Bakteri yang berperan dalam pembersihan tumpahan minyak di permukaan laut adalah

Minyak terbukti menjadi pencemar lautan nomor satu. Separuhnya dihasilkan dari aktivitas industri. Selebihnya akibat kegiatan pelayaran hingga kecelakaan kapal tanker. Lautan Indonesia sebagai jalur kapal tanker internasional pun rawan tercemar limbah minyak. Namun laut Indonesia juga memiliki mekanisme tersendiri untuk menetralisasi pencemaran. Laut Indonesia kaya mikroba pengunyah minyak yang mampu meremediasi kawasan tercemar.

"Mikroba itu perlu diberdayakan untuk mengurangi pencemaran laut, " kata Ahmad Thontowi, salah satu anggota tim peneliti bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Thontowi berhasil meraih hibah dari Indonesia Toray Science Foundation (ITSF) untuk risetnya itu, di Jakarta, akhir Februari silam. Dengan dana hibah tersebut, Thontowi berharap bisa melanjutkan penelitian tentang bakteri pemakan minyak. Thontowi memiliki waktu untuk melakukan riset hingga 31 Maret ini.

Menurut Thontowi, penelitian itu dimulai pada 1 April 2005. "Benar telah berlangsung lebih dari tiga tahun, " katanya. Dana murni berasal dari Pemerintah Jepang, sedangkan Indonesia menyumbang fasilitas laboratorium, sumber daya hayati, dan tenaga peneliti. Penelitian itu diperkiraan menghabiskan dana Rp 3 milyar. Riset itu merupakan kerja bersama antara LIPI dan National Institute of Technology and Evaluation (NITE), Jepang.

Kerja sama riset ini dipayungi MOU Ristek-NITE/NEDO, Jepang. Di LIPI sendiri, ada tiga pusat penelitian (puslit) yang terlibat, yaitu Puslit Bioteknologi, Puslit Biologi, dan Puslit Oseanografi. Latar belakang penelitian itu adalah bahwa tanker-tanker internasional --termasuk Jepang-- melalui jalur laut Indonesia, Selat Malaka, Sunda, dan Lombok. Kepadatan lalu lintas memungkinkan suatu saat bisa terjadi kecelakaan tanker yang dapat menyebabkan pencemaran minyak.

Dengan menguasai teknologi penanganan limpahan minyak, bila terjadi kasus pencemaran minyak, akan lebih mudah mengatasinya. Yaitu menggunakan bakteri pengunyah limbah yang akan mengubah minyak menjadi senyawa lain yang tidak berbahaya. Penelitian itu memang bertujuan mengisolasi dan mengarakterisasi bakteri pendegradasi minyak di laut tropis, terutama wilayah jalur tanker dari negara produsen minyak ke Jepang melalui Indonesia.

Telah dikoleksi 53 jenis mikroba pendegradasi senyawa minyak di laut. Penelitian itu difokuskan pada isolasi dan karakterisasi mikroba pendegradasi di laut. Sedangkan monitoring keberadaan mikroba sepanjang musim pada kondisi alami di laut tercemar juga merupakan bagian faktor yang diamati dan diteliti. "Mekanisme penguraian minyak atas peran bakteri-bakteri tersebut di amati, diteliti, dan dilakukan dalam skala lapangan di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, " katanya.

Selanjutnya, di laboratorium, penelitian komposisi dan komunitas bakteri yang bertanggung jawab atas penguraian minyak di laut diamati menggunakan metode pendekatan molekuler, yang disebut teknik DGGE (denaturing gradient gel elektrophoresis). "Kami juga melakukan karakterisasi gen yang bertanggung jawab atas penguraian senyawa hidrokarbon beserta kloningnya, " kata Thontowi.

"Kami menduga, setiap bakteri yang bekerja untuk meremediasi minyak di laut punya peran sendiri-sendiri di habitat alamnya, " katanya. Dari hasil isolasi, bakteri tertentu dinyatakan dominan dan relatif memiliki kemampuan mendegradasi minyak yang signifikan (tinggi), yaitu Marinobacter, Oceanobacter, Alcanivorax, Thalassospira, Stappia, Bacillus, Novospingobium, Pseudomonas, Spingobium, dan Rhodobacter.

"Untuk di Indonesia, biasanya yang banyak dikenal Pseudomonas, " ujarnya. Jika minyak tumpah ke laut, yang terjadi adalah penguapan, dibawa ombak ke pantai, atau terendapkan. Minyak mentah sendiri terdiri dari empat jenis senyawa, yaitu saturates/parafin, aromatik termasuk PAH (polycyclic aromatic hydrocarbon), resin, dan aspalten.

"Kami menangani untuk pencemar hingga dua senyawa, saturates dan aromatik, " katanya. Secara teori, resin dan aspalten juga bisa diuraikan oleh bakteri. Namun itu memerlukan penelitian lebih lanjut. Adapun teknik untuk mengunyah minyak tersebut menggunakan bioremediasi atau biodegradasi. Bioremediasi adalah proses remediasi atau pemulihan area terpolusi menggunakan mikroba sebagai agen pendegradatornya.

Bioremediasi dapat dilakukan dengan dua teknik, yaitu bioaugmentasi dan biostimulasi. Bioaugmentasi adalah teknik menebarkan mikroba ketika terjadi pencemaran minyak. Sedangkan teknik biostimulasi menggunakan "pupuk " mineral untuk menumbuhkan mikroba di lingkungan yang tercemar. "Sehingga mikroba yang tumbuh itu siap menguraikan minyak menjadi senyawa yang lebih ramah lingkungan. Dan itu yang paling banyak direkomendasikan, meskipun tidak tertutup kemungkinan menggunakan teknik bioaugmentasi, " paparnya.

Thontowi mengingatkan bahwa mikroba yang bekerja menguraikan minyak tidak hanya sejenis, tapi suatu komunitas. Setiap setiap jenis mikroba memiliki kemampuan sendiri-sendiri dalam mengurai minyak. "Ada yang kemampuannya mengurai parafin, tugas selanjutnya dilakukan jenis lain, " katanya. Namun yang banyak dikenal mampu mengurai saturates dan aromatik adalah Alcanivorax borkumensis. "Dia memang dikenal memiliki kemampuan yang tinggi, " ujarnya.

Efektivitas bakteri dalam mengurai minyak bervariasi, bergantung pada jenis bakteri, dari 0 persen-100 persen. Efektivitas bakteri dalam mengurai minyak didasarkan pada jumlah minyak yang ada dalam larutan kultur dibandingkan dengan sesudah treatment bakteri, dihitung seberapa besar minyak yang tertinggal dalam larutan, termasuk bakterinya.

Monitoring dilakukan menggunakan GC-Mass, alat penera gas kromatografi yang dapat menganalisis komponen senyawa apa yang ada dalam larutan tersebut dan bermassa berapa, sehingga diketahui persis masih mengandung minyak atau tidak. "Dalam percobaan, setelah treatment dengan bakteri, minyak habis termakan bakteri, " katanya.

Prosesnya, sebelum makan minyak, bakteri menghasilkan surfactan. Yaitu sejenis enzim yang dapat menyatukan minyak dengan air. Setelah minyak dan air menyatu, mulailah bakteri makan minyak. "Ditandai dengan terpecah-pecahnya gumpalan minyak menjadi kecil-kecil, " tuturnya. Akhirnya minyak diubah menjadi senyawa lain yang tidak berbahaya.

"Dengan mengembangkan mikroba tropis Indonesia, akan mudah mengembangkan sistemnya karena telah sesuai dengan habitat tumbuh mikroba tersebut, " katanya. Di luar negeri, yang sudah mempraktekkannya adalah Jepang, Kanada, dan Amerika Serikat. Pencemaran tanker di sekitar perairan Jepang, Kanada, dan Amerika terjadi akibat tenggelamnya Exxon Valdez yang berisi 38.800 ton minyak pada 1989.

Rohmat Haryadi Gatra Nomor 22 [Terbit Kamis, 9 April 2009]

Tumpahan minyak bumi di lingkungan laut akan berdampak buruk bagi biota yang ada di dalamnya. Mitigasi tumpahan minyak yang aman, efisien, relatif murah dan mudah penerapannya adalah degradasi tumpahan minyak secara biologi dengan menggunakan mikroorganisme atau dikenal bioremediasi. Namun, tegangan permukaan minyak bumi dapat menghambat proses bioremediasi. Surfaktan memiliki kemampuan untuk meningkatkan bioavalibilitas minyak bumi sehingga memudahkan bakteri kontak dengan karbon sebagai sumber makanannya. Tujuan dari penelitian ini adalah menguji pengaruh penambahan surfaktan dietanolamida (DEA) guna meningkatkan kemampuan bakteri laut dalam untuk mendegradasi limbah minyak bumi pada media air terformasi. Uji biodegradasi minyak dilakukan pada media air terformasi sebanyak 8 liter, kemudian dilakukan pengamatan kemampuan surfaktan DEA dalam menurunkan tegangan permukaan, kandungan minyak, pH dan nutrien pada hari 0, 1, 3, 6 dan 10. Bakteri yang digunakan adalah konsorsium bakteri yang terdiri atas Enterobacter sp., Pseudomonas sp., dan Raoultella sp. Analisis GC-MS dilakukan untuk mendeteksi perubahan komponen kimia pada minyak bumi. Fraksi alifatik yang terdeteksi adalah senyawa n-alkana C17 – C31 dan C20 – C31 berturut-turut sebelum dan setelah biodegradasi. Minyak terdegradasi hingga 65.52% dengan konstanta laju degradasi (k) -0.1054 pada media dengan penambahan surfaktan DEA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa surfaktan DEA mampu meningkatkan kemampuan konsorsium bakteri dalam mendegradasi minyak bumi.

Berlin - Bencana tumpahan minyak, kini makin sering terjadi. Secara alamiah bakteri pelahap hidrokarbon membersihkan cemaran, tapi prosesnya sangat lama. Ilmuwan merekayasa bakteri agar makin efisien dan getol memakan minyak.

Laut punya sistem pembersihan diri. Sebagian besar polusi yang mendarat di laut, diurai oleh Mikroorganisme Dalam Ekologi Lautan.Tapi prosesnya berlangsung sangat lama.

Kapal tanker ini menabrak karang dan tenggelam, sebagian muatannya bocor ke laut. Dalam upaya pembersihan, biasanya dipasang barikade mengambang dan pengerahan kapal kecil, untuk menyedot bocoran minyak dari permukaan. Tapi solusi ini jauh dari sempurna.

Ahli osenaografi Vassilios Mamaloukas-Fragoulis mengungkapkan kendalanya: "Teknologinya punya keterbatasan. Kelemahan utamanya adalah bahwa perimeter mengambang tidak dapat mencegah sejumlah kebocoran minyak. Selalu ada sejumlah kecil minyak yang tidak dapat dilenyapkan dengan menggunakan metode mekanis, jadi film tipis minyak tetap ada."

Penguraian organik amat lambat

Membersihkan Pencemaran Minyak amat sulit. Paling tidak karena menunggu mikroorganisme di laut untuk mengurainya pada kecepatan alami terlalu lama. Tapi bagaimana kalau bakteria bisa bekerja cepat? Inilah sasaran riset Eropa dalam proyek yang dikoordinasi Yunani.

"Target utama proyek riset kami adalah menemukan teknologi baru, untuk meningkatkan bio-degradasi alami yang dimiliki mikroba laut. Kami mencapai target itu, dengan rangkaian langkah yang memberikan mikroba semua hal yang diperlukan, agar memakan minyak lebih cepat", papar Nicolas Kalogerakis, Profesor teknik biokimia di Technical University of Crete:

Di Laboratorium para peneliti membuat simulasi kebocoran minyak, untuk menguji coba metoda baru. Mula-mula disemprotkan dari minyak nabati yang mudah terurai, untuk mengurangi tegangan permukaan air. Dengan itu minyak dan air bercampur.

Roger Marchant, ahli bioteknologi mikrobial dari University of Ulster menjelaskan: "Menyemprot minyak dengan surfaktan ini, tidak menyebabkan minyak lenyap. Yang dilakukan adalah memecah minyak jadi tetesan lebih kecil. Dan ini bisa diserang oleh mikroorganisme di lingkungan untuk mengurai minyak sepenuhnya."

Rekayasa bakteri alamiah

Bakteri pemakan minyak tidak perlu diciptakan, karena biasanya muncul di laut dimanapun ada kebocoran minyak. Tapi para ilmuwan ingin membantu bakteri ini tumbuh dan bereproduksi lebih cepat.

"Caranya, kami mengambil sampel air yang tercemar dari laut dan di laboratorium membudidayakan bakteri dari air itu. Jika kami sudah menumbuhkan biomassa besar bakteri pemakan minyak, kami semprotkan kembali ke cemaran minyak. Dengan itu kami mempercepat proses alami dari pembersihan diri laut", papar pakar mikrobiologi laut Michail Yakimov.

Untuk merangsang rasa lapar bakteri pada minyak, para peneliti menambahkan fosfor dan nitrogen ke dalam campuran. Mereka menemukan partikel cerdas baru, yang melepas nutrisi dengan tepat jika diperlukan di laut yang tercemar.

Pakar mikrobiologi lingkungan Philippe Corvini menjelaskan: "Jika bakteri berada di laut, ada kebutuhan nutrisi, misalnya fosfor and nitrogen." Rekannya pakar bioklimia Patrick Shahgaldian menambahkan: "Jadi kami menyuplai nutrisinya langsung ke bakteri, agar bisa mengurai minyak lebih efisien lagi."

Bakteri memakan minyak, plankton makan bakterinya, dan dengan begitu rantai makanan di laut berlanjut. Cara alami membersihkan bocoran minyak ini, dalam waktu dekat akan digunakan dalam skala besar untuk membantu menangani bencana lingkungan.

as/vlz(DW Inovator)

(ita/ita)