Bagaimana pendapat anda tentang tenaga kerja asing di Indonesia

JAKARTA – Isu maraknya tenaga kerja asing (TKA) ilegal asal China beberapa waktu ini menjadi perbincangan hangat. Kehadiran mereka pun menuai beragam reaksi semua kalangan, Bahkan Presiden Joko Widodo juga angkat bicara.

Menurutnya, mustahil tenaga kerja asing berdatangan ke Indonesia. Pasalnya, gaji di Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan dengan gaji di luar negeri.

"Kita enggak mungkin dari luar masuk ke sini. Hong Kong, Amerika, karena gaji mereka lebih gede. Kita akui gaji kita lebih rendah tapi tahun demi tahun akan membaik," kata Jokowi

Lalu, bagaimana reaksi masyarakat sendiri terhadap isu pekerja asing ilegal asal China yang datang ke Indonesia untuk bekerja?

Okezone telah mewawancarai beberapa orang untuk dimintai tanggapannya. Berikut kata mereka.

1. Rivan (22) Mahasiswa

"Beberapa bulan yang lalu sih sempat ramai ya katanya banyak tenaga kerja dari China yang datang ke Indonesia. Tapi sekarang-sekarang sudah jarang terdengar. Menurut saya kalau di Indonesia banyak tenaga kerja ilegal dari China, pemerintah ngapain aja? kok bisa banyak tenaga kerja ilegal datang ke Indonesia."

"Kalau saya pribadi sepertinya tenaga kerja Indonesia masih susah bersaing dengan tenaga kerja asal China. Pemerintah harusnya memperhatikan rakyatnya. Masih banyak pengangguran di Indonesia. Harusnya tenaga kerja asal China apalagi yang ilegal bisa ditangani."

2. Ahmad Alfian (23) Karyawan Swasta 

"Iya saya sadar banyak tenaga kerja asal China di Indonesia. Tapi tetap ya yang paling banyak mereka jadi pedagang daripada jadi buruh. Menurut saya tenaga kerja ilegal China yang berkeliaran di Indonesia harus dipulangkan ke negaranya. Itu kan merugikan kita."

Untuk saat ini sepertinya tenaga kerja kita belum cukup mampu untuk bersaing dengan tenaga kerja asal China. Oleh sebab itu pemerintah harus peduli. Pemerintah harus mengurangi tenaga kerja asal China terutama yang ilegal. Jangan sampe tenaga kerja kita sendiri malah nggak dapat perhatian."

3. Ali Fathurahman (23) Karyawan Swasta 

"Kalau menurut saya sih tenaga kerja asal China di Indonesia enggak banyak-banyak banget, tapi saya melihatnya baru sebatas Jakarta saja. Kalau tempat lain nggak begitu tahu. Menurut saya kalau di Indonesia banyak tenaga kerja ilegal dari China itu jelas merugikan. Di Indonesia sudah banyak yang menganggur sekarang harus bersaing sama tenaga kerja asing ilegal."

"Sebenarnya tenaga kerja kita sendiri sudah mampu bersaing dengan tenaga kerja asal China. Tapi di Indonesia tenaga kerja asing lebih dipandang dari pada tenaga dalam negeri. Saran saya buat pemerintah harus bisa mengawasi calon tenaga kerja ilegal asal China yang mau masuk ke Indonesia biar nggak semakin banyak."

4. Amelia Susanti (22) Karyawan Swasta 

"Saya tahu banyak tenaga kerja asal China di Indonesia baru-baru ini saja setelah nonton berita di TV. Sebelumnya malah nggak tahu sama sekali. Di berita katanya banyak tenaga kerja ilegal asal China. Menurut saya itu bisa memberikan dampak negatif ke masyarakat di Indonesia. Mereka bakal tambah susah cari kerja."

"Masyarakat kita kan banyak yang nggak punya kesempatan sekolah sampai minimal SMA. Kalau mereka harus bersaing sama tenaga kerja China kayaknya susah. Saran saya buat pemerintah kalau benar-benar mau mengurangi pengangguran kurangi dulu tenaga kerja asing di Indonesia."

5. Arief Sholehan (24) Mahasiswa

"Kalau pendapat saya sih tenaga kerja asal China di Indonesia nggak begitu banyak. Yang banyak sih jadi pedagang kalau orang China di sini. Menurut saya kalau memang tenaga kerja ilegal asal China banyak di Indonesia pastinya meresahkan calon pekerja di Indonesia karena mereka harus bersiang."

"Menurut saya pribadi tenaga kerja kita sebagian sudah mampu kalau harus bersiang dengan tenaga asal China. Tapi buat mereka yang skill-nya nggak terlalu baik pasti bakal kesusahan bersaing."

"Saran saya buat pemerintah, harus mengutamakan rakyatnya dulu. Boleh ambil tenaga kerja asing di Indonesia kalau emang benar-benar kepepet, tapi untuk yang ilegal harus dihentikan." (dng)

Baca Juga: Beli Produk Asuransi Bikin Rugi? Apakah Benar?!

(rhs)

Jakarta - Jumlah tenaga kerja asing (TKA) di Indonesia saat ini adalah 126 ribu orang. Jumlah ini meningkat hampir 70% dibanding akhir 2016. Apakah ada peningkatan drastis pada investasi asing? Tidak. Diduga kuat ini akibat lonjakan tenaga kerja dari Cina. Sejak 2015 banyak laporan tentang buruh Cina yang masuk dalam jumlah besar pada sejumlah proyek dengan dana investasi dari Cina. Para pengusaha Cina masuk membawa dana investasi, tapi sekaligus membawa pekerja mereka untuk mengerjakannya.

Tidak hanya tenaga ahli yang mereka bawa, bahkan buruh dan tukang masak pun mereka angkut. Jumlahnya memang tidak sampai jutaan sebagaimana hoax yang beredar, tapi memang cukup banyak, seperti tercermin dalam lonjakan data tadi. Kenapa tenaga yang bukan ahli itu dapat masuk? Kabarnya mereka mendapat izin khusus, sebagai bagian dari kontrak investasi. Pada dasarnya bagi TKA hanya tenaga kerja ahli yang boleh bekerja di Indonesia. Tapi dengan alasan ini dan itu pemerintah bisa memberikan sejumlah perlakuan khusus.

Sebenarnya, apa kriteria ahli itu? Dulu salah satu kriterianya adalah minimal lulusan perguruan tinggi. Kini aturannya sudah diubah menjadi "memiliki pendidikan yang sesuai dengan jabatan yang akan diduduki." Bagaimana ketentuan "sesuai" itu? Entahlah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kementerian Tenaga Kerja yang menerbitkan Izin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA) tidak pernah benar-benar melakukan pengecekan keahlian. Semua proses hanya berbasis data administratif. Sertifikat, surat keterangan, dan surat pernyataan. Lalu lolos, seorang TKA mendapatkan IMTA. Sekali seseorang mendapat IMTA tidak pernah ada pengecekan apakah ia benar-benar ahli di lapangan, atau cuma buruh kasar.Tenaga kerja asing pada dasarnya hanya boleh bekerja selama waktu tertentu. Lamanya bervariasi, ada yang 6 bulan, ada yang setahun. Tapi lagi-lagi itu hanya soal administratif. Orang yang sama dapat diperpanjang izin kerjanya, atau secara resminya diberikan izin baru. Secara faktual masa kerja TKA di Indonesia nyaris tanpa batas.Yang krusial adalah soal transfer keahlian. Setiap TKA wajib melakukan transfer keahliannya kepada tenaga kerja lokal. Tapi hal itu lagi-lagi hanya dikontrol secara administratif. Perusahaan diminta untuk menyampaikan data tenaga kerja yang menjadi tenaga pendamping yang sejatinya mendapat limpahan transfer keahlian. Hanya itu saja. Transfer keahlian tidak pernah benar-benar terjadi. Suatu jabatan terus diisi oleh tenaga asing selama puluhan tahun, dan itu masih akan terus berlangsung.Yang tercermin dalam sejumlah regulasi ketenagakerjaan kita adalah prioritas pemberian pekerjaan untuk tenaga kerja lokal. Tenaga kerja asing hanya diperkenankan bekerja bila orang dengan keahlian yang ia miliki tidak tersedia di Indonesia. Itu pun dibatasi hanya selama periode tertentu. Ia harus mengalihkan keahliannya kepada tenaga lokal. Hingga waktu tertentu tenaga lokal dapat menguasai keahlian tadi, maka tenaga asing tidak lagi diperlukan.Tapi itu semua hanya rumusan regulasi. Faktanya tidak demikian. Kemenaker maupun Dinaker tidak pernah memeriksa hal itu. Tidak terjadinya transfer keahlian itu adalah fakta yang begitu telanjang, dan mereka tidak peduli. Sekali lagi, semua hanya berbasis pada proses administrasi belaka.Bagi semua perusahaan mempekerjakan TKA sebenarnya sebuah beban yang tidak kecil. Biaya untuk mempekerjakan TKA bisa mencapai 3-4 kali lipat dibanding tenaga lokal. Di samping gaji yang tidak kecil pekerja asing masih mendapat fasilitas tambahan fasilitas berupa kendaraan dan sopir, apartemen, layanan kesehatan, dan biaya pulang kampung. Seharusnya perusahaan mempercepat proses peralihan ke tenaga lokal.Namun mereka juga punya kepentingan. Orang-orang di negeri asal sana juga harus tetap diberi pekerjaan. Memberikan suatu jabatan kepada pekerja lokal artinya mengurangi jatah jabatan bagi pekerja mereka sendiri. Itu hal yang berat untuk mereka lakukan.Selain itu, masalah ini adalah soal kepercayaan. Khususnya bagi negara-negara Timur seperti Jepang, Korea, dan Cina mereka punya sistem lingkaran kepercayaan yang sangat tertutup. Sulit bagi mereka untuk mempercayai orang dari bangsa lain. Jadi, tidak memberikan jabatan kepada pekerja lokal itu alasannya bukan soal teknis keahlian, tapi soal non teknis, yaitu kepercayaan.Soal lain adalah soal bahasa. Orang-orang Jepang, Cina, dan Korea umumnya tak mahir bahasa Inggris. Pekerja kita pun sama parahnya dengan mereka. Demikian pula pihak manajemen di perusahaan induk. Kalau pekerja lokal tak menguasai bahasa mereka, maka mustahil bagi dia untuk melaporkan keadaan di sini kepada kantor pusat. Dengan alasan ini maka jabatan-jabatan strategis di perusahaan tetap dipegang orang asing.

Masalah terakhir adalah soal etos kerja pekerja kita yang rendah. Tidak sedikit TKA yang mencoba melakukan transfer keahlian, namun frustrasi karena tenaga lokal tak kunjung bisa meningkatkan skill. Etos kerja dan disiplin yang rendah membuat mereka tak kunjung bisa menyerap keahlian pada tingkat tinggi. Ada pula yang segera pindah ke perusahaan lain setelah mendapat sedikit tambahan keahlian, sehingga rencana pemindahan keahlian menjadi kacau.

Situasi ini tidak akan pernah berubah selama Kementerian Tenaga Kerja tidak mengubah pendekatan dalam pengelolaan tenaga kerja asing.

Hasanudin Abdurakhman cendekiawan, penulis dan kini menjadi seorang profesional di perusahaan Jepang di Indonesia

(mmu/mmu)