Dalil yang menjelaskan tentang kewajiban membaca al-quran dengan tajwid adalah

Firman Allah SWT,  Artinya: “Dan bacalah Al-Qur’an itu dengan tartil ”[QS:Al-Muzzammil (73): 4].

Ayat ini jelas menunjukkan bahwa Allah SWT memerintahkan Nabi SAW untuk membaca Al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dengan tartil, yaitu memperindah pengucapan setiap huruf-hurufnya (bertajwid). Firman Allah SWT yang lain, Artinya: “Dan Kami (Allah) telah bacakan (Al-Qur’an itu) kepada (Muhammad SAW.) secara tartil” [Q.S. Al-Furqaan (25): 32].

Dalam hadits yang diriwayatkan dari Ummu Salamah r.a.

(istri Nabi SAW), ketika beliau ditanya tentang bagaiman bacaan dan sholat Rasulullah SAW, maka beliau menjawab: Artinya: “Ketahuilah bahwa Baginda SAW sholat kemudian tidur yang lamanya sama seperti ketika beliau sholat tadi, kemudian Baginda kembali sholat yang lamanya sama seperti ketika beliau tidur tadi, kemudian tidur lagi yang lamanya sama seperti ketika beliau sholat tadi hingga menjelang shubuh. Kemudian dia (Ummu Salamah) mencontohkan cara bacaan Rasulullah SAW dengan menunjukkan (satu) bacaan yang menjelaskan (ucapan) huruf hurufnya satu persatu.” (Hadits 2847 Jami' At-Tirmizi). 

Dalam hadits yang diriwayatkan dari Abdullah Ibnu ‘Amr, Rasulullah SAW bersabda: Artinya: “Ambillah bacaan Al-Qur’an dari empat orang, yaitu: Abdullah Ibnu Mas’ud, Salim, Mu’az bin Jabal dan Ubai bin Ka’ad.” (Hadits ke 4615 dari Sahih Al-Bukhari).

3.  Dalil dari Ijma’ Ulama. 

Telah sepakat para ulama sepanjang zaman sejak dari zaman Rasulullah SAW sampai sekarang dalam menyatakan bahwa membaca Al- Qur’an secara bertajwid adalah suatu yang fardhu dan wajib. Pengarang kitab Nihayah menyatakan: “Sesungguhnya telah ijma’ (sepakat) semua imam dari kalangan ulama yang dipercaya bahwa tajwid adalah suatu hal yang wajib sejak zaman Nabi SAW sampai dengan sekarang dan tiada seorangpun yang mempertikaikan kewajiban ini.”

Ilmu tajwid adalah ilmu yang mempercayai panjang pendeknya huruf yang dibaca di dalam Al-Qur’an. Membaca Al-Qur’an merupakan salah satu kewajiban seorang Muslim yang taat.

Namun bagaimana hukum membaca Al-Quran dengan tajwid dan mempelajari ilmu tajwid?

Mengenai hal ini masih terdapat beberapa perbedaan pendapat diantara para ulama, namun sebagian besar ulama mewajibkan untuk mempelajari ilmu tajwid agar bisa membaca Al-Qur’an dengan lebih baik lagi.

Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT, “…dan bacalah Al Qur’an itu dengan tartil.” (Al Muzzammil: 4)

“Dan kami membacanya dengan tartil (teratur dengan benar).” (Al Furqan: 32)

Tartil adalah membaca huruf dengan baik dan mengerti tempat dimana akan berhenti membaca.

Baca juga:

Allah juga kembali berfirman, “Orang-orang yang telah kami berikan Al Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. Dan barangsiapa yang ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” (Al Baqarah: 121)

Begitu pula dengan beberapa hadits yang menunjukkan keutamaan dari membaca Al-Qur’an dengan ilmu tajwid.

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu ketika ditanya bagaimana bacaan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, maka beliau menjawab bahwa bacaan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam itu dengan panjang-panjang kemudian dia membaca “Bismillahirrahman arrahiim” memanjangkan (bismillah) serta memanjangkan (ar rahmaan) dan memanjangkan ar rahiim.” (HR. Bukhari)

Rasul juga menganjurkan untuk mempelajari cara membaca Al-Qur’an dari orang tertentu yang bacaannya dianggap lebih baik dibandingkan dengan bacaan para sahabat Muslim lainnya.

Baca juga:

Dari Abdullah bin Amr bin Ash berkata, telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Mintalah kalian bacaan Al Qur’an dari Abdullah bin Mas’ud, Salim Maula Abi Hudzaifah, Ubay bin Ka’ab, Mu’adz bin Jabal.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Diriwayatkan oleh Sa’id bin Mansur ketika Ibnu Mas’ud menuntun seseorang membaca Al Qur’an. Maka orang itu mengucapkan:

“Innamash shadaqatu lil fuqara-i wal masakin.”

Dengan meninggalkan bacaan panjangnya, maka Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu katakan,

“Bukan begini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membacakan ayat ini kepadaku.” Maka orang itu jawab, “Lalu bagaimana Rasulullah membacakan ayat ini kepadamu wahai Abu Abdirrahman?” Maka beliau ucapkan:

“Innamash shadaqaatu lil fuqaraa-i wal masaakiin.”

Dengan memanjangkannya. (HR. Sa’id bin Mansur)

Begitu pula dengan beberapa ulama yang menganjurkan untuk membaca Al-Qur’an dengan menggunakan ilmu tajwid.

Baca juga:

Fatwa Ibnu Al Jazary

Tidak diragukan lagi bahwa mereka itu beribadah dalam upaya memahami Al Qur’an dan menegakkan ketentuan-ketentuannya, beribadah dalam pembenaran lafadz-lafadznya, menegakkan huruf yang sesuai dengan sifat dari ulama qura’ yang sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. (Annasyr 1/210)

Fatwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah

Adapun orang yang keliru yang kelirunya itu tersembunyi (kecil) dan mungkin mencakup qira’at yang lainnya, dan ada segi bacaan di dalamnya, maka dia tidak batal shalatnya dan tidak boleh shalat di belakangnya seperti orang yang membaca “as sirath” dengan ‘sin’, pergantian dari “ash shirath, karena itu qira’at yang mutawatir. (Majmu’ Fatawa 22/442 dan 23/350)

Fatwa Asy Syaikh Makki Nashr

Telah sepakat seluruh umat yang terbebas dari kesalahan tentang wajibnya tajwid mulai zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sampai zaman sekarang ini dan tidak ada seorang pun yang menyelisihi pendapat ini. (Nihayah Qaul Mufid hal. 10)

Baca juga:

Fatwa Syaikh Nashiruddin Al Albany

Ketika ditanya tentang perkataan Ibnul Jazary tersebut di atas, maka beliau mengatakan kalau yang dimaksud itu sifat bacaannya di mana Al Qur’an itu turun dengan memakai tajwid dan dengan tartil maka itu adalah benar, tapi kalau yang dimaksud cuma lafadz hurufnya maka itu tidak benar. (Al Qaulul Mufid fii Wujub At Tajwid, hal. 26)

Itulah beberapa penjelasan mengenai hukum mempelajari ilmu tajwid. Ilmu tajwid sangat dianjurkan untuk dipelajari agar bacaan kita jadi lebih baik. Demikianlah artikel yang singkat ini.

Semoga artikel ini bermanfaat dan menambah wawasan dan keimanan kita kepada Allah SWT. Aamiin.

fbWhatsappTwitterLinkedIn

Alquran sebagai  kalam Ilahi merupakan bacaan mulia yang menjadi pedoman bagi umat manusia membedakan mana yang benar dan batil. Hal tersebut menjadikan bagi setiap pembaca Alquran untuk membacanya sesuai dengan kaidah yang telah ditentukan atau tidak asal-asalan saat membacanya.

Dalam firman Allah SWT pada surat Al Muzzammil ayat 4 disebutkan:اَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْاٰنَ تَرْتِيْلًاۗ

“Atau lebih dari (seperdua) itu, dan bacalah Alquran itu dengan perlahan-lahan.”

Ibnu Katsir mengatakan dalam kitab tafsirnya Al-Qur’an al-Azhim yang dimaksud membaca Alquran dengan tartil yaitu “bacalah Alquran degan perlahan, sebab itu akan membantu dalam memahami dan merenunginya.”

Menurut KH Ahmad Fathoni, salah satu Ulama pakar qiraat sab’ag dan ilmu rasm Utsmani berpendapat dalam bukunya Metode Maisuro, yang dimaksud dengan “perlahan-lahan” dalam ayat tersebut yaitu “membaca Alquran dengan tartil yang unggul”. Tak hanya diperintahkan untuk membaca dengan “tartil”, namun harus dengan “tartil yang benar-benar berkualitas”.

Dalam kitab Hidâyatul Qâri ilâ Tajwidi Kalâmil Bâriy karya ‘Abdul Fattah As Sayyid ‘Ajami Al Marsafi mengutip perkataan dari Ali bin Abi Thalib bahwa yang dimaksud dengan tartil yaitu:تجويد الحروف ومعرفة الوقوف

“Membaguskan bacaan huruf-huruf Alquran dan mengetahui hal ihwal waqaf”.

Oleh karenanya, untuk dapat membaca Alquran dengan tartil, harus melalui kaidah-kaidah atau cara-cara yang telah disusun para ulama tajwid. Sehingga seseorang bisa membacanya dengan fasih dan benar.

Apabila seseorang membaca Alquran tanpa ilmu tajwid maka dikhawatirkan akan terjadi kesalahan serta dapat mengubah makna ayat Alquran yang dibacanya.

Maka tidak heran jika Ibnu Al Jazari berpendapat bahwa membaca Alquran dengan tajwid adalah kewajiban bagi setiap Muslim. Hal ini tersebut merupakan penjagaan terhadap keaslian Alquran. Lebih jelasnya beliau mengatakan dalam Manzhumah Al-Jazariyyahnya:

“Membaca Alquran dengan bertajwid hukumnya wajib. Siapa yang membacanya dengan tidak bertajwid maka dia berdosa, karena dengan tajwidlah Allah SWT menurunkan Alquran dan dengan tajwid pula Alquran sampai dari-Nya  kepada kita.”

Adapun yang perlu diperhatikan adalah bagaimana hukum mempelajari tajwid dan hukum membaca Alquran dengan menggunakan tajwid? Apakah keduanya memiliki hukum yang sama?

Merujuk pada pendapat dari Ibnu Jazari dalam Nazhamnya yang terkenal:والأخذ بالتجويد حتم لازممن لم يجوّد القرآن ءاثم

“Membaca Alquran bertajwid adalah wajib # dan berdosa bagi pembaca yang tidak bertajwid.”

Berdasarkan pendapat Ibnu Jazari di atas, hukum membaca Alquran dengan tajwid serta tartil adalah fardhu ain bagi setiap umat Muslim.

Selanjutnya perlu diperhatikan bahwa hukum mempelajari ilmu tajwid terbagi menjadi dua. Pertama, hukumnya sunnah bagi masyarakat umum. Kedua, hukumnya fardhu ain bagi masyarakat khusus (dalam hal ini bagi orang yang belajar mengajar Alquran).

Karenanya di setiap kota atau daerah harus ada sekelompok orang yang mempelajari ilmu tajwid dan mengajarkan kepada masyarakat. Jika tidak ada satu orangpun yang mempelajari ilmu tajwid di daerah tersebut, maka seluruh penduduknya berdosa.

Hal ini juga diperkuat dengan pendapat Âtiyah Qâbil Nasr dalam kitabnya Ghâyatul Murîd ‘Ilmit-Tajwid, bahwa hukum tersebut disandarkan pada firman Allah SWT dalam surat At Taubah ayat 122: وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُوْنَ لِيَنْفِرُوْا كَاۤفَّةًۗ فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَاۤىِٕفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوْا فِى الدِّيْنِ وَلِيُنْذِرُوْا قَوْمَهُمْ اِذَا رَجَعُوْٓا اِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُوْنَ ࣖ

“Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya.”

Sudah kewajiban bagi setiap Muslim untuk membiasakan diri berinteraksi dengan Alquran. Baik itu membaca, menghafal, mengkaji kandungan maknanya bahkan mengamalkan isi kandungan Alquran tersebut. 

Karena membaca Alquran bernilai ibadah di sisi Allah. Allah memberikan pahala bagi siapa saja yang membaca Alquran pada setiap hurufnya. Dalam kitab Riyadh as-Shalihin, salah satu hadits yang diriwayatkan Imam Tirmidzi bahwa Rasulullah SAW bersabda: عن ابن مسعودٍ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ رسولُ اللهِ – صلى الله عليه وسلم: «مَنْ قَرَأ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللهِ فَلَهُ حَسَنَةٌ، وَالحَسَنَةُ بِعَشْرِ أمْثَالِهَا، لاَ أقول: ألم حَرفٌ، وَلكِنْ: ألِفٌ حَرْفٌ، وَلاَمٌ حَرْفٌ، وَمِيمٌ حَرْفٌ». رواه الترمذي، وقال: «حديث حسن صحيح». “Dari Ibnu Mas’ud RA, katanya, “Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang membaca sebuah huruf dari Kitabullah -yakni Alquran, maka dia memperoleh satu kebaikan, sedang satu kebaikan itu akan dibalas dengan sepuluh kali lipat yang seperti itu. Saya tidak mengatakan bahwa Alif lam mim itu satu huruf, tetapi alif adalah satu huruf, lam satu huruf dan mim juga satu huruf.” (HR Tirmidzi) Menurut Timirdzi hadis hasan sahih.

(Isyatami Aulia/ Nashih)