Bagaimana KERUKUNAN beragama harus dibangun

Oleh:
M Idham Kholiq
Sekretaris FKUB Sidoarjo

Sejarah bangsa Indonesia tidak terlepas dari nilai-nilai dan ajaran agama-agama di dalam membentuk masyarakat. Agama telah menyatu dan membentuk peri kehidupan sosial, adat-istiadat serta nilai-nilai sosial kemasyarakatan. Kekuatan agama juga telah menyatukan diri bersinergi dengan kekuatan-kekuatan etnis dalam meletakkan pondasi bangsa, meramunya menjadi nilai-nilai dasar bernegara, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.

Berdasarkan nilai-nilai Ketuhanan inilah, bangsa Indonesia telah bersepakat untuk mencapai tujuan bersama untuk mencapai kemanusiaan yang adil dan beradab, keadilan sosial bagi bagi bangsa Indonesia melalui persatuan bangsa, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang demokratis secara politik. Dengan demikian, pada saat kekuatan-kekuatan agama ini bersatu-padu dalam tujuan yang sama, terbukti mampu hidup berdampingan dan bersama-sama menegakkan NKRI. Inilah daya “immune” bangsa kita, yaitu persatuan dan kerukunan umat beragama dalam bernegara untuk mencapai tujuan bersama.

Kerukunan Umat Beragama adalah keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya. Termasuk didalamnya adalah kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa serta bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Definisi di atas mengandung beberapa konsep kunci. Pertama, kerukunan yang dimaksud dibangun (oleh) umat beragama yang berbeda-beda agamanya, yang dilandasi toleransi dan kesetaraan. Toleransi merupakan sifat atau sikap saling menghormati perbedaan yang ada (terhadap sesama). Adapun setara adalah sama kedudukannya, maksudnya yaitu setara dalam pengamalan ajaran agamanya. Kedua, adalah kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Bagian pertama mensiratkan keharusan untuk memiliki pemahaman bahwa hubungan yang dibangun dilandasi kesadaran sebagai umat yang berbeda-beda agama dan keyakinan. Tentu saja perbedaan ini tidak bisa disama-samakan, karena menyangkut keimanan yang transenden bersifat vertical. Termasuk di dalamnya adalah cara masing-masing beribadah kepada Tuhan. Maka yang dikembangkan adalah toleransi. Setiap penganut agama harus mengimani keyakinan agamanya, namun ia harus mengakui bahwa ada orang lain yang memiliki iman berbeda.

Adapun bagian kedua, bisa dijelaskan bahwa tuntutan untuk bekerja sama adalah orang-orangnya. Kerja sama yang dimaksud di sini pun adalah amal perbuatan yang bersifat sosial, bukan dikerjasamakan dalam urusan ke-tauhidan dan peribadatan. Dalam persoalan tauhid dan beribadah ini berlaku kaidah “bagimu agamamu bagiku agamaku”. Serta tentusaja toleransi di dalam kesamaan sebagai bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Editing by NDA

  • FKUB Sidoarjo Serap Aspirasi Jemaat PGI
  • Tiga Tokoh Penting Sidoarjo Hadir dalam Sarasehan Kebangsaan FKUB
  • Program Paguyuban Kerukunan Berbasis Desa dan Kelurahan
  • Gema FKUB Exist di Colour Run Reborn
  • FKUB Sidoarjo Kampanye Kerukunan Lewat Kaos
  • Jelang HUT Kemerdekaan FKUB Salurkan 2000 Bendera
  • FKUB Peduli Gelar Bhaksos ke Tanggulangin dan Balongbendo
  • Di Depan Anggota DPR RI Idham Sampaikan Kondisi Riil Keberagamaan
  • Willy Aditya Gelar Sosialisasi 4 Pilar bersama FKUB
  • FKUB Sidoarjo Berikan Tanda Kelulusan ke Anak-anak PAUD Melati Trisula

Semarang – Kerukunan antarumat beragama merupakan kondisi sosial ketika semua golongan agama bisa hidup bersama, tanpa mengurangi hak dasar masing-masing untuk melaksanakan kewajiban agamanya. Masing-masing pemeluk agama yang baik harus hidup rukun dan damai.

“Tahun 2019 masuk tahun politik, dan pada tahun politik ini kita ingin negara bersatu. Kita banyak ide dan pemikiran yang berbeda tetapi tujuannya tetap satu membangun bangsa bersama-sama,” kata Wakil Gubernur Jawa Tengah H Taj Yasin Maimoen, usai membuka Rakerda DPD Walubi Jateng, di PO Hotel Semarang, Selasa (4/12).

Pada Rakerda Walubi Jateng 2018, putra ulama kharismatik KH Maimoen Zubair itu mengajak semua umat beragama, termasuk umat Budha, agar terus berkontribusi menjaga dan merawat kerukunan di Jawa Tengah. Buat program kerja yang inovatif dan kreatif dalam rangka memajukan organisasi dan senantiasa menanamkan saling toleransi, rukun dan menghormati perbedaan.

“Demikian halnya juga kami sebagai umat muslim juga diajarkan bahwa ‘agamamu adalah agamamu, dan agamaku adalah agamaku’, saling menghormati dalam hal beribadah dan bagaimana saling toleransi. Ini yang kita harapkan,” terangnya.

Terlebih Walubi Jateng aksi sosialnya tinggi. Sehingga menurut Taj Yasin, berbagai kegiatan sosial Walubi bisa disinergikan dengan program-program Pemprov Jateng dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Senada disampaikan Gubernur Jateng H Ganjar Pranowo SH MIP dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan Wakil Gubernur Jateng. Menurutnya, kerukunan umat beragama merupakan pilar kerukunan nasional yang harus terus dipelihara. Kerukunan hidup antarumat beragama berarti keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerja sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

“Karena itu, kerukunan antarumat beragama tidak mungkin akan lahir dari sikap fanatisme buta dan sikap tidak peduli atas hak keberagaman serta perasaan orang lain,” katanya.

Dijelaskan, kerukunan adalah istilah yang dipenuhi oleh muatan makna baik dan damai. Intinya, hidup bersama dalam masyarakat dengan “kesatuan hati” dan bersepakat untuk tidak menciptakan perselisihan maupun pertengkaran. Apabila pemaknaan tersebut dijadikan pegangan, kerukunan adalah sesuatu yang ideal dan didambakan oleh masyarakat manusia.

“Mari kita jaga persatuan ini. Jangan mau dipecah belah dan diadu domba oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab yang menginginkan hilangnya kedamaian dari bumi pertiwi,” pintanya.

Gubernur menyampaikan, manusia ditakdirkan Tuhan sebagai makhluk sosial yang membutuhkan hubungan dan interaksi sosial dengan sesama. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan kerja sama dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan material maupun spiritual maka rukun adalah kunci untuk saling membantu dan peduli.

Kerukunan antarumat beragama bermakna rukun dan damainya dinamika kehidupan umat beragama dalam segala aspek kehidupan, seperti aspek ibadah, toleransi, dan kerja sama antarumat beragama.

“Ini sangat penting, terlebih akhir-akhir ini bangsa kita terus diuji dengan sikap-sikap intoleransi terhadap perbedaan yang ada,” imbuhnya.

Menurut gubernur, apabila semua bisa rukun dan damai, pembangunan akan semakin lancar. Demikian pula sebaliknya, jika kerusuhan terjadi dimana-mana, pembangunan akan sulit dilaksanakan, termasuk dalam hal menunaikan ibadah akan selalu merasa was-was dan cemas.

Kerukunan umat beragama dan harmonisasi merupakan prasyarat utama untuk mewujudkan sebuah masyarakat yang beradab dan bermartabat, salah satu wujud nyata upaya tersebut di Jawa Tengah adalah pelaksanaan Tri Kerukunan Umat Beragama. Yaitu kerukunan intern umat seagama, antarumat beragama dan antara umat beragama dengan pemerintah dengan melibatkan peran tokoh agama, tokoh masyarakat, dan seluruh elemen masyarakat.

Ia menambahkan, selain menjadi wahana konsolidasi organisasi, Raker DPD Walubi Provinsi Jawa Tengah ini, merupakan salah satu mekanisme organisasi dalam rangka evaluasi dan menyusun program kerja tidak hanya untuk kemajuan organisasi dan para pemeluk agama Budha, tetapi juga Indonesia.

“Untuk itu, forum ini diharapkan menghadirkan diskusi yang berkualitas, sehingga nantinya tercipta berbagai program kerja yang juga berkualitas,” harapnya.

Sementara itu, Plt Ketua DPD Walubi Jateng Romo Pujianto menjelaskan, melalui kegiatan itu diharapkan umat Budha lebih rukun, saling menghormati, bersatu, gotong royong, dan maju. Sebab tanpa hal-hal tersebut maka kerukunan dan kedamaian tidak akan terwujud. Semua umat bergama, termasuk umat Budha harus senantiasa bergotong royong.

“Kita tidak menganggap paling hebat atau paling benar sendiri. Yang jelas kita harus hidup rukun dan saling menghargai. Ini yang paling utama,” paparnya.

Rakerda yang dihadiri sekitar 400 umat Budha perwakilan dari berbagai daerah, seperti Boyolali, Temanggung, Jepara, Kudus, serta Kabupaten dan Kota Semarang ini membahas sebanyak 12 program. Belasan program itu meliputi antara lain program generasi muda, organisasi, serta program ekonomi kerakyatan.

“Program melibatkan anak muda menjadi prioritas karena anak muda menjadi dasar berbangsa dan bernegara. Sehingga generasi muda harus maju dan hebat dan mengambil peran dalam berbangsa dan bernegara. Generasi muda menjadi vital dalam organisasi Walubi,” terangnya.

Penulis : Mn, Humas Jateng

Editor : Ul, Diskominfo Jateng