Lekukan yang terdapat pada umbi kentang atau ketela rambat disebut

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ubi Jalar Ubi jalar (Ipomoea batatas) atau ketela rambat atau sweet potato diduga berasal dari Benua Amerika. Para ahli botani dan pertanian memperkirakan daerah asal tanaman ubi jalar adalah Selandia Baru, Polinesia, dan Amerika Bagian Tengah. Ubi jalar menyebar ke seluruh dunia terutama negara-negara beriklim tropika, diperkirakan pada abad ke-16. Orang-orang Spanyol dianggap berjasa menyebarkan ubi jalar ke kawasan Asia terutama Filipina, Jepang dan Indonesia (Rukmana, 1997). Ubi jalar merupakan tanaman ubi ubian dan tergolong tanaman semusim (berumur pendek) dengan susunan utama terdiri dari batang, ubi, daun, buah dan biji. Tanaman ubi jalar tumbuh menjalar pada permukaan tanah dengan panjang tanaman dapat mencapai 3 m, tergantung pada kultivarnya. Batang tanaman berbentuk bulat, tidak berkayu, tidak berbuku-buku dan tipe pertumbuhannya tegak atau merambat. Daun berbentuk bulat sampai lonjong dengan tepi rata atau berlekuk dangkal sampai berlekuk dalam, sedangkan bagian ujungnya meruncing (Rukmana, 1997). Tanaman ubi jalar yang sudah berumur kurang lebih 3 minggu setelah tanam biasanya sudah membentuk ubi. Bentuk dan ukuran ubi merupakan salah satu kriteria untuk menentukan harga jual di pasaran. Bentuk ubi yang ideal

7 dan bermutu baik adalah bulat lonjong agak panjang dan tidak banyak lekukan dengan bobot antara 200 g 250 g per ubi (Rukmana, 1997). Ubi jalar adalah tanaman yang tumbuh baik di daerah beriklim panas dan lembab, dengan suhu optimum 27 C berkelembaban udara 50% 60% dan lama penyinaran 11-12 jam per hari dengan curah hujan 750 mm 1500 mm per tahun. Produksi dan pertumbuhan yang optimal untuk usaha petani ubi jalar yang cocok adalah pada saat musim kemarau (kering). Tanaman ini dapat tumbuh sampai ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut. Ubi jalar masih dapat tumbuh dengan baik di dataran tinggi (pegunungan) tetapi umur panen menjadi panjang dan hasil yang didapat rendah (Rukmana, 1997). B. Jenis-Jenis Ubi Jalar Menurut Andrianto dan Indarto ( 2004), berdasarkan tekstur, ukuran, warna kulit, dan warna umbi yang sangat bervariasi tergantung varietasnya. Warna ubi jalar terdiri dari ubi jalar kuning, ubi jalar oranye, ubi jalar putih, ubi jalar jingga dan ubi jalar ungu. Ubi jalar berwarna jingga atau oranye mengandung betakaroten tinggi dari pada ubi lainnya. Sementara varietas ubi jalar yang digunakan untuk pangan berdasarkan tekstur daging ubi jalar dapat dibedakan dalam dua golongan, yaitu umbi berdaging lunak karena banyak mengandung air tidak berserat (agak berair, berdaging manis) dan umbi berdaging keras karena banyak mengandung pati dan serat (banyak mengandung tepung) (Sarwono, 2005).

8 Gambar 1. Ubi jalar Oranye Jenis umbi ubi jalar yang memiliki harga jual yang tinggi umumnya umbi yang berwarna dibandingkan umbi putih. Ubi jalar yang tergolong bernilai ekonomis adalah ubi Cilembu, ubi Gunung Kawi, dan ubi Jepang. Ubi jalar yang pernah dihasilkan oleh pemerintah Indonesia antara lain: Daya (1977), Borobudur (1982), Prambanan (1982), Mendut (1989), Kalasan (1991), Muara Takus (1995) (Sarwono, 2005). Sedangkan varietas - varietas yang baru dihasilkan tahun 2001 antara lain: Cilembu yang berasal dari Sumedang Jawa Barat dengan warna umbinya krem kemerahan/kuning, Sari yang berasal dari Persilangan Genjah Rante dan Lapis dengan warna umbi kuning, Jago yang berasal dari famili klon B 0059-3 dengan warna umbi kuning muda, Boko berasal dari persilangan no. 14 denagan MLG1258 dengan warna umbi krem dan Kidal yang berasal dari persilangan bebas induk Inaswang dengan warna umbi kuning tua (DPTP Jabar, 2012).

9 C. Ubi Jalar Asal Marga dan Asal Gisting Ubi jalar dapat tumbuh pada dataran rendah maupun dataran tinggi. Salah satu faktor utama yang berpengaruh pada pertumbuhan tanaman ubi jalar adalah temperatur, kelembaban udara, curah hujan, penyinaran matahari, keadaan angin, keadaan tanah, letak geografi tanah, tofografi tanah dan sifat tanah (Juanda dan Cahyono, 2000). Namun, hasil ubi jalar di dataran rendah (< 500 m dpl) lebih tinggi dari pada di dataran tinggi (> 900 m dpl). Suhu udara yang dingin di dataran tinggi menyebabkan pertumbuhan tanaman ubi jalar kurang optimal (Rauf dan Lestari, 2009). Penelitian ini menggunakan dua asal ubi jalar. Dalam hal ini petani yang saya datangi tidak mengetahui dengan jelas varietas ubi jalar yang digunakan. Petani hanya menyebutkan ubi jalar yang mereka tanam dengan sebutan ubi jalar kuning (mantang kuning) asli lokal daerah Gisting dan Marga. Untuk membedakannya, dalam penelitian ini saya menyebutkan kedua sampel ubi jalar tersebut dengan sebutan ubi jalar Marga dan ubi jalar Gisting. Ubi jalar Marga tumbuh di dataran rendah sementara ubi jalar Gisting tumbuh di dataran tinggi. Ubi jalar yang digunakan ini sama - sama merupakan ubi jalar berdaging kuning tua atau orange. Kulit ubi jalar asal Marga kulit berwarna merah sedangkan kulit ubi jalar asal Gisting berwarna kuning kecoklatan. Umur panen asal Marga 3 4 bulan lebih pendek dibandingkan ubi jalar asal Gisting 6 7 bulan. Ubi jalar Marga memiliki kriteria mirip dengan varietas Sari yang merupakan hasil persilangan rantai x lapis tahun 2001. Sari, produktivitasnya mencapai 30-35 ton/ha. Bentuk umbi bulat telur membesar pada bagian ujung, tangkai umbi

10 sangat pendek. Warna kulit umbi merah dan warna umbinya kuning tua atau orange. Rasa enak, manis, kandungan bahan kering 28 %, kandungan pati 32,48 %, kandungan gula 5,23 %, kandungan protein 1,91 %, vitamin C 21,52 mg/100 gr, kandungan beta karoten 381 mkg/100 g, agak tahan hama boleng, dan penyakit kudis. Varietas Sari ini beradaptasi luas dan berkembang di daerah sentra produksi ubi jalar di Malang dan Mojokerto, Jawa Timur serta di Karanganyar, Jawa Tengah. Umbi dari varietas Sari cocok digunakan untuk campuran industri saos tomat. Umur panen 3,5-4,0 bulan (DPTP Jabar, 2012). Ubi jalar asal Gisting memiliki panjang tangkai dan berdaun pendek serta bentuk umbi elip membulat ciri ciri memiliki kesamaan dengan varietas Lokal Papua. Varietas Lokal Papua kandungan nutrisi pada ubi jalar ini adalah abu 0,73 %, protein 2,12 %, serat 4,93 %, gula total 4,87 %, beta karoten 533,8 mg/100 g, bahan kering umbi 32,8 %. Potensi hasil ubi jalar ini antara 30 ton/ha dengan umur panen 6 bulan. Warna kulit kuning kecoklatan, umbi kuning tua, bentuk elip membulat dianjurkan pada lahan sawah dan tegalan di daerah pegunungan dengan minimal ketinggian tempat 1000 m dpl (DPTP Jabar, 2012). D. Komposisi Kimia Ubi Jalar Segar Ditinjau dari komposisi kimia, ubi jalar potensial sebagai sumber karbohidrat, mineral zat besi (Fe), fosfor (P), dan kalsium (Ca) dan vitamin A, vitamin C, vitamin B1, dan riboflavin. Menurut Juanda dan Cahyono (2000), warna daging ubi jalar jingga kemerah merahan memiliki hubungan dengan kandungan beta karoten lebih tinggi dari pada jenis ubi jalar lainnya. β-karoten berfungsi untuk mencegah dan menanggulangi penyakit mata. Tetapi tidak semua ubi jalar

11 mengandung β-karoten yang tinggi. Ubi jalar yang umbinya berwarna kuning atau putih memiliki kandungan β-karoten lebih rendah. Dari kandungan gizinya yang cukup lengkap ubi jalar dapat melengkapi kebutuhan gizi bagi kesehatan tubuh. Zat yang terkandung di dalam ubi jalar dapat mencegah berbagai penyakit, mengahasilkan energi, membangun sel sel dalam tubuh, serta meningkatkan proses metabolisme tubuh. Di dunia, peringkat ubi jalar menduduki tingkat kesembilan di antara tanaman pangan penting lainnya. Ubi jalar merupakan pemanfaatan sumber kalori, dibandingkan padi, kentang, kedelai, nilai gizi ubi jalar dapat dilihat komposisi zat gizinya (Sarwono, 2005). Adapun komposisi zat gizi ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 1.

12 Tabel 1. Komposisi zat gizi ubi jalar dan beberapa bahan pangan per 100 g bahan Zat Gizi Padi Ubi Jalar Kentang Kedelai Air (g) 13 70 67 8 Serat (g) 0,5 0,3 0,1 18 Kalori (Kal) 354 113 75 325 Protein (g) 6,5 2,3 2,3 36,8 Fe (mg) 0,6 1,0 0,7 7,4 Ca (mg) 15 46 7 216 Vitamin A (IU) 0 7,1 0 20 Vitamin B 1 (mg) 0,11 0,08 0,07 0,44 Vitamin B 2 (mg) 0,24 0,05 0,04 0,31 Niasin (mg) 1,4 0,9 1,0 3,2 Vitamin C (mg) 0 2,0 7 0 Sumber: Sarwono, 2005. E. Penanganan Pasca Panen Ubi Jalar Perlakuan pasca panen bertujuan untuk memberikan penampilan yang baik dan kemudahan - kemudahan untuk konsumen, memberikan perlindungan produk dari kerusakan dan memperpanjang masa simpan. Sukses penanganan pascapanen memerlukan koordinasi dan integrasi yang hati - hati dari seluruh tahapan dari operasi pemanenan sampai ke tingkat konsumen untuk mempertahankan mutu produk awal. Ubi jalar mulai dapat dipanen pada saat berumur 3 4 bulan setelah ditanam, tergantung pada jenis atau varietasnya. Penundaan waktu panen hanya dapat dilakukan paling lama 1 bulan, karena jika melebihi batas waktu tersebut

13 maka risiko adanya serangan hama boleng cukup tinggi. Di samping itu, penundaan waktu panen tersebut tidak akan dapat meningkatkan hasil panennya (Sarwono, 2005). Menghindari kerusakan selama panen sangat penting karena kondisi fisik ubi jalar mudah rusak. Setelah panen, umbi sebaiknya dihindarkan dari sengatan sinar matahari dan kekeringan. Mutu umbi ditentukan oleh derajat masak dan kerusakan pada saat panen. Derajat masak ditentukan oleh kadar air dan kadar zat gizi. Kerusakan umbi pada saat panen dan pengangkutan dapat berupa luka, lecet, memar, goresan, busuk, dan tumbuh tunas (Sarwono, 2005). Kerusakan tersebut mengakibatkan umbi kurang tahan untuk disimpan. Umbi yang luka sebaiknya dipisahkan, lalu secepatnya dikonsumsi atau dikeringkan menjadi gaplek agar tidak busuk. Kerusakan umbi selama dalam penyimpanan disebabkan serangan cendawan rhyzopus sp. Umbi yang memar atau luka memudahkan cendawan mudah masuk ke dalam daging umbi sehingga memperpendek masa simpan. Kerusakan juga dapat dipicu oleh tumbuhnya tunas. Ubi jalar tidak memiliki dormansi alamiah sehingga cepat memulai pertumbuhan tunas jika suhu dan kelembaban sesuai. Tingkat kerusakan juga dipengaruhi oleh umur panen untuk tiap kultivar. Jika panen melebihi umur optimal, kadar gula dan pati menurun, sedangkan kadar seratnya meningkat. Semakin lama penyimpanan dilakukan (dalam batas tertentu), ubi jalar akan memiliki rasa yang lebih enak dan manis (Sarwono, 2005).

14 F. Fisiologi Ubi Jalar Respirasi adalah proses perombakan senyawa yang lebih kompleks di dalam sel seperti pati, gula dan asam organik, dengan menggunakan oksigen, sehingga menghasilkan molekul yang lebih sederhana seperti karbondioksida dan air, serta menghasilkan energi dan molekul lain yang dapat digunakan oleh sel untuk reaksi sintesa. Proses respirasi yang terjadi saat tersedianya oksigen yang digunakan untuk merombak senyawa senyawa tersebut adalah respirasi aerob, dimana dihasilkan karbondioksida, air dan energi. Apabila tidak tersedia oksigen sama sekali maka yang terjadi adalah respirasi anaerob yang menghasilkan ethanol dan kalor. Proses respirasi anaerob yang terjadi di dalam sel akan menyebabkan terjadinya perubahan atau kerusakan cita rasa dan bau. Respirasi anaerob akan memengaruhi kualitas, tetapi sejauh ini belum ada laporan hal yang dapat membahayakan kesehatan manusia (Hartanto, 2002). Menurut Imade (2001), laju respirasi dipengaruhi oleh suhu. Hal ini mengikuti hukum Ven Hoff yang menyatakan bahwa laju reaksi kimia dan biokimia meningkat dua sampai tiga kali lipat untuk setiap kenaikan suhu sebesar 10 o C. Jadi, setiap kenaikan suhu sebesar 10 o C laju respirasi akan meningkat menjadi dua atau tiga kali lebih besar. Laju respirasi menentukan potensi pasar dan masa simpan yang berkaitan erat dengan; kehilangan air, kehilangan kenampakan yang baik, kehilangan nilai nutrisi dan berkurangnya nilai cita rasa. Masa simpan produk segar dapat diperpanjang dengan menempatkannya dalam lingkungan yang dapat memeperlambat laju respirasi dan transpirasi melalui penurunan suhu

15 produk, mengurangi ketersediaan O 2 atau meningkatkan konsentrasi CO 2, dan menjaga kelembaban nisbi yang mencukupi dari udara sekitar produk tersebut. C 6 H 12 O 6 + O 2 -------------> CO 2 + H 2 O + energi + panas Transpirasi adalah proses fisik dimana uap air lepas dari jaringan tanaman berevaporasi ke lingkungan sekitar. Peranan dari transpirasi adalah melepaskan air keluar struktur tanaman untuk mengatur suhu bahan tetap normal melalui proses pendinginan evaporatif. Proses fisiologis ini menggunakan energi dari respirasi untuk merubah air menjadi uap air. Di dalam proses perubahan dari cair menjadi gas dibutuhkan energi. Transpirasi, secara prinsip terjadi pada daun melalui struktur yang dinamakan stomata. Sebagai proses tipikal yang terjadi pada jaringan hidup, transpirasi dipengaruhi oleh aktivitas fisiologis produk (Imade, 2006). Laju kehilangan air ini dipengaruhi oleh bentuk dan struktur lapisan. Kondisi fisik morfologis produk juga berpengaruh terhadap transpirasi atau penguapan air dari produk itu sendiri. Kehilangan berat sebanyak 5% untuk produk sayuran dan 10% untuk buah atau umbi umbian akibat transpirasi akan mengakibatkan berkurangnya nilai komersial secara berarti (Imade, 2006). Pada fase pematangan setelah dipanen akan terjadi penurunan asam organik, peningkatan jumlah gula gula sederhana yang memberi rasa manis dan kenaikan zat zat atsiri yang memberi flavor yang khas (Pantastico, 1989). Kandungan asam askorbat dalam ubi jalar mengalami perubahan selama proses penyimpanan. Pada tahap awal penyimpanan, kandungan asam askorbat pada ubi jalar akan berkurang. Tingkat berkurangnya asam askorbat ini berbeda beda, tergantung pada varietas dan proses penyimpanannya.

16 G. Suhu dan Kelembaban Udara (RH) Pengendalian suhu dan kelembaban udara adalah cara yang paling penting untuk menjaga mutu produk hortikultura pascapanen. Pada suhu di atas 30 C aktivitas enzim pada buah dan sayur sayuran akan mengalami penurunan. Suhu 35 C beberapa enzim masih akan tetap aktif tetapi, pada suhu 40 C sebagian besar enzim mengalami inaktif. Perlakuan suhu di atas 35 C akan mengakibatkan metabolisme tidak normal dan merusak integritas struktur membran dengan kerusakan organisasi selular dan mempercepat kerusakan produk. Sebaliknya penurunan suhu menyebabkan penurunan laju perubahan beberapa parameter seperti respirasi, perubahan tekstur atau kehilangan vitamin C (Hartanto, 2002). Pengelolaan suhu dapat dibagi menjadi dua fase. Pertama adalah fase pendinginan untuk melepaskan panas lapang dan kedua adalah menjaga produk pada suhu optimum selama pendistribusiannya. Kebanyakan produk, terutama yang mempunyai laju respirasi sangat tinggi, memerlukan pendinginan segera setelah panen untuk memaksimumkan retensi mutu dan masa simpan (Imade, 2006). Suhu optimal akan bervariasi untuk masing-masing jenis produk. Umumnya semakin rendah suhu semakin menimbulkan kerusakan berpengaruh terhadap: laju respirasi, laju kehilangan air, aktivitas patologi, aktivitas insekta, pertumbuhan dan perkembangan pasca panen, dan produksi etilen. Kelembaban didefinisikan sebagai persentase uap air dalam udara. Jika bahan yang mengandung air, seperti buah yang ditempatkan pada ruang tertutup berisi udara kandungan air dalam ruang akan meningkat atau menurun hingga tercapai

17 suatu keseimbangan. Keseimbangan terjadi apabila jumlah molekul air yang masuk dan meninggalkan pada fase uap yang sama (Hartanto, 2002). Penyimpanan ubi jalar sebaiknya disimpan dalam suhu rendah dan kelembaban udara tinggi yaitu 27 C-30 C dan 85 % - 95 % selama 4 7 hari untuk merangsang terbentuknya lapisan gabus peridermis di bawah bagian yang rusak (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Tetapi kelembaban udara yang tinggi dapat merangsang proses pembusukan terutama jika terjadi perubahan atau variasi dalam ruangan (Komar dkk, 2001). Keterangan : Gambar 2. Bagian kulit dan daging ubi (Bauwkamp, 1985 dalam Mumpuni, 2006). Ep co lac ca par en xy, ph = epidermis (kulit ari) = cortex (lapisan kulit getah) = lacuna = cambium (lapisan gabus/kambium) = parenkim = endodermis = xylem, phloem Kelembaban udara (RH) merupakan batasan umum untuk menggambarkan jumlah uap air yang terdapat di dalam udara. Jumlah uap air yang bisa dihasilkan oleh

18 udara tergantung pada suhu. Udara semakin hangat dapat memegang air lebih banyak. Contohnya, udara pada suhu 30 C dan 90 % (RH) adalah lebih kering dibandingkan dengan udara pada suhu 25 C dan 90 % (RH), sederhana karena dapat menghasilkan uap air lebih banyak (Imade, 2006).