Hadits tentang menghormati orang yang lebih tua diriwayatkan oleh siapa?

عن ابن عباس – رضي الله عنها – عن رسول الله r قال: «ليس منَّا من لم يوقِّر الكبير, ويرحم الصغير, ويأمر بالمعروف وينهى عن المنكر». [رواه أحمد والترمذي وابن حبان في صحيحه].

Dari Ibnu Abbas semoga Allah meridhai keduanya, dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, beliau berkata: “Bukan termasuk dari kami [1] orang yang tidak menghormati yang lebih tua[2], dan tidak menyayangi yang lebih kecil [3], serta orang yang tidak memerintah pada kebaikan dan mencegah perbuatan munkar”.  [HR Ahmad, at-Tirmidzi, dan Ibnu Hibban dalam shahihnya]

[1].اYang dimaksud dengan sabdanya: ‘Bukan termasuk dari kami’, adalah bukan termasuk orang yang mengikuti jalan kami secara sempurna.

[2]. Maksud dari perkataanya: ‘Orang yang tidak menghormati orang yang lebih tua’, yaitu tidak menunaikan haknya dengan memuliakan dan menghormati mereka.

[3]. Arti dari sabdanya: ‘Tidak menyayangi yang lebih kecil’, ialah berlaku lemah lembut kepada yang lebih kecil yaitu dengan membimbing dan mengajarinya, karena menghormati orang yang lebih besar, dan menyayangi orang yang lebih kecil, kemudian memerintahkan pada suatu kebaikan serta mencegah dari kejelekan termasuk sunnah para Nabi dan Rasul, sehingga barangsiapa yang enggan mengikuti petunjuk mereka maka mereka di katakan tidak termasuk meniti jalan para Nabi dan Rasul secara sempurna. Dan di dalam hadits ini menunjukkan atas keutamaan orang yang berbudi pekerti yang luhur seperti berakhlak yang mulia dan agung, serta adanya ancaman bagi yang berpaling dari itu semuanya.

Imam At-Tirmidzy rahimahullah berkata:

قَالَ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ مَعْنَى قَوْلِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- « لَيْسَ مِنَّا ». يَقُولُ : لَيْسَ مِنْ سُنَّتِنَا، يَقُولُ : لَيْسَ مِنْ أَدَبِنَا

“Berkata sebagian ulama bahwa makna sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam “Bukan termasuk golonganku” adalah “Bukan termasuk sunnah kami, bukan termasuk adab kami” (Sunan At Tirimidzy, 4/322)

dan dalam riwayat lainya dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيْرَنَا وَيُجِلَّ كَبِيْرَنَا فَلَيْسَ مِنَّا

“Barangsiapa yang tidak menyayangi orang yang lebih muda di antara kami dan tidak mengerti hak orang yang lebih tua maka dia bukan termasuk golongan kami.” [HR Bukhari dalam kitab Adabul Mufrad].

Kedua hadits tersebut menunjukkan perintah untuk kita menjaga hak yang lebih tua yaitu menghormati orang yang lebih tua dan menjaga hak yang lebih muda daripada kita yaitu hak menyayanginya. Maka dari itu hendaklah kita berusaha untuk menjadikan akhlak mulia ini terpatri dalam diri kita.

Dalam kesempatan yang lain beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُزَحْزَحَ عَنِ النَّارِ وَيَدْخُلَ الْجَنَّةَ فَلْتَأْتِهِ مَنِيَّتُهُ وَهُوَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَلْيَأْتِ إِلَى النَّاسِ الَّذِى يُحِبُّ أَنْ يُؤْتَى إِلَيْهِ

“Barangsiapa yang senang (ingin) dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga maka hendaklah ajal menjemputnya sedang ia dalam keadaan beriman kepada Allah dan hari akhir, dan ia memperlakukan orang lain dengan sesuatu (adab) yang ia senang apabila dirinya diperlakukan demikian” (HR. Muslim, dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash radhiyallahu ‘anhu)

Apabila kita senang dihormati oleh orang yang lebih muda, maka hendaknya kita juga berusaha menghormati orang yang lebih tua.

Demikian pula Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ جِبْرِيلَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَنِي أَنْ أُكَبِّرَ

“Jibril shallallahu ‘alaihi wasallam telah menyuruhku untuk mendahulukan orang-orang yang lebih tua” (HR. Ahmad, dan dishahihkan Syeikh Al Albany dalam Silsilah Al Ahaadiits Ash Shahiihah, no.1555, dengan keseluruhan sanad-sanadnya)

Keutamaan menghormati orang yang lebih tua juga tercantum dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

إِنَّ مِنْ إِجْلَالِ اللَّهِ إِكْرَامَ ذِي الشَّيْبَةِ الْمُسْلِمِ

“Sesungguhnya termasuk mengagungkan Allah adalah menghormati orang muslim yang sudah tua” (HR. Abu Dawud, dari Abu Musa Al Asy’ary radhiyallahu ‘anhu, dihasankan Syeikh Al Albany).

Para pendahulu dan suri teladan kita dari kalangan salaf sangatlah memperhatikan adab yang satu ini, mereka begitu menghormati terhadap yang orang yang lebih tua meskipun umurnya hanya selisih satu hari atau satu malam.

Berkata Samurah bin Jundub radhiyallahu ‘anhu:

لَقَدْ كُنْتُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- غُلاَمًا فَكُنْتُ أَحْفَظُ عَنْهُ فَمَا يَمْنَعُنِى مِنَ الْقَوْلِ إِلاَّ أَنَّ هَا هُنَا رِجَالاً هُمْ أَسَنُّ مِنِّى

“Sungguh aku dahulu di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang anak, dan aku telah menghafal (hadist-hadist) dari beliau, dan tidaklah menghalangiku untuk mengucapkannya kecuali karena disana ada orang-orang yang lebih tua daripada diriku” (Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya)

Malik bin Mighwal rahimahullah berkata:

كُنْتُ أَمْشِيْ مَعَ طَلْحَةَ بْنِ مُصَرِّفٍ ، فَصِرْنَا إِلَى مَضْيَقٍ فَتَقَدَّمَنِيْ ثُمَّ قَالَ لِيْ : « لَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ أَنَّكَ أَكْبَرُ مِنِّيِ بِيَوْمٍ مَا تَقَدَّمْتُكَ »

“Dahulu aku berjalan bersama Thalhah bin Musharrif, sampailah kami ke sebuah jalan sempit, maka beliaupun mendahuluiku, seraya berkata kepadaku: Seandainya aku mengetahui bahwa engkau lebih tua satu hari daripada aku niscaya aku tidak akan mendahuluimu” (Diriwayatkan oleh Al-Khathiib Al Baghdaady dalam Al Jaami’ li Akhlaaqi Ar Raawii wa Aadaabi As Saami’, no: 249)

Ya’qub bin Sufyan rahimahullah bercerita:

بَلَغَنِيْ أَنَّ الْحَسَنَ وَعَلِيًّا ابْنَيْ صَالِحٍ كَانَا تَوْأَمَيْنِ، خَرَجَ الْحَسَنُ قَبْلَ عَلِيٍّ ، فَلَمْ يُرَ قَطْ الْحَسَنُ مَعَ عَلِيٍّ فِيْ مَجْلِسٍ إِلَّا جَلَسَ عَلِيٌّ دُوْنَهُ ، وَلَمْ يَكُنْ يَتَكَلَّمُ مَعَ الْحَسَنِ إِذَا اجْتَمَعَا فِيْ مَجْلِسٍ

“Telah sampai kepadaku kabar bahwa Al Hasan dan Ali, anaknya Shalih, adalah dua anak yang kembar; Al Hasan lahir sebelum Ali. Tidaklah Al Hasan dan Ali duduk bersama di sebuah majelis kecuali Ali duduk lebih rendah daripada Al Hasan; dan tidaklah Ali berbicara ketika Al Hasan berbicara apabila keduanya berada dalam satu majelis” (Diriwayatkan oleh Al-Khathiib Al Baghdaady dalam Al Jaami’ li Akhlaaqi Ar Raawii wa Aadaabi As Saami’, no: 252)

Diantara contoh adab yang patut diamalkan terhadap orang yang lebih tua:

1. Menempatkannya di tempat yang layak ketika di sebuah majelis. 2. Tidak terlalu banyak guyon kepadanya.. 3. Menyambut kedatangannya dengan ucapan yang baik. 4. Berusaha tidak duduk di tempat yang lebih tinggi daripada tempat duduknya. 5. Tidak menyelonjorkan kaki di hadapannya. 6. Mendengarkan apabila beliau sedang berbicara. 7. Tidak memotong ucapannya ketika sedang berbicara. 8. Memanggilnya dengan panggilan yang terhormat yang sesuai dengan kedudukan beliau seperti bapak, ustadz, dokter, professor, mas, mbah dan lain-lain. 9. Mendahulukannya ketika makan, minum dan lain-lain.

10.Lebih dahulu mengucap salam, menyapa, dan berjabat tangan.

SETIAP Muslim dan muslimat, muda maupun tua, harus menghormati ulama, orang yang lebih tua, dan orang baik dalam situasi dan kondisi apa pun, terutama dalam menjadi imam shalat dan sebagainya. Juga dalam mempersilakan mereka di saf pertama di belakang imam. Begitu juga dalam berbicara, bermusyawarah, dan berdiskusi mengenai berbagai masalah dan kepentingan publik, menguburkan orang meninggal, tempat duduk, mengisi saf shalat, serta memberikan bantuan dan pertolongan. Semua tersebut termasuk adab, ajaran, akhlak, dan etika pergaulan Islam.

Allah Swt. berfirman, Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran (QS Al Zumar [39]: 9).

Shalat dan musyawarah membutuhkan ilmu para ulama dan pendapat para ahli. Tentang prioritas menjadi imam, misalnya, Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Mas’ud Uqbah bin Amru Al-Badri Al-Anshari r.a. bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Orang yang layak menjadi imam adalah yang paling baik bacaan Al-Qurannya. Bila bacaan Al-Quran mereka sama maka yang menjadi imam adalah yang paling mengetahui hadis. Bila pengetahuan mereka tentang hadis itu sama maka yang menjadi imam adalah yang paling dahulu hijrah. Bila hijrah mereka itu sama maka yang menjadi imam adalah yang paling tua. Hendaknya seseorang tidak mengimami orang lain dalam wilayah kekuasaannya. Tidak pula duduk di rumahnya sebagai tempat kehormatan baginya tanpa seizin darinya.” Yang dimaksud “kekuasaannya” dalam hadis ini adalah wilayahnya atau tempat khusus baginya. Sementara itu, yang dimaksud “kehormatannya adalah tempat yang disediakan khusus untuknya, seperti kasur dan tempat tidur.

Orang tua dan orang baik didahulukan di saf pertama dalam shalat. Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Masd Al-Badri berkata, “Rasulullah Saw. memegang pundak kami ketika shalat seraya bersabda, ‘Rapikan dan jangan bengkok sebingga hari kalian menjadi tidak karuan. Hendaklah orang-orang cerdas di antara kalian berada di belakangku, kemudian orang di bawah mereka, kemudian di bawah mereka lagi.”

Dalam hadis muttafaq ‘alaih Nabi Muhammad Saw. bersabda kepada Abdul Rahman bin Sahl ketika berbicara tentang Aiman Qasamah, yaitu kaum baru, “Tuakanlab, tuakanlah. Maksudnya, biarkan yang paling tua berbicara. Selain itu, beliau juga pernah bersabda kepada Ibnu Umar, sebagaimana diriwayatkan Imam Muslim, tentang mendahulukan yang sering bersiwak, “Thakanlah. Kemudian, diserahkanlah kepada yang paling tua.

Ketika para syuhada Uhud dikebumikan, Imam Bukhari meriwayatkan dari Jabir r.a. bahwa Nabi Muhammad Saw. mengumpulkan dua syahid dalam satu (kuburan). Beliau bersabda, “Manakah di antara keduanya yang paling banyak bafal Al-Quran?” Siapa yang ditunjuk, ialah yang lebih dulu dimasukkan ke liang lahat.

Allah Swt. menghormati dan menyayangi orang-orang tua dengan rahmat dan karunia Nya. Imam Abu Dawud meriwayatkan hadis basan dari Abu Musa ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya salah satu bentuk mengagungkan Allah adalah menghormati Muslim yang beruban, pembawa Al-Quran yang tidak ekstrim dan tidak pula keras terhadapnya, serta memuliakan pemimpin yang adil.” Hadis ini berisi anjuran menghormati orang yang lebih tua, penghafal Al-Quran, dan pemimpin yang adil.

Islam berpesan kepada segenap manusia bahwa dalam interaksi sosial, kita harus menghormati dan menghargai orang yang lebih tua. Selain itu, kita harus memperlakukan mereka secara terhormat dan khusus, karena kerentaan dan kewibawaan mereka. Imam Abu Daud dan Imam Tirmidzi meriwayatkan hadis hasan shabih dari Amru bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya r.a. bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Bukan termasuk golongan kami siapa saja yang tidak menyayangi anak kecil, dan tidak mengenal kemuliaan orang tua.”Hadis ini menjelaskan perhatian terhadap orang-orang yang membutuhkan, termasuk mencintai yang kecil dan menghormati yang dewasa.

Imam Abu Daud meriwayatkan bahwa Aisyah r.a. pernah dihampiri peminta-minta. Maka, ia memberinya kisrah. Ia juga pernah didatangi seseorang dengan pakaian lusuh maka ia mempersilakannya makan. Ditanya mengapa begitu, in berkata, “Rasulullah Saw. bersabda, Posisikan orang lain sesuai kedudukan mereka.” Hadis ini berisi anjuran memperhatikan kedudukan dan posisi orang lain.

Hidup ini ibarat pelaksanaan hukum qishash. Barang siapa menghormati yang muda dan santun kepada yang tua, Allah Swt. akan menjadikannya dihormati orang lain. Imam Tirmidzi meriwayatkan hadis hasan gharib dari Anas r.a. bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Pemuda yang menghormati orang tua karena melihat umurnya, Allah akan mengirimkan orang yang menghormatinya di usia seperti itu.”

Dalam sebuah riwayat dijelaskan bahwa orang lebih tua harus diprioritaskan, atau yang lebih berilmu, atau yang lebih hafal Al-Quran. Adapun di luar ilmu, mendahulukan yang lebih muda tidak dihukumi makruh. Sebuah hadis muttafaq ‘alaih dari Abu Sa’id Sumrah bin Jundub r.a. berkata, “Di masa Rasulullah Saw, aku masih kecil. Ketika itu, aku sangat melindunginya. Tidak ada yang mencegahku untuk berbicara, padahal ada beberapa orang yang lebih tua usianya dariku.”

Diambil dari Buku Akhlak Muslim karya Prof. DR. Wahbah Az-Zuhaili

(DM)