Jelaskan 4 dampak negatif dari perundingan Roem Royen

Jakarta -

Konferensi Meja Bundar (KMB) adalah sebuah upaya diplomasi Indonesia untuk merdeka dari Belanda. Konferensi ini diadakan di Kota Den Haag, Belanda pada 23 Agusus-2 November 1949.

Mulanya, KMB adalah tindak lanjut dari isi Perjanjian Roem-Royen. Perjanjian itu hadir berkat dorongan rakyat Indonesia dan tekanan dunia internasional agar Indonesia bisa bebas dari Belanda. Baik dari pihak Indonesia maupun Belanda mengirimkan perwakilannya dalam konferensi ini.

Menurut Buku Indonesia Abad ke-20 II: Dari Perang Kemerdekaan Pertama sampai Pelita III oleh Moejanto, delegasi Indonesia dipimpin oleh Drs. Mohammad Hatta, delegasi BFO (Bijeenkomst voor Federal Overleg) atau Badan Musyawarah negara-negara Federal dipimpin oleh Sultan Hamid II, delegasi Belanda dipimpin Mr. Johan van Maarseveen, dan UNCI (United Nations Commissions for Indonesia) dipimpin oleh Tom Chritchley.

Perundingan selama hampir 3 bulan itu menghasilkan tiga poin. Dikutip dari buku Sejarah Paket C Kelas 10 oleh Kemendikbud, hasil Konferensi Meja Bundar adalah sebagai berikut:

1. Indonesia menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Belanda akan menyerahkan kedaulatan kepada RIS pada akhir Desember 19492. RIS dan Belanda akan tergabung dalam Uni Indonesia-Belanda

3. Masalah Irian Barat akan diselesaikan setahun setelah pengakuan kedaulatan

Nampaknya, perjanjian ini memberikan hasil yang positif dan negatif bagi Bangsa Indonesia. Menurut Modul Sejarah PJJ Kelas 9 oleh Kemendikbud, berikut dampak positif dan negatif Konferensi Meja Bundar bagi Indonesia.

Dampak Positif Konferensi Meja Bundar bagi Indonesia

  • Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia
  • Belanda menarik tentara Belanda di Indonesia secara keseluruhan
  • Berhentinya konflik militer antar Belanda-Indonesia
  • Belanda secara terbuka mengaku kemerdekaan Indonesia.
  • Indonesia melakukan pembangunan besar-besaran
  • Kapal perang Belanda ditarik dari Indonesia namun tetap diserahkan kepada Republik Indonesia Serikat (RIS)

Dampak Negatif Konferensi Meja Bundar bagi Indonesia

  • Indonesia berbentuk serikat yakni Republik Indonesia Serikat (RIS). Hal ini menyebabkan cita-cita negara demokrasi tidak terlaksana.
  • Indonesia menjadi terpecah-pecah ke dalam negara bagian, yaitu Negara Indonesia Timur, Negara Jawa Timur, Negara Pasundan dan Jakarta, Negara Sumatra Timur, Negara Sumatra Selatan, Jawa Tengah, dan lainnya.
  • Masih berbentuk RIS, menandakan Indonesia masih sebuah negara bagian dari pemerintah Belanda.
  • Seluruh utang Belanda dari tahun 1942 sepenuhnya menjadi tanggung jawab Indonesia
  • Penyelesaian masalah Irian Barat tertunda

Demikian dampak positif dan negatif dari Konferensi Meja Bundar bagi Indonesia. Semoga membantu, detikers!

Simak Video "Jelang KMB Tatap Muka di Subang, Para Guru di Tes Swab"


[Gambas:Video 20detik]
(pal/pal)

Perjanjian Roem Royen adalah suatu perjanjian antara Indonesia dengan Belanda yang dimulai pada 14 April 1949 hingga ditandatangani pada 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta. Dikenal juga dengan nama Perundingan Roem  Roijen yang diambil dari nama kedua pemimpin delegasi, Mohammad Roem dan Herman van Roijen. Diadakannya perundingan ini adalah untuk dapat menyelesaikan sejumlah masalah yang muncul mengenai kebebasan Indonesia sebelum Konferensi Meja Bundar di Den Haag di tahun yang sama. Serangan yang dilakukan Belanda setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan seperti peristiwa agresi militer Belanda 2 dan dampak perjanjian Linggarjati membuat Belanda terkesan tidak rela Indonesia merdeka.

Tindakan Belanda mendapat kecaman keras dari dunia internasional dan membuahkan tekanan agar Belanda menggelar perundingan dengan Indonesia. Perjanjian Roem Royen berlangsung alot dan berlarut – larut. Indonesia berkeras untuk pengembalian pemerintahan RI ke Yogyakarta sebagai satu – satunya jalan agar berlanjut ke perundingan berikutnya. Sementara Belanda berkeras agar gerilya dihentikan. Kedua pihak tidak bisa langsung menemukan kata sepakat sehingga harus menghadirkan Bung Hatta dari pengasingannya di Bangka, juga kehadiran Sri Sultan Hamengkubuwono IX dari Yogyakarta.

Hasil Perundingan Roem Royen

Latar belakang perjanjian Roem Royen diawali dari serangan Belanda kepada Indonesia pasca kemerdekaan yang disebut agresi militer Belanda I dan II. Selain menyerbu Yogyakarta, Belanda juga menawan beberapa pemimpin Indonesia sebagai tahanan politik. Belanda juga menyebarkan propaganda bahwa tentara Indonesia sudah hancur sehingga dikecam oleh dunia internasional.  Tekanan dari luar negeri yang bertubi – tubi akhirnya membuat Belanda kembali bersedia berunding.

Seminggu setelah perundingan berlangsung terjadi penghentian karena Van Royen memberi penafsiran bahwa Belanda akan kembali memulihkan pemerintahan setelah para pemimpin Indonesia memberi perintah untuk menghentikan gerilya, bekerja sama dalam pemulihan perdamaian dan memelihara ketertiban serta keamanan. Perundingan kemudian dilanjutkan pada tanggal 1 Mei karena tekanan dari AS yang menjanjikan bantuan ekonomi setelah Belanda menyerahkan kedaulatan. Jika tidak, AS tidak akan memberikan bantuan apapun kepada Belanda.

Dalam perjanjian Roem Royen, Indonesia diwakili oleh Mohammad Roem dan beberapa anggota lain seperti Ali Sastroamijoyo, Dr. Leimena, Ir. Juanda, Prof. Supomo dan Latuharhary. Pihak Belanda diwakili oleh Dr. J. Herman van Royen dan anggota Blom, Jacob, dr. Van, dr. Gede, Dr. P.J. Koets, van Hoogstratendan serta Dr. Gleben. Pihak mediator atau penengah berasal dari UNCI (United Nations Commision for Indonesia) diketuai Merle Cochran dari AS. Hasil dari perundingan Roem Royen yaitu:

  • Angkatan bersenjata RI harus menghentikan semua aktivitas gerilya yang dilakukan.
  • Pemerintah RI akan hadir pada sejarah Konferensi Meja Bundar (KMB) sebagai perundingan lanjutan.
  • Pemerintahan RI kembali ke kota Yogyakarta.
  • Angkatan bersenjata Belanda akan menghentikan semua operasi militer di Indonesia dan membebaskan semua tahanan perang serta tahanan politik.
  • Belanda menyetujui RI sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat
  • Kedaulatan akan diserahkan secara utuh dan tanpa syarat kepada Indonesia sesuai sejarah perjanjian Renville di tahun 1948.
  • Belanda dan Indonesia akan mendirikan persekutuan berdasar sukarela dan persamaan hak
  • Belanda memberikan kepada Indonesia semua hak, kekuasaan dan kewajiban.

Setelah itu diadakan pertemuan lanjutan pada tanggal 22 Juni 1949 yang disebut sebagai perundingan segitiga di bawah kepemimpinan Christchley dari PBB dengan isi perjanjian sebagai berikut:

  • Belanda akan mengembalikan pemerintahan RI ke Yogyakarta secepatnya.
  • Perintah untuk menghentikan gerilya akan diberikan setelah pemerintah Indonesia kembali ke Yogyakarta pada 1 Juli 1949.
  • Konferensi Meja Bundar sebagai kelanjutan perundingan akan dilakukan bertempat di Den Haag. Dampak peristiwa Konferensi Meja Bundar akhirnya memberikan pengakuan akan kedaulatan RI.

Dampak Perundingan

Dampak perjanjian Roem Royen  membuat Soekarno dan Hatta kembali dari pengasingan ke Yogyakarta ibu kota sementara Republik Indonesia pada 6 Juli. Dan pada tanggal 13 Juli, kabinet Hatta mengesahkan hasil perjanjian Roem Royen. Syarifuddin Prawiranegara menyerahkan kembali mandatnya sebagai Presiden Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) kepada Soekarno secara resmi di tanggal yang sama. Gencatan senjata sebagai dampak dari perjanjian Roem Royen antara Belanda dan Indonesia dimulai pada 11 Agustus di Jawa dan 15 Agustus di Sumatra. Dampak perjanjian Roem Royen bagi kondisi Indonesia pasca kemerdekaan adalah sebagai berikut:

  1. Tercapainya kesepakatan pada perundingan Roem Royen maka PDRI di Sumatera memerintahkan kepada Sri Sultan Hamengku Buwono IX untuk mengambil alih pemerintahan di Yogyakarta dari tangan Belanda.
  2. Isi perjanjian termasuk untuk membebaskan tahanan politik sehingga Soekarno dan Hatta bisa kembali ke Yogyakarta setelah pengasingan.
  3. Yogyakarta menjadi ibukota Republik Indonesia sementara.
  4. Penyerahan mandat dari Sjafruddin sebagai Presiden PDRI kepada Soekarno.
  5. Gencatan senjata antara Belanda dan Indonesia di sebagian besar wilayah Indonesia.
  6. Kondisi Indonesia secara perlahan mulai tenang dan stabil serta mulai memulihkan sektor pemerintahan dan sektor – sektor lainnya.
  7. Dilaksanakannya Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda yang pada akhirnya menyelesaikan masalah antara Indonesia dan Belanda.
  8. Indonesia mendapatkan kedaulatan penuh berkat berbagai isinya yang mendukung kemerdekaan Indonesia.
  9. Indonesia pertama kali diakui sebagai negara yang berdaulat di mata internasional sehingga bantuan mulai berdatangan untuk menyusun kembali sistem pemerintahan yang baik.

Partai Masyumi adalah partai pertama yang menyatakan setuju dan menerima dengan baik mengenai dampak perjanjian Roem Royen dan isinya. Sedangkan Ketua Umum PNI menyatakan bahwa perundingan menjadi satu langkah menuju tercapainya penyelesaian dari berbagai masalah di Indonesia. Pihak TNI menanggapi hasil perundingan dan dampak perjanjian Roem Royen dengan curiga karena mereka sudah skeptis kepada perundingan yang dilakukan dengan Belanda seperti pada perjanjian Linggarjati dan latar belakang perjanjian renville. Walaupun demikian, Panglima Besar Jenderal Soedirman memperingatkan para komandan kesatuan agar tidak terlalu memikirkan isi perjanjian tersebut pada tanggal 1 Mei 1949.

Untuk mendukung amanat dari Jenderal Sudirman, Panglima Tentara dan Teritorium Jawa Kolonel AH. Nasution kemudian memerintahkan para komandan lapangan agar dapat membedakan gencatan senjata untuk kepentingan politik atau militer. Secara umum, kalangan TNI tidak mempercayai hasil perundingan apapun karena Indonesia selalu dirugikan. Pada akhirnya kecurigaan TNI memang beralasan karena Belanda kembali melanggar perundingan Roem Royen yang telah disepakati. Belanda menyerang jantung pertahanan Indonesia dan mencoba merebut Indonesia kembali. Penyerbuan Belanda membuat Konferensi Meja Bundar segera dilaksanakan.

Dampak perjanjian Roem Royen tidak mencakup nasib Papua sebagai bagian dari Indonesia sehingga sejarah pengembalian Irian Barat pada waktu itu masih panjang. Masalah perjuangan pembebasan Irian Barat atau Papua menjadi satu hal yang luput dirundingkan pada waktu itu sehingga Indonesia belum dapat menjadikan Papua sebagai bagian dari RI.  Papua tidak diakui karena banyak alasan, salah satunya karena Papua bukanlah daerah jajahan Belanda padahal banyak rakyat Papua yang ingin masuk ke Indonesia. Masalah Papua kemudian dibawa ke Konferensi Meja Bundar. Dampak perjanjian Roem Royen telah menjadi tonggak berdirinya kedaulatan Indonesia di mata negara lain sehingga berpeluang besar mendirikan pemerintahan yang bebas dari intervensi atau campur tangan Belanda.