Jelaskan kemunduran umat Islam dalam perspektif pendidikan Islam

Pertanyaan tersebut adalah sebuah judul buku yang ditulis oleh seorang penulis sekaligus wartawan sebuah majalah yang populer di jamannya, terutama di negara Mesir.  Majalah yang dimaksud adalah “al Manar”.  Pada awalnya majalah ini didukung penuh oleh pemerintah yang berkuasa pada waktu itu, namun, lambat laun majalah tersebut dilarang terbit karena tulisan-tulisannya dianggap menyerang dan berseberangan dengan pemerintah yang berkuasa, hingga pada akhirnya majalah tersebut dilarang lagi terbit hingga saat ini.

Hal ikhwal terbitnya buku "limaadza taakhral muslumuna wa limaadza taqaddama ghairuh” -judul asli buku tersebut- adalah sebuah pertanyaan yang diajukan oleh seorang koresponden majalah tersebut, yang berasal dari Sambas, Kalimantan Barat yang bernama Syekh Basyuni Imran yang hidup dari tahun 1906-1976. Beliau adalah seorang ulama yang haus dengan ilmu pengetahuan, dan telah melanglang buana ke berbagai negara  seperti Mekkah, Mesir, dan sebagainya, untuk memperdalam ilmu pengetahuannya. Nah, pada saat beliau menetap di Mesir itulah, beliau berkenalan dan menjadi murid dari pimpinan redaksi dari majalah “al manar” tersebut.

Pertanyaan yang jauh dari Mesir melintasi Samudera Hindia berasal dari daerah terpencil di Nusantara, pedalaman Sambas. Pertanyaan itu dimuat di majalah al-Manar pada tahun 1929 dan mendapat banyak perhatian. Berhubung karena sangat sibuk, maka Rasyid Ridha meminta pada Amir Syakib Arselan, seorang penulis dan wartawan untuk menjawabnya. 

Satu tahun kemudian muncullah jawaban lengkap dalam bentuk sebuah buku dengan judul yang sama. Buku ini sudah banyak diterjemahkan dalam berbagai bahasa, termasuk dalam bahasa Indonesia yang diterjemahkan oleh Buya Hamka. Sebuah pertanyaan besar telah menembus ruang dan melampaui masa dari pertengahan pertama abad ke-20 sampai pertengahan abad ke-21. Sampai saat ini,  umat belum bisa memberi jawaban secara konkrit.

Arslan menjawab pertanyaan Basyuni Imran dalam beberapa seri di Al-Manar, yang kemudian diterbitkan sebagai buku dengan judul pertanyaan Basyuni Imran “Limadza ta’akhkhara l-muslimuna wa limadza taqaddama ghayruhum?” Pemikiran Syakib Arslan dalam buku ini harus dipahami dalam konteks masanya, yakni masa kolonialisasi dunia Islam oleh Barat dan masa antara dua Perang Dunia I dan II (interwar). Beliau  geregetan melihat pudarnya semangat umat Islam meraih kejayaannya kembali, terutama dengan keluar dari penjajahan dan ketergantungan dari Barat, lalu membangun peradaban berdasarkan atas spirit Islam.

Arslan memulai dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan Islam meraih kebesaran dan kemajuan Islam di masa, sebelum kemudian menganalisis sebab-sebab kemunduran dan keruntuhannya. Setelah itu dia menawarkan jalan keluarnya.

Pertama, Arslan percaya kalau sumber kemajuan Islam “ada di dalam Islam itu sendiri”. Ini terbukti dari sejarah kemunculan Islam di semenanjung Arabia yg mampu menyatukan berbagai etnik dan ras yang ada di Arab, dan membawa mereka keluar dari barbarisme kepada peradaban, dari kekejaman kepada cinta dan simpati, dan menghapus politeisme dan merestorasi peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pada saat itu tidak ada kekuatan yang dapat mencegah perkembangan Islam ke segenap penjuru dunia, kecuali perpecahan dan perang saudara di antara mereka sendiri, seperti yang terjadi di akhir periode Usman bin Affan dan periode Ali bin Abi Thalib. Dan Islam pun mampu membangun peradaban dunia pada Abad Pertengahan dengan gemilang. Menurutnya, sebagian besar bagian dari kekuatan penginspirasi yang mengantarkan kemenangan dan capaian-capaian mereka itu pada masa dia telah hilang, walau jejaknya mungkin masih bisa dilacak. Spirit itu justru ada pada orang lain, terutama, saat itu, Eropa, Amerika dan Jepang.

Menurut Arslan, beberapa sebab kemunduran Islam itu adalah kebodohan, ilmu yang tanggung, kemalasan, lemahnya semangat berkorban, dan hilangnya etos kerja, dinamisme, kepercayaan diri dan keberanian.

Selain itu, dia juga menambahkan dua sebab lain, yakni ultra-modernisme dan  konservativisme. Dalam hal ini dia mengatakan: “Sebab utama lain dari kemunduran muslim adalah kekeraskepalaan buta mereka yang membuat mereka mempertahankan konvensi-konvensi usang. Sangat bahaya bagi sebuah bangsa adalah orang yang mengutuk semua yang lama sebagai absurd dan tidak bermanfaat, tanpa memberikan pemikiran kepada nilai intrinsiknya, hanya karena ia ‘lama’. Namun, yang bahayanya tidak kurang adalah orang yang muncul dari aliran konservatif yang ngeyel bahwa perubahan terlarang dalam semua hal. Dengan demikian, ‘ultra-modern’ yang canggih dan konvensionalis konservatif sama-sama menghancurkan Islam.”

Arslan mengkritik kaum muslim konservatif karena dia menganggap bahwa mereka melanggengkan kemiskinan dengan mereduksi Islam hanya berurusan dengan masalah akhirat.

Mereka juga dia tuduh memerangi ilmu-ilmu alam, matematika, dan semua seni kreatif, mengutuknya sebagai praktik orang-orang kafir. Ini menghindarkan muslim dari manfaat ilmu pengetahuan.

Lalu, bagaimana menggapai kemajuan?

Arslan menganjurkan kembali kepada nilai-nilai Islam karena umat Islam pernah berjaya dengan itu. Namun, Arslan juga menganjurkan umat Islam belajar dari Eropa dan Amerika, yang dia sebut musuh, dan Jepang dalam mencapai kemajuan. Inti sari ajaran Islam adalah bahwa manusia harus menggunakan akalnya sebaik-baiknya sebagai petunjuk yang membantunya berpikir dan setelah itu berserah diri kepada Allah terkait hasilnya.

Menurutnya, Islam pada hakekatnya adalah pemberontakan terhadap tradisi negatif dan buruk. Islam bukanlah agama pasif dan konservatisme yang statis, tapi agama yang aktif dan dinamik. Untuk kembali bangkit dan meraih kemajuan yang tinggi, Arslan menyarankan “jihad” dalam pengertian “pengorbanan” jiwa dan harta dalam membangun peradaban. Peradaban Barat dan peradaban maju mana pun, menurutnya, menerapkan jihad dalam pengertian ini juga. Untuk meraih ilmu pengetahuan, misalnya, bangsa-bangsa itu harus mengeluarkan dana dan sumberdaya yang besar.

Arslan meminta muslim melihat bagaimana Eropa pada masa itu mau berkorban untuk mencapai peradaban. Orang Eropa juga menjaga identitas mereka masing-masing. Ini untuk mengritik negeri-negeri Islam yang tidak mau berkorban untuk kemajuan, dan malah meniru identitas orang lain dan meninggalkan identitasnya sendiri.

“Contoh paling bagus adalah orang-orang Eropa. Pelajari mereka sebaik mungkin; kita tidak akan mendapati satu negara pun dari mereka yang ingin kehilangan identitas mereka menjadi orang lain.  Inggris tetap menjadi Inggris, Perancis tetap menjadi Perancis, dst.”

Dia meminta umat Islam belajar kepada Jepang. Sampai 1868 Jepang masih sama dengan bangsa-bangsa Timur tertinggal lainnya. Tetapi mereka bertekad untuk mengejar bangsa-bangsa maju, dan mulailah mereka mempelajari ilmu-ilmu Eropa. Mereka membangun industri seperti industri Eropa. Itulah mereka lakukan secara konsisten selama 50 tahun.

“Nah setiap umat Islam yang hendak bangkit dan menyusul bangsa-bangsa yang maju pun bisa melakukan hal itu sambil tetap berpegang teguh kepada agama. Seperti halnya bangsa Jepang, mereka mempelajari segala ilmu Eropa tanpa terkecuali namun tetap memegang teguh agama yang mereka yakini."

Dia lalu mengatakan bahwa hal itu harus menjadikan Alquran sebagai inspirasi, bukan aspirasi, untuk menggapai kemajuan: “Jika Muslim berusaha berdasarkan inspirasi dari Al-Quran mereka akan dapat mencapai derajat seperti orang-orang Eropa, Amerika, dan Jepang dalam belajar dan ilmu pengetahuan dan perkembangan. Namun, mereka dapat menjaga iman mereka, sebagaimana orang lain melakukan. Lebih lagi, jika kita menggali inspirasi dari Al-Quran, maka kita akan berkembang lebih baik daripada yang lain.”

Seruan menjadikan Al-Qur'an sebagai inspirasi sejalan dengan gerakan modernisme Islam yang lain. Hanya saja bagaimana metodologi pengambilan inspirasi dari Al-Qur'an masih absurd. Namun, bagaimanapun juga, kesediaannya untuk belajar kepada peradaban lain, seperti Barat dan Jepang, menunjukkan sikap keterbukaannya. Tapi keterbukaan yang ditawarkan adalah keterbukaan kritis dan berjarak, karena nilai utama yang dijadikan sumber inspirasi tetaplah nilai Islam dan Al-Qur'an. Di sinilah dia berupaya mempertahankan “ashalah” (otentisitas) dan sekaligus tidak anti pada “mu’asharah” (modernitas) dalam pemikiran dan gerakannya. 

Nah kata kunci dari kemunduran kaum muslim hingga saat ini adalah mereka jauh dari kitab suci Al-Qur’an. Dalam arti kaum muslim menjadikan kitab suci Al-Qur'an, sekadar ritual semata saja, dan tidak ada usaha untuk memahami kandungannya yang selanjutnya menjadikannya inspirasi dalam kehidupan sehari-hari. Padahal inspirasi apapun yang diinginkan oleh segenap kaum muslimin PASTI ada dalam Al-Qur'an. Wallahu a’lam bissawab.

Penulis: Sage al Banna, S.Ag., M.Pd.


oleh Choirul Anwar

BAB I

PENDAHULUAN

A.    LATAR  BELAKANG

Makna Pendidikan Islam secara khusus tidak dapat secara keseluruhannya disamakan dengan makna pendidikan secara umum. Pendidikan Islam dikenal dan diyakini oleh penganut agama Islam sebagai suatu kegiatan yang bersumber dari dogma ajaran Islam dengan nilai-nilai universal yang terkandung didalamnya yang senantiasa mempertimbangkan pengembangan fitrah manusia atau potensi-potensi yang dimiliki manusia selaku makhluk.

Untuk itu dalam sebuah lembaga pendidikan pasti terjadi pertumbuhan dan perkembangan, sama halnya dengan di pendidikan Islam. Dalam pendidikan Islam ada beberapa masa yaitu ada masa kejayaan, masa kemunduran dan ada pula masa pembaharuan.

Pengetahuan tentang sejarah pendidikan Islam di masa lalu sangatlah penting untuk ditelaah kembali sebagai rujukan dan pijakan dalam melaksanakan pendidikan di masa kini dan pada masa yang akan datang agar norma-norma dan nilai-nilai ajaran Islam tetap utuh selamanya.

Demikian untuk selanjutnya dalam makalah ini akan dijelaskan lebih lanjut tentang masa kemunduran pendidikan Islam.

B.     RUMUSAN MASALAH

1.      Apa pengertian sejarah dan pendidikan Islam?

2.      Bagaimana gejala-gejala kemundurn pendidikan Islam?

3.      Apa faktor penyebab kemunduran pendidikan Islam?

4.      Apa dampak dari kemunduran tersebut?

C.    TUJUAN MASALAH

1.      Mengetahui pengertian sejarah dan pendidikan Islam

2.      Mengetahui gejala-gejala kemunduran pendidikan Islam

3.      Mengetahui faktor penyebab kemunduran pendidikan Islam

4.      Mengetahui dampak dari kemunduran tersebut

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Sejarah Dan Pendidikan Islam

Kata sejarah berasal dari bahasa Arab, yaitu tarikh, sirah, atau ilmu tarikh. Secara bahasa (etimologi), sejarah berarti ketentuan masa, tanggal, atau waktu. Adapun ilmu tarikh berarti pengetahuan membicarakan penyebutan peristiwa dan sebab-sebab terjadinya peristiwa tersebut. Dalam bahasa inggris kata sejarah disebut history, yang berarti uraian secara tertib tentang kejadian-kejadian masa lampau (orderly description of past even). Dalam kamus besar bahasa indonesia, sejarah berarti silsilah, asal-usul (keturunan), kejadian yang benar-benar terjadi pada masa lampau.

Secara istilah (terminologi), kata sejarah berarti sejumlah keadaan dan peristiwa yang terjadi pada masa lampau dan benar-benar terjadi pada diri individu dan masyarakat sebagaimana terjadi pada kenyataan alam dan manusia. (Hasbullah, 1995: 1)

Dalam pengertian lain, sejarah juga mencakup perjalanan hidup manusia dalam mengisi perkembangan dunia dari masa ke masa. Karena sejarah memiliki makna dan nilai tersendiri, manusia dapat membuat sejarah sendiri dan sejarahpun membentuk manusia. (Depag RI, 2005: 1 )

Selanjutnya, pendidikan Islam menurut Zakiah Drajat (1995), lebih banyak diarahkan pada perbaikan sikap mental yang terwujud dalam amal perbuatan, baik bagi keperluan diri sendiri maupun orang lain, baik bersifat teoretis maupun praktis.

Adapun menurut A. Mustafa (1999: 11), pendidikan Islam yaitu proses bimbingan dari pendidik terhadap perkembangan jasmani, rohani dan akal peserta didik ke arah terbentuknya pribadi muslim yang baik. Hal ini dikarenakan pendidikan Islam dapat difungsikan untuk mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan hidup manusia (sebagai makhluk pribadi dan sosial) pada titik optimal kemampuannya untuk memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Dalam hal ini, pendidik sebagai sarana dalam membentuk kepribadian manusia seutuhnya sangat bergantung pada pemegang kebijakan dalam menentukan keberhasilan proses pendidikan yang telah berjalan di berbagai daerah, mulai sistem yang sederhana sampai menuju sistem pendidikan Islam yang modern (Armai Arief, 2005: 4).

Ahmad Tafsir (2005: 12) menegaskan bahwa ilmu pendidikan Islam adalah ilmu pendidikan yang berdasarkan Islam. Ilmu pendidikan Islam merupakan kumpulan  teori tentang pendidikan berdasarkan Islam.

Ilmu pendidikan Islam yang bercorak historis adalah ilmu Islam yang memfokuskan kajiannya pada data-data empiris yang dapat dilacak dalam sejarah, baik berupa karya tulis, peninggalan berupa lembaga pendidikan, maupun pendidikan dengan berbagai aspeknya.

Dari berbagai pengertian pendidikan Islam tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah proses bimbingan dari pendidik yang mengarahkan anak didiknya pada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan dan terbentuknya pribadi muslim yang baik.

Demikian berbagai pengertian sejarah dan pendidikan Islam untuk dapat dirumuskan pengertian sejarah pendidikan Islam sebagai berikut.

a.    Sejarah pendidikan Islam merupakan keterangan mengenai pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam dari waktu ke waktu sejak zaman lahirnya Islam hingga sekarang.

b.    Sejarah pendidikan Islam merupakan cabang ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam, baik dari segi ide dan konsepsi maupun segi institusi dan operasionalisasi sejak zaman  Nabi Muhammd SAW, sampai sekarang

Selanjutnya fokus dalam makalah ini akan dijelaskan lebih lanjut tentang masa kemunduran pendidikan Islam.

B.     Gejala-Gejala Kemunduran Pendidikan Islam

Sepanjang sejarahnya, sejak awal dalam pemikiran terlibat dua pola yang saling berlomba mengembangkan diri dan mempunyai pengaruh besar dalam pengembangan pola pendidikan ummat Islam. Kedua pola tersebut adalah pola pemikiran tradisional dan pola pemikiran rasional. Pada pola pemikiran tradisional ini selalu mendasarkan diri pada wahyu, yang kemudian berkembang menjadi pola pemikiran sufistis dan mengembangkan pola pendidikan sufi yang sangat memperhatikan aspek-aspek batiniyah dan akhlak atau budi pekerti manusia.

Pada masa jayanya pendidikan Islam, kedua pola pendidikan tersebut menghiasi dunia Islam, sebagai dua pola yang berpadu dan saling melengkapi. Akan tetapi ketika pola pemikiran rasional diambil alih oleh Eropa dan dunia Islam pun meninggalkan pola berfikir tersebut. Sehingga tinggal pemikiran sufistis yang sifatnya memang sangat memperhatikan kehidupan batin yang akhirnya mengabaikan dunia material. Dari aspek inilah dikatakan bahwa pendidikan dan kebudayaan Islam mengalami kemunduran. M. M Sharif dalam bukunya Muslim Thought, mengungkapkan bahwa gejala kemunduran pendidikan dan kebudayaan Islam tersebut sebagai berikut: “.....telah kita saksikan bahwa pikiran Islam telah melaksanakan satu kemajuan yang hebat dalam jangka waktu yang terletak diantara abad ke VIII dan abad ke XIII M ... kemudian kita memperhatikan hasil-hasil yang diberikan kaum muslimin kepada Eropa, sebagai satu perbekalan yang matang untuk menjadi dasar pokok dalam mengadakan pembangkitan Eropa (renaissence)”.

Dalam hal ini Fazlur Rahman, dalam bukunya Islam, menjelaskan tentang gejala-gejala kemunduran intelektual Islam adalah sebagai berikut:

Penutupan pintu ijtihad (yakni pemikiran yang rasional dan bebas) selama abad ke-4 H/10 M dan 5 H/11 M telah membawa kepada kemacetan umum dalam ilmu hukum dan ilmu intelektual. Ilmu-ilmu intelektual yakni teologi dan pemikiran keagamaan sangat mengalami kemunduran dan menjadi miskin karena pengucilan mereka yang disengaja dari intelektualisme sekuler dan karena kemunduran yang disebut terakhir ini khususnya filsafat, dan juga pengucilannya dari bentuk-bentuk pemikiran keagamaan seperti yang dibawa oleh sufisme.

Kehancuran total yang dialami oleh kota Bagdad dan Granada sebagai pusat pendidikan dan kebudayaan Islam, menandai runtuhnya sendi-sendi pendidikan dan kebudayaan Islam. Musnahnya lembaga-lembaga pendidikan dan semua buku-buku ilmu pengetahuan dari kedua pusat pendidikan dibagian Timur dan Barat dunia Islam, terutama dalam bidang intelektual dan material, tetapi tidak demikian halnya dalam bidang kehidupan batin atau spiritual.

C.    Faktor-faktor Penyebab Kemunduran Pendidikan Islam

Untuk menjelaskan penyebab kemunduran pendidikan Islam secara eksternal kita rujuk paparan al-Hasan, faktor-faktor tersebut adalah:

ü  Faktor ekologi dan alami, yaitu kondisi tanah dimana negara-negara Islam berada adalah gersang atau semi gersang. Kondisi ini juga rentan dari sisi pertahanan dari serangan luar. Demikian pula di tahun 1347-1349  terjadi wabah penyakit yang mematikan di Mesir, syiria dan Irak. Karena faktor ini penduduk tidak terkonsentrasi pada suatu kawasan tertentu dan kepada pendidikan.

ü  Perang salib yang terjadi dari tahun 1096-1270, dan serangan mongol dari tahun 1220-1300an. Perang salib menurut Bernand Lewis, “pada dasarnya merupakan pengalaman pertama imperialisme barat yang ekspansionis, yang dimotivasi oleh tujuan materi dengan menggunakan agama sebagai medium psikologisnya.

ü  Hilangnya perdagangan Islam internasional dan munculnya kekuatan barat. Pada tahun 1492 Granada jatuh dan secara kebetulan Columbus mulai petualangannya. Dalam mencari rute ke India ia menempuh jalur yang melewati negara-negara Islam. Pada saat yang sama Portugis juga mencari jalan ke Timur dan juga melewati negara-negara Islam. Disaat itu kekuatan ummat Islam baik di laut maupun di darat sudah memudar. Akhirnya pos-pos perdagangan itu dengan mudah dikuasai mereka.

Menurut Ibnu Khaldun faktor-faktor penyebab runtuhnya sebuah peradaban lebih bersifat internal daripada eksternal. Suatu peradaban dapat runtuh karena timbulnya materialisme, yaitu kegemaran penguasa dan masyarakat menerapkan gaya hidup malas yang disertai sikap bermewah-mewah. Sikap ini tidak hanya negatif tapi juga mendorong tindak korupsi dan dekadensi moral.

Selanjutnya diungkapkan oleh M. M Sharif, bahwa pikiran Islam menurun setelah abad ke XIII M dan terus melemah sampai abad ke XVIII M. Diantara sebab-sebab melemahnya pikiran Islam tersebut, antara lain dilukiskannya sebagai berikut:

Ø  Telah berkelebihan filsafat Islam (yang bercorak sufistis) Al-Ghazali di Timur dan berkelebihannya pula Ibnu Rusyd dalam memasukkan filsafat Islamnya (yang bercorak rasionalistis) ke dunia Islam barat. Sehingga Al-Ghazali dengan filsafat Islamnya menuju kerohanian hingga menghilang ke dalam tasawuf mendapat sukses di timur dan Ibnu Rusyd dengan filsafatnya yang bertentangan dengan Al-Ghazali dengan menuju ke jurang materialisme mendapat sukses di barat.

Ø  Ummat Islam, terutama pada pemerintahannya (khalifah, sultan, amir-amir) melalaikan ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang mana pada mulanya mereka memberi kesempatan untuk berkembang dan memperhatikan ilmu pengetahuan dengan memberikan penghargaan yang tinggi kepada para ahli ilmu pengetahuan. Namun pada masa ini mereka lebih mementingkan pemerintahan, begitu juga dengan para ahli ilmunya yang terlibat dalam urusan-urusan pemerintahan.

Ø  Terjadinya pemberontakan-pemberontakan yang dibarengi dengan serangan dari luar, sehingga menimbulkan kehancuran yang mengakibatkan berhentinya kegiatan pengenbangan ilmu pengetahuan di dunia Islam.

Itulah diantara atau beberapa faktor-faktor kemunduran pendidikan Islam baik dari segi eksternal maupun internal yang dapat saya amati.

D.    Dampak dari kemunduran

Dari beberapa faktor yang telah dipaparkan diatas yang pasti ada dampak yang terjadi baik terhadap ummat Islam itu sendiri dan terutama pada pendidikan yang mana dengan semakin ditinggalkannya pendidikan intelektual, maka semakin statis perkembangan kebudayaan Islam, karena daya intelektual generasi penerus sudah tidak mampu lagi untuk mengadakan kreasi-kreasi baru, bahkan telah menyebabkan ketidakmampuan untuk mengatasi persoalan-persoalan baru yang dihadapi.

Dalam bidang fiqh, yang terjadi adalah berkembangnya taqlid buta dikalangan ummat. Apa yang ada dalam kitab-kitab fiqh lama dianggapnya sebagai sesuatu yang sudah baku, mantap, benar dan harus diikuti serta dilaksanakan sebagaimana adanya. Dengan sikap hidup yang fatalistis tersebut, kehidupan mereka sangat statis.

Ketika ummat Islam mengalami kehancuran dan kemunduran dalam pendidikan terutama dalam bidang intelektual, maka pada waktu itu kehidupan sufi berkembang dengan pesat. Karena keadaan frustasi yang merata dikalangan ummat sehingga menyebabkan orang kembali kepada Tuhan (bersatu dengan Tuhan) sebagaimana diajarkan oleh para ahli sufi.

Kemunduran dan kemerosotan mutu pendidikan dan pengajaran juga nampak jelas pada sangat sedikitnya materi kurikulum dan mata pelajaran serta menyempitnya bidang-bidang ilmu pengetahuan umum di madrasah-madrasah. Sehingga kurikulum pada umumnya madrasah-madrasah terbatas hanya pada ilmu-ilmu keagamaan murni seperti Tafsir, Al-Qur’an, hadist, fiqh (termasuk ushul fiqh) dan ilmu kalam atau teologi bahkan dalam ilmu kalam pun masih ada madrasah-madrasah yang mencurigai.

Dengan materi yang sangat sederhana ternyata total buku yang harus dipelajari pun sangat sedikit. Begitupun dengan sistem pengajaran pada masa itu yang sangat berorientasi pada buku pelajaran sehingga sering terjadi pelajaran hanya memberikan komentar-komentar atau syarah terhadap buku-buku pelajaran yang dijadikan pegangan oleh guru tanpa ada pasokan pendapat sendiri dari guru tersebut.

Oleh karena itu perkembangan ilmu pengetahuan pada masa ini dapat dikatakan macet total. Keadaan yang demikian berlangsung selama masa kemunduran kebudayaan dan pendidikan Islam, sampai abad ke 12 H/ 18 M (1250-500 M). 1500 M

BAB III

PENUTUP 

A.    KESIMPULAN

Pada masa jayanya pendidikan Islam, ada dua pola pendidikan yang menghiasi dunia Islam, sebagai dua pola yang berpadu dan saling melengkapi, yaitu pola pemikiran tradisional dan pola pemikiran rasional. Akan tetapi ketika pola rasional diambil alih oleh Eropa dan dunia Islam pun meninggalkan pola berfikir tersebut. Sehingga tinggal pemikiran sufistis yang sifatnya memang sangat memperhatikan kehidupan batin yang akhirnya mengabaikan dunia material. Dari aspek inilah dikatakan bahwa pendidikan dan kebudayaan Islam mengalami kemunduran.

Faktor-faktor yng menyebabkan kemunduran pendidikan Islam yaitu:

a.       Faktor ekologi dan alami, yaitu kondisi tanah dimana negara-negara Islam berada adalah gersang atau semi gersang. Kondisi ini juga rentan dari sisi pertahanan dari serangan luar.

b.      Perang salib yang terjadi dari tahun 1096-1270 dan serangan mongol yang terjadi dari tahun 1220-1300an.

c.       Hilangnya perdagangan Islam internasional dan munculnya kekuatan barat.

d.      Suatu peradaban dapat runtuh karena timbulnya materialisme, yaitu kegemaran penguasa dan masyarakat menerapkan gaya hidup malas yang disertai sikap bermewah-mewah.

e.       Telah berkelebihan filsafat Islam (yang bercorak sufistis) Al-Ghazali di Timur dan berkelebihannya pula Ibnu Rusyd dalam memasukkan filsafat Islamnya (yang bercorak rasionalistis ke dunia Islam barat.

f.       Ummat Islam, terutama pada pemerintahannya (khalifah, sultan, amir-amir) melalaikan ilmu pengetahuan dan kebudayaan, mereka lebih mementingkan pemerintahan daripada pengetahuan dan banyaknya ilmuan yang terjun di pemerintahan.

g.      Terjadinya pemberontakan-pemberontakan yang dibarengi dengan serangan dari luar, sehingga menimbulkan kehancuran yang mengakibatkan berhentinya kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan.

Dari beberapa faktor yang telah dipaparkan diatas yang pasti ada dampak yang terjadi baik terhadap ummat Islam itu sendiri dan terutama pada pendidikan yang mana dengan semakin ditinggalkannya pendidikan intelektual, maka semakin statis perkembangan kebudayaan Islam, karena daya intelektual generasi penerus sudah tidak mampu lagi untuk mengadakan kreasi-kreasi baru, bahkan telah menyebabkan ketidakmampuan untuk mengatasi persoalan-persoalan baru yang dihadapi.

B.     SARAN

Semestinya, ummat di masa kini hendaknya menggali pengetahuan dan wawasan maju mundurnya pendidikan islam sepanjang sejarah. Kemudian, hendaklah merenungkan dan mencermatinya, lalu mengambil hikmahnya untuk dijadikan bahan perbandingan dalam membangun kemajuan pendidikan islam sekarang dan menuju masa depan.

Saya sebagai penulis sangat menyadari bahwa didalam makalah ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu saya mohon maaf. Dan saya sangat berharap atas kritikan dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan makalah yang akan datang.

MATERI BERIKUTNYA : PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM

DAFTAR PUSTAKA

Kodir,Abdul. 2015. Sejarah Pendidikan Islam. Bandung: CV Pustaka Setia.

Asrahah,Hanun. 1999. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu.

Zuhairini. 1997. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Zuhairini,dkk. 1994. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Asrahah,Hanun. 2001. Sejarah Pendidikan Islam. Ciputat: PT Logos Wacana Ilmu.

Rikisugi. 2011. Kemunduran Pendidikan Islam Dan Penyebabnya. http://ricky-diah.blogspot.com/2011/04/kemunduran-pendidikan-islam-dan.html. (27 April 2011)



Rikisugi, ”Kemunduran Pendidikan Islam Dan Penyebabnya”, diakses dari  http://ricky-diah.blogspot.com/2011/04/kemunduran-pendidikan-islam-dan.html, pada tanggal 22 Oktober 2019 pukul 10.00

Rikisugi, ”Kemunduran Pendidikan Islam Dan Penyebabnya”, diakses dari  http://ricky-diah.blogspot.com/2011/04/kemunduran-pendidikan-islam-dan.html, pada tanggal 22 Oktober 2019 pukul 10.00

Rikisugi, ”Kemunduran Pendidikan Islam Dan Penyebabnya”, diakses dari  http://ricky-diah.blogspot.com/2011/04/kemunduran-pendidikan-islam-dan.html, pada tanggal 22 Oktober 2019 pukul 10.00