Apakah Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto kurang dari 4 8 m boleh melakukan pembukuan?

31 Jul 2018

Seperti telah diketahui bahwa Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2018 yang mengatur seputar pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) yang bersifat FINAL dalam Jangka Waktu tertentu bagi pelaku bisnis UMKM yang memliki Omset kurang dari Rp. 4,8 Milyar setahun.

Sesuai dengan Penjelasan pada Bagian UMUM dari PP Nomor 23 Tahun 2018 :

“Dengan memperhatikan hasil evaluasi pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013, untuk memberikan kemudahan dan kesederhanaan kepada Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya, atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan jangka waktu tertentu.

Pemberlakuan jangka waktu tertentu dimaksudkan sebagai masa pernbelajaran bagi Wajib Pajak untuk dapat menyelenggarakan pembukuan sebelum dikenai Pajak Penghasilan dengan rezim umum.

Lebih lanjut, untuk mendorong masyarakat untuk berperan serta dalam kegiatan ekonomi formal, Peraturan Pemerintah ini mengatur ketentuan mengenai penyesuaian  tarif Pajak Penghasilan Final.

Untuk lebih memberikan keadilan kepada Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang telah mampu melakukan pembukuan, dalam Peraturan Pemerintah ini Wajib Pajak dapat memilih untuk dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a, Pasal 17 ayat (2a), atau Pasal 31E Undang-Undang Pajak   Penghasilan.”

Dengan adanya penjelasan diatas muncul pertanyaan dikalangan pelaku bisnis UMKM “Apakah jika Wajib Pajak (WP) bestatus UMKM dan telah dikenakan PPh yang bersifat final MASIH DIWAJIBKAN menyelenggarakan Pembukuan ? lantas Bagaimana setelah jangka waktu dikenakannya PPh Final berlalu apakah serta-merta WP UMKM DIWAJIBKAN menyelenggarakan pembukuan ?” 

Mengingat Pembukuan masih menjadi sesuatu yang sulit dilakukan oleh para pelaku bisnis UMKM dikarenakan keterbatasannya sumber daya yang dimiliki untuk mampu membuat pembukuan sesuai dengan standar yang berlaku.

Apakah Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto kurang dari 4 8 m boleh melakukan pembukuan?
Atas hal dilematis yang dialami pelaku bisnis UMKM diatas, kami coba memberikan sudut pandang penafsiran dari segi konstruksi dibentuknya peraturan pemerintah ini. Peraturan pemerintah ini terbit mengantikan Peraturan Pemerintah sebelumnya (PP. No 46 Tahun 2013) sesuai amanat dalam UU No. 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat (2) huruf e yaitu berupa penghasilan tertentu lainnya dapat dikenai pajak bersifat final yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah, sehingga ketentuan yang diatur dalam PP ini merupakan turunan dari UU PPh yang memberikan amanat pada PP untuk mengatur mengenai jenis Penghasilan yang dikenakan PPh bersifat final, sementara kewajiban menyelenggarakan Pembukuan diatur dalam UU No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yaitu:

  • dalam pasal 28 ayat (1) Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia WAJIB MENYELENGGARAKAN PEMBUKUAN dan
  • dalam pasal 28 ayat (2) Wajib Pajak yang DIKECUALIKAN dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetapi wajib MELAKUKAN PENCATATAN, adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

Ketentuan mengenai Wajib Pajak Orang Pribadi yang diperbolehkan untuk tidak menyelenggarakan pembukuan diatur dalam Peraturan DJP No. 17/PJ/2015 tentang Norma Perhitungan Penghasilan Neto dimana dalam PER DJP tersebut dalam Ps. 1 ayat (1) Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam 1 (satu) tahun sebesar Rp. 4,8 Milyar atau lebih WAJIB MENYELENGGARAKAN PEMBUKUAN dan dalam 1 Ps. 1 ayat (2) Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam 1 (satu) tahun kurang dari Rp. 4,8 Milyar WAJIB MENYELENGGARAKAN PENCATATAN kecuali WP yang bersangkutan memilih menyelenggarakan pembukuan.

Dengan penjelasan dari segi peraturan perundang-undangan diatas maka PP No. 23 Tahun 2008 tidak mengatur mengenai ketentuan Kewajiban Menyelenggarakan Pembukuan melainkan hanya seputar Jenis Penghasilan tertentu yang dikenakan PPh Bersifat Final yakni atas penghasilan dari Usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri yang memiliki peredaran bruto tertentu, dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dalam  jangka waktu tertentu. Oleh karena itu Kewajiban tentang menyelenggarakan Pembukuan tetap tunduk pada Ps. 28 UU KUP yakni Wajib Pajak  DIWAJIBKAN MENYELENGGARAKAN PEMBUKUAN bagi WP Badan (tidak terbatas berapa besar jumlah omset yang diperoleh dalam setahun) dan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang omsetnya telah diatas Rp. 4,8 Milyar setahun.

Sementara bagi WP Orang Pribadi jika omsetnya masih kurang dari Rp. 4,8 Milyar dalam setahun masih diperbolehkan hanya melakukan pencatatan. Sehingga kesimpulan atas pertanyaan diatas “UMKM Orang Pribadi Sebenarnya WAJIB Menyelenggarakan PEMBUKUAN atau Tidak ?” dapat dijawab WAJIB jika omsetnya dalam setahun telah lebih dari Rp. 4,8 Milyar setahun namun jika omset dalam setahun masih kurang dari Rp. 4,8 Milyar maka MASIH DIPERBOLEHKAN HANYA MELAKUKAN PENCATATAN meskipun jangka waktu dikenakannya PPh Final berdasarkan PP 23 tahun 2018 telah berlalu sepanjang ketentuan dalam Ps. 28 UU KUP dan Per-DJP No. 17/PJ/2015 belum diubah, dan sebaiknya WP Orang Pribadi UMKM tetap mempersiapkan diri untuk menyelenggarakan pembukuan karena tentunya dengan pembukuan yang diselenggarakan dengan baik maka keberlangsungan usaha dapat lebih diperhitungkan secara akurat.

WP ORANG PRIBADI YANG  DIKECUALIKAN KEWAJIBAN  MENYELENGGARAKAN PEMBUKUAN DAN DIPERBOLEHKAN MELAKUKAN PENCATATAN

  • Yang Diperbolehkan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto / Omset kurang dari 4,8M / WP UMKM
  • Tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
  • KETENTUAN  PENCATATAN

    TATA CARA MELAKUKAN PENCATATAN

  • Keadaan dan  kegiatan usaha yang sebenarnya serta didukung dengan dokumen
  • Huruf Latin/angka arab, mata uang rupiah atau bahasa asing dengan izin Kemenkeu
  • Suatu Tahun Pajak adalah  jangka waktu 1 tahun kalender Januari - Desember
  • Secara kronologis dan sistematis
  • PEMBERITAHUANN MENGGUNAKAN NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO DAN MELAKUKAN PENCATATAN

  • WP telah lama terdaftar, Jangka waktu 3 bulan pertama dari Tahun Pajak yang bersangkutan
  • WP Baru Terdaftar  ditahun bersangkautan, Paling lambat pada 3 bulan sejak saat terdaftar atau pada akhir Tahun Pajak
  • Tidak melakukan pemberitahuan, Wajib Pajak tersebut dianggap memilih menyelenggarakan Pembukuan

    WP OP MEMENUHI KRITERIA TERTENTU YAITU :

  • Melakukan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas, dengan omset tidak melebihi 4.8M serta atas omset keseluruhan dikenai PPh bersifat final dan/atau bukan objek pajak
  • Dapat melakukan pencatatan tanpa pemberitahuan penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto
  • PERHITUNGAN PEREDARAN BRUTO 4,8 M ADALAH :

  • Jumlah keseluruhan peredaran bruto dari setiap jenis dan/atau tempat usaha dan/atau pekerjaan bebas pada Tahun Pajak sebelumnya
  • Suami – Istri  menghendaki perjanjian pemisahan harta atau Isteri memilih untuk menjalankan sendiri  kewajiban pajak, Menggabungan peredaran bruto dari usaha dan/atau pekerjaan bebas suami dan isteri.
  • OBJEK PENCATATAN

    Bagi WP OP Yang Diperbolehkan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto / Omset kurang dari 4,8M / WP UMKM

  • Peredaran bruto yang berasal dari kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas yang dikenai PPh yang tidak bersifat final.
  • Penghasilan bruto yang berasal dari luar kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas yang dikenai PPh yang tidak bersifat final, serta biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan tersebut.
  • Peredaran bruto dan/atau penghasilan bruto yang bukan objek pajak dan/atau dikenaiPPh yang bersifat final, baik yang berasal dari kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas maupun dari luar kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas
  • Bagi WP OP tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas

  • Penghasilan bruto yang dikenai PPh yang tidak bersifat final serta biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan tersebut
  • Penghasilan bruto yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai PPh yang bersifat final
  • Bagi WP memenuhi kriteria tertentu

  • Penghasilan bruto yang dikenai PPh yang tidak bersifat final serta biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan tersebut; dan/atau
  • Penghasilan bruto yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai PPh yang bersifat final;
  • “Pencatatan  dapat berupa elektronik maupun non-elektronik wajib disimpan selama 10 tahun di Indonesia, pada tempat tinggal dan/atau tempat kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas”

    KETENTUAN  PEMBUKUAN

    PRINSIP TAAT ASAS

  • STELSEL PENGAKUAN PENGHASILAN
  • TAHUN BUKU
  • METODE PENILAIAN PERSEDIAAN
  • METODE PENYUSUTAN DAN AMORTISASI
  • Perubahan terhadap metode Pembukuan  persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak.

    PEMBUKUAN SEKURANG-KURANGNYA TERDIRI DARI ATAS CATATAN

  • HARTA
  • KEWAJIBAN
  • MODAL
  • PENGHASILAN DAN BIAYA
  • HARGA PEROLEHAN DAN PENYERAHAN BARANG ATAU JASA TERMASUK PENJUALAN DAN PEMBELIAN
  • STELSEL KAS

    Wajib Pajak yang dapat menyelenggarakan pembukuan dengan stelsel kas  harus memenuhi persyaratan:

  • Berlaku bagi  WP UMKM
  • WP OP  tetapi memilih atau diwajibkan menyelenggarakan Pembukuan
  • Badan yang memiliki peredaran bruto dari usaha tidak melebihi Rp  4,8M
  • KETENTUAN STELSEL KAS

  • Penghasilan diakui apabila telah diterima secara tunai dalam suatu Tahun Pajak; dan biaya diakui apabila benar-benar telah dibayar secara tunai dalam suatu Tahun Pajak
  • Untuk Tujuan Perpajakan

  • Penghitungan jumlah penghasilan dari usaha dan/atau pekerjaan bebas termasuk penjualan dalam suatu Tahun Pajak harus meliputi seluruh transaksi, baik tunai maupun bukan tunai
  • Penghitungan harga pokok penjualan harus memperhitungkan seluruh pembelian dan persediaan, baik transaksi tunai maupun bukan tunai; dan
  • Perolehan harta yang dapat disusutkan dan/atau hak-hak yang dapat diamortisasi karena mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun, hanya dapat dikurangkan dari penghasilan melalui penyusutan dan/atau amortisasi.
  • Persediaan dan pemakaian persediaan untuk penghitungan HPP  dinilai secara Rata –rata atau  FIFO
  • Penyusutan 4  tahun untuk harta berwujud bukan bangunan; atau 20 tahun untuk harta berwujud berupa bangunan
  • Amortisasi dilakukan dalam bagian yang sama besar selama masa manfaat 4 tahun
  • Penyusutan dan amortisasi  dimulai pada Tahun Pajak diperolehnya harta
  • Biaya yang merupakan pembayaran di muka untuk beberapa tahun yang dibayar sekaligus, pembebanannya dilakukan sekaligus pada Tahun Pajak dibayarkannya biaya tersebut secara tunai
  • Apabila tidak dapat memisahkan antara:   biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dan biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pribadi  dalam rangka penghitungan besarnya PKP, pembebanan biaya dilakukan sebesar 50% dari jumlah: a. Penyusutan dan amortisasi, b. Biaya yang dibayarkan secara tunai pada Tahun Pajak yang bersangkutan untuk pengeluaran yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 tahun, termasuk biaya yang merupakan pembayaran di muka
  • Ketentuan Pemberitahuan dapat menyelenggarakan Pembukuan dengan stelsel  Kas

  • Pemberitahuan harus disampaikan paling lambat bersamaan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan PPh Tahun Pajak sebelumnya.
  • Untuk Wajib Pajak yang baru terdaftar, kewajiban pemberitahuan dilakukan paling lambat pada 3 bulan sejak saat terdaftar atau akhir Tahun Pajak tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.
  • DJP menerbitkan surat keterangan Persetujuan atau Penolakan

    PERUBAHAN DARI STELSEL AKRUAL MENJADI STELSEL KAS

  • Penghasilan dan/atau biaya yang sudah diakui saat penggunaan stelsel akrual, tidak lagi diakui saat penggunaan stelsel kas
  • Penghasilan dan/atau biaya yang belum diakui saat penggunaan stelsel akrual tetapi telah memenuhi syarat pengakuan penghasilan dan/atau biaya berdasarkan stelsel kas, maka penghasilan dan/atau biaya tersebut langsung diakui pada Tahun Pajak terjadinya perubahan menjadi stelsel kas; dan/atau
  • Nilai sisa buku atas harta berwujud dan/atau harta tak berwujud, tetap disusutkan dan/atau diamortisasi sampai dengan akhir masa manfaat atau saat  pengalihan harta tersebut.
  • PERUBAHAN DARI STELSEL KAS MENJADI STELSEL AKRUAL

  • Penghasilan dan/atau biaya yang sudah diakui saat penggunaan stelsel kas, tidak lagi diakui saat penggunaan stelsel akrual;
  • Penghasilan dan/atau biaya yang belum diakui saat penggunaan stelsel kas tetapi telah memenuhi syarat pengakuan penghasilan dan/atau biaya berdasarkan stelsel akrual, maka penghasilan dan/atau biaya tersebut langsung diakui pada Tahun Pajak terjadinya perubahan menjadi stelsel akrual; dan/atau
  • Nilai sisa buku atas harta berwujud dan/atau harta tak berwujud, tetap disusutkan dan/atau diamortisasi sesuai dengan ketentuan Pasal 11 sampai dengan akhir masa manfaat atau saat pengalihan harta tersebut.
  • "WP yang menyelenggarakan  pembukuan dengan stelsel kas dan Tahun Pajak berikutnya memilih atau menyelenggarakan Pembukuan berdasarkan SAK, Tidak dapat lagi menyelenggarakan Pembukuan dengan stelsel kas  pada Tahun Pajak-Tahun Pajak berikutnya."

    "Sejak Tahun Pajak 2022, telah menyelenggarakan Pembukuan Tidak dapat melakukan pencatatan; dan/atau menghitung penghasilan netonya menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, pada Tahun Pajak-Tahun Pajak berikutnya."

     KETENTUAN TERKAIT :

    PMK   Nomor  54/PMK.03/2021 Tentang Tata Cara Melakukan Pencatatan Dan Kriteria Tertentu Serta Tata Cara Menyelenggarakan Pembukuan Untuk Tujuan Perpajakan