima suplai rempah dari Portugis.
Padahal, menurut sejarawan M. C. Ricklefs dalam buku Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, rempah merupakan bahan baku yang sangat penting bagi peradaban bangsa Eropa pada abad ke-15. Oleh orang-orang Eropa, rempah digunakan sebagai bahan obat-obatan, parfum, bumbu masakan, alat ritual agama, dan yang terpenting adalah pengawet makanan. Fungsi pengawet sangat dibutuhkan karena orang Eropa biasa menyembelih semua binatang ternak ketika musim dingin tiba. Jika tidak, ternak akan mati karena suhu dingin. Daging hasil penyembelihan massal tersebut mesti diawetkan untuk memenuhi kebutuhan selama musim dingin, dan rempah sangat dibutuhkan untuk itu. Oleh karena itu, Belanda kemudian mencari jalan lain untuk mendapatkan pasokan rempah. Orang-orang Belanda pun kemudian memulai penjelajahan samuderanya.

Latar Belakang Kedatangan Bangsa Belanda ke Indonesia

Meskipun pencarian sumber rempah merupakan faktor utama pendorong pelayaran bangsa Belanda ke nusantara, penjelajahan samudera yang mereka lakukan sejak abad 15 M, tidak hanya didasari tujuan itu.

Mengutip buku Sejarah Indonesia Kelas IX terbitan Kemendikbud, sebagaimana bangsa-bangsa Eropa yang lain, pelayaran para pelaut Belanda ke berbagai belahan dunia didorong beberapa peristiwa politik dan perkembangan teknologi pada abad-15.

Penjelajahan samudera yang dilakukan oleh bangsa Eropa dilakukan setidaknya karena 2 peristiwa politik penting, yakni kekalahan kerajaan-kerajaan Katolik Eropa dalam Perang Salib dan jatuhnya Konstantinopel ke tangan Turki Usmani. Perang Salib memporak-porandakan jalur perdagangan Eropa dan Asia karena berlangsung di perbatasan 2 benua tersebut. Selain jalur perdagangan, keadaan ekonomi kerajaan-kerajaan Eropa pun menjadi terpuruk. Kas mereka menyusut drastis karena besarnya biaya perang. Berselang 2 abad setelah Perang Salib selesai, kota Konstantinopel (sekarang Istanbul) jatuh ke tangan imperium Turki Usmani (Ottoman). Hal ini adalah kabar buruk bagi kerajaan-kerajaan di Eropa karena kota tersebut menjadi titik penting jalur perdagangan antar-benua (Eropa dan Asia). Sejak Konstantinopel dikuasai Turki Usmani, para pedagang Eropa dilarang datang ke kota itu untuk bertransaksi dengan pedagang-pedagang dari Asia. Laut Tengah kala itu pun dikuasasi oleh Turki Usmani sehingga bagi para pedagang Eropa nyaris tidak ada peluang untuk berinteraksi dengan penyuplai barang dari Timur Jauh.Terputusnya jalur perdagangan Asia-Eropa tersebut dibarengi oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bangsa-bangsa Benua Biru. Ilmu geografi dan teknologi pelayaran kalau itu mulai maju pesat di Eropa. Ilmu pengetahuan dan teknologi pelayaran yang berkembang pesat setelah Perang Salib membuat bangsa-bangsa Eropa berusaha menemukan jalur perdagangan lain melalui laut. Mereka juga berhasrat menemukan dunia baru di daratan-daratan yang masih misterius bagi bangsa-bangsa Eropa, terutama pulau-pulau penghasil rempah.

Pelayaran-pelayaran yang dilakukan tersebut, selain untuk mencari sumber bahan baku dari Asia yang dibutuhkan masyarakat Eropa, juga dijadikan sarana misi penyebaran agama Katolik dan Kristen. Karena itu, lahir istilah gold, glory, and gospel (3G) yang menggambarkan semangat pelayaran para penjelajah Eropa kala itu.

Sejarah Masuknya Bangsa Belanda ke Indonesia

Para penjelajah Belanda pertama kali masuk ke kepulauan Nusantara pada tahun 1595 dengan empat buah kapal, 64 pucuk meriam, dan 249 awak yang dikomandoi oleh Cornelis de Houtman.

Empat kapal Belanda yang dipimpin Cornelis de Houtman tiba di perairan Banten pada 27 Juni 1596, tepat hari ini 422 tahun lalu. Sebelum angkat sauh dari Amsterdam, Cornelis mendapat informasi bahwa di timur jauh sana, ada kepulauan penghasil rempah-rempah: Nusantara.

Pada hari itulah, orang-orang Belanda telah menemukan Banten yang sejatinya hanya merupakan sebagian kecil dari kepulauan rempah-rempah paling menggiurkan di dunia. Praktik kolonialisme Belanda di Nusantara segera dimulai, dan Cornelis de Houtman adalah pembuka jalannya.

Dari Banten, rombongan ini melanjutkan pelayaran ke arah timur dengan menyusuri pantai Utara Jawa hingga ke Bali.

Cornelis menjadi salah satu orang paling berpengaruh. Selain karena berhasil mendapatkan informasi dari Portugal, termasuk pernah ditangkap dan dipenjara oleh otoritas di sana, ia juga menyumbang dana sebesar 300.000 gulden untuk persiapan pelayaran itu, sebagaimana diungkapkan Peter Fitzsimons (2012) dalam buku berjudul Batavia.

Cornelis de Houtman dikenal sebagai kapten kapal yang bertabiat buruk. Semula kedatangannya diterima oleh orang-orang Nusantara dengan tangan terbuka. Namun, ulahnya mengubah relasi itu menjadi perseteruan dan peperangan. Meskipun begitu, rombongan de Houtman berhasil kembali ke Belanda pada 1597 dengan membawa serta banyak peti berisi rempah. Pelayaran pertama Belanda untuk mencari rempah di Nusantara kemudian dianggap sukses.

Keberhasilan rombingan de Houtman kemudian mendorong pelayaran-pelayaran lain dari Belanda menuju wilayah nusantara. Pelayaran-pelayaran yang dilakukan setelah kembalinya rombongan de Houtman dikenal dengan masa wilde vaart (pelayaran tak teratur).

Pada 1598, sebanyak 22 kapal bertolak dari Belanda untuk mengikuti langkah rombongan Cornelis de Houtman. Kapal-kapal tersebut bukan merupakan kapal kerajaan, melainkan milik perusahan-perusahaan swasta Belanda. Salah satu rombongan di gelombang pelayaran kedua tersebut dipimpin oleh Jacob van Neck. Berbeda dengan de Houtman, van Neck bersikap lebih hati-hati dan tidak mencoba melawan para penguasa lokal Nusantara. Pada Maret 1599, rombongan van Neck berhasil mencapai Maluku yang kala itu menjadi penghasil utama rempah-rempah dalam jumlah besar. Keberhasilan van Neck menjangkau Maluku membuatnya untung besar saat kembali ke Belanda. Pada 1601, gelombang pelayaran menuju nusantara kembali datang dari Belanda. Sebanyak 14 buah kapal ikut dalam gelombang pelayaran ketiga ini.Rangkaian pelayaran itu lantas diikuti dengan langkah orang-orang Belanda memonopoli perdagangan rempah di sejumlah daerah nusantara. Sejarawan M. C. Ricklefs menyebutkan kesuksesan orang-orang Belanda memonopoli perdagangan rempah di Nusantara dikarenakan mereka belajar dari kesalahan Portugis. Sebenarnya, baik Spanyol dan Portugis mencoba merahasiakan keberadaan kepulauan Nusantara dari bangsa lain di Eropa. Namun, terdapat awak kapal asal Belanda dalam kapal Portugis yang melakukan penjelajahan. Orang-orang inilah yang membuat catatan terperinci tentang seluk-beluk strategi, kelebihan, dan kekurangan pelayaran yang dilakukan Portugis. Tiga gelombang pelayaran orang-orang Belanda ke Nusantara membuat terdapat beberapa perusahaan dagang yang saling bersaing di Nusantara. Akibatnya, keuntungan perdagangan rempah di pasar Eropa berkurang.

Untuk menanggulangi dampak persaingan tersebut, pada 1602, dibentuklah Vereenig de Oost Indische Compagnie (VOC) sebagai perserikatan dagang Belanda. Lewat VOC, perusahaan dagang swasta bersatu dan menghilangkan persaingan sesama pedagang Belanda.

Berdirinya VOC juga menjadi tonggak dominasi Belanda di nusantara. Setelah berhasil memonopoli perdagangan rempah, menguasai Batavia dan sebagian Jawa, hingga mengendalikan raja-raja lokal, VOC menjadi representasi awal dari kolonialisme Belanda di nusantara.

Pahamifren, pernah nggak kamu membayangkan situasi kolonialisme dan imperialisme di Indonesia saat masa penjajahan dahulu? Nggak bisa dipungkiri, jika masa itu sangat menyusahkan dan menyengsarakan rakyat Indonesia. Lalu, bagaimana respon para petinggi bangsa kita di masa penjajahan itu? Apakah dampaknya masih dirasakan sampai sekarang?

Nah, pada Materi Sejarah Peminatan Kelas 11 kali ini, Mipi mau mengajak kamu untuk membahas tentang Respon Bangsa Indonesia terhadap Kolonialisme dan Imperialisme, termasuk penjelasan lengkap dan dampaknya pada negeri kita, simak artikel ini sampai selesai ya.

Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia

Sebelum lebih jauh, ada baiknya jika kamu memahami dulu, apa sih yang dimaksud dengan kolonialisme dan imperialisme? Hal apa saja yang melatari ke duanya terjadi di Indonesia? Simak penjelasan berikut:

Jelaskan proses masuknya kolonialisme di nusantara sampai masa pendudukan belanda

Kolonialisme berasal dari kata “colonus” yang memiliki arti menguasai. Kolonialisme memiliki arti upaya sebuah negara untuk mengembangkan kekuasaannya di luar wilayah kekuasaan negara tersebut. Kolonialisme memiliki tujuan mencapai dominasi kekuatan dalam bidang ekonomi, sumber daya alam, sumber daya manusia, dan politik.

Wilayah koloni biasanya merupakan wilayah-wilayah yang memiliki kekayaan bahan mentah yang dibutuhkan oleh negara yang melakukan kolonialisme. Dalam kolonialisme, ada kepercayaan bahwa bangsa yang melakukan kolonialisasi jauh lebih superior dari bangsa yang dikoloni.

Sementara imperialisme berasal dari kata “imperium” dalam bahasa Latin, yang berarti kekuasaan tertinggi, kedaulatan, atau sekadar kekuasaan. Imperialisme merupakan kebijakan atau ideologi untuk memperluas kekuasaan atas negara lain dan penduduk asli negara tersebut, dengan tujuan memperluas akses politik dan ekonomi, kekuasaan dan kontrol, dan seringkali dilakukan dengan menggunakan kekuatan militer.

Perbedaan kolonialisme dan imperialisme terletak pada tujuannya. Kolonialisme berfokus pada penguasaan suatu wilayah dengan sumber daya alam tertentu untuk dibawa ke negeri asal penjajah. Sementara imperialisme berfokus dalam penguasaan politik dan pemerintahan negara yang lain untuk memiliki pengaruh terhadap negara tersebut.

Latar Belakang Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia

Kolonialisme dan imperialisme sudah dilakukan oleh bangsa Eropa sejak abad ke-15 di seluruh dunia, sampai akhirnya masuk ke nusantara (Indonesia). Pada saat itu, latar belakang bangsa Eropa masuk ke wilayah nusantara disebabkan oleh beberapa hal, seperti jatuhnya Konstantinopel di kawasan Laut Tengah ke kekuasaan Turki Usmani pada tahun 1453, merosotnya ekonomi dan perdagangan bangsa Eropa, serta terjadinya revolusi industri.

Perlu diketahui, kolonialisme dan imperialisme modern muncul setelah terjadinya revolusi industri karena bertujuan untuk mengembangkan perekonomian bangsa Eropa. Revolusi industri, membuat bangsa Eropa menciptakan kapal laut yang digunakan untuk menjelajah samudra demi mencari sumber daya di belahan dunia lain. Disamping itu, misi ini juga dilakukan untuk melanjutkan semangat Perang Salib.

Dalam upaya tersebut, bangsa Eropa mulai menyebar ke seluruh dunia, sampai akhirnya kolonialisme dan imperialisme di Indonesia pun terjadi. Di sisi lain, kejatuhan Konstantinopel ke tangan Turki Usmani pada tahun 1453, menyebabkan akses bangsa Eropa dalam mendapatkan rempah-rempah yang lebih murah di kawasan Laut Tengah menjadi tertutup dan membuat harga rempah-rempah di Eropa meningkat tajam. Bangsa Eropa kemudian terdorong untuk mencari dan menemukan wilayah-wilayah penghasil rempah-rempah ke dunia baru yang ada di timur Eropa.

Lama-kelamaan, mereka semakin berambisi menguasai berbagai negara untuk keuntungan ekonomi dan kejayaan politik mereka, terutama pada wilayah-wilayah seperti Indonesia yang merupakan penghasil rempah-rempah, seperti lada, cengkih, pala, dan lain-lain. Rempah-rempah yang dihasilkan di Indonesia mendorong mereka untuk melakukan kolonialisme dan imperialisme karena rempah-rempah pada masa itu menjadi komoditas yang sangat laris di Eropa. Bangsa Eropa kemudian menyebut nusantara sebagai Hindia.

Respon Bangsa Indonesia Terhadap Kolonialisme dan Imperialisme

Ada empat aspek utama yang terjadi di Indonesia setelah merespon sistem kolonialisme dan imperialisme, antara lain ekonomi dan politik, sosial dan budaya, seni dan sastra, serta pendidikan. Berikut penjelasannya:

Aspek Ekonomi dan Politik

Jelaskan proses masuknya kolonialisme di nusantara sampai masa pendudukan belanda

Bangsa Indonesia pada masa kolonialisme dan imperialisme dirugikan dalam bidang ekonomi dan politik. Oleh karena itu, bangsa Indonesia melakukan perlawanan terhadap Portugis, VOC, dan pemerintahan Hindia Belanda. Beberapa perlawanan berupa perang akibat ekonomi dan politik in, di antaranya:

Perlawanan Terhadap Portugis

Ada beberapa peristiwa besar yang terjadi akibat upaya bangsa Indonesia melawan penjajahan bangsa Portugis, antara lain:

  • Perlawanan Kesultanan Ternate

Kebijakan monopoli perdagangan bangsa Portugis membuat Sultan Hairun memimpin perlawanan rakyat Ternate terhadap mereka. Sayangnya, Sultan Hairun berhasil ditangkap dan dihukum mati oleh bangsa Portugis pada tahun 1570. Meski demikian, perlawanan Kesultanan Ternate tidak berhenti di situ. Perjuangan Sultan Hairun kemudian dilanjutkan oleh Sultan Baabulah. 

Di bawah kepemimpinan Sultan Baabulan inilah Kesultanan Ternate berhasil mengusir bangsa Portugis dari Maluku pada tahun 1575. Bangsa Portugis yang terusir dari Maluku ini kemudian menyingkir ke Pulai Timor dan berkuasa di Timor Timur hingga menjelang akhir abad ke-20. 

  • Perlawanan Kesultanan Demak

Selain di Ternate, bangsa Portugis juga melakukan praktik monopoli perdagangan mereka di Malaka. Praktik monopoli tersebut membuat para saudagar Muslim di Malaka merasa terganggu. Kesultanan Demak yang khawatir bangsa Portugis juga akan mengekspansi pulau Jawa dan merasa perlu menunjukkan solidaritas mereka terhadap Kesultanan Malaka dan para saudagar Muslim yang ada di Malaka, akhirnya memutuskan untuk menyerang bangsa Portugis.

Di bawah pimpinan Sultan Trenggono, Kesultanan Demak menyerang Sunda Kelapa pada tahun 1526 dan berhasil menguasai wilayah tersebut. Setahun kemudian, pada tahun 1527, bangsa Portugis yang saat itu tidak menyadari kalau Sunda Kelapa sudah dikuasai oleh Kesultanan Demak, datang untuk membangun benteng di sana.

Akibatnya, bangsa Portugis pun berhasil diusir oleh Kesultanan Demak di bawah kepemimpinan Fatahillah. Fatahillah kemudian mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta, yang berarti kemenangan yang gemilang.

  • Perlawanan Kesultanan Aceh

Perlawanan Kesultanan Aceh terhadap bangsa Portugis dimulai pada tahun 1514–1540 di bawah kepemimpinan Sultan Ali Mughayat Syah. Pada masa itu Kesultanan Aceh berhasil mengusir bangsa Portugis dari wilayah Aceh. Perlawanan Kesultanan Aceh terhadap bangsa Portugis kemudian dilanjutkan oleh Sultan Alaudin Riayat Syah Al-Qahar pada tahun 1538–1571 dengan bantuan Turki.

Sultan Alaudin Riayat Syah, yang menjadi penggantinya, juga menyerang bangsa Portugis di Malaka pada tahun 1573 dan 1575. Sultan Iskandar Muda pun pernah menyerang bangsa Portugis di Malaka pada tahun 1615 dan 1629.

Sekalipun Sultan Iskandar Muda tidak berhasil mengusir bangsa Portugis, dari Malaka, perlawanan rakyat Aceh terus berlanjut sampai Malaka jatuh ke tangan VOC pada tahun 1641.

Perlawanan Terhadap VOC

Ada beberapa peristiwa penting yang terjadi sebagai upaya bangsa Indonesia melawan penjajahan VOC, antara lain:

  • Perlawanan Kesultanan Mataram

Awalnya, hubungan Kesultanan Mataram dengan VOC berjalan dengan baik, sampai-sampai Kesultanan Mataram mengizinkan VOC mendirikan benteng sebagai kantor perwakilan dagang di wilayah Jepara. Namun, lama-kelamaan Sultan Agung menyadari kalau keberadaan VOC membahayakan pemerintahannya.

Sultan Agung pun mulai menyerang VOC pada tahun 1628, tapi serangan pertama ini gagal dan mengakibatkan sekitar 1.000 prajurit Mataram gugur. Serangan kedua yang dilakukan pada bulan Agustus–Oktober 1629 pun mengalami kegagalan karena Kesultanan Mataram kalah persenjataan, kekurangan persediaan makanan (karena lumbung-lumbung persediaan makanan yang ada di Tegal, Cirebon, dan Karawang dimusnahkan VOC), jarak yang terlalu jauh, dan wabah penyakit yang menyerang pasukan Mataram. 

  • Perlawanan Kesultanan Gowa

Perlawanan Kesultanan Gowa dimulai dengan pelucutan dan perampasan armada VOC di Maluku, di bawah kepemimpinan Sultan Hasanuddin. Perang Makassar pun pecah karena pelucutan dan perampasan armada tersebut. Perang Makassar berlangsung selama tiga tahun, dari tahun 1666–1669. Dalam Perang Makassar, VOC bersekutu dengan Arung Palaka, Raja Bone, yang saat itu berseteru dengan Kerajaan Gowa.

  • Perlawanan Kesultanan Banten

Perlawanan Kesultanan Banten dimulai karena persaingan dagang dengan VOC dan gangguan VOC terhadap politik Kerajaan Banten. Sultan Ageng Tirtayasa pada akhirnya melawan VOC dengan bekerja sama dengan pedagang-pedagang asing lainnya, seperti pedagang Inggris.

Sultan Ageng kemudian menyerang kapal-kapal VOC yang ada di perairan Banten serta wilayah-wilayah yang berbatasan dengan Batavia, seperti peperangan di daerah Angke dan Tangerang pada tahun 1658–1659.

Perlawanan Terhadap Pemerintahan Hindia Belanda

Awalnya, masa pemerintahan Hindia Belanda tidak lagi menerapkan praktik kolonialisme ala VOC, namun hal tersebut tak membuat praktik dagang dan kerja rodi berakhir. Saat Belanda kembali berkuasa, penindasan pun terjadi lagi di Indonesia, berikut penjelasannya:

Jelaskan proses masuknya kolonialisme di nusantara sampai masa pendudukan belanda

Perlawanan rakyat Maluku dilakukan karena mereka tidak mau orang Belanda kembali ke wilayah mereka. Saat Thomas Stamford Raffles berkuasa di Hindia Belanda, beberapa aturan VOC seperti praktik monopoli dagang dan kerja rodi tidak diterapkan.

Namun, saat Belanda kembali berkuasa pada tahun 1817, aturan-aturan yang menindas seperti praktik monopoli perdagangan cengkih dan kerja rodi kembali diterapkan. J.R van den Berg, Residen Saparua yang baru pada saat itu, juga dianggap tidak peka pada keluhan rakyat. Belanda juga memaksa para pemuda Maluku untuk menjadi tentara yang ditugaskan ke Jawa.

  • Perlawanan Rakyat Palembang

Perlawanan rakyat Palembang yang dipimpin oleh Sultan Baharuddin terjadi karena Belanda berusaha menguasai Palembang yang memiliki letak strategis dan kaya akan barang (Kepulauan Bangka Belitung).

Sultan Baharuddin kemudian memimpin penyerangan ke benteng-benteng pertahanan Belanda. Saat pergantian kekuasaan dari Belanda ke Inggris terjadi pada tahun 1811 karena Perjanjian Tuntang, Inggris memusatkan sebagian besar perhatiannya ke pulau Jawa.

Sultan Baharuddin pun memanfaatkan kondisi ini dengan menyerang garnisun Belanda di Palembang. Sultan Baharuddin juga menentang keberadaan Inggris di wilayah kekuasaannya. Inggris yang tidak menyukai perlawanan dari Sultan Baharuddin pun menyerang Palembang pada tahun 1812. Mereka menjarah isi istana dan melantik Ahmad Najamuddin, adik Sultan Baharuddin, menjadi Sultan.

  • Perlawanan Rakyat Sumatera Utara

Perlawanan rakyat Tapanuli di bawah kepemimpinan Raja Sisingamangaraja XII terjadi karena Belanda ingin menjajah Tapanuli dengan membentuk Pax Neerlandica (ambisi Belanda menguasai seluruh Nusantara). Keinginan Belanda inilah yang menyebabkan terjadinya Perang Tapanuli pada tahun 1870–1907.

Aspek Sosial dan Budaya

Perlawanan bangsa Indonesia terhadap kolonialisme dan imperialisme juga dilakukan dalam bentuk gerakan sosial-budaya. Beberapa gerakan tersebut adalah sebagai berikut: 

Gerakan Sosial di atas Tanah Partikelir

Gerakan sosial ini adalah bentuk protes dan perlawanan atas peraturan Belanda yang tidak adil, serta rasa tidak puas atas kondisi sosial-ekonomi yang kurang memberikan tempat bagi kehidupan para pelaku dan pendukung gerakan sosial ini. Gerakan sosial ini muncul di kalangan petani yang merasakan ketidakadilan karena praktik penjualan atau pemberian hadiah tanah oleh Pemerintah Belanda kepada perseorangan atau swasta, yang kemudian menjadi tuan tanah.

Tanah inilah yang kemudian menjadi tanah partikelir (swasta). Para tuan tanah tersebut merasa memiliki hak untuk menindas penduduk yang ada di tanah partikelir mereka. Penduduk di tanah tersebut diharuskan menyerahkan hasil garapan mereka dan memeras tenaga mereka selayaknya budak. 

Gerakan Mesianisme

Gerakan mesianisme merupakan gerakan yang berasal dari harapan akan datangnya ratu adil atau imam mahdi sebagai juru selamat rakyat. Dalam gerakan ini biasanya terdapat seorang pimpinan yang dianggap sebagai juru selamat, pimpinan agama, atau bahkan nabi. Gerakan ini bersandar pada dasar-dasar kekuatan gaib sang pemimpin dan menghadapkan munculnya era baru dan datangnya zaman keemasan yang meniadakan penderitaan rakyat dan hilangnya konflik serta ketidakadilan.

Beberapa contoh dari gerakan mesianisme adalah Kasan Mukmin (1903), Gerakan Darmojo (1907), dan dukun yang mengaku keturunan Sultan Hamengku Buwono V dan akan bertindak sebagai ratu adil dan calon sultan Yogyakarta (1918).

Aspek Seni dan Sastra

Seni sastra pada masa perjuangan melawan kolonialisme dan imperialisme juga memiliki peranan yang sangat penting. Karya-karya sastra yang lahir pada masa itu menyuarakan ketidakadilan yang dialami oleh para pribumi karena kolonialisme dan imperialisme yang dilakukan oleh bangsa Belanda ke luar Hindia Belanda, termasuk ke negara Belanda sendiri.

Jelaskan proses masuknya kolonialisme di nusantara sampai masa pendudukan belanda

Karya-karya sastra pada masa itu juga membangkitkan semangat kemerdekaan bagi para pembacanya. Beberapa sastrawan pada masa itu dan karya sastra mereka adalah sebagai berikut:

Eduard Douwes Dekker: Max Havelaar

Eduard Douwes Dekker merupakan nama pena dari Multatuli, seorang Belanda yang peduli pada nasib kaum pribumi. Nama Multatuli sendiri diambil dari bahasa Latin yang berarti “banyak yang sudah aku derita”. Kepedulian Douwes Dekker ini kemudian dituangkan dalam novelnya yang berjudul Max Havelaar (1860). Novel inilah yang kemudian menjadi inspirasi pergerakan nasional Indonesia serta mendorong sastrawan-sastrawan Indonesia menuangkan pemikiran mereka mengenai penjajahan Belanda, khususnya angkatan Pujangga Baru (1933–1942).

Mas Marco Kartodikromo: Student Hidjo dan Rasa Merdeka

Mas Marco merupakan keturunan priyayi rendahan di Cepu, Blora, Jawa Tengah. Mas Marco bergabung dengan Medan Prijaji yang menjadi surat kabar yang menyuarakan pemikiran pribumi terpelajar.

Medan Prijaji ini dipimpin oleh Tirto Adhi Suryo. Saat bekerja di Medan Prijaji, Mas Marco bertemu dengan Ki Hajar Dewantara dan Douwes Dekker, yang kemudian menjadi bagian dari Indische Partij.

Lewat tulisan-tulisannya, Mas Marco mengajak kaum terdidik Indonesia pada masa itu untuk membangun kesadaran politik masyarakat pribumi. Kesadaran politik ini dianggap penting untuk menggerakkan masyarakat pribumi untuk bergerak melawan pemerintahan kolonial dalam kesetaraan dan solidaritas.

Tulisan-tulisannya inilah yang kemudian membuat Mas Marco ditangkap dan dibuang oleh pemerintah kolonial ke Boven-Digoel, Papua, pada tahun 1926. Mas Marco kemudian meninggal di sana pada tahun 1932 karena malaria.

Soewarsih Djojopoespito: Manusia Bebas

Soewarsih merupakan pengarang perempuan yang menulis novel “Manusia Bebas” pada tahun 1940. Novel tersebut diterbitkan dalam bahasa Belanda dengan judul “Buiten het Gareel” yang berarti “Di Luar Kekang”.

Novel ini berkisah mengenai para pendiri dan guru “sekolah liar” yang tak pernah putus asa walau hidup serba kekurangan dan tak pernah mengenal takut sekalipun diawasi dan diancam ditangkap pemerintah kolonial Hindia Belanda. Sekolah liar pada masa penjajahan Belanda adalah sekolah-sekolah swasta yang didirikan oleh para tokoh pendidikan Indonesia untuk memajukan pendidikan bagi masyarakat pribumi.

Aspek Pendidikan

Perjuangan para pahlawan Indonesia dalam bidang pendidikan merupakan salah satu perjuangan paling penting dalam melawan kolonialisme dan imperialisme Belanda. Para tokoh pendidikan di masa penjajahan Belanda membangun sekolah-sekolah swasta untuk memajukan pola pikir dan menumbuhkan semangat nasionalisme masyarakat pribumi.

Jelaskan proses masuknya kolonialisme di nusantara sampai masa pendudukan belanda

Sekolah-sekolah swasta ini kemudian dianggap sebagai “sekolah liar” oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda karena dianggap mengancam kedaulatan dan kekuasaan mereka di Indonesia. Dua di antara sekolah swasta yang dibangun pada masa itu adalah sebagai berikut: 

Indisch Nederlandse School Kayu Tanam

Indisch Nederlandse School Kayu Tanam didirikan di Kayu Tanam, Padang, pada tanggal 31 Oktober 1926 oleh Mohammad Syafei, tokoh pendidikan nasional yang pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia ketiga dalam Kabinet Sjahrir II. Sekolah ini kemudian melahirkan beberapa nama besar dalam sejarah politik dan seni nasional, seperti Ali Akbar Navis, Mochtar Lubis, dan Tarmizi Taher.

Mohammad Syafei sangat menekankan pentingnya pendidikan bagi bangsa Indonesia karena melalui pendidikan, bangsa Indonesia dapat mengembangkan rasa nasionalisme. Visi pendidikan Mohammad Syafei adalah head, heart, dan hand.  

Head berarti sekolah memfasilitasi para siswanya untuk mampu berpikir rasional, heart berarti sekolah memfasilitasi para siswanya menjadi pribadi dengan karakter yang mulia, dan hand berarti sekolah memfasilitasi para siswanya agar dapat memiliki keterampilan yang nyata sesuai dengan bakat yang dikaruniakan Tuhan kepada masing-masing orang.

Taman Siswa

Taman Siswa didirikan pada tanggal 3 Juli 1922 oleh Ki Hajar Dewantara di Yogyakarta. Taman Siswa menjadi salah satu organisasi pergerakan yang bergerak di bidang pendidikan pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia. Ki Hajar Dewantara menerapkan tiga konsep pengajaran di Taman Siswa, yaitu ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karsa, dan tut wuri handayani.

Ing ngarso sung tulodo memiliki arti bahwa para guru memiliki tanggung jawab dalam memberikan pendidikan dan harus mampu memberi contoh sikap dan perilaku yang baik, agar dapat menjadi teladan bagi para siswanya.

Ing madya mangun karsa memiliki arti bahwa guru harus mampu memberikan motivasi yang baik pada para siswanya dan memberikan bimbingan yang terus-menerus supaya para siswanya mampu berkembang sesuai dengan bakat dan minat mereka.

Sementara Tut wuri handayani memiliki arti bahwa guru wajib membimbing para siswanya agar dapat menggali sendiri pengetahuannya dan menemukan makna dari pengetahuan yang mereka peroleh, agar pengetahuan mereka dapat berguna bagi kehidupan mereka.

Nah, itulah ulasan Materi Sejarah Peminatan Kelas 11 mengenai Respon Bangsa Indonesia terhadap Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia. Semoga bisa menjadi referensi belajar kamu ya.

Buat kamu yang ingin mendapatkan akses materi belajar online menarik lainnya, kamu bisa mengunduh platform belajar online Pahamify. Ada ratusan materi belajar berkonsep gamifikasi dari Pahamify yang dijamin membuat proses belajar kamu jadi lebih seru dan tidak membosankan. 

Khusus buat kamu yang ngambis masuk PTN favorit, kamu bisa mencoba latihan soal UTBK melalui fitur Try Out Online Pahamify. Ada ratusan latihan soal UTBK ter-update yang bisa kamu coba.

Tunggu apalagi? Download Pahamify sekarang dan manfaatkan seluruh fiturnya sebagai #TemanPersiapanUTBK terbaik! Cek promo menarik lainnya di sini.

Penulis: Salman Hakim Darwadi