Berikut yang bukan salah satu manfaat dari menuntut ilmu adalah

Berikut merupakan manfaat menuntut ilmu, kecuali:

  1. mendapat penderitaan di dunia.
  2. dimudahkan jodohnya.
  3. didoakan oleh para malaikat dan ikan.
  4. diangkat derajatnya oleh allah swt.

Jawabannya adalah a. mendapat penderitaan di dunia.

Berikut merupakan manfaat menuntut ilmu, kecuali mendapat penderitaan di dunia.

Penjelasan dan Pembahasan

Jawaban a. mendapat penderitaan di dunia menurut saya ini yang benar, karena sudah tertulis dengan jelas pada buku dan catatan rangkuman pelajaran.

Jawaban b. dimudahkan jodohnya menurut saya ini salah, karena sudah menyimpang jauh dari apa yang ditanyakan.

Jawaban c. didoakan oleh para malaikat dan ikan menurut saya ini juga salah, karena setelah saya cek di situs ruangguru ternyata lebih tepat untuk jawaban pertanyaan lain.

Jawaban d. diangkat derajatnya oleh allah swt menurut saya ini malah 100% salah, karena tadi saat coba cari buku catatan, jawaban ini cocok untuk pertanyaan lain.

Kesimpulan

Dari penjelasan dan pembahasan diatas, bisa kita simpulkan bahwa pilihan jawaban yang paling benar adalah a. mendapat penderitaan di dunia.

Jika masih ada pertanyaan lain, dan masih bingung untuk memilih jawabannya. Bisa tulis saja dikolom komentar. Nanti saya bantu memberikan jawaban yang benar.

Lihat juga kunci jawaban pertanyaan berikut:

Salah satu hal yang sering dilupakan oleh manusia adalah merefleksikan diri. Merefleksikan diri sebagai tafakkur kita atau cerminan seberapa besar capaian yang selama ini sudah terpenuhi atau justru sebaliknya apa saja yang kurang sehingga perlu ditingkatkan lagi. Apalagi sebagai mahasiswa perlu adanya refleksi bukan hanya untuk diri kita sendiri namun yang lebih besar yaitu untuk kemaslahatan umat. Tentu tanggung jawab sebagai akademisi yang dipikul sangatlah besar, seberapa besar manfaat ilmu kita terhadap umat.

Hal ini sama dengan manfaat mencari ilmu untuk kemaslahatan ilmu-ilmu keislaman yang selama ini kita lihat justru memprihatinkan. Pengembangan keilmuan Islam dirasa stagnan, hanya berjalan di tempat, ditambah fanatisme terhadap pandangan keagamaan yang semakin melebar. Tentu hal ini membuat kita sedih padahal dalam sabda Nabi “Al-islamu ya’lu wala yu’la ‘alaih” artinya: Islam senantiasa unggul, dan ia tidak akan terungguli, akan tetapi realitas yang ada justru Islam semakin tenggelam, kita tahu sepertiga sumber minyak berada di negara Islam namun belum bisa dimanfaatkan secara total, bahkan dalam kritikan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla sebagai indikasi Negara Islam gagal bahkan terjebak konflik yang tak bersudahan, seperti Iraq, Suriah, Afganistan dan Libya. Padahal bisnis paling menguntungkan adalah bisnis minyak bumi.

Tentu keadaan yang sedemikian ini perlu adanya perombakan yang sifatnya dapat mengubah cara pandang kita. Hal ini bisa berkaca pada kisah Nabi Sulaiman AS, ketika ditawari oleh Allah untuk memilih antara ilmu, harta, dan tahta. Nabi Sulaiman dengan tegas lebih memilih ilmu, dan pilihan tersebut terbukti adalah yang terbaik, dengan pilihan itu Nabi Sulaiman mendapatkan harta dan tahta sebagai raja. Sulaiman diberi pilihan antara harta, kerajaan, atau ilmu. Maka Sulaiman memilih ilmu. Lalu dengan sebab memilih ilmu (pada akhirnya) ia diberi kerajaan dan harta.” (H.R. Ibnu ‘Asakir dan ad-Dailami).

Salah satu yang bisa kita jadikan sebagai bahan pembelajaran, Negara Jepang setelah kalah perang dunia akibat  sekutu membom Hiroshima dan Nagasaki tahun 1945 dengan korban nyawa yang luar biasa besar bahkan sampai saat ini reaksi nuklirnya masih aktif, Kaisar Hirohito mengumpulkan para pejabat pemerintah dan bertanya “Berapa jumlah guru yang tersisa?”, pada saat itu Jepang memfokuskan diri pada dunia pendidikan dan pengembangan ilmu.  Hasilnya bisa kita ketahui bersama Jepang menjadi Negara maju, superior, dengan teknologi yang selalu berkembang dan melakukan terobosan-terobosan baru. Padahal dalam segi SDA-nya minim sekali bahkan Negara Jepang salah satu Negara rawan gempa tapi dalam pendapatan per kapita Jepang termasuk tertinggi.

Lalu pertanyaannya apa manfaat dari  mencari ilmu dalam pengembangan ilmu-ilmu keislaman, jawabannya tentu besar sekali. Kita tahu pada era kemasan Islam aktifitas akademik begitu melekat pada muslim. Terbukti dengan dimulainya proses penerjemahan Yunani kuno ke dalam bahasa Arab sebagai bentuk apresiasi keilmuan yang ada, dengan ontologi, epistimologi dan aksiologi ala filsafat Yunani yang sudah mapan, dan para cendekiawan muslim dengan ciri khasnya, bersifat religius dan spiritual yang kuat, tentu hal bukan hanya mencetak cendekiawan yang bukan hanya ahli dalam bidang kedokteran, astronomi, ahli dalam bidang matematika, sosial saja akan tetapi tumbuh menjadi ahli dalam agama.

Tidak hanya itu lembaga pendidikan tertinggi yang dikenal dengan universitas, pelopornya adalah para cendikia muslim yakni Universitas Al-Qarawiyyin di Fes, Maroko yang sudah diakui dunia sebagai Universitas tertua didunia bahkan tercatat di Guinness World Records yang sudah berdiri pada tahun 859 M hingga sampai saat ini masih eksis dan ternyata universitas ini awalnya adalah sebuah masjid yang didirikan oleh Fatima al-Fihri, memang pada awalnya masjid tersebut diadakan kajian-kajian dan diskusi yang hanya berkutat pada keagamaan namun dengan seirinnya waktu proses pembelajaran tersebut berkembang menjadi lembaga pendidikan. Bayangkan saja jika setiap masjid-masjid umat Islam menjadi pusat kajian dan diskusi ilmu betapa hebatnya Islam, masjid satu dengan yang lainnya bukan lagi berkutat masalah perdebatan masalah khilafiyah akan tetapi masjid satu dengan yang lainnya ramai dengan diskusi kelimuan, mulai dari fiqih, astronomi, kesehatan, dan banyak yang lainnya.  Sehingga bukan tidak mungkin lagi Islam menjadi super power tapi juga menjadi kiblat dunia sesuai dengan janji Tuhan “Allah meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Al-Mujaadilah: 11).

Lalu kenapa khazanah keislaman begitu besar dalam kontribusi keilmuan akan tetapi lebih stagnan, mengaca pada pendapat Fazlur Rahman kemunduran keilmuan Islam terjadi kerana beberapa faktor. Pertama, pensakralan terhadap produk-produk pemikiran ulama klasik yang mencangkup tafsir, fikih, ushul fikih, ilmu kalam dan lainnya, sehingga pembekuan hasil ijtihad tersebut dipandang final dan sakral oleh sebagian besar umat muslim. Kedua sebagai konsekuensi dari penyebab pertama maka corak keilmuan Islam cenderung bersifat penghafalan, pengulangan dan komentar-komentar (syarah) terhadap produk pemikiran pemikiran klasik, padahal sifat dari keilmuan itu selalu berkembang dan inovatif bukan berhenti pada satu titik. Disatu sisi filsafat dan pemikiran-pemikiran rasional saintifik tidak diajarkan dalam keilmuan dan pendidikan Islam bahkan menolak filsafat bagian dari Islam, sampai abad 12 dan hanya berkembang di Iran saja. Ditambah umat Islam disubukkan fenomena politik praktis sehingga perhatian sebagian umat hanya berfokus pada politik saja. (Dr. Zaprulkhan, Filsafat Islam, Sebuah Kajian Tematik, 2014:159-163)

Namun dari sekian masalah yang hadapi pengembangan keilmuan Islam Fahlur Rahman memberi beberapa solusi. Pertama, perlunya pembaruan dari bidang metode pendidikan Islam, yaitu dari metode penghafalan, pengulangan dan komentar-komentar (syarah) menjadi memahami dan menganalisis, selama ini pendidikan hanya berkonsentrasi pada buku-buku klasik ketimbang menganalisis subjeknya langsung. Kedua, pengajaran filsafat dan pemikiran-pemikiran rasional saintifik diajarkan kembali, sebab kedua hal inilah menjadi faktor pemacu kemajuan keilmuan Islam. Ketiga, membangkitkan idiologi umat Islam tentang pentingnya menuntut ilmu atau belajar dan mengembangkan ilmu pengetahuan dalam makna seluas-luasnya. (Dr. Zaprulkhan, Filsafat Islam, Sebuah Kajian Tematik, 2014:170)

Hal ini selaras dengan prinsip ajaran Al-Quran, solusi yang digulirkan tentang pencarian ilmu sebagai orientasi idiologi umat Islam memang sangat signifikan. Dalam perspektif tafsir tematik, kata-kata ilmu dengan berbagai bentuk dan artinya, kata-kata ilmu disebut dengan berbagai derivasinya terulang sebanyak 854 kali. Sehingga hal ini sebagai momentum untuk terus maju agar keilmuan Islam terus berkembang.

Penulis: Drs. Masmulyo Hasan, M.Ag

Berikut yang bukan salah satu manfaat dari menuntut ilmu adalah

Rasulullah SAW bersabda: “Menuntut ilmu itu hukumnya wajib, bagi muslim laki-laki dan muslim perempuan”.

Hadis di atas tentunya sudah tidak asing di benak kita, bahwa kewajiban menuntut ilmu itu diperuntukkan bagi setiap orang Islam. Syaikh Az Zarnuji pun menjelaskan, bahwa diwajibkan pula atas seorang Muslim, mempelajari ilmu yang dibutuhkan dirinya sekarang ini, dan juga ilmu yang dapat diamalkan kapan saja dan dimana saja.

Mengapa wajib bagi setiap Muslim untuk menuntut ilmu? Karena ada banyak keutamaan ilmu. Beberapa keutamaan ilmu diantaranya adalah:

  1. Ilmu adalah kekhususan, ilmu adalah keistimewaan yang Allah subhanahu wa ta’ala khususkan hanya untuk manusia semata. Selain ilmu, manusia dan hewan memiliki kesamaan.
  2. Ilmu dapat mengantarkan seseorang menuju kepada kebajikan dan ketaqwaan. Dan sebab ketaqwaan itu, seseorang dapat memperoleh kemuliaan di sisi Allah subhanahu wa ta’ala, dan kebahagiaan abadi.

Keutamaan akan ilmu ini seyogyanya dapat menjadikan setiap Muslim senantiasa bersemangat dan bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu.

Syaikh Az Zarnuji mengatakan, bahwa diantara hal yang penting dalam menuntut ilmu yang harus diperhatikan adalah fil jiddi (kesungguhan). Jika sesuatu dilakukan dengan kesungguhan, maka Allah subhanhu wa ta’ala akan memberikan keberhasilan di dalamnya. Selain kesungguhan (al jiddu), juga perlu diiringi dengan sikap kesungguhan yang terus menerus (al muwazobah) dan komitmen (al muzallimah) dalam menuntut ilmu. Tiga sikap ini harus ada dalam diri pelajar (orang yang belajar) dan berjalan beriringan, tidak dapat hanya salah satu saja.

Wajib bagi setiap pelajar, bersungguh-sungguh, terus menerus, dan komitmen, tidak berhenti hingga tujuan dalam menuntut ilmu tercapai. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Maryam: 12 yang artinya, “Wahai Yahya, ambillah kitab (itu) dengan kuat”, dan dalam QS Al Ankabut: 69 yang artinya, “Dan orang-orang berjuang, untuk mencari keridhaan Kami, niscaya Kami tunjukkan mereka jalan-jalan menuju Kami”.

Dikatakan oleh Az Zarnuji, barangsiapa yang mencari sesuatu dan dilakukannya dengan sungguh-sungguh, pasti dia akan mendapatkannya. Dan barangsiapa yang mengetuk pintu dengan terus menerus, pasti dapat masuk. Dikatakan pula, bahwa sesuai dengan kesungguhannya, seseorang akan mendapat apa yang menjadi harapannya.

Dalam konteks kesungguhan ini, Az Zanurji menjelaskan bahwa kesulitan yang dihadapi seseorang akan dapat selesai dengan kesungguhan, terutama kesulitan yang dihadapi dalam proses belajar. Allah akan memberikan pertolongan pada seseorang jika Allah menghendaki. Kesulitan dapat selesai dengan kesungguhan adalah menjadi anugerah Allah subhanahu wa ta’ala dan berada dalam kekuasaan-Nya.

Kesungguhan dalam belajar dan memperdalam ilmu bukan hanya dari pelajar semata namun kesungguhan ini juga dibutuhkan kesungguhan dari tiga (3) orang, yakni pelajar (murid), guru, dan orang tua. Jika murid, guru, dan orang tua sungguh-sungguh, insya Allah itu akan berhasil, kesulitan (dalam menuntut ilmu, dalam belajar) akan dapat terselesaikan, insya Allah. Manusia diperintahkan Allah untuk belajar dan belajar. Hanya saja memang kualitas akal manusia itu berbeda-beda. Nah, kesungguhan inilah yang menjadi kunci. Dengan kesungguhan ini, sesuatu yang sulit itu insya Allah akan dimudahkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala.

Bagaimana ilmu itu dapat diperoleh tanpa melalui kesulitan? Banyak diantara kita ini memiliki cita-cita, memiliki keinginan, namun jika tidak diiringi dengan kesungguhan, maka itu adalah kedustaan. Apapun cita-cita dan keinginan seseorang, jika diiringi dengan kesungguhan, maka insya Allah akan terwujud. Jika tidak diiringi dengan kesungguhan, maka itu adalah kegilaan. Kita harus bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu. Tanpa kesungguhan, maka kita adalah orang yang gila. Orang belum dapat dikatakan bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu, jika dia belum mendapatkan kepayahan yang sangat dalam menuntut ilmu. Allah akan memberikan jalan keluar untuk kesungguhan tersebut.

Masya Allah, merujuk pada materi di atas, maka pentinglah bagi setiap diri kita untuk senantiasa bersungguh-sungguh dalam belajar (menuntut ilmu). Semoga rangkuman materi ini dapat menjadi refleksi untuk diri kita, terlebih khusus bagi penulis pribadi. Insya Allah akan kita lanjutkan pembahasan mengenai kesungguhan dalam menuntut ilmu pada kesempatan berikutnya. Allahu’alam bish showab.

Referensi:

Materi kajian Kitab Ta’lim Muta’allim Syaikh Az Zanurji oleh Ustadz Muhammad Abdullah Sholihun yang dirangkum oleh penulis pada Ramadhan 1441 H.

Penulis:
Hazhira Qudsyi, S.Psi., M.A
– Dosen Jurusan Psikologi FPSB UII
– Kepala Divisi Pembinaan Kepribadian dan Kesejahteraan DPK UII