Contoh penerapan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari

1. Nilai-nilai Pascasila pada Sila ke-1 (Ketuhanan yang Maha Esa)

Lambang Sila ke-1, Bintang Emas. Foto/Pinterest

Semula diskusi kecil tentang Islam. Pada saat itu yang dibicarakan soal-soal ritual, hukum sesuatu tentang kegiatan dan jenis makanan, hingga berlanjut soal kegiatan proyek yang harus dilaksanakan. Tatkala sampai pada wilayah kegiatan yang bernuansa modern itu, maka timbul pertanyaan tentang relevansi Islam terhadap kegiatan yang dianggap sebagai bersifat duniawi dimaksud. Pesera diskusi kecil dan bersifat informal itu kemudian menanyakan letak relevansi Islam dengan kegiatan modern itu.

Rupanya, membawa Islam ke dalam kegiatan sederhana itu dirasakan menjadi tidak mudah tatkala sudah masuk wilayah yang dianggap bukan bagian agama. Sebuah persoalan dianggap sebagai wilayah agama manakala menyangkut jenis kegiatan ritual seperti shalat, zakat, puasa, haji, berdoa, dan sejenisnya. Atau, juga menyangkut sesuatu yang harus ditinjau dari aspek hukum atau fiqh. Misalnya, benda tertentu hukumnya halal atau haram, kegiatan itu sunnah, mubah, atau makruh, wajib atau tidak, dan sejenisnya. Di luar wilayah itu disebut bukan bagian dari agama atau Islam.

Agar Islam sebagaimana sifatnya, menjadi tetap relevan dengan kehidupan modern, maka yang diperlukan adalah menangkap makna Islam itu sendiri dalam kontek yang luas, seluas wilayah kehidupan itu sendiri. Hal demikian itu sebenarnya mudah, tetapi tidak semua orang berani melakukannya. Kekhawatiran itu juga tidak selalu salah, makakala dilihat dari aspek psikologis, ialah bahwa dalam hal yang menyangkut agama atau keyakinan, maka harus dilakukan dengan kehati-hatian.

Akan tetapi, manakala selamanya tidak ada keberanian keluar dari mindset yang sehari-hari mewarnai kehidupannya, maka juga tidak akan diperoleh jawaban tatkala menghadapi perubahan kehidupan yang semakin cepat seperti yang terjadi sekarang ini. Akibatnya, hingga persoalan mencari relevansi Islam dengan kegiatan proyek saja dianggap sulit. Bahkan yang lebih fatal lagi, sikap itu memunculkan anggapan bahwa, Islam tidak ada kaitannya dengan kehidupan modern. Padahal Islam disebut bersifat universal, dan oleh karena itu, selalu memiliki relevansi dengan zaman apapun.

Lewat diskusi sederhana dan bersifat informal itu akhirnya ditemukan pandangan bahwa, Islam mengajarkan tentang niat. Dalam kegiatan atau memilih apa saja, Islam memberikan tuntunan-------tidak terkecuali mengerjakan proyek, harus dikerjakan dan memilih yang terbaik. Semua pekerjaan harus diselesaikan dengan sabar, ikhlas, istiqomah, penuh amanah, harus tawakkal dan atau menyerahkan segala sesuatu tentang apa yang telah dilakukan kepada Dzat Yang Maha Kuasa.

Nilai-nilai tersebut, sudah barang tentu, akan sangat relevan dengan berbagai kegiatan atau proyek apapun. Kegiatan proyek yang dikenal sebagai bersifat modern, seharusnya dijalankan dengan niat yang bersih, yakni dijadikan bagian dari pengabdiannya kepada Tuhan. Islam mengajarkan bahwa segala sesuatu tergantung pada niatnya. Bisa saja suatu pekerjaan tampak baik, tetapi manakala niat mengerjaannya buruk, maka akan memperoleh hasil yang buruk pula. Sebaliknya, siapapun tidak boleh melakukan pekerjaan buruk diniati untuk memperoleh kebaikan.

Akhirnya, melihat dari aspek niat itu saja, yang harus dilakukan dengan tepat, maka sebenarnya semua kegiatan akan selalu ada relevansinya dengan Islam. Artinya, Islam harus dihadirkan di dalam semua jenis kegiatan sehari-hari. Islam tidak hanya menjawab persoalan ritual dan atau melihat sesuatu dari aspek fiqhnya, melainkan akan menjawab perbagai persoalan luas secara tidak terbatas yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari oleh siapapun, di manapun, dan kapanpun. Maka, sebuah proyek disebut telah dikerjakan secara Islami manakala diawali dengan niat yang tepat, dikerjakan dengan jujur, sabar, ikhlas, istiqomah, memilih pendekatan atau cara terbaik, hingga akhirnya pekerjaan itu disebut sebagai sebuah amal shaleh. Wallahu a'lam.

Penerapan Nilai-nilai Ajaran Islam dalam

Kehidupan Masyarakat di Desa

Garuntungan Kec. Kindang Kab.

Bulukumba

Jurnal Adabiyah Vol. 17 Nomor 2/2017

Penerapan Nilai-nilai Ajaran Islam dalam Kehidupan Masyarakat

Di Desa Garuntungan Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba

Samhi Muawan Djamal

Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar

Abstract

This study aims to observe, to describe the implementation of

Islamic teaching in the life of Garuntungan Village, District

Kindang Bulukumba and to explain the factors that affect the

implementation of teaching and practice of Islamic values in the

community. The result of the research shows that Islamic teaching

is basically practiced by people of Garuntungan village, although

this practice is limited to formal religious rituals. Deep and well

understanding of Islamic teaching is not implemented well in their

private life, family, and society. This condition is supported by

several factors such as the shifting behavior of society in the

implementing the values of Islamic teachings, environment,

community affair, lack of Islamic promulgation (da'wah), lack of

parental knowledge of Islam, and community’s less interest in

pursuing education but seeking job for earning money.

Keywords: Islamic teaching, education, behavior,

implementation.

صخلم

        

(Garantungan)(Kindang) 

(Bulukumba)       













Penerapan Nilai-nilai Ajaran Islam

dalam Kehidupan Masyarakat di Desa

Garuntungan Kec. Kindang Kab. Bulukumba

Jurnal Adabiyah Vol. 17 Nomor 2/2017

Abstrak

Penelitian ini mengamati dan mendeskripsikan penerapan niali-

nilai ajaran Islam dalam kehidupan Masyarakat Desa

Garuntungan Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba serta

menjelaskan faktor yang memengaruhi pelaksanaan ajaran dan

pengamalan nilai-nilai Islam dalam masyarakat tersebut. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan ajaran agama Islam

masyarakat Desa Garuntungan pada dasarnya berjalan, walaupun

sebatas pada ritual-ritual atau tradisi keagamaan, sementara nilai-

nilai ajaran Islam tidak terimplementasi dengan baik dalam

kehidupan pribadi, keluarga, dan masyarakat. Adapun beberapa

faktor yang memengaruhi terjadinya pergeseran perilaku

masyarakat dalam pelaksanaan nilai-nilai ajaran Islam di Desa

Garuntungan Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba

meliputi pengaruh lingkungan, kesibukan masyarakat, kurangnya

siraman rohani (intensitas dakwah), kurangnya pengawasan orang

tua terhadap anak, dan pemikiran masyarakat yang lebih

mementingkan mencari kerja dibanding menempuh pendidikan.

Kata kunci: Ajaran Islam, pemahaman agama, Desa

Garuntungan

A. Pendahuluan

Umat Islam merupakan manusia yang meyakini Islam sebagai agama dan

kepercayaan. Agama Islam memiliki konsepsi keyakanin, tata-aturan, norma-norma

atau etik yang harus diyakini dan dilaksanakan oleh penganutnya secara konsekwen.

Islam diyakini sebagai agama yang sempurna, bukan saja karena tuntunannya

yang serba mencakup seluruh segmen kehidupan manusia, tetapi juga memiliki aturan

yang berfungsi mengontrol dan mengawasi bahkan memberi penghargaan dan sanksi.

Oleh karena itu, selayaknya umat Islam mengamalkan ajaran agamanya dengan

saksama dan konsisten demi mencapai kualitas hidup yang sejahtera di dunia dan di

akhirat.

Umat Islam dalam menjalankan agamanya membutuhkan pendidikan dan

pengajaran. Pendidikan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualitas

sumber daya manusia, bahkan pada dasarnya, kemajuan pendidikan adalah sesuatu

yang menjadi target utama seluruh bangsa. Dengan demikian, pendidikan mendapat

perhatian khusus dalam sebuah masyarakat modern.

Masyarakat Indonesia yang mayoritasnya menganut agama Islam menyadari

akan hal tersebut, sehingga ketika Indonesia menjadi negara berdaulat dan modern,

prioritas utama adalah investasi human skill dengan cara membentuk silabus

pendidikan secara sistematis.

Pendidikan seharusnya berorientasi kepada pengenalan realitas diri manusia

dan dirinya sendiri. Pengenalan itu tidak cukup hanya bersifat objektif atau subjektif,

tetapi harus kedua-duanya. Kebutuhan objektif untuk mengubah keadaan yang tidak

manusiawi selalu memerlukan kemampuan subjektif (kesadaran subjektif), objek, dan

Penerapan Nilai-nilai Ajaran Islam dalam

Kehidupan Masyarakat di Desa

Garuntungan Kec. Kindang Kab.

Bulukumba

Jurnal Adabiyah Vol. 17 Nomor 2/2017

pendidikan adalah realitas keluarga, sedangkan peserta didik dan pendidik sama-sama

menjadi subjek atau pelaku.

Adapun tujuan pendidikan Islam yang lebih komprehensif yaitu untuk

mencapai pertumbuhan kepribadian manusia yang menyeluruh secara seimbang

melalui latihan jiwa, intelektual, diri manusia yang rasional, perasaan, dan indera.

Oleh karena itu, pendidikan harus mencapai pertumbuhan manusia dalam segala

aspeknya, baik spiritual, intelektual, imajinatif, fisik, ilmiah, bahasa, secara individu

maupun kolektif, serta mendorong semua aspek ini ke arah kebaikan dan mencapai

kesempurnaan. Tujuan akhir pendidikan Islam terletak dalam perwujudan

ketertundukan yang sempurna kepada Allah swt., baik secara pribadi, komunitas,

maupun seluruh umat manusia.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka benang merah yang dapat ditarik bahwa

pendidikan merupakan suatu media dan aktivitas membangun kesadaran kritis,

kedewasaan, dan kemandirian peserta didiknya. Pendidikan yang ditempuh oleh

seorang individu tentu saja dipengaruhi oleh faktor kehidupan keluarga dan

masyarakat sekitar. Melalui proses pendidikan diharapkan mampu menciptakan

mentalitas dan kultur pendidikan keluarga.`

Dalam konteks desentralisasi pendidikan yang tertuang melalui otonomi

pendidikan, bahwa pertama, memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada keluarga

dalam iklim Laissez Faire (keseimbangan). Pemerintah membuka kepada keluarga

untuk melibatkan diri dalam berbagai bentuk pendidikan tanpa ada campur tangan

atau kontrol pemerintah. Kedua, melakukan pengaturan ketertiban keluarga dalam

pendidikan. Ketiga, memberikan subsidi dan dukungan. Keempat, reformasi aturan.

Tujuan pendidikan dalam keluarga ini tidak dapat terwujud apabila kesadaran

keluarga akan pentingnya pendidikan masih rendah.

Kesadaran untuk menempuh pendidikan tidak terlepas dari pengetahuan serta

pemahaman agama yang utuh, karena dibutuhkan kesadaran serta semangat yang

besar untuk terus belajar mencari ilmu. Pendidikan tidak hanya diperoleh di lembaga

formal, tetapi juga informal, karena keluarga membangun perubahan dan

berpartisipasi aktif di dalamnya, sehingga manusia dapat dibentuk menjadi makhluk

moral spiritual (moral-spiritual-being), agar menjadi lebih baik dan bertaqwa kepada

sang pencipta.

Pemahaman agama dapat dilihat dalam kehidupan keluarga yang masih awam

dengan kehidupan tradisional, baik dari segi aspek intensitas keberagamaan yang

dimiliki masih awam, cara atau metode dalam beragama lebih menekankan pada

aspek emosional, serta pola perilaku beragamanya cenderung pada kelakuan lahiriyah

(eksoteris) dan sikap dalam beragama kental dengan nuansa trandisional.

Faktor penyebab tingkat pemahaman agama seseorang dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor, yaitu dari luar dan dari dalam. Dari luar, di antaranya ekonomi,

sosial, politik, dan budaya. Dari dalam, di antaranya dangkalnya ilmu pengetahuan

agama, malas beribadah, dan sebagainya. Lebih-lebih faktor dari luar yang kadang

sangat mempengaruhinya, sehingga sebuah keluarga lebih mementingkan hal-hal

yang bersifat materi daripada hal-hal yang bersifat transendental. Kesibukan yang

Penerapan Nilai-nilai Ajaran Islam

dalam Kehidupan Masyarakat di Desa

Garuntungan Kec. Kindang Kab. Bulukumba

Jurnal Adabiyah Vol. 17 Nomor 2/2017

dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari menyebabkan waktu yang dimiliki

terkuras habis untuk mencari materi dan kesempatan mempelajari agama kurang,

sehingga pemahaman agama mereka lebih bersifat paternalistik (mengandalkan pada

figur atau tokoh kunci).

Pemahaman agama juga disebabkan budaya yang mengangkat pada keluarga

setempat, yaitu peran orang tua memberikan kesempatan kepada kaum muda belajar,

namun mereka berpendapat bahwa semakin banyak orang yang pintar, maka akan

menghilangkan budaya setempat. Misalnya yang dialami oleh keluarga Samin, orang

tua mereka menyuruh anak-anaknya sekolah dan menjalankan ibadah agama dengan

baik, namun anak-anaknya tidak bersedia menjalankan, hal ini ada dan benar-benar

terjadi. Pemahaman agama sebagian besar keluarga yang ada di Desa Garuntungan

Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba terlihat masih minim, atau terlihat

kurangnya pemahaman agama secara utuh, sehingga menimbulkan berbagai macam

hal yang merugikan bagi keluarga itu sendiri maupun masyarakat sekitarnya. Masih

banyak keluarga masyarakat yang jarang melaksanakan shalat, malas untuk shalat

berjamaah di masjid, tidak aktif dalam pengajian, suka berbuat hal-hal yang

merugikan orang lain, tidak mau bersedekah, dan sebagainya. Oleh karena itu,

keluarga masyarakat yang ada di Desa Garuntungan Kecamatan Kindang menjadi

resah akan segala tindakan yang dilakukan oleh orang-orang yang demikian.

Pemahaman agama yang minim berdampak pada rendahnya pemahaman akan

pentingnya ilmu pengetahuan dan kurangnya penyiapan kader yang berkualitas.

Peluang untuk mengenyam pendidikan yang begitu sempit ditambah dengan

pengetahuan agama keluarga yang minim menyebabkan kesadaran keluarga rendah

dalam bidang pendidikan. Apalagi kondisi ekonomi keluarga yang ada di Desa

Garuntungan merupakan golongan ekonomi menengah ke bawah, sehingga tidak

mampu menyekolahkan anaknya karena biaya sekolah yang begitu mahal. Proses

pendidikan yang berjalan seadanya menyebabakan minimnya kesadaran untuk

berkembang atau melakukan perubahan.

Keluarga sangat berperan atau menjadi subjek dalam memberikan atau

menanamkan kebiasaan pada anak dengan cara yang baik menurut ajaran agama

Islam, karena menurut fungsinya keluarga merupakan sarana pendidikan yang

pertama kali sebelum anak memasuki remaja.

Fungsi keluarga sangatlah penting

dalam proses pendidikan karena fungsi keluarga sebagai lembaga pendidikan pertama

dan utama yaitu menjadi tempat persemaian pembentukan/penanaman kebiasaan bagi

seorang anak. Adapun yang berperan aktif dalam keluarga yaitu ibu, ayah, anggota

keluarga lain, serta diri mereka sendiri, yang merupakan kunci pendorong agar anak

rajin dalam menuntut ilmu, baik ilmu umum maupun ilmu agama.

Penanaman nilai-nilai sosial serta nilai-nilai ajaran agama juga dimulai dari

peran serta keluarga. Pada usia dini, keluarga yang memiliki pemahaman agama yang

baik tentu akan mewariskan pemahaman agama tersebut kepada keturunan mereka

melalui penanaman nilai-nilai agama yang termasuk dalam rukun iman serta rukun

Islam serta pengamalannya, sehingga seiring pertumbuhan anak, penanaman nilai

tersebut akan tumbuh menjadi sutu kebiasaan yang pada akhirnya menjadi sebuah

Penerapan Nilai-nilai Ajaran Islam dalam

Kehidupan Masyarakat di Desa

Garuntungan Kec. Kindang Kab.

Bulukumba

Jurnal Adabiyah Vol. 17 Nomor 2/2017

kewajiban bagi dirinya, sehingga timbul kesadaran penuh untuk menjalankan perintah

agama serta menjauhi segala larangan agama. Pada saat anak tumbuh menjadi dewasa

penanaman nilai-nilai agama tersebut akan terwujud dalam pelaksanaan dalam

kehidupan sehari-hari.

Pemahaman agama terutama pada keluarga yang hidup di pedesaan yang sulit

menerima perubahan dalam bidang pendidikan serta sikap acuh tak acuh yang mereka

miliki terhadap perkembangan dunia pendidikan menyebabkan penulis tertarik untuk

mengadakan penelitian mengenai hal tersebut. Pemahaman agama tersebut dapat

terlihat dari aplikasi serta pelaksanaan ajaran agama Islam dalam kehidupan keluarga

serta kehidupan bermasyarakat tentunya. Adapun topik penelitian yang akan dikaji

dalam penelitian ini adalah “Pelaksanaan Nilai-Nilai Ajaran Islam dalam Kehidupan

Masyarakat di Desa Garuntungan Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba”.

Masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini, antara lain: (1) Bagaimana gambaran

pemahaman serta pelaksanaan nilai-nilai ajaran agama Islam dalam kehidupan

masyarakat di Desa Garuntungan Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba?, (2)

Bagaimana keterkaitan antara pemahaman nilai-nilai ajaran Islam dengan pelaksanaan

nilai-nilai ajaran Islam dalam kehidupan masyarakat di Desa Garuntungan Kecamatan

Kindang Kabupaten Bulukumba?

B. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian deskriptif kualitatif.

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskripsi, baik ucapan

maupun tulisan dan perilaku yang dapat diambil dari orang-orang atau subjek itu

sendiri. Jadi, penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat

diamati.

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Garuntungan Kecamatan Kindang

Kabupaten Bulukumba. Pemilihan lokasi penelitian didasarkan pada pertimbangan

bahwa daerah tersebut secara keseluruhan warganya beragama Islam, namun masih

perlu pendalaman tingkat pemahamannya tentang ajaran Islam. Penelitian ini

dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan.

D. Konsep Pemahaman Agama Islam

1. Pengertian Pemahaman Agama

Menurut Poerwadarminta, pemahaman merupakan proses berpikir dan

belajar. Dikatakan demikian, karena untuk menuju ke arah pemahaman perlu

diikuti dengan belajar dan berpikir.

Sedangkan Purwanto mengemukakan bahwa

pemahaman merupakan proses, perbuatan dan cara memahami atau

mendefinisikan.

Oleh karena itu, pemahaman diartikan sebagai tingkatan

kemampuan yang mengharapkan seseorang mampu memahami arti atau konsep,

situasi, serta fakta yang diketahuinya. Dalam hal ini ia tidak hanya hafal secara

verbalitas, tetapi memahami konsep dari masalah atau fakta yang ditanyakan,

Penerapan Nilai-nilai Ajaran Islam

dalam Kehidupan Masyarakat di Desa

Garuntungan Kec. Kindang Kab. Bulukumba

Jurnal Adabiyah Vol. 17 Nomor 2/2017

maka operasionalnya dapat membedakan, mengubah, mempersiapkan,

menyajikan, mengatur, menginterpretasikan, menjelaskan, mendemonstrasikan,

memberi contoh, memperkirakan, menentukan, dan mengambil keputusan. Di

dalam ranah kognitif menunjukkan tingkatan-tingkatan kemampuan yang dicapai

dari yang terendah sampai yang tertinggi. Dapat dikatakan bahwa pemahaman

tingkatannya lebih tinggi dari sekedar pengetahuan.

Definisi pemahaman menurut Sudijono adalah kemampuan seseorang

untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat.

Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat

melihatnya dari berbagai segi. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan

berpikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan dan hafalan.

Menurut Azwar, dengan memahami berarti sanggup menjelaskan,

mengklasifikasikan, mengikhtisarkan, meramalkan, dan membedakan.

Sedangkan menurut Winkel, yang dimaksud dengan pemahaman adalah

mencakup kemampuan untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang

dipelajari.

Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam menguraikan isi pokok dari

suatu bacaan, mengubah data yang disajikan dalam bentuk tertentu ke bentuk lain,

seperti rumus matematika ke dalam bentuk kata-kata, serta membuat perkiraan

tentang kecenderungan yang nampak dalam data tertentu, seperti dalam grafik.

Berdasarkan berbagai pendapat di atas, indikator pemahaman pada

dasarnya sama, yaitu dengan memahami sesuatu berarti seseorang dapat

mempertahankan, membedakan, menduga, menerangkan, menafsirkan,

memperkirakan, menentukan, memperluas, menyimpulkan, menganalisis,

memberi contoh, menuliskan kembali, mengklasifikasikan, dan mengikhtisarkan.

Indikator tersebut menunjukkan bahwa pemahaman mengandung makna lebih

luas atau lebih dalam dari pengetahuan.

Melalui pengetahuan, seseorang belum tentu memahami sesuatu yang

dimaksud secara mendalam, hanya sekedar mengetahui tanpa bisa menangkap

makna dan arti dari sesuatu yang dipelajari. Sedangkan dengan pemahaman,

seseorang tidak hanya bisa menghafal sesuatu yang dipelajari, tetapi juga

memunyai kemampuan untuk menangkap makna dari sesuatu yang dipelajari juga

mampu memahami konsep dari pelajaran tersebut.

2. Pengertian Pendidikan Agama

Untuk memudahkan pemahaman tentang pengertian pendidikan agama,

maka terlebih dahulu perlu dijelaskan pengertian pendidikan dan pengertian

agama secara umum. Menurut Daradjat, pendidikan dalam bahasa Arabnya adalah

tarbiyah dengan kata kerja rabba. Kata kerja rabba yang artinya mendidik sudah

digunakan pada zaman Nabi. Dalam bentuk kata benda, kata rabba ini juga

digunakan untuk Tuhan, karena Tuhan juga bersifat mendidik, mengasuh,

memelihara, bahkan mencipta. Kata lain yang mengandung arti pendidikan adalah

addaba dan allama.

Pendidikan berasal dari kata "didik", mendapat awalan "me-", sehingga

menjadi "mendidik", yang artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam

Penerapan Nilai-nilai Ajaran Islam dalam

Kehidupan Masyarakat di Desa

Garuntungan Kec. Kindang Kab.

Bulukumba

Jurnal Adabiyah Vol. 17 Nomor 2/2017

memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntunan, dan

pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Pendidikan dapat diartikan

sebagai sebuah proses dengan menggunakan metode-metode tertentu, sehingga

orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang

sesuai dengan kebutuhan. Dalam pengertian yang luas dan representatif,

pendidikan merupakan "the total process of developing human abilities and

behaviors, drawing on almost all life's experiences", yang berarti seluruh tahapan

pengembangan kemampuan-kemampuan dan perilaku-perilaku manusia dan juga

proses penggunaan hampir seluruh pengalaman kehidupan. Pendidikan diartikan

sebagai tahapan kegiatan yang bersifat kelembagaan yang dipergunakan untuk

menyempurnakan perkembangan individu dalam menguasai pengetahuan,

kebiasaan, sikap, dan sebagainya.

Yunus mengemukakan berbagai pengertian dari para ahli didik dan ahli

filsafat mengenai kata pendidikan, yaitu:

1) Menurut Plato, seorang filosof Yunani, pendidikan adalah mengasuh

jasmani dan rohani supaya sampai kepada keindahan dan kesempurnaan

yang mungkin dicapai.

2) Jules Simin, filosof Perancis, mengemukakan pengertian pendidikan

adalah jalan untuk merubah akal menjadi akal yang lain dan mengubah

hati menjadi hati yang lain.

3) John Milton, seorang ahli didik dan ahli syair bangsa Inggris,

menjelaskan pendidikan yang sempurna adalah mendidik anak-anak

supaya dapat melaksanakan segala pekerjaan, baik pekerjaan khusus

atau pekerjaan umum dengan ketelitian, kejujuran, dan kemahiran, baik

waktu aman atau waktu perang.

4) Menurut Pestalozzi, seorang ahli didik Swiszerland, pendidikan adalah

menumbuhkan segala tenaga anak-anak dengan pertumbuhan yang

sempurna dan seimbang.

5) Pengertian pendidikan menurut Herbert Spencer, filosof pendidikan

bangsa Inggris, adalah menyiapkan manusia supaya hidup dengan

kehidupan yang sempurna.

6) James Mill, filosof Inggris, menurutnya, pendidikan adalah menyiapkan

seseorang supaya dapat membahagiakan dirinya khususnya, dan orang

lain umumnya.

7) Sully, seorang filosof Inggris yang juga ahli didik dan ahli jiwa,

pendidikan adalah menyucikan tenaga tabiat anak-anak supaya dapat

hidup berbudi luhur, berbadan sehat, serta berbahagia.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

pendidikan adalah usaha orang dewasa secara sadar untuk membimbing dan

mengembangkan kepribadian serta kemampuan dasar anak didik baik dalam

bentuk pendidikan formal maupun nonformal.

Pendidikan adalah suatu proses

yang memunyai tujuan yang biasanya diusahakan untuk menciptakan pola-pola

tingkah laku tertentu pada anak-anak atau orang yang sedang dididik.

Penerapan Nilai-nilai Ajaran Islam

dalam Kehidupan Masyarakat di Desa

Garuntungan Kec. Kindang Kab. Bulukumba

Jurnal Adabiyah Vol. 17 Nomor 2/2017

Melalui berbagai pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan

adalah suatu usaha yang dilakukan secara sadar untuk melatih, membimbing, dan

mengembangkan segala potensi yang ada dalam diri seseorang melalui suatu

proses dengan menggunakan metode-metode tertentu, baik secara formal maupun

nonformal, sehingga orang tersebut memperoleh pengetahuan dan pemahaman,

membentuk pola tingkah laku tertentu untuk menciptakan kepribadian yang

mandiri supaya sampai kepada kesempurnaan yang mungkin dicapai.

Adapun pengertian agama menurut Syaltut, dalam Quraish Shihab, bahwa

agama adalah ketetapan-ketetapan Ilahi yang diwahyukan kepada Nabi-Nya untuk

menjadi pedoman hidup manusia.

Syaikh Muhammad Abdul Badran berupaya

menjelaskan arti agama dengan menunjuk kepada al-Qur'an, bahwa agama adalah

hubungan antara makhluk dengan Khaliknya. Hubungan ini diwujudkan dalam

sikap batinnya serta tampak dalam ibadah yang dilakukannya dan tercermin pula

dalam sikap kesehariannya.

Merujuk pada pengertian pendidikan dan agama yang telah dipaparkan,

maka pendidikan agama diartikan sebagai usaha sadar untuk membentuk

kepribadian anak didik sesuai dengan ajaran-ajaran Islam secara sistematis

melalui bimbingan, pengajaran, atau latihan dalam bentuk formal maupun

nonformal.

Berdasarkan pengertian pemahaman dan pendidikan agama seperti

diuraikan di atas, maka bila dirangkaikan maka dapat dikatakan bahwa

pemahaman pendidikan agama merupakan kemampuan seseorang untuk

mempertahankan sesuatu yang dianggap benar, membedakan mana yang termasuk

perbuatan baik dan buruk, memberikan contoh yang baik kepada sesama, dapat

menerangkan sesuatu hal yang dapat dipahami, dan lain sebagainya. Apabila

seseorang telah memahami ajaran agama tersebut, kemudian meyakini dan

mengamalkan semua perintah dan menjauhi larangan dari ajaran agama tersebut,

maka keyakinannya yang telah menjadi bagian integral dari kepribadiannya itulah

yang akan mengawasi segala perbuatannya baik lahir maupun batin.

3. Pengertian Nilai-Nilai agama

Nilai adalah sesuatu yang abstrak dan tidak bisa dilihat, diraba, maupun

dirasakan dan tak terbatas ruang lingkupnya. Nilai sangat erat kaitannya dengan

pengertian-pengertian dan aktifitas manusia yang kompleks, sehingga sulit

ditentukan batasannya, karena keabstrakkannya itu maka Darajat mengemukakan

bahwa terdapat bermacam-macam pengertian, diantaranya sebagai berikut:

a) Nilai adalah suatu perangkat keyakinan ataupun perasaan yang diyakini

sebagai suatu identitas yang memberikan corak yang khusus kepada pola

pemikiran, perasaan, keterkaitan maupun perilaku.

b) Nilai adalah suatu pola normatif, yang menentukan tingkah laku yang

diinginkan bagi suatu sistem yang ada kaitannya dengan lingkungan

sekitar tanpa membedakan fungsi-fungsi bagian-bagiannya.

c) Nilai adalah rujukan dan keyakinan dalam menentukan pilihan.

Penerapan Nilai-nilai Ajaran Islam dalam

Kehidupan Masyarakat di Desa

Garuntungan Kec. Kindang Kab.

Bulukumba

Jurnal Adabiyah Vol. 17 Nomor 2/2017

d) Nilai merupakan kualitas empiris yang tidak dapat didefinisikan, tetapi

hanya dapat dialami dan dipahami secara langsung.

e) Nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak, ideal, bukan benda konkrit,

bukan fakta, bukan hanya persoalan benar salah yang menuntut

pembuktian empirik, melainkan soal penghayatan yang dikehendaki,

disenangi, dan tidak disenangi.

Berdasarkan beberapa pengertian nilai di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa nilai merupakan sesuatu yang abstrak, ideal, dan menyangkut persoalan

keyakinan terhadap yang dikehendaki, dan memberikan corak pada pola pikiran,

perasaan, dan perilaku. Dengan demikian, untuk melacak sebuah nilai harus

melalui sebuah pemaknaan terhadap kenyataan lain berupa tindakan, tingkah laku,

pola pikir, dan sikap seseorang atau sekelompok orang.

Istilah agama berasal dari bahasa Sansekerta yang sama artinya dengan

“peraturan”. Namun, dalam bahasa kita ada juga yang mengatakan bahwa kalimat

agama berasal dari bahasa Sanskerta yang terdiri dari dua suku, yaitu suku kata “a”

yang berarti “tidak” dan “gama” yang berarti “kacau”. Jadi, apabila disatukan suku

kata “a” dan “gama”, maka agama berarti “tidak kacau”.

Nilai itu sendiri adalah hakikat suatu hal yang menyebabkan hal itu dikejar

oleh manusia. Nilai juga berarti keyakinan yang membuat seseorang bertindak atas

dasar pilihannya. Nilai-nilai agama menurut Abdullah Darraz bahwa nilai-nilai

agama Islam yang utama adalah nilai-nilai akhlaq.

Oleh karena itu, dapat

dijelaskan bahwa nilai-nilai agama Islam adalah nilai-nilai akhlaq agama Islam

yang bersangkut paut dengan kewajiban seorang hamba kepada Tuhannya. Nilai-

nilai tersebut diperlukan oleh manusia untuk keselamatan dan kebahagiaanya di

dunia dan di akhirat.

Dengan demikian, nilai dapat dirumuskan sebagai sifat yang terdapat pada

sesuatu yang menempatkan pada posisi yang berharga dan terhormat, yakni bahwa

sifat tersebut menjadikan sesuatu itu dicari dan dicintai, baik dicintai oleh satu

orang maupun sekelompok orang. Sebagai contoh adalah nasab bagi orang-orang

terhormat memunyai nilai yang tinggi, ilmu bagi ulama memunyai nilai yang

tinggi, dan keberanian bagi pemerintah memunyai nilai yang dicintai, dan

sebagainya.

Madjid (2000: 8), menyatakan bahwa terdapat beberapa macam nilai-nilai

agama mendasar yang harus ditanamkan pada seorang anak dan kegiatan

menanamkan nilai-nilai pendidikan inilah yang sesungguhnya menjadi inti

pendidikan agama. Di antara nilai-nilai yang sangat mendasar itu, ialah: a) iman, b)

Islam, c) ihsan, d) taqwa, e) ikhlas, f) tawakkal, dan g) syukur.

a) Iman, yaitu sikap batin yang penuh kepercayaan kepada Tuhan. Masalah

iman banyak dibicarakan di dalam ilmu tauhid. Akidah tauhid

merupakan bagian yang paling mendasar dalam ajaran Islam, Tauhid itu

sendiri adalah mengesakan Allah swt dalam dzat, sifat, af’al, dan

beribadah hanya kepada-Nya. Tauhid dibagi menjadi empat bagian,

Penerapan Nilai-nilai Ajaran Islam

dalam Kehidupan Masyarakat di Desa

Garuntungan Kec. Kindang Kab. Bulukumba

Jurnal Adabiyah Vol. 17 Nomor 2/2017

yaitu: Ar Rubuubiyah, Al-Uluuhiyah, Al-Asmaa’ wa Ash-Shifaat, Al-

Mulkiyah.

1. Ar-Rubuubiyah (keesaan Allah swt sebagai tuhan pencipta), yaitu

men-satu-kan Allah swt dalam kekuasaannya. Artinya seseorang

meyakini bahwa hanya Allah swt yang menciptakan, memelihara,

menguasai dan yang mengatur alam beserta isinya. Tauhid rububiyyah

ini bisa diperkuat dengan memperhatikan segala ciptaan Allah swt,

baik benda hidup maupun benda mati. Dalam ilmu-ilmu alam, di

samping mempelajari fenomena alam, juga dapat sekaligus

membuktikan dan menemukan bahwa Allahlah yang mengatur hukum

alam yang ada pada setiap benda. Allah swt sebagai pencipta,

pelindung, pemberi rejeki, dan pengatur alam semesta tidak akan

mungkin diambil alih oleh yang lain. Allah swt memiliki kekuasaan

yang mutlak dan tidak ada satupun yang menyainginya. Oleh karena

itu, Allah sebagi Rabb wajib untuk diesakan.

2. Al-Uluuhiyah (keesaan Allah swt sebagai tempat mengabdi/

menyembah). Kata ilah secara umum memunyai arti yang disembah,

baik kepada yang haq maupun yang bathil. Sedangkan tauhid

uluhiyyah merupakan suatu kunci dari kehidupan di bawah naungan

tauhid. Mengesakan Allah sebagai ilah memunyai tuntutan bagi yang

mengakuinya. Diantara tuntutan tersebut adalah sholat, puasa, zakat,

haji, dan menjalankan syari’at Islam. Pada zaman jahiliyah, kaum

kafir Quraisy mengakui Allah swt sebagai Rabb tetapi tidak mengakui

Allah swt sebagi ilah.

3. Al-asmaa’ wa Ash-shifaat (Keesaan Allah swt dalam nama dan sifat).

Mengesakan Allah swt yang memiliki nama-nama dan sifat-sifat

kesempurnaan adalah mutlak. Tidak ada sedikitpun kekurangan pada

Allah swt. Allah swt yang digambarkan dalam nama dan sifatNya

seperti dalam 99 nama Allah adalah gambaran kehebatan dan

kesempurnaanNya. Oleh karena itu, tidak layak kita mencari

tandingan lainnya sebagai pengakuan keberadaan Allah swt.

4. Al-Mulkiyah (keesaan Allah swt sebagai tuhan raja/ penguasa).

Tauhid Mulkiyah adalah mengesakan hanya kepada Allah swt saja

yang memiliki pemerintahan dan kekuasaan yang meliputi semesta

alam.

b) Islam, adalah istilah (sikap berserah diri) yang membawa kedamaian dan

kesejahteraan (as salaam) serta dilandasi oleh jiwa yang ikhlas

(sincerity). Tasmara (1995: 152). Adapun menurut Muhammad (2008:

25), Islam merupakan kepatuhan seseorang kepada hukum-hukum

syariat secara keseluruhan yang telah dibawa oleh junjungan kita Nabi

Muhammad saw.

c) Ihsan, yaitu kesadaran yang sedalam-dalamnya bahwa Allah swt

senantiasa hadir bersama umatNya dimanapun umatNya berada,

sehingga umat Islam senantiasa merasa terawasi.

Penerapan Nilai-nilai Ajaran Islam dalam

Kehidupan Masyarakat di Desa

Garuntungan Kec. Kindang Kab.

Bulukumba

Jurnal Adabiyah Vol. 17 Nomor 2/2017

d) Taqwa, yaitu sikap yang sadar bahwa Allah swt selalu mengawasi

umatNya, sehingga umatNya akan senantiasa berhati-hati dan hanya

berbuat sesuatu yang diridhai Allah swt dan senantiasa menjaga diri dari

perbuatan yang tidak diridhaiNya.

e) Ikhlas, yaitu sikap murni dalam tingkah laku dan perbuatan seseorang

semata-mata demi memperoleh ridla Allah. swt

f) Tawakkal, yaitu sikap senantiasa bersandar kepada Allah swt dengan

penuh harapan kepadaNya dan keyakinan bahwa Allah swt akan

menolong dalam mencari dan menemukan jalan yang terbaik.

g) Syukur, yaitu sikap penuh rasa terima kasih dan penghargaan atas segala

nikmat dan karunia yang tidak terbilang banyaknya. Amalan yang paling

Allah swt harapkan dilakukan manusia kepada Tuhannya adalah

bersyukur kepadaNya. Jika manusia merasa tidak perlu bersyukur, maka

berarti dia telah mengingkari dan tidak mengimani siapa sang pemberi

segala nikmat tersebut. Allah swt berfirman dalam QS. Ibrahim/14: 7,

  Terjemahan:

”Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan;

Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah

(nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku),

Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (Departemen

Agama RI, 2008: 136)

Melalui kesyukuran atas rejeki yang diberikan, maka akan menjadi

perbendaharaan yang sangat luas dan berisi segala macam

kenikmatan. Sedangkan dengan meremehkan dan tidak mensyukuri

rejeki, maka rejeki tersebut akan berubah menjadi satu hal yang

sangat tidak diminati manusia.

h) Sabar, yaitu menahan jiwa dalam ketaatan dan senantiasa menjaganya,

memupuknya dengan keikhlasan, dan menghiasinya dengan ilmu. Sabar

adalah menahan diri dari segala kemaksiatan, dan berdiri tegak melawan

dorongan hawa nafsu. Sabar merupakan sikap ridha terhadap qadha dan

qadar Allah swt tanpa mengeluh akan yang diberikan kepadanya.

E. Konsep Pengamalan Ibadah

Masyarakat Islam merupakan masyarakat yang berbeda dengan masyarakat

mana pun, baik keberadaannya maupun karakternya. Ia merupakan masyarakat yang

Rabbani, insani, akhlaqi, dan masyarakat yang seimbang (tawazun). Ummat Islam

dituntut untuk mendirikan masyarakat seperti ini, sehingga mereka bisa memperkuat

agama mereka, membentuk kepribadian mereka dan bisa hidup di bawah naungannya

dengan kehidupan Islami yang sempurna. Suatu kehidupan yang diarahkan oleh

aqidah Islamiyah dan dibersihkan dengan ibadah, dituntun oleh pemahaman yang

shahih, digerakkan oleh semangat yang menyala, terikat dengan moralitas dan adab

Penerapan Nilai-nilai Ajaran Islam

dalam Kehidupan Masyarakat di Desa

Garuntungan Kec. Kindang Kab. Bulukumba

Jurnal Adabiyah Vol. 17 Nomor 2/2017

Islamiyah, serta diwarnai oleh nilai-nilai Islam. Diatur oleh hukum Islam dalam

perekonomian, seni, politik, dan seluruh segi kehidupannya.

Masyarakat Islam bukanlah masyarakat yang hanya menerapkan syari'at Islam

pada bidang hukum saja, terutama di bidang pidana dan perdata sebagaimana

dipahami oleh mayoritas umat. Yang demikian ini merupakan pemikiran dan praktek

yang juz'iyah (parsial), bahkan mengarah pada berbuat dzhalim terhadap masyarakat,

dengan memfokuskan seluruh potensi yang bermacam-macam dalam menegakkan

satu pilar di antara banyak pilar yaitu hukum, dan bahkan dalam satu bidang saja dari

hukum tersebut yaitu pidana atau perdata.

Sesungguhnya asas pertama kali yang tegak diatasnya masyarakat Islam

adalah aqidah, itulah aqidah Islam. Maka tugas masyarakat yang pertama adalah

memelihara aqidah, menjaga, dan memperkuat serta memancarkan sinarnya ke

seluruh penjuru dunia. Aqidah Islam ada pada keimanan kita kepada Allah, malaikat-

Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, dan hari kemudian, sebagaimana firman Allah

swt dalam Q.S. Al-Baqarah/2: 285 berikut ini:      

Terjemahnya:

"Rasul telah beriman kepada Al Qur'an yang diturunkan kepadanya dari

Rabbnya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman

kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-

Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara

seseorang pun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya, " dan mereka

mengatakan: "Kami dengar dan kami taat," (Mereka berdo'a):

"Ampunilah kami wahai Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat

kembali." (Departemen Agama RI, 2006: 42)

Aqidah Islam itu membangun bukan merusak, mempersatukan bukan

memecah belah, karena aqidah ini tegak di atas warisan ilahiyah seluruhnya dan di

atas keimanan kepada para utusan Allah seluruhnya "Laa Nufarriqu Baina Ahadin

Min Rusulihi."

Aqidah tersebut diringkas dan dimampatkan dalam syahadatain (dua kalimat

syahadat) yaitu: "Asyhaadu an laa ilaaha illallaah wa anna Muhammadan

Rasuulullaah." Aqidah inilah yang mempengaruhi pandangan kaum Muslimin

terhadap alam semesta dan penciptannya, terhadap alam metafisika, kehidupan ini dan

kehidupan setelahnya, terhadap alam yang terlihat dan yang tidak terlihat, terhadap

makhluq dan khaliq, dunia dan akhirat, serta terhadap alam yang nampak dan alam

gaib (yang tidak kelihatan).

F. Pemahaman Masyarakat tentang Nilai-Nilai Ajaran Islam

Salah satu tujuan mendasar dari syiar agama yang dilakukan di tengah-tengah

masyarakat adalah terciptanya kultur keagamaan yang membumi, dicermati melalui

Penerapan Nilai-nilai Ajaran Islam dalam

Kehidupan Masyarakat di Desa

Garuntungan Kec. Kindang Kab.

Bulukumba

Jurnal Adabiyah Vol. 17 Nomor 2/2017

penerapan nilai-nilai ajaran agama dalam kehidupan pribadi, rumah tangga, dan

bermasyarakat. Kesadaran pendidikan tidak terlepas dari kesadaran pemahaman

agama yang utuh, di mana kesadaran dan semangat untuk terus belajar dalam mencari

ilmu. Tidak hanya di lembaga formal tapi informal di mana keluarga juga

membangun perubahan dan berpartisipasi aktif didalamnya. Sehingga, menjadi

makhluk moral spiritual (moral-spiritual-being), yang lebih baik dan bertaqwa kepada

sang pencipta.

Pemahaman agama bisa dilihat dalam keluarga awam yang tradisional, di

mana aspek intensitas keberagamaan masih minim pula, cara atau metode dalam

beragama lebih menekankan pada aspek emosional, pola kelakuan keberagamannya

cenderung pada kelakuan lahiriyah (eksoteris) dan sikap dalam beragama kental

dengan nuansa trandisional. Faktor penyebab pemahaman agama dipengaruhi oleh

beberapa faktor yaitu dari luar dan dari dalam. Dari luar diantaranya ekonomi, sosial,

politik, dan budaya. Dari dalam diantaranya dangkalnya ilmu pengetahuan agama,

malas beribadah, dan sebagainya. Lebih-lebih faktor dari luar yang kadang sangat

mempengaruhinya, sehingga keluarga lebih mementingkan hal-hal yang bersifat

materi daripada hal-hal yang bersifat transendental. Kesibukan memenuhi kebutuhan

sehari-hari menyebabkan waktu mereka terkuras habis dan kesempatan mempelajari

agama kurang, maka keberagamaan mereka lebih bersifat paternalistik

(mengandalkan pada figure atau tokoh kunci).

Pemahaman agama disebabkan oleh budaya yang mengangkat pada keluarga

setempat di mana peran orang tua memberikan kesempatan kepada kaum muda

belajar, tapi semakin banyak orang pintar maka akan menghilangkan budaya setempat

misalnya yang dialami keluarga samin, di mana orang tua menyuruh anak-anaknya

untuk bersekolah dan menjalankan ibadah agama namun anak tersebut tidak mau

menjalankannya, hal ini ada dan benar-benar terjadi.

Pemahaman agama keluarga di Desa Garuntungan pada umumnya masih

rendah, sehingga menimbulkan berbagai macam hal yang merugikan bagi keluarga itu

sendiri, misalnya jarang melaksanakan shalat, malas shalat berjama’ah ke masjid,

tidak aktif dalam pengajian, suka berbuat merugikan orang lain, dan tidak mau

bershadaqah. Oleh karena itu, kebanyakan keluarga di Desa Garuntungan menjadi

resah akan segala tindakan yang dilakukan oleh orang-orang tersebut.

Pemahaman agama berdampak pada pemahaman akan pentingnya ilmu

pengetahuan dan kurangnya penyiapan kader yang berkualitas. Peluang untuk

mengenyam pendidikan yang begitu sempit ditambah lagi dengan pengetahuan agama

keluarga yang minim, menyebabkan kesadaran keluarga rendah dalam bidang

pendidikan, apalagi golongan ekonomi keluarga kebanyakan menengah ke bawah,

sehingga tidak mampu menyekolahkan anaknya karena biaya sekolah yang begitu

mahal. Hal ini menyebabkan dalam komunitas keluarga yang terjadi hanyalah

regenerasi kepada anak turunnya, dididik dengan ilmu yang sama dan kesadaran

untuk berkembang atau melakukan perubahan sangatlah lamban.

Pendidikan keluarga didasari oleh adanya hubungan kodrat antara orang tua

dan anak serta cinta kasih orang tua terhadap anaknya. Rasa cinta dan kasih sayang

Penerapan Nilai-nilai Ajaran Islam

dalam Kehidupan Masyarakat di Desa

Garuntungan Kec. Kindang Kab. Bulukumba

Jurnal Adabiyah Vol. 17 Nomor 2/2017

inilah yang menjadi kekuatan tak kunjung padam pada orang tua yang memberikan

bimbingan kepada anaknya agar kelak menjadi manusia dewasa dan berkehidupan

yang layak di dunia dan di akhirat kelak.

Keluarga berperan atau menjadi subjek dalam memberikan atau menanamkan

kebiasaan pada anak dengan cara yang baik menurut ajaran agama, karena menurut

fungsinya keluarga menjadi sarana pendidikan yang pertama kali sebelum anak

memasuki usia remaja. Fungsi keluarga sangatlah penting dalam proses pendidikan,

karena memang fungsi keluarga sebagai lembaga pendidikan pertama dan utama

adalah tempat persemaian pembentukan/penanaman kebiasaan. Adapun yang

berperan aktif dalam keluarga yaitu ibu, ayah, anggota keluarga lain, dan diri mereka

sendiri, sebagai kunci pendorong agar anak rajin dalam belajar.

Beberapa poin penting yang diselidiki dalam penelitian ini terkait dengan

pemahaman nilai-nilai ajaran Islam di dalam masyarakat diuraikan sebagai berikut:

G. Pembahasan Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan untuk menggambarkan pelaksanaan Nilai-Nilai

ajaran Islam pada masyarakat Desa Garuntungan Kecamatan Kindang Kabupaten

Bulukumba terhadap nilai-nilai ajaran Islam, serta menjelaskan keterkaitan antara

pemahaman nilai-nilai ajaran Islam dengan pelaksanaan nilai-nilai ajaran Islam di

Desa Garuntungan Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba.

Nilai-nilai ajaran Islam yang dimaksud adalah penerapan nilai atau akhlak

Islam yang bersangkut paut dengan kewajiban seorang hamba kepada Tuhannya, baik

menyangkut ibadah maupun muamalahnya. Ibadah yang dimaksud dapat berupa

shalat, zakat, puasa, ataupun haji. Sedangkan muamalahnya adalah terlihat dari

hubungan yang terjalin dengan orang lain, misalnya dalam hal jual beli dan

sebagainya, serta aktivitasnya dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagaimana yang

diungkapkan oleh Hasbi ash-Shiddiqy (1994: 27) yang menyatakan bahwa hakikat

ibadah adalah ketundukan jiwa yang timbul karena hati (jiwa) merasakan cinta akan

Tuhan yang ma'bud (disembah) dan merasakan kebesaran-Nya, lantaran beri'tikad

bahwa bagi alam ini ada kekuasaan yang akal tidak dapat mengetahui hakikatnya.

Adapun Qardhawi (1998: 43) menyatakan bahwa dalam syari'at Islam, ibadah

memunyai dua unsur, yaitu ketundukan dan kecintaan yang paling dalam kepada

Allah swt.

Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa ibadah merupakan kewajiban seluruh

umat Islam sebagai cerminan nilai-nilai ajaran Islam yang ada pada dirinya. Semakin

besar nilai-nilai ajaran Islam yang diterapkan pada dirinya, tentu semakin baik

pengamalan ibadahnya dalam kehidupan sehari-hari, dan semakin baik pengamalan

ibadah seseorang maka hal tersebut dapat menumbuhkan akhlak yang baik. Apabila

dalam sebuah masyarakat diterapkan nilai-nilai ajaran Islam yang baik, maka

kehidupan bermasyarakat akan terasa lebih tenang, damai, dan aman.

Pengamalan ibadah seseorang yang mencerminkan pelaksanaan nilai-nilai

ajaran Islam dalam kehidupan bermasyarakat tentu dipengaruhi pula oleh pemahaman

agama yang dimilikinya. Hal tersebut diungkapkan pula oleh Sudijono (1996: 50)

adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu

Penerapan Nilai-nilai Ajaran Islam dalam

Kehidupan Masyarakat di Desa

Garuntungan Kec. Kindang Kab.

Bulukumba

Jurnal Adabiyah Vol. 17 Nomor 2/2017

itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang

sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Pemahaman merupakan jenjang

kemampuan berpikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan dan hafalan. Artinya,

pemahaman agama merupakan tingkat mengertinya seseorang terhadap ajaran agama

yang dianutnya, baik perintah yang dianjurkan dan larangan Tuhan yang harus

dijauhi. Pemahaman agama juga sangat penting dalam pelaksanaan nilai-nilai ajaran

Islam dalam suatu masyarakat. Apabilai suatu masyarakat memiliki pemahaman

agama yang baik, maka pelaksanaan nilai-nilai ajaran Islam, baik itu sikap Islam,

Iman, Ihsan, tawakkal, sabar, bersyukur dan sebagainya dapat diimplementasikan

sebaik-baiknya.

Kehidupan masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kondisi

keseharian yang dilakukan oleh masyarakat Desa Garuntungan Kecamatan Kindang

Kabupaten Bulukumba yang tercermin dari sikap dan tingkah laku sehari-hari yang

teramati oleh orang lain. Menurut beberapa informan yang telah diwawancarai,

mereka cenderung menyatakan bahwa sesungguhnya tingkat pemahaman keagamaan

masyarakat setempat sudah cukup baik, hanya kemudian terjadi pergeseran akibat

perkembangan modernisasi yang didukung oleh majunya teknologi informasi

mendorong masyarakat lebih berpikir praktis, hedonis, dan pragmatis.

Keterbatasan ekonomi juga menyebabkan para orang tua tidak mampu

membiayai sekolah anaknya yang mengakibatkan anak tersebut tumbuh dalam

lingkungan keluarga yang minim akan pendidikan. Ajaran agama juga perlu

bimbingan secara khusus seperti halnya dengan pendidikan. Paling tidak, apabila

seorang anak sekolah dengan baik, maka anak tersebut juga akan belajar tentang

agama. Sehingga anak bisa memperoleh pemahaman akan pentingnya ajaran Islam

untuk diterapkan dalam kehidupannya.

Pemahaman pendidikan agama merupakan kemampuan seseorang untuk

mempertahankan sesuatu yang dianggap benar, membedakan mana yang termasuk

perbuatan baik dan buruk, memberikan contoh yang baik kepada sesama, dapat

menerangkan sesuatu hal yang dapat dipahami, dan lain sebagainya. Apabila

seseorang telah memahami ajaran agama tersebut, kemudian meyakini dan

mengamalkan semua perintah dan menjauhi larangan dari ajaran agama tersebut,

maka keyakinannya yang telah menjadi bagian integral dari kepribadiannya itulah

yang akan mengawasi segala perbuatannya baik lahir maupun batin.

Pelaksanaan masyarakat Desa Garuntungan akan nilai-nilai Islam pada

dasarnya masih relatif baik, walaupun masih sebatas pada ritual-ritual formal

keagamaan. Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pelaksanaan nilai-

nilai keagamaan masyarakat di Desa Garuntungan Kecamatan Kindang Kabupeten

Bulukumba adalah melalui kegiatan syiar Islam. Namun, hal tersebut belum berjalan

secara optimal.

Masyarakat di pedesaan pada dasarnya menggantungkan hidup dengan hasil

pertanian. Kompleksitas masalah yang dihadapi masyarakat di pedesaan (terutama

petani tradisional) adalah persoalan dalam memenuhi kebutuhan hidup, terutama yang

berkaitan dengan sandang, pangan, dan papan. Masalah lain yang dihadapi

Penerapan Nilai-nilai Ajaran Islam

dalam Kehidupan Masyarakat di Desa

Garuntungan Kec. Kindang Kab. Bulukumba

Jurnal Adabiyah Vol. 17 Nomor 2/2017

masyarakat pedesaan adalah pendidikan dan kesehatan. Berbagai persoalan yang

melingkari kehidupan masyarakat pedesaan sebagaimana disebutkan di atas tentu

akan berimplikasi pada pemahaman dan pengamalan ajaran agama.

Persoalan baru yang dihadapi masyarakat di Desa Garuntungan Kecamatan

Kindang Kabupaten Bulukumba adalah “perubahan sosial”. Perubahan sosial yang

sedang berlangsung saat ini tentu akan memberikan harapan masa depan dan juga

akan melahirkan sejumlah problematika, baik secara cepat maupun lambat. Persoalan

yang dapat dan mudah kita amati dan rasakan akibat perubahan sosial, salah satunya

adalah terjadinya pergeseran nilai dan kepercayaan keagamaan masyarakat. Terlebih

masyarakat yang berada pada posisi transisi. Dengan memahami berbagai persoalan

yang dihadapi masyarakat di pedesaan, maka materi dakwah (ajaran agama) dan

metode penyampaiannya dapat disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat setempat,

sehingga lebih mudah dimengerti dan diterima masyarakat. Oleh karena itu,

pemahaman agama yang masih minim dengan berbagai kendala tersebut

menyebabkan pelaksanaan nilai-nilai ajaran Islam di Desa Garuntungan Kecamatan

Kindang Kabupaten Bulukumba belum berlangsung secara maksimal.

H. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembehasan yang telah dipaparkan

sebelumnya, maka penulis dapat menyimpulkan beberapa hal mengenai penelitian ini,

antara lain:

1. Pemahaman masyarakat Desa Garuntungan akan nilai-nilai Islam pada

dasarnya masih relatif baik, walaupun masih sebatas pada ritual-ritual

formal keagamaan. Hal ini terlihat kondisi umum yang terlihat di Desa

Garuntungan dan diperkuat oleh pernyataan informan yang menilai bahwa

sesungguhnya tingkat pemahaman keagamaan masyarakat cukup baik,

hanya kemudian terjadi pergeseran akibat perkembangan modernisasi yang

didukung oleh majunya teknologi informasi mendorong masyarakat lebih

berpikir praktis, hedonis, dan pragmatis.

2. Pemahaman nilai-nilai ajaran Islam masyarakat di Desa Garuntungan

sangat terkait erat dengan pelaksanaannya dalam kehidupan sehari-hari

masih dapat dikatakan kurang baik. Hal ini disebabkan oleh nilai-nilai

agama tidak terimplementasikan dengan baik dalam kehidupan pribadi,

keluarga dan masyarakat. Telah terjadi pergeseran perilaku akibat

perkembangan modernisasi. Hal ini dapat dilihat dari fenomena lapangan

didukung oleh pernyataan informan yang mengakui bahwa masyarakat

lebih sibuk dengan pekerjaannya sehingga waktu-waktu pelaksanaan ibadah

formal sudah mulai terganggu, jamaah masjid semakin berkurang atau tidak

bertambah, pelaksanaan ritual keagamaan lain juga kian jarang dilakukan,

terbatasnya orang-orang yang peduli dalam mengurus umat juga semakin

kurang. Keadaan tersebut sesungguhnya menggambarkan bahwa tingkat

pemahaman nilai-nilai keagamaan relatif baik tetapi pelaksanaannya sulit

dilakukan karena terbatasnya waktu karena masyarakat disibukkan dengan

urusan dunianya. Hal yang mempengaruhi terjadinya pergeseran perilaku

Penerapan Nilai-nilai Ajaran Islam dalam

Kehidupan Masyarakat di Desa

Garuntungan Kec. Kindang Kab.

Bulukumba

Jurnal Adabiyah Vol. 17 Nomor 2/2017

masyarakat dalam pelaksanaan nilai-nilai ajaran Islam di Desa Garuntugan

Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba meliputi pengaruh lingkungan,

kesibukan masyarakat, kurangnya siraman rohani (intensitas dakwah),

kurangnya pengawasan orang tua terhadap anak, dan pemikiran masyarakat

yang lebih memikirkan untuk mencari kerja dibanding mencari ilmu serta

mengutamakan pendidikan.

Endnotes

:

Waridkhan Achmad,

Memajukan Pendidikan Islam Menuju Masyarakat Madani

(Jakarta:

Buana Karya, 2002), h. 175)

Zamroni

Pembinaan Keluarga Islami

(Solo: Tiga Serangkai, 2001), h. 8.

Fasli Jalal,

Kebijakan Pendidikan Nasional

(Jakarta: Pustaka Utama, 2001), h. 181.

Harefa Andrias,

Membangun Masyarakat Islami

(Yogyakarta: Pareta Cipta 2003), h. 371.

Muctarom Zaini,

Problematika Ibadah dalam Kehidupan Manusia

(Jakarta: Kalam Mulia,

2009), h. 73.

Muhammad Thalib,

Pembinaan Remaja Islam Membangun Bangsa

(Jakarta: Pustaka Utama,

1998), h. 192.

Suharsimi Arikunto,

Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik

(Jakarta: Rineka Cipta,

2006), h. 53.

W.J.S. Poerwadarminta,

Kamus Umum Bahasa Indonesia

(Jakarta: Balai Pustaka, 1991), h.

636.

M. Ngalim Purwanto,

Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran

(Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 1997), h. 44.

Anas Sudijono,

Pengantar Evaluasi Pendidikan

(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996),

h. 50.

Saifuddin Azwar,

Tes Prestasi

(Yogyakarta: Liberty, 2007), h. 62.

W. S. Winkel,

Psikologi Pengajaran

(Jakarta: PT Gramedia, 1996), h. 246.

Zakiah Daradjat,

Ilmu Pendidikan Islam

(Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h. 25.

Mahmud Yunus,

Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran

(Jakarta: PT Hidakarya Agung,

2000), h. 5.

H.M. Arifin,

Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan Keluarga

(Jakarta:

Bulan Bintang, 2004), h. 24.

M. Quraish Shihab,

Membumikan Al-Qur'an

(Bandung: Mizan, 1994), h. 209-210.

Zakiah Daradjat,

Ilmu Pendidikan Islam

, h. 260.

Penerapan Nilai-nilai Ajaran Islam

dalam Kehidupan Masyarakat di Desa

Garuntungan Kec. Kindang Kab. Bulukumba

Jurnal Adabiyah Vol. 17 Nomor 2/2017

Hasan Langgulung,

Manusia dan Pendidikan, Suatu Analisis Psikologi dan Pendidikan

(Jakarta: Pustaka al-Husna, 1995), h. 38.

Rohmat Mulyana,

Mengartikulasikan Pendidikan Nilai

(Bandung: Alfabeta, 2004), h. 47.

Irwan Prayitno,

Kepribadian Muslim

(Jakarta: Mitra Grafika, 2005), h. 180-182.

Daftar Pustaka

Achmad, Waridkhan. Memajukan Pendidikan Islam Menuju Masyarakat

Madani. Jakarta: Buana Karya, 2002.

Andrias, Harefa. Membangun Masyarakat Islami. Yogyakarta: Pareta Cipta.

2003.

Arifin, H. M. Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan

Keluarga, Jakarta: Bulan Bintang, 2004.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta:

Rineka Cipta. 2006.

Ash-Shiddiqy, Hasbi. Kuliah Ibadah: Ibadah Ditinjau dari Segi Hukum dan

Hikmah, Jakarta: Bulan Bintang, 1994.

Awaluddin. Implikasi Pemahaman Nilai-Nilai Islam terhadap Suasana

Kemasyarakatan di Kabupaten Takalar. Tesis Tidak Dipublikasikan.

Makassar: Pascasarjana UIN, 2008.

Azwar, Saifuddin. Tes Prestasi. Yogyakarta: Liberty, 2007.

Balikwan, Hanif. Kepemimpinan Orang Tua dalam Pembentukan Pribadi

Muslim pada Remaja di Kelurahan Sukoharjo. Tesis Tidak

Dipublikasikan. Malang: Pascasarjana UIN Malang, 2000.

Daradjat, Zakiah. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1992.

Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta: PT Toha

Putra, 2006.

Jalal, Fasli. Kebijakan Pendidikan Nasional. Jakarta: Pustaka Utama, 2001.

Langgulung, Hasan. Manusia dan Pendidikan, Suatu Analisis Psikologi dan

Pendidikan, Jakarta: Pustaka al-Husna, 1995.

Penerapan Nilai-nilai Ajaran Islam dalam

Kehidupan Masyarakat di Desa

Garuntungan Kec. Kindang Kab.

Bulukumba

Jurnal Adabiyah Vol. 17 Nomor 2/2017

Madjid, Nurcholish. Masyarakat Religius Membumikan Nilai-Nilai Islam dalam

Kehidupan Masyarakat. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2000.

Muhammad, Sayyid bin Salim bin Hafidz. Fiqih & Tasawuf Wanita Muslimah.

Surabaya: Cahaya Ilmu, 2008.

Mulyana, Rohmat. Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta, 2004.

Poerwadarminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai

Pustaka, 1991.

Prayitno, Irwan. Kepribadian Muslim. Jakarta: Mitra Grafika, 2005.

Priyantoro, Dian Eka. Strategi Pendidikan Islam dalam Keluarga di Kelurahan

Karang Asem Kecamatan Laweyan Kodya Surakarta. Tesis Tidak

Dipublikasikan. Malang: Pascasarjana UIN Malang, 2002.

Purwanto, M. Ngalim. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran,

Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1997.

Qardhawi, Yusuf. Implementasi Ibadah Islam untuk Keluarga Sakinah. Jakarta:

Balai Pustaka, 1998.

Shihab, M. Quraish. Membumikan Al-Qur'an, Bandung: Mizan, 1994.

Sudijono, Anas. Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada

Tasmara, Toto. Etos Kerja Pribadi Muslim. Yogyakarta: PT Dana Bhakti Wakaf,

1995.

Thalib, Muhammad. Pembinaan Remaja Islam Membangun Bangsa. Jakarta:

Pustaka Utama, 1998.

Winkel, W. S. Psikologi Pengajaran, Jakarta: PT Gramedia, 1996.

Yunus, H. Mahmud. Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran, Jakarta: PT

Hidakarya Agung, 2000.

Zaini, Muctarom, Problematika Ibadah dalam Kehidupan Manusia, Jakarta:

Kalam Mulia, 2009.

Zamroni. Pembinaan Keluarga Islami. Solo: Tiga Serangkai, 2001.