Buku panduan mutu bahan baku sesuai sni 2323 tahun 2008

  Informasi PentingMulai Tahun 2013, website BSN akan menyediakan full text akses SNI yang baru ditetapkan selama 1 tahun. Terimakasih

SNI hasil adopsi badan standar asing tidak dapat kami tampilkan semua secara fulltext, terkait peraturan hak cipta di masing-masing Organisasi Pengembang Standar.

Dokumen SNI yang tidak tersedia secara online dapat diperoleh (sesuai ketentuan yang berlaku) di: Perpustakaan BSN, email:,
phone: +62 21 3927422 ext 222

100% found this document useful (2 votes)

1K views

44 pages

Description:

file tentang syarat SNI mutu kakao

Copyright

© © All Rights Reserved

Available Formats

PDF, TXT or read online from Scribd

Share this document

Did you find this document useful?

100% found this document useful (2 votes)

1K views44 pages

SNI Biji Kakao 2008

You're Reading a Free Preview
Pages 8 to 11 are not shown in this preview.

You're Reading a Free Preview
Pages 15 to 28 are not shown in this preview.

You're Reading a Free Preview
Pages 32 to 40 are not shown in this preview.

1 Standar Nasional Indonesia Biji kakao ICS Badan Standardisasi Nasional

2

3 Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup Acuan normatif Istilah dan definisi Penggolongan Syarat mutu Pengambilan contoh Cara uji Syarat lulus uji Syarat penandaan Rekomendasi atau pengujian tambahan... 8 Lampiran A (normatif) Penentuan kadar kulit dan kadar keping... 9 Lampiran B (normatif) Penentuan kadar lemak total Lampiran C (normatif) Penentuan kadar asam lemak bebas (sebagai asam oleat) Lampiran D (normatif) Penentuan ph keping biji Lampiran E (normatif) Penentuan cemaran logam cadmium (Cd) Lampiran F (normatif) Penetapan kadar besi (Fe), tembaga (Cu) dan seng (Zn) Lampiran G (normatif) Penetapan kadar timbal (Pb) Lampiran H (normatif) Penetapan kadar raksa (Hg) Lampiran I (normatif) Penetapan kadar arsen (As) Lampiran J (normatif) Penentuan kapang dan khamir Lampiran K (normatif) Penentuan jumlah bakteri total (angka lempeng total) Lampiran L (normatif) Penentuan bakteri coliform Lampiran M (normatif) Penentuan salmonella Lampiran N (normatif) Penentuan filth Lampiran O (normatif) Penentuan residu pestisida Bibliografi Tabel 1 - Persyaratan mutu... 3 Tabel 2 - Persyaratan mutu... 3 Tabel L.3 - APM /MPN per 1 g contoh bila menggunakan 3 tabung untuk setiap tingkat pengenceran (0,1 g/ml ; 0,01 g/ml dan 0,001 g/ml contoh Tabel M.4 - Reaksi biokimia salmonella Tabel M.5 - Kriteria untuk biakan non salmonella i

4 Prakata Standar Nasional Indonesia (SNI) Biji kakao direvisi berdasarkan usulan dari stakeholder Kakao Indonesia, dengan memperhatikan standar yang digunakan oleh negaranegara produsen lain dan syarat mutu yang diminta oleh konsumen serta perkembangan situasi perkakaoan dunia. Standar ini dirumuskan oleh Panitia Teknis Pertanian, yang telah dibahas dalam rapatrapat teknis dan terakhir dirumuskan dalam rapat konsensus pada tanggal 8 Oktober 2006 di Jakarta yang dihadiri oleh wakil-wakil produsen, konsumen, asosiasi, balai-balai penelitian serta instansi pemerintah yang terkait. Standar ini telah melalui tahap jajak pendapat pada tanggal 21 Juni 2007 sampai dengan 21 Agustus 2007 dan pemungutan suara pada tanggal 7 April 2008 sampai dengan 7 Juni ii

5 1 Ruang lingkup Biji kakao Standar ini menetapkan penggolongan, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji, syarat lulus uji, syarat penandaan, pengemasan dan rekomendasi biji kakao. 2 Acuan normatif SNI , Petunjuk pengambilan contoh padatan. 3 Istilah dan definisi 3.1 biji kakao biji tanaman kakao (Theobroma cacao L.) yang berasal dari biji kakao mulia atau biji kakao lindak yang telah melalui proses pemeraman, dicuci atau tanpa dicuci, dikeringkan dan dibersihkan 3.2 biji kakao mulia biji kakao yang berasal dari tanaman kakao jenis Criolo dan Trinitario serta hasil persilangannya 3.3 biji kakao lindak biji kakao yang berasal dari tanaman kakao jenis Forastero 3.4 biji pecah biji kakao dengan bagian yang hilang berukuran setengah (½) atau kurang dari bagian biji kakao yang utuh 3.5 biji cacat biji kakao yang berjamur, slaty, biji berserangga, biji pipih, biji berkecambah 3.6 biji berjamur biji kakao yang ditumbuhi jamur di bagian dalamnya dan apabila dibelah dapat terlihat dengan mata 3.7 biji berserangga biji kakao yang dibagian dalamnya terdapat serangga pada stadia apapun atau terdapat bagian-bagian dari tubuh serangga, atau yang memperlihatkan kerusakan karena serangga yang dapat dilihat oleh mata 3.8 biji pipih biji kakao yang tidak mengandung keping biji atau keping bijinya tidak dapat dibelah 1 dari 37

6 3.9 biji berkecambah biji kakao yang kulitnya telah pecah atau berlubang karena pertumbuhan lembaga 3.10 biji tidak terfermentasi (biji slaty) Pada kakao lindak memperlihatkan separuh atau lebih permukaan irisan keping biji berwarna keabu-abuan seperti sabak atau biru keabu-abuan bertekstur padat dan pejal dan pada kakao mulia permukaannya berwarna putih kotor 3.11 biji fermentasi biji yang memperlihatkan ¾ atau lebih permukaan irisan keping biji berwarna coklat, berongga dan beraroma khas kakao 3.12 pecahan biji biji kakao yang berukuran kurang dari setengah (½) bagian biji kakao yang utuh 3.13 pecahan kulit bagian kulit biji kakao tanpa keping biji 3.14 benda-benda asing benda-benda lain yang bukan berasal dari tanaman kakao 3.15 kotoran (waste) benda-benda berupa plasenta, biji dempet (cluster), pecahan biji, pecahan kulit, biji pipih, ranting dan benda lainnya yang berasal dari tanaman kakao 3.16 keping biji biji kakao tanpa kulit 3.17 biji berbau asap abnormal, atau berbau asing biji yang berbau asap, berbau hammy atau bau asing lainnya yang ditentukan metode uji 3.18 serangga hidup serangga pada stadia apapun yang ditemukan hidup pada partai barang 3.19 biji dempet (cluster) biji kakao yang melekat (dempet) tiga atau lebih yang tidak dapat dipisahkan dengan satu tangan 3.20 plasenta bagian dari buah kakao tempat melekatnya biji 2 dari 37

7 4 Penggolongan 4.1 Menurut jenis tanaman, biji kakao digolongkan dalam: 1) jenis mulia (fine cocoa/f); 2) jenis lindak (bulk cocoa/b). 4.2 Menurut jenis mutunya, biji kakao digolongkan dalam 3 jenis mutu: 1) mutu I; 2) mutu II; 3) mutu III. 4.3 Menurut ukuran berat bijinya, yang dinyatakan dengan jumlah biji per 100 g contoh, biji kakao digolongkan dalam 5 golongan ukuran dengan penandaan: AA : maksimum 85 biji per seratus gram; A : biji per seratus gram; B : biji per seratus gram; C : biji per seratus gram; S : lebih besar dari 120 biji per seratus gram. 5 Syarat mutu 5.1 Syarat umum Tabel 1 - Persyaratan mutu No Jenis uji Satuan Persyaratan Serangga hidup Kadar air Biji berbau asap dan atau hammy dan atau berbau asing Kadar benda asing - % fraksi massa - - tidak ada maks. 7,5 tidak ada tidak ada 5.2 Syarat khusus Kakao Mulia (Fine Cocoa) Jenis mutu Kakao Lindak (Bulk Cocoa) Kadar biji berjamur (biji/biji) Tabel 2 - Persyaratan mutu Kadar biji slaty (biji/biji) Persyaratan Kadar biji berserangga (biji/biji ) Satuan dalam persen Kadar kotoran waste (biji/biji) Kadar biji berkecam bah (biji/biji) I F I B Maks. 2 Maks. 3 Maks. 1 Maks. 1,5 Maks. 2 II F II B Maks. 4 Maks. 8 Maks. 2 Maks. 2,0 Maks. 3 III F III B Maks. 4 Maks. 20 Maks. 2 Maks 3,0 Maks. 3 6 Pengambilan contoh Pengambilan contoh dilakukan terhadap partai barang yang siap diperdagangkan. Setiap partai barang maksimum 50 ton diambil contohnya secara acak sebanyak 30 % dari jumlah karung. Masing-masing karung diambil contohnya ± 150 g dari bagian atas, tengah dan bawah karung, sesuai SNI , Petunjuk pengambilan contoh padatan. Contoh- 3 dari 37

8 contoh tersebut dicampur sehingga merata dan kemudian dibagi empat dan dua bagian diambil secara diagonal. Cara ini dilakukan beberapa kali sampai mencapai contoh seberat 3 x 1 kg. Contoh kemudian dimasukkan ke dalam kantung plastik putih transparan baru berukuran 30 cm x 20 cm x 0,03 cm, dan bersih, kemudian disegel dan diberi label di tempat pengambilan contoh. Setelah itu, semua karung yang diambil contoh diberi segel. Petugas pengambil contoh harus memenuhi syarat, yaitu berpengalaman, terlatih dan diregistrasi oleh instansi yang berwenang dan mempunyai ikatan dengan suatu badan hukum. 7 Cara uji 7.1 Penentuan adanya serangga hidup dan benda asing Prinsip Pengamatan secara visual adanya serangga hidup dan benda asing pada saat kemasan contoh uji dibuka Prosedur Amati dengan seksama adanya serangga hidup dan benda asing pada sekeliling partai dan pada saat kemasan contoh dibuka Cara menyatakan hasil Apabila tidak ditemukan adanya serangga hidup, maka contoh uji dinyatakakan tidak ada. Apabila ditemukan adanya serangga hidup, maka contoh uji dinyatakan ada. Apabila tidak ditemukan adanya benda asing, maka contoh uji dinyatakan tidak ada. Apabila ditemukan adanya benda asing, maka contoh uji dinyatakan ada. 7.2 Penentuan kadar air Prinsip Pengurangan bobot selama 16 jam pengeringan dalam oven yang terkontrol pada suhu (103 ± 2) C Peralatan a) mortar dan lumpang atau blender yang dapat digunakan untuk memecahkan biji kakao tanpa menimbulkan panas; b) oven yang mempunyai ventilasi, yang dapat mempertahankan suhu pada (103 ± 2) C; c) cawan dan penutup terbuat dari logam yang tidak menjadi karat apabila digunakan dalam suasana tertentu selama analisis atau terbuat dari kaca dengan permukaan efektif sekurang-kurangnya 35 cm 2 dan kedalaman 20 cm sampai dengan 30 cm; d) eksikator yang berisi zat pengering yang efisien; e) neraca analisis kapasitas 200 g, ketelitian 0,1 mg Prosedur Persiapan contoh a) ambillah contoh laboratorium yang telah tercampur dengan baik sebanyak ± 12 g; 4 dari 37

9 b) pecahkan dengan mortar atau blender selama kurang dari 1 (satu) menit, sehingga ukuran partikel yang terbesar tidak melebihi 5 mm. Hindarkan terbentuknya bubur coklat (pasta) Penetapan a) timbang dengan segera contoh uji yang telah dipecahkan sebanyak 10 g ke dalam cawan bertutup yang terlebih dahulu telah ditetapkan bobotnya; b) tempatkan cawan beserta isinya di dalam oven pada suhu (103 ± 2) C (cawan dalam keadaan terbuka) selama 16 jam, dengan tidak sekali-kali membuka oven, sesudah 16 jam, cawan ditutup menggunakan penutupnya dan keluarkan dengan segera untuk dimasukkan ke dalam eksikator; c) timbang cawan bertutup beserta isinya; d) lakukan penetapan duplo Cara menyatakan hasil Kadar air dinyatakan dalam persentase bobot / bobot sama dengan: (M 1 M 2 ) x 100 % (M 1 M 0 ) dengan pengertian: M 0 adalah bobot cawan dan tutupnya, dinyatakan dalam gram; M 1 adalah bobot cawan, tutup dan contoh uji sebelum pengeringan, dinyatakan dalam gram; M 2 adalah bobot cawan, tutup dan contoh uji sesudah pengeringan, dinyatakan dalam gram. CATATAN Pemecahan dan penimbangan contoh uji untuk setiap penentuan harus dilaksanakan secepat mungkin. Perbedaan antara 2 hasil penentuan dengan analisis yang sama, tidak melebihi dari 0,03 g pengurangan berat per 10 g contoh. 7.3 Penentuan adanya biji berbau asap abnormal dan berbau asing lainnya Prinsip Pengamatan secara organoleptik adanya bau asap abnormal dan bau asing lainnya pada bagian dalam biji kakao yang telah dibelah Prosedur Amati secara organoleptik adanya bau asap abnormal dan bau asing lainnya dengan mencium bagian dalam dari setiap contoh uji yang telah dibelah terlebih dahulu Cara menyatakan hasil Apabila tidak ditemukan adanya bau asap abnormal, dan bau asing lainnya maka contoh uji dinyatakan tidak ada. Apabila ditemukan adanya bau asap abnormal, dan bau asing lainnya maka contoh uji dinyatakan ada. 7.4 Penentuan kadar kotoran (waste) Prinsip Pemisahan secara visual dan penimbangan. 5 dari 37

10 7.4.2 Peralatan a) neraca analitis dengan ketelitian 0,01 gram; b) kaca arloji/cawan plastik/cawan aluminium; c) ayakan dengan ukuran diameter lubang 7,5 mm; d) kertas putih Prosedur a) timbang contoh uji sebanyak ± 1000 g; b) pisahkan kotoran berupa plasenta, biji dempet (cluster), pecahan biji, pecahan kulit, biji pipih dan ranting, ke dalam kaca arloji/cawan; ke dalam kaca arloji/cawan lainnya yang telah diketahui bobotnya; c) timbang masing-masing kaca arloji/cawan yang berisi kotoran dan benda asing Cara menyatakan hasil Kadar kotoran (waste) dan kadar benda asing, masing-masing dinyatakan dalam persentase bobot per bobot dengan perhitungan sebagai berikut: (M 2 M 1 ) M 0 x 100 % dengan pengertian: M 0 adalah bobot contoh uji, dinyatakan dalam gram; M 1 adalah bobot kaca arloji/cawan kosong, dinyatakan dalam gram; M 2 adalah bobot kaca arloji/cawan dan kotoran, dinyatakan dalam gram. 7.5 Penentuan kadar biji pecah Prinsip Pemisahan secara visual dan penimbangan Peralatan a) kaca arloji/cawan plastik/cawan aluminium; b) neraca analisis, ketelitian 0,01 gram Prosedur a) Timbang contoh uji sebanyak ± 100 g; b) Pisahkan biji pecah, ke dalam kaca arloji/cawan yang telah diketahui bobotnya; c) Timbang masing-masing kaca arloji/cawan yang berisi biji pecah Cara menyatakan hasil Kadar biji pecah dinyatakan dalam persentase bobot per bobot dengan perhitungan sebagai berikut: (M 2 M 1 ) M 0 x 100 % 6 dari 37

11 dengan pengertian: Mo adalah bobot contoh uji, dinyatakan dalam gram; M 1 adalah bobot kaca arloji/cawan kosong, dinyatakan dalam gram; M 2 adalah bobot kaca arloji/cawan dan biji pecah, dinyatakan dalam gram. 7.6 Penentuan jumlah biji kakao per seratus gram Prinsip Penimbangan dan penghitungan Peralatan Neraca analitis, ketelitian 0,01 gram Prosedur a) timbang contoh uji sebanyak ± 100 g; b) hitung jumlah biji yang terdapat dalam 100 g tersebut (x) Cara menyatakan hasil Hasil uji dinyatakan sesuai dengan jumlah biji yang dihitung dalam 100 g contoh uji sebagai berikut: - Jumlah biji (x) sampai dengan 85 biji, dinyatakan AA. - Jumlah biji (x) -100 biji, dinyatakan A. - Jumlah biji (x) -110 biji, dinyatakan B. - Jumlah biji (x) -120 biji, dinyatakan C. - Jumlah biji (x) melebihi dari 120 biji, dinyatakan S. 7.7 Penentuan kadar biji cacat pada kakao (biji berjamur, biji slaty, biji berserangga, biji berkecambah) Prinsip Pengamatan secara visual bagian dalam biji kakao yang dipotong memanjang melalui bagian sisi tipisnya terhadap adanya biji cacat Peralatan a) pisau tipis/cutter yang tajam dan berujung tajam; b) talenan Prosedur a) siapkan contoh uji sebanyak 300 biji diambil secara acak; b) potonglah memanjang dengan pisau/cutter melalui bagian sisi tipis pada talenan; dan amati satu persatu adanya biji fermentasi, biji berkapang, biji tidak terfermentasi, biji berserangga, biji berkecambah dan biji ungu yang tampak sesuai definisi berikut. c) khusus dalam penentuan biji slaty, apabila terdapat keraguan terhadap warna, sebaiknya keping biji tersebut digigit dan dicicipi, rasa pahit dan sepat yang ditimbulkan menandakan biji slaty; d) pisahkan biji-biji cacat (biji berkapang, biji slaty, biji berserangga, biji berkecambah) menurut jenis cacatnya dan hitunglah jumlahnya; e) apabila pada suatu biji terdapat lebih dari pada satu jenis cacat, maka biji tersebut 7 dari 37

12 dianggap mempunyai jenis cacat yang terberat sesuai dengan tingkat resiko yang ditimbulkan; tingkatan tersebut adalah: jamur, serangga, kecambah dan biji yang slaty f) apabila ditemukan adanya biji pipih yang saling melekat, maka biji tersebut dipisahkan kemudian dikategorikan sesuai jenis cacatnya; g) cara menyatakan hasil. Kadar masing masing biji cacat dinyatakan dalam persentase biji per biji dengan perhitungan sebagai berikut: M 1 x 100 % M 0 dengan pengertian: M 0 adalah jumlah contoh uji (300 biji kakao); M 1 adalah jumlah masing-masing biji cacat 8 Syarat lulus uji Biji kakao dinyatakan lulus uji apabila memenuhi persyaratan dalam syarat mutu pada Tabel 1 dan Tabel 2. 9 Syarat penandaan Di bagian luar kemasan menggunakan bahan cat berpelarut air yang tidak luntur dan non toksik, jelas terbaca antara lain: - Produksi Indonesia. - Nama barang/no. kemasan/kode partai (lot). - Jenis mutu. - Nama/kode/eksportir/importir. - Berat kotor/berat bersih. - Tujuan. 10 Pengemasan Biji kakao dikemas menggunakan kemasan karung goni yang baru, bersih, non toksik, bebas hama dan bau asing. Kemasan dijahit rapat dan kuat dengan berat bersih maksimum setiap karung 62,50 kg atau 16 karung per ton atau cara lain bila ada persetujuan antara pembeli dan penjual. 11 Penyimpanan Untuk memudahkan pengambilan contoh, partai barang disusun dalam stapelan dengan tinggi maksimum 16 karung, jarak antar staple 60 cm, jarak stapel dengan dinding gudang 80 cm*. 12 Rekomendasi atau pengujian tambahan Apabila pembeli memerlukan pengujian lain yang telah disepakati antara pembeli dan penjual, disediakan beberapa cara uji tambahan yang tercantum dalam lampiran standar ini. Hasil uji tersebut tidak menjadi syarat lulus uji standar ini. 8 dari 37

13 A.1 Prinsip Lampiran A (normatif) Penentuan kadar kulit dan kadar keping biji Pemisahan secara visual dan penimbangan. A.2 Peralatan a) kaca arloji/cawan plastik/cawan aluminium; b) neraca analisis ketelitian 0,01 g A.3 Prosedur a) timbang contoh uji dari biji kakao yang masih utuh kulitnya, sebanyak ± 100 g; b) kemudian pisahkan kulit dari keping bijinya dan pindahkan kulit dan keping tersebut ke dalam kaca arloji/cawan yang berlainan yang telah diketahui bobotnya; c) timbang masing-masing kaca arloji/cawan yang berisi kulit dan keping biji; d) cara menyatakan hasil: kadar kulit dan kadar keping biji masing-masing dinyatakan dalam persentase bobot per bobot dengan perhitungan sebagai berikut. (M 2 M 1 ) M 0 x 100 % dengan pengertian: M 0 adalah bobot contoh uji, dinyatakan dalam gram; M 1 adalah bobot kaca arloji/cawan kosong, dinyatakan dalam gram; M 2 adalah bobot kaca arloji/cawan dan kulit/keping biji, dinyatakan dalam gram. 9 dari 37

14 B.1 Prinsip Lampiran B (normatif) Penentuan kadar lemak total Ekstraksi lemak biji kakao dengan menggunakan pelarut organik non polar (petroleum benzen 40 C sampai dengan 60 C), yang sebelumnya dihidrolisis dengan HCl. B.2 Peralatan a) neraca analisis kapasitas 200 g, ketelitian 0,1 mg; b) alat ekstraksi soxhlet lengkap; c) alat penguapan pelarut (rotary vacuum evaporator); d) timbal ekstraksi atau selongsong kertas saring; e) penangas air; f) oven; g) labu didih dasar rata kepasitas 250 ml; h) gelas piala; i) kaca arloji. B.3 Bahan kimia a) asam klorida (HCl), 25 % b/b (=1,12): Campur 2 volume dari HCl 36 % dengan 1 volume dari air. b) petroleum benzen, titik didih 30 C sampai dengan 60 C; c) larutan perak nitrat (AgNO 3 ) 0,1 N. B.4 Prosedur B.4.1 Persiapan contoh a) kupas kulit luar contoh uji biji kakao, kemudian giling sampai ukuran partikel maksimum 150 mikron; b) timbang 3 g sampai dengan 5 g contoh uji tersebut dengan ketelitian mendekati 1 mg ke dalam gelas piala 300 ml sampai dengan 500 ml. B.4.2 Hidrolisis a) tambahkan 45 ml air suling mendidih, 55 ml HCl ke dalam gelas piala yang berisi contoh uji dan beberapa butir batu didih; kocok dan tutup gelas piala tersebut dengan kaca arloji dan didihkan perlahan-lahan tepat 15 menit; b) bilas kaca arloji dengan 100 ml air suling dan masukkan air pencucian tersebut ke dalam gelas piala; kemudian saring endapan melalui kertas saring yang bebas lemak; c) bilas gelas piala tersebut 3 kali dengan air suling melalui kertas saring dan pencucian diteruskan sehingga bebas Cl (tidak memberikan endapan putih AgCl dengan penambahan 1 tetes sampai dengan 3 tetes AgNO 3 ); d) pindahkan kertas saring beserta isinya ke dalam timbal ekstraksi atau selongsong kertas saring yang bebas lemak; sumbatlah glasswool/kapas di atas kertas saring dan keringkan selama 6 jam sampai dengan 18 jam pada suhu 100 C sampai dengan 101 C; keringkan juga gelas piala yang pertama dan kaca arloji. 10 dari 37

15 B.4.3 Ekstraksi lemak a) keringkan selama satu (1) jam labu didih yang berisi beberapa butir batu didih; dinginkan dan timbang hingga bobot tetap (dengan ketelitian mendekati 0,1 mg); sambungkan dengan alat ekstraksi soxhlet; b) masukkan timbal ekstraksi atau selongsong kertas saring ke dalam soxhlet (sebaiknya timbal ditopang dengan per atau glass bead untuk meyakinkan daya kerja yang efisien dari syphon); c) bilas gelas piala dan kaca arloji yang telah dikeringkan dengan 150 ml petroleum benzen beberapa kali dan tuangkan ke dalam labu; refluks selama 4 jam dengan kecepatan ekstraksi kira-kira 3 tetes per detik; d) setelah ekstraksi selesai, keluarkan timbal ekstraksi atau selongsong kertas saring; uapkan pelarut petroleum eter dengan alat penguapan atau dengan memanaskan labu di atas penangas air; e) keringkan labu beserta lemak di dalam oven pada suhu 100 C sampai 101 C, dinginkan dan timbang; sisa pelarut terakhir setelah pengeringan diuapkan dengan menghembuskan udara melalui labu didih; f) ulangi pengeringan sampai perbedaan penimbangan berat lemak yang dilakukan berturut-turut kurang dari 0,05 %; g) cara menyatakan hasil kadar lemak dinyatakan dalam persentase bobot per bobot dan dihitung dalam bobot kering dengan perhitungan sebagai berikut. 100 (M 2 M 1 ) 100 x M 0 (100-K A ) dengan pengertian: Mo adalah bobot contoh uji, dinyatakan dalam g; M 1 adakah bobot labu didih dan batu didih, dinyatakan dalam g; M 2 adalah bobot labu didih, batu didih dan lemak, dinyatakan dalam g; K A adalah kadar air contoh uji. 11 dari 37

16 C.1 Prinsip Lampiran C (normatif) Penentuan kadar asam lemak bebas (sebagai asam oleat) Lemak hasil ekstraksi dilarutkan ke dalam etanol panas dan kemudian dititrasi dengan larutan alkali (NaOH atau KOH 0,1 N). C.2 Peralatan a) neraca analisis kapasitas 200 g dengan ketelitian 0,1 mg; b) oven listrik yang berventilasi dengan pengatur suhu; c) hot plate dengan kontrol termostat (diperlengkapi dengan magnetic); d) buret berkapasitas 25 ml dengan pembagian skala 0,05 ml; e) erlenmeyer berkapasitas 250 ml, 500 ml; f) gelas ukur berkapasitas 50 ml. C.3 Bahan kimia a) etanol 95 % yang sudah dinetralkan; b) NaOH atau KOH 0,1 N; c) indikator fenolftalein (larutan 1 % dalam etanol 95 %). C.4 Prosedur a) timbang seluruh lemak yang diperoleh dari pengujian kadar lemak total ke dalam erlenmeyer; tambahkan 50 ml etanol 95 % yang sudah dinetralkan; b) kemudian panaskan dengan pendingin tegak di atas penangas air; setelah mendidih, tambahkan beberapa tetes indikator fenoftalein dan titrasi dalam keadaan panas dengan larutan NaOH atau KOH 0,1 N sampai titik akhir berwarna merah muda dan bertahan paling sedikit selama 30 detik. C.5 Cara menyatakan hasil Asam lemak bebas dihitung sebagai asam oleat dan dinyatakan dalam persentase bobot per bobot dengan perhitungan sebagai berikut: 28,2 x V x N 100 x M (100-K A ) dengan pengertian: V adalah volume larutan NaOH atau KOH 0,1 N yang diperlukan untuk menitrasi, dinyatakan dalam ml; N adalah normalitas larutan NaOH atau KOH; M adalah bobot lemak contoh uji, dinyatakan dalam g; K A adalah kadar air contoh uji. 12 dari 37

17 D.1 Prinsip Lampiran D (normatif) Penentuan ph keping biji Pengukuran ph contoh uji yang telah dipersiapkan dalam larutan dengan menggunakan phmeter yang telah distandarkan dengan larutan penyangga baku (standard buffer). D.2 Peralatan a) ph-meter dengan elektroda gelas dan kalomel yang mempunyai ketelitian 0,05; b) blender; c) gelas piala. D.3 Bahan kimia a) larutan penyangga baku ph 4,0; b) larutan penyangga baku ph 7,0. D.4 Prosedur a) siapkan alat ph-meter, periksa titik nol dan aliran listrik sesuai dengan buku instruksi dan standarkan dengan menggunakan larutan penyangga baku ph 4,0 dan ph 7,0; b) ambil contoh uji sebanyak 12 biji sampai dengan 20 biji, pisahkan kulit luarnya dan kemudian giling dengan menggunakan blender; c) timbang contoh uji tersebut sebanyak ± 10 g ke dalam gelas piala, tambahkan 90 ml air suling panas (70 C sampai dengan 80 C), aduk perlahan-lahan sampai terbentuk suspensi yang harus bebas dari gumpalan-gumpalan; d) saring dan dinginkan filtratnya sampai suhu kamar (27 ± 2) C dan tentukan ph filtrat secepat mungkin pada suhu tersebut. D.5 Cara menyatakan hasil Nyatakan hasil sesuai dengan pembacaan yang ditunjukkan oleh ph-meter untuk filtrat tersebut. 13 dari 37

18 E.1 Prinsip Lampiran E (normatif) Penentuan cemaran logam cadmium (Cd) Penentuan cemaran logam Cd dengan metode spektrofotometer. E.2 Peralatan a) neraca analitik kapasitas 200 g dengan ketelitian 0,1 mg; b) cawan platina/silika; c) spektrofotometer serapan atom dengam lampu Cd; d) tanur listrik; e) oven mempunyai ventilasi; f) labu ukur kapasitas 100 ml dan ml. E.3 Bahan kimia a) asam klorida (HCl) 5 N dan HCl (1+1); b) asam nitrat (HNO 3 ) 1,0 N; c) pembuatan larutan standar cadmium (Cd); Pereaksi: - Asam klorida, HCl (1+1); - Asam klorida, HCl 5 N; - Larutan baku Cd. 1) larutan sediaan 100 µ Cd/ml Larutkan 1,000 g logam Cd dalam 50 ml HCl (1+1) atau HNO3 (1+1) dalam labu ukur 1 liter, encerkan dan tepatkan sampai tanda garis dengan air suling. 2) larutan intermediat, 100 µ Cd/ml Pipet 10,0 ml larutan sediaan dan masukkan ke dalam labu ukur 100 m Kemudian tambahkan 20 ml HCl 5 N, encerkan dan tepatkan sampai tanda garis. 3) larutan kerja Pipet 0 ml ; 2 ml ; 6 ml ; 8 ml larutan intermediat, ke dalam labu ukur 100 ml, asamkan dengan 20 ml HCl 5 N, encerkan dan tepatkan sampai tanda garis (larutan ini mengandung 0 µ Cd/ml ; 2 µ Cd/ml ; 4 µ Cd/ml ; 6 µ Cd/ml ; 8 µ Cd/ml). E.4 Prosedur a) timbang dengan seksama contoh sebanyak 10 g dalam cawan platina/silika; b) keringkan selama 1 jam dalam oven; c) masukkan contoh yang telah dikeringkan ke dalam tanur yang telah diatur suhunya 250 C; d) perlahan-lahan naikkan suhu (setiap kenaikan 50 C) menjadi 350 C sampai tidak terbentuk asap lagi; d) naikkan suhu menjadi 500 C dengan setiap kenaikan kira-kira 75 C (contoh tidak boleh terbakar) dan abukan selama 16 jam (semalam); e) keluarkan cawan dari dalam tanur dan biarkan menjadi dingin; f) abu harus putih dan pada dasarnya harus bebas karbon; g) jika abu masih mengandung kelebihan partikel-partikel karbon (misalnya abu agak berwarna abu-abu atau keabu-abuan), basahkan abu dengan air sedikit mungkin, 14 dari 37

19 diikuti penambahan HNO 3 beberapa tetes demi tetes (0,5 ml sampai dengan 3,0 ml); h) keringkan di atas lempeng pemanas; i) masukkan ke dalam tanur pada suhu 250 C dan perlahan-lahan naikkan suhu menjadi 500 C, lanjutkan pemanasan selama 60 menit sampai dengan 120 menit; j) jika perlu penambahan HNO 3 ulangi lagi sehingga didapat residu/abu bebas karbon; k) larutkan abu dalam 5,0 ml HNO 3 1,0 N, hangatkan di atas penangas air atau lempeng/ plat pemanas selama 2 menit sampai dengan 3 menit dan saring ke dalam labu ukur 50 ml; l) ulangi pencucian residu dengan penambahan 5,0 ml HNO 3 1,0 N, saring dan jadikan satu dengan saringan sebelumnya, encerkan dengan HNO 3 0,1 N sampai 50 ml; m) buat kurva baku dengan memplot serapan dari masing-masing baku yang dikoreksi dengan blangko; terhadap konsentrasi baku dalam µg/ml butil asetat, konsentrasi baku dalam butil asetat ialah empat kali dari baku dalam air; n) tetapkan konsentrasi logam dalam contoh dari kurva baku menggunakan serapan contoh yang telah dikurangi dengan blangko pereaksi (jika digunakan blangko pereaksi). E.5 Cara menyatakan hasil µg/g = µg logam/ml dari kurva baku g contoh x 20 x dari 37

20 Lampiran F (normatif) Penetapan kadar besi (Fe), tembaga (Cu) dan seng (Zn) F.1 Prinsip Penetapan kadar besi, tembaga dan seng secara spektrofotometer serapan atom setelah contoh uji diabukan pada suhu 525 C dan dilarutkan dalam asam klorida. F.2 Bahan kimia a) asam nitrat (1:1); b) asam klorida (1:1); c) larutan baku (Fe, Cu dan Zn). F.3 Peralatan a) spektrofotometer serapan atom; b) neraca analitik kapasitas 200 g, ketelitian 0,01 mg; c) cawan platina/silika; d) penangas air; e) tanur dengan suhu yang dapat diatur; f) labu ukur 100 ml. F.4 Prosedur a) timbang 10 g contoh uji ke dalam cawan silika, kemudian panaskan di atas api langsung dengan hati-hati sampai contoh uji mengarang (suhu pemanasan tidak boleh terlalu tinggi sehingga terjadi pemijaran); pindahkan ke dalam tanur untuk pengabuan pada suhu 500 C selama 2 jam; b) keluarkan cawan dan dinginkan, kemudian tambahkan 1 ml sampai dengan 2 ml air bebas mineral dan 3 ml asam nitrat (1:1); panaskan di atas penangas air dan setelah kering, panaskan di atas nyala api dengan hati-hati pada suhu rendah sehingga semua nitrat hilang; masukkan kembali ke dalam tanur dengan suhu 525 C selama 1 jam; c) dinginkan dan larutkan abu yang diperoleh dengan 10 ml asam klorida (1:1) dengan pertolongan pemanasan di atas penangas air selama beberapa menit; kemudian pindahkan ke dalam labu takar 100 ml dengan air bebas mineral dan tetapkan volumenya; d) buat masing-masing larutan baku Fe, Cu dan Zn dengan kadar yang dikehendaki dalam labu ukur 100 ml yang berisi 10 ml asam klorida (1:1) dan tambahkan air bebas mineral hingga tanda batas; e) ukuran serapan larutan contoh uji dan masing-masing larutan baku serta catat serapannya pada alat spektrofotometer serapan atom; buat kurva baku dan bandingkan terhadap serapan contoh; hitung kadar (ml/l) larutan contoh uji. F.5 Cara menyatakan hasil Hitung kadar Fe, Cu dan Zn dengan rumus sebagai berikut: Ac V Fe/Cu/Zn (ml/l) = x baku (ml/l) x Ab W dengan pengertian: Ac adalah serapan larutan contoh uji yang diperoleh; Ab adalah serapan larutan baku yang diperoleh; V adalah volume larutan contoh uji; W adalah bobot contoh uji, dinyatakan dalam g; baku (ml/l) adalah kadar baku yang mendekati contoh uji. 16 dari 37

21 G.1 Prinsip Lampiran G (normatif) Penetapan kadar timbal (Pb) Penetapan kadar timbal secar spektrofotometer serapan atom dilakukan setelah contoh uji didekstruksi basah dengan campuran asam nitrat dan asam sulfat. G.2 Bahan kimia a) asam nitrat; b) asam sulfat; c) hidrogen peroksida 30%; d) larutan baku Pb. G.3 Peralatan a) spektrofotometer serapan atom; b) neraca analitik kapasitas 200 g, ketelitian 0,1 mg; c) labu Kjedahl; d) pemanas; e) labu ukur 100 ml. G.4 Prosedur a) timbang 10 g contoh uji ke dalam labu Kjedahl 500 ml, tambahkan campuran asam nitrat dan asam sulfat (1:1); kemudian panaskan dengan api kecil, dijaga agar tidak mengarang; nyala api dibesarkan, agar merata lalu digoyangkan perlahan-lahan; pemanasan dilanjutkan sampai diperoleh larutan contoh yang jernih; b) tambahkan hidrogen peroksida 30 %, dipanaskan dengan api kecil, penambahan hidrogen peroksida dilakukan berulang-ulang sampai larutan menjadi jernih berwarna kuning muda atau tidak berwarna; setelah dingin, encerkan dengan air bebas mineral atau atau air suling ke dalam labu ukur 25 ml; tepatkan sampai tanda garis; c) kerjakan blangko dengan menggunakan 5 ml sampai dengan 10 ml air bebas mineral atau air suling seperti perlakuan terhadap contoh; d) pembuatan larutan baku: - Larutan baku timbal sediaan Timbang 1,598 g Pb (NO 3 ) 2 anhidrat, larutkan dengan asam nitrat pekat, encerkan dengan air bebas mineral atau air suling dalam labu ukur ml dan tepatkan sampai tanda garis. Satu (1) ml larutan mengandung 1 mg Pb (1.000 mg/pb). - Larutan baku kerja Encerkan 10 ml larutan baku sediaan ke dalam labu ukur 100 ml dengan air suling sehingga larutan menjadi 25 mg/l Pb. - Larutan baku seri Pipet 1,0 ml ; 2,0 ml ; 3,0 ml ; 4,0 ml dan 5,0 ml larutan baku kerja ke dalam labu ukur 100 ml. e) ukur serapan larutan contoh uji dan masing-masing larutan baku serta catat serapannya, pada spektrofotometer serapan atom; buat kurva baku dan bandingkan terhadap serapan contoh; hitung kadarnya (mg/l) larutan contoh uji. 17 dari 37

22 G.5 Cara menyatakan hasil Hitung kadar Pb dengan rumus sebagai berikut. Ac V Pb (mg/l) = x baku (mg/l) x Ab W dengan pengertian: Ac adalah serapan larutan contoh uji yang diperoleh; Ab adalah serapan larutan baku yang diperoleh; V adalah volume larutan contoh uji; W adalah bobot contoh uji, dinyatakan dalam gram; baku (mg/l) adalah kadar baku yang mendekati contoh uji. 18 dari 37

23 Lampiran H (normatif) Penetapan kadar raksa (Hg) H.1 Prinsip Contoh uji didekstruksi menggunakan campuran asam sulfat dengan hidrogen peroksida. Dengan penambahan pereduksi maka raksa (bentuk gas) akan dibebaskan dan ditetapkan dengan spektrofotometer serapan atom tanpa nyala. H.2 Bahan kimia a) asam nitrat 65 %; b) asam sulfat 97 %; c) larutan pereduksi: 15 g hidroksilamin sulfat, 15 g natrium klorida, 25 g stano klorida dimasukkan ke dalam erlenmeyer ditambahkan 100 ml air bebas mineral serta 50 ml asam sulfat. Panaskan di atas penangas air sampai larut sempurna, dinginkan, pindahkan ke dalam labu ukur 500 ml kemudian tambahkan air bebas mineral sampai tepat tanda. H.3 Peralatan a) spektrofotometer serapan atom lengkap dengan mercury kit; b) neraca analitik kapasitas 200 g, ketelitian 0,1 mg; c) labu ukur 20 ml, 50 ml, dan 100 ml; d) penangas air. H.4 Prosedur a) penyiapan contoh uji: Timbang contoh uji 1 g sampai dengan 2 g ke dalam labu deekstruksi 100 ml dan tambahkan 5 ml asam nitrat dan 4 ml asam sulfat kemudian hubungkan dengan pendingin. Panaskan labu sampai uap hilang kemudian dinginkan. b) pindahkan ke dalam labu erlenmeyer dengan pertolongan air bebas mineral hingga diperoleh volume 100 ml; kerjakan blangko tanpa contoh seperti perlakuan pada contoh uji; c) pembuatan larutan baku: Timbang dengan teliti 1,354 g HgCl 2, larutkan dalam air bebas mineral, tambahkan 30 ml asam sulfat dan encerkan dengan air bebas mineral sampai mencapai volume ml (tiap ml larutan mengandung 1 mg Hg). Pipet 5 ml dari larutan tersebut ke dalam labu ukur 500 ml dan tambahkan air hingga tanda batas (tiap ml larutan mengandung 10 µg Hg). Kemudian pipet kembali 5 ml larutan kedua ke dalam labu ukur 500 ml dan tambahkan air hingga tanda batas (tiap ml larutan mengandung 0,1 µg Hg). d) tambahkan 20 ml larutan pereduksi ke dalam setiap 100 ml larutan blangko, contoh uji dan seri larutan baku raksa yang diukur; baca serapan pada alat spektrofotometer serapan atom dengan panjang gelombang 253,3 nm; setiap penambahan larutan baku harus segera diperiksa atau diukur dengan cepat; bandingkan kadar baku raksa dengan contoh uji; H.4 Cara menyatakan hasil Hitung kadar raksa dalam contoh uji dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Ac b f Kadar raksa µg/g = x C x Ab g dengan pengertian: Ac adalah serapan dari contoh uji; f adalah faktor pengenceran; Ab adalah serapan dari baku raksa; g adalah bobot contoh dinyatakan dalam g; b adalah tinggi puncak dari blangko; s adalah kadar baku, dinyatakan dalam µg. 19 dari 37

24 I.1 Prinsip Lampiran I (normatif) Penetapan kadar arsen (As) Contoh uji didekstruksi menggunakan campuran asam sulfat dengan hidrogen peroksida. Arsen segera ditetapkan dengan penambahan larutan natrium borohidrida dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom memakai sistem hidrida pada panjang gelombang 193,7 nm. I.2 Bahan kimia a) asam sulfat (1,84); b) hidrogen peroksida 30 %; c) larutan natrium borohidrida (NaBH 4 ) 5 % dalam 1 % larutan NaOH kemudian disaring menggunakan kertas saring yang berpori 0,45 µm; d) asam klorida encer (150 ml HCl dalam ml air); e) larutan baku arsen (As 5+ ), tiap ml mengandung 100 µg As; larutan 0,132 g As kering dalam 20 ml larutan NaOH 30 %, tambahkan perlahan-lahan sambil diaduk 100 ml air dan kemudian 10 ml H 2 SO 4 pekat; encerkan dengan air bebas mineral sampai batas pada labu ukur ml (tiap ml larutan mengandung 0,1 mg As atau 100 µg As); f) larutan kalium iodida 16 %. I.3 Peralatan a) spektrofotometer serapan atom lengkap dengan hydrida kit; b) neraca analitik kapasitas 200 g, ketelitian 0,1 mg; c) labu ukur 10 ml, 100 ml dan ml; d) labu Kjedahl. I.4 Prosedur a) timbang dengan teliti 2 g sampai dengan 5 g contoh uji ke dalam labu Kjedahl yang berisi beberapa butir batu didih; kemudian dekstruksi dengan 5 ml hidrogen peroksida dan 2,5 ml asam sulfat secara hati-hati hingga diperoleh larutan yang jernih; apabila belum jernih tambahkan H 2 O 2 kemudian panaskan kembali, kerjakan berulang-ulang hingga larutan menjadi jernih; b) dinginkan, tambahkan 2 kali 5 ml air bebas mineral dengan pemanasan hingga terbentuk uap/asam putih; dinginkan kembali dan pindahkan ke dalam labu ukur 10 ml dan tepatkan sampai tanda batas; kerjakan blangko tanpa contoh uji seperti perlakuan pada contoh uji; c) pembuatan larutan baku arsen: Larutkan baku arsen (As 5+ ), tiap ml mengandung 100 µg As. Larutkan 0,132 g As 2 O 3 kering dalam 20 ml larutan NaOH 30 %, tambahkan perlahan-lahan sambil diaduk 100 ml air dan kemudian 10 ml H 2 SO 4 pekat. Encerkan dengan air bebas mineral sampai mencapai batas pada labu ukur ml (tiap ml larutan mengandung 0,1 mg As atau 100 µg As). d) pipet 2,5 ml larutan contoh uji ke dalam tabung khusus untuk pemeriksaan arsen menggunakan spektrofotometer serapan atom dan tambahkan 10 ml HCl 15 %, 0,25 ml larutan KI 16 %; segera ukur serapannya setelah ditambahkan 2 ml NaBH 4 dengan panjang gelombang 193,7 nm; kerjakan blangko dan contoh uji dengan perlakuan sama; 20 dari 37

25 I.5 Cara menyatakan hasil Hitung kadar arsen dalam contoh uji dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Kadar raksa µg/g = Ac b Ab x C x dengan pengertian: Ac adalah serapan dari contoh uji; Ab adalah serapan dari baku raksa; b adalah serapan dari blangko contoh uji dan baku; C adalah kadar baku, dinyatakan dalam µg; F adalah faktor pengenceran; g adalah bobot contoh, dinyatakan dalam g. f g 21 dari 37

26 J.1 Prinsip Lampiran J (normatif) Penentuan kapang dan khamir Pertumbuhan kapang dan khamir dalam media yang cocok, setelah diinkubasikan pada suhu 25 C atau suhu kamar selama 5 menit. J.2 Pembenihan dan pengenceran a) peptone dilution fluid atau peptone water; b) plate count agar atau potato dextrose agar atau malt extract agar; c) larutan kloramfenikol ppm steril. J.3 Peralatan a) cawan petri gelas (15 x 100 ml) atau plastik (15 x 90 mm), disterilkan; b) pipet 1 ml ; 1,1 ml ; 5 ml ; 10 ml dan 11 ml berskala; c) botol pengenceran (100 ml) gelas bersilikat yang resistan, dengan sumbat karet atau tutup aliran dari plastik; d) penangas air dengan termostat untuk mengatur suhu agar (45 ± 1) C; e) lemari pengeram (25 ± 1) C; f) alat penghitung koloni bakteri; g) botol-botol pengenceran; h) mikroskop. J.4 Prosedur persiapan contoh uji a) Timbang 50 g contoh uji ke dalam kantong plastik yang steril. Tuangkan 450 ml larutan pengencer (peptone water 0,1 %) dengan cara aseptik, kemudian blender dengan alat stomacher selama 2 menit. Masukkan ke dalam botol yang steril (pengenceran 10-1 ). b) Dengan setiap kali menggunakan pipet steril yang berbeda, buatlah pengenceran tingkat 10-2, 10-3, 10-4 dari contoh yang telah dipersiapkan (J.4.a). Cara melakukan pengenceran 10 kali ialah dengan mencampur 10 ml dari tingkat pengenceran yang sebelumnya dengan 90 ml zat pengencer. Semua tingkat pengenceran dikocok 25 kali dengan panjang busur 30 cm selama 7 detik. c) Kocok tiap botol pengenceran untuk melarutkan bahan yang mengendap, lalu pipet 1 ml dari tiap pengenceran untuk dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah diberi label (lakukan dalam duplo). d) Tiap cawan petri diisi dengan 12 ml sampai dengan 15 ml plate count agar (dinginkan 40 C sampai dengan 44 C) dakan waktu 15 menit sejak pengenceran pertama dibuat. Untuk setiap deretan pengenceran, tuangkan pula agar dengan zat pengencer sebagai inokulum ke dalam cawan petri untuk digunakan sebagai kontrol. e) Inokulum dan medium agar dicampur merata dengan menggerakkan cawan petri ke belakang, ke depan dan memutar pada permukaan datar. f) Biarkan agarnya membeku, lalu cawan petri disusun secara terbalik dan disimpan pada 25 C selama lima (5) hari. g) Setelah massa inkubasi, dengan menggunakan alat penghitung koloni bakteri atau tally register, dihitung jumlah koloni per cawan petri pada semua cawan petri yang mengandung 25 koloni sampai dengan 250 koloni dan catat hasilnya untuk tiap tingkat pengenceran. 22 dari 37

27 J.5 Penyajian hasil uji Rata-ratakan hasilnya dan laporkan sebagai jumlah kapang/khamir per gram contoh uji. Jumlah kapang/khamir per gram = rata-rata jumlah koloni per cawan dikalikan dengan faktor pengenceran. CATATAN 1 Koloni kapang biasanya buram dan berbulu, sedangkan koloni khamir berwarna putih dan licin (berbau asam). CATATAN 2 Tegaskan koloni dengan pemeriksaan di bawah mikroskop sehingga yakin bahwa koloni tersebut adalah kapang dan atau khamir. CATATAN 3 Cara melaporkan dan mencatat hasil yang dihitung koloninya hanya cawan petri yang mengandung 25 koloni sampai dengan 250 koloni bakteri per cawan. Bila jumlah koloni percawan tidak berada di antara 25 koloni sampai dengan 250 koloni dan terdapat satu atau lebih cawan petri yang mengandung lebih dari 250 koloni, catatlah sebagai taksiran; bila cawan petri dari semua pengenceran mengandung kurang dari 25 koloni, laporkan jumlah rata-rata koloni yang dihitung serta faktor pengencerannya, umpamanya: bila faktor pengenceran adalah 1 : 10 dan jumlah koloni ratarata dari dua cawan petri adalah 20 koloni, laporkan sebagai 200, juga bila tak terdapat koloni sama sekali pada tingkat pengenceran ini, nyatakan hasilnya < 10. Cara penulisan ini menyatakan suatu taksiran : bila semua cawan petri mengandung lebih dari 250 koloni, buatlah suatu taksiran dari jumlah koloni tersebut, umpama bila faktor pengenceran adalah 1 : dan jumlah koloni rata-rata dari dua cawan petri adalah 523, laporkan sebagai CATATAN 4 Cara membulatkan angka: setiap angka besar harus dibulatkan sampai pada dua satuan angka yang berarti. Bila membulatkan maka angka kedua dijadikan satu angka lebih besar hanya bila angka ketiga dari kiri adalah 5 atau lebih besar dari 5, dan angka tersebut diganti menjadi nol. Bila angka ketiga adalah 4 atau kurang dari 4, angka ketiga diganti dengan nol dan angka kedua dipertahankan, umpama 528 menjadi 530 atau 523 menjadi dari 37

28 K.1 Prinsip Lampiran K (normatif) Penentuan jumlah bakteri total (angka lempeng total) Pertumbuhan bakteri mesofil aerob setelah contoh diinkubasikan dalam pembenihan yang cocok selama 24 jam sampai dengan 48 jam pada suhu (35 ± 1) C. K.2 Perbenihan dan pengenceran a) peptone water (PW); b) plate count agar (PCA). K.3 Peralatan a) cawan petri gelas (15 x 100 ml) atau plastik (15 x 90 mm), disterilkan; b) pipet 1 ml; 1,1 ml; 5ml; 10 ml dan 11 ml berskala; c) botol pengenceran (100 ml) gelas bersilikat yang resisten, dengan sumbat karet atau tutup uliran dari plastik; d) penangas air dengan termostat untuk mengatur suhu agar, (45 ± 1) C; e) lemari pengeram, (35 ± 1) C; f) alat penghitung koloni bakteri, model dark field guebec atau yang sejenis, dengan sumber cahaya dan gridplate; g) botol-botol pengenceran; h) otoklaf. K.4 Prosedur a) persiapan contoh uji: Timbang 50 g contoh uji ke dalam kantong plastik yang steril. Tuangkan 450 ml larutan pengencer (peptone water 0,1 %) dengan cara aseptik, kemudian blender dengan alat stomacher selama 2 menit. Masukkan ke dalam botol yang steril (pengenceran 10-1 ). b) dengan setiap kali menggunakan pipet steril yang lain, buatlah pengenceran tingkat 10-2, 10-3, 10-4 dari contoh yang telah dipersiapkan a); cara melakukan pengenceran sepuluh kali ialah dengan mencampur 10 ml dari tingkat pengenceran yang sebelumnya dengan 90 ml zat pengencer; semua tingkat pengenceran dikocok 25 kali dengan panjang busur 30 cm selama 7 detik; c) kocok tiap botol pengenceran untuk melarutkan bahan yang mengendap, lalu pipet 1 ml dari setiap pengenceran untuk dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah diberi label (lakukan dalam duplo); d) kemudian tiap cawan petri diisi dengan 12 ml sampai dengan 15 ml plate count agar (dinginkan 40 C sampai dengan 44 C) dalam waktu 15 menit sejak pengenceran pertama dibuat; untuk setiap deretan pengenceran, tuangkan pula agar dengan zat pengencer sebagai inokulum ke dalam cawan petri untuk digunakan sebagai kontrol; e) inokulum dan medium agar dicampur merata dengan menggerakkan cawan petri ke belakang, ke depan dan memutar pada permukaan datar; f) biarkan agarnya membeku, lalu cawan petri disusun secara terbalik dan disimpan pada 35 C selama (48 ± 2) jam; g) setelah masa inkubasi, dengan menggunakan alat penghitung koloni atau tally register, dihitung jumlah bakteri per cawan petri pada semua cawan petri yang mengandung 25 koloni sampai dengan 250 koloni dan catat hasilnya untuk tiap tingkat pengenceran. 24 dari 37

29 K.5 Cara menyatakan hasil uji Rata-ratakan hasilnya dan laporkan sebagai jumlah bakteri total per g contoh uji. Jumlah bakteri total per g = rata-rata jumlah koloni per cawan dikalikan dengan faktor pengenceran. CATATAN 1 Cara melaporkan dan mencatat hasil yaitu menghitung koloni hanya pada cawan petri yang mengandung 25 koloni sampai dengan 250 koloni per cawan. Bila jumlah koloni per cawan tidak berada di antara 25 koloni sampai dengan 250 koloni dan terdapat satu atau lebih cawan petri yang mengandung lebih dari 250 koloni, catatlah sebagai taksiran: bila cawan petri dari semua pengenceran mengandung kurang dari 25 koloni, laporkan jumlah rata-rata koloni yang dihitung serta faktor pengencerannya, umpamanya: bila faktor pengenceran adalah 1 : 10 dan jumlah koloni ratarata dari dua cawan petri adalah 20 koloni, laporkan sebagai 200, juga bila tak terdapat koloni sama sekali pada tingkat pengenceran ini, catat dan nyatakan sebagai < 10. Cara penulisan ini menyatakan suatu taksiran. Bila semua cawan petri mengandung lebih dari 250 koloni, buatlah suatu taksiran dari jumlah koloni tersebut, umpamanya: bila faktor pengenceran adalah 1 : dan jumlah koloni ratarata dari dua cawan petri adalah 523, laporkan sebagai CATATAN 2 Cara membulatkan angka yaitu setiap angka besar harus dibulatkan sampai pada dua satuan angka yang berarti. Bila membulatkan maka angka kedua dijadikan satu angka lebih besar hanya bila angka ketiga dari kiri adalah 5 atau lebih besar dari 5, dan angka tersebut diganti menjadi nol. Bila angka ketiga adalah 4 atau kurang dari 4, angka ketiga diganti dengan nol dan angka kedua dipertahankan, umpama 528 menjadi 530 atau 523 menjadi dari 37

30 L.1 Prinsip Lampiran L (normatif) Penentuan bakteri coliform Pertumbuhan bakteri Coliform yang ditandai dengan terbentuknya gas dalam tabung Durham, setelah contoh uji diinkubasikan dalam pembenihan yang cocok pada suhu (35 ± 1) C selama 24 jam sampai 48 jam yang selanjutnya dirujuk kepada Tabel L.3. L.2 Pembenihan dan pengencer a) peptone water; b) lauryl sulphate trytose (LST) broth; c) brilliant green lactose bile (BGLB) broth 2 %. L.3 Peralatan a) otoklaf; b) pipet 1 ml ; 1,1 ml ; 5 ml ; 10 ml dan 11 ml berskala; c) botol pengenceran (160 ml) gelas bersilikat yang resistan, dengan sumbat karet atau tutup uliran dari plastik; d) lemari pengencer (inkubator), (35 ± 1) C; e) tabung reaksi (16 x 150 mm) untuk diisi 10 ml medium; f) rak untuk tabung reaksi steril; g) jarum inokulasi, dengan diameter dalam sosok kira-kira 3 mm (ose); h) stomacher/blender; i) kantong plastik. L.4 Prosedur a) presumptive test untuk bakteri Coliform (uji dugaan); b) persiapan contoh uji: Timbang 50 g contoh uji ke dalam kantong plastik yang steril. Tuangkan 450 larutan pengencer (peptone water 0,1 %) dengan cara aseptik, kemudian blender dengan alat stomacher selama 2 menit. Masukkan ke dalam botol yang steril (pengenceran 10-1 ). c) dengan setiap kali menggunakan pipet steril yang berbeda, buatlah pengenceran tingkat 10-2, 10-3, dan lebih tinggi bila perlu (dari contoh yang telah dipersiapkan a); semua tingkatan pengenceran dikocok 25 kali dengan panjang busur 30 cm selama 7 detik; d) tiga tabung dengan lauryl sulphate tryptose broth masing-masing diinokulasi dengan satu (1) ml dari setiap tingkat pengenceran; pegang pipet sedemikian sehingga ujung bawah pipet menempel pada tabung; biarkan isi pipet mengalir 2 detik sampai dengan 3 detik; pipet jangan ditiup untuk mengeluarkan isinya; e) inkubasi tabung-tabung tersebut selama (48 ± 2) jam pada 35 C; f) setelah (24 ± 2) jam, periksa tabung-tabung tersebut terhadap pembentukan gas; ini adalah tabung-tabung yang positif; g) tabung-tabung yang negatif diinkubasikan lagi selama 24 jam; h) catat adanya pembentukan gas dalam jumlah berapapun, setelah inkubasi (48 ± 2) jam, karena ini adalah presumptive test yang positif untuk bakteri Coliform; i) lakukan confirmed test bakteri Coliform (uji penegasan); Tabung LST yang positif dikocok secara hati-hati atau dicampur dengan cara memutarmutar tabung. 26 dari 37

31 j) pindahkan satu mata ose dari setiap tabung LST yang positif ke dalam tabung BGLB 2 % yang berlainan; k) inkubasikan tabung-tabung BGLB 2 % ini selama ± 24 jam pada suhu 35 C; l) catat semua tabung BGLB yang positif menghasilkan gas dan dengan menggunakan Angka Paling Mungkin (APM) pada Tabel L.3, tentukan APM berdasarkan jumlah tabung BGLB yang memperlihatkan pembentukan gas dalam jumlah berapapun, selama (48 ± 2) jam pada 35 C; m) laporkan sebagai APM bakteri Coliform per g. Tabel L.3 - APM / MPN per 1 g contoh bila menggunakan 3 tabung untuk setiap tingkat pengenceran (0,1 g/ml ; 0,01 g/ml dan 0,001 g/ml contoh Tabung Yang Positif APN/MPN Tabung Yang Positif MPN 0,1 0,01 0,001 0,1 0,01 0, < , , , , , , , , , > dari 37

32 M.1 Prinsip Lampiran M (normatif) Penentuan salmonella Pertumbuhan Salmonella pada pembenihan selektif yang dilanjutkan dengan uji biokimia dan serologi. M.2 Pembenihan 1) Selenite Crstine Broth (SCB) 2) Tetrathionate Broth (TTB) 3) Rappaport Vassiliadis (RV) medium 4) Lactose Broth 5) Hectoen Enteric (HE) Agar 6) XLD Agar 7) Bismuth Sulphite Agar (BSA) 8) Triple Sugar Iron (TSI) Agar 9) Lysine Iron Agar (LIA) 10) Mac Concey s Agar 11) Urea broth; atau rapid urea broth 12) Lysine Decarboxylase Broth (LDB) 13) Phenol red carbonhydrate broth (dulcitol, lactose atau sucrose) 14) Purple carbonhydrate broth (dulcitol, lactose atau sucrose) 15) Tryptone broth 16) KCN broth 17) Malonate broth 18) Kovacs reagent 19) Brain 20) Trypticase-soy tryptose atau formalinized physiological saline solution 21) Physiological saline solution 22) MR VP 23) VP reagents 24) MR indicator 25) Simmo s citrate agar 26) PH test paper (ph range 6 8) 27) Salmonella polyvalent flagellar H antiserum 28) Salmonella polyvalent somatic O antiserum M.3 Peralatan a) blender mekanis dengan dua atau kecepatan dengan Rheostat control supaya dapat memblender pada kecepatan permulaan rpm sampai dengan rpm; b) tabung blender steril dari gelas atau stainless steel, bertutup, berkapasitas 1 liter dan tahan diotoklaf. Satu tabung untuk setiap contoh yang akan dianalisis; c) tabung steril, bermulut lebar, berkapasitas 0,5 liter, bertutup aliran, untuk tempat contoh setelah diblender; d) timbangan dengan anak timbangan, berkapasitas g, dengan kepekaan 0,1 g; e) timbangan dengan anak timbangan, berkapasitas 120 g, dengan kepekaan 5 mg; f) inkubator (35 ± 1) C; g) sendok-sendok steril; 28 dari 37

Persyaratan umum mutu biji kakao SNI 2323 2008 apa saja yang harus dipenuhi oleh eksportir untuk mengekspor kakao tersebut?

Persyaratan umum biji kakao yang memenuhi SNI antara lain : kadar air maksimal sebesar 7,5%; biji tidak berbau asap/bau asing dan tidak abnormal; bebas dari serangga hidup; kadar biji pecah maksimal 3% dan tidak boleh tercampur dengan benda asing.

Berapakah standar kadar air biji kakao mutu ekspor?

Kandungan kadar air berdasarkan syarat SNI (2323-2008) adalah kadar air biji kakao sebesar maksimal 7,5%.