Apa yang terjadi jika gravitasi Bulan 2 kali lebih kuat dari gravitasinya saat ini

Suara.com - Sebagai tempat yang laik huni bagi umat manusia, bumi diciptakan sedemikian rupa agar bisa mendukung kehidupan makhluk hidup. Namun, apa jadinya jika massa bumi bertambah dua kali lipat?

Menurut Live Science, jika Bumi berukuran dua kali lipat maka diameternya akan menjadi sekitar 25.749 km, massa planet akan meningkat delapan kali, dan gaya gravitasi di Bumi akan dua kali lebih kuat. Gravitasi yang meningkat ini akan membuat bobot manusia juga ikut meningkat, sehingga ketika diukur dengan timbangan maka angka yang tertera akan dua kali lipat dari angka sebelumnya.

Tak hanya itu, dampak dari peningkatan gravitasi pun akan membuat manusia sulit berjalan dan membutuhkan lebih banyak tenaga. Tubuh pun akan terasa lebih berat dan kemungkinan membuat tulang dan otot menjadi rapuh karena tidak kuat untuk menopang berat tubuh yang bertambah.

Adaptasi dan evolusi makhluk hidup juga akan mengalami perubahan ketika gravitasi meningkat dua kali lipat. Manusia akan menjadi lebih pendek karena terus menerus ditarik ke bawah oleh gravitasi yang kuat. Tak hanya manusia, hal serupa juga terjadi pada hewan dan semua jenis spesies.

Baca Juga: Fosil Hutan Berumur 400 Tahun Ditemukan!

Dampak peningkatan gravitasi lainnya adalah pertumbuhan pohon. Menurut Cosmos Up, gravitasi ternyata sangat berkaitan dengan seberapa tinggi sebuah pohon bisa tumbuh. Sebuah pohon akan terus tumbuh selama jumlah energi yang dibutuhkan untuk mengangkut air ke atas akan lebih sedikit dari jumlah energi yang diperoleh dari fotosintesis.

Namun, jika gravitasi meningkat, maka hal itu akan mengganggu keseimbangan pohon karena membutuhkan lebih banyak energi untuk membawa air ke batang pohon. Akibatnya, akan ada banyak pohon di hutan yang mati dan tumbang dan pohon-pohon baru akan tumbuh dengan ukuran yang lebih pendek.

Mengingat massa Bumi juga bertambah, hal ini akan menyebabkan pemanasan yang berlebihan dan terjadi peningkatan aktivitas vulkanik di Bumi. Dengan kata lain, gunung berapi yang tersebar di seluruh dunia, termasuk Indonesia, yang pada mulanya sudah tidak aktif akan kembali aktif dan meletus.

Aktivitas gunung berapi yang lebih intens itu pun akan mengubah permukaan Bumi dengan menciptakan area daratan baru. Tak hanya itu, perubahan iklim juga mungkin akan terjadi karena gas dari letusan gunung yang memengaruhi atmosfer.

Oleh karena itu, bumi telah diciptakan sedemikian rupa untuk mendukung kehidupan yang seimbang bagi umat manusia.

Baca Juga: Kuburan Vampir Abad ke-19 Dibongkar, Arkeolog Temukan Hal Mengejutkan Ini

Suara.com - Air laut akan mengalami pasang dan surut dalam satu hari. Secara ilmu fisika, bentuk permukaan air laut memang mudah berubah apabila dikenakan gaya.

Bentuk permukaan laut di satu tempat dengan lokasi lainnya bisa berbeda akibat gaya gravitasi bulan di tempat yang berbeda pada laut yang beda.

Hal ini mengakibatkan adanya permukaan laut yang naik (pasang) dan adanya permukaan laut yang turun (surut). Karena bumi berotasi, maka dalam satu hari, suatu tempat mengalami dua kali pasang dan dua kali surut.

Dikutip dari Ruang Guru, pasang surut air laut dapat dipengaruhi oleh gravitasi bulan atau gravitasi matahari. Akan tetapi gravitasi bulan memiliki pengaruh yang lebih besar daripada gravitasi matahari karena jarak bulan lebih dekat ke bumi.

Baca Juga: Pengertian dan Sifat Senyawa yang Perlu Kalian Ketahui

Kondisi air laut pasang terjadi dua kali, yaitu saat bulan purnama dan bulan baru. Pada belahan bumi yang mengalami bulan purnama, jarak air laut dengan pusat bulan lebih dekat daripada jarak pusat bumi dengan pusat bulan.

Hal yang sama terjadi pada belahan bumi yang mengalami bulan baru, jarak air laut dengan pusat bulan lebih jauh daripada jarak pusat bumi dengan pusat bulan. Ini mengakibatkan gaya gravitasi bulan lebih kuat daripada bumi untuk menarik air laut. Air laut menjadi sedikit lebih tinggi terhadap permukaan bumi, inilah yang disebut air laut pasang.

Lalu kapan terjadinya kondisi air laut yang surut? Kondisi ini terjadi pada belahan bumi yang tidak mengalami bulan purnama maupun bulan baru atau disebut pasang perbani.

Peningkatan ketinggian air laut di bagian yang mengalami bulan purnama maupun bulan baru tentunya mengambil jatah air dari belahan bumi lainnya. Hal ini menyebabkan belahan bumi lainnya mengalami permukaan laut yang surut.

Pada saat bulan separuh, air laut surut lebih banyak terjadi karena bagian bumi tersebut berada tepat di tengah, di antara bagian yang mengalami bulan purnama dan bulan baru.

Baca Juga: 5 Pengaruh Gaya Ilmu Fisika dan Penerapannya dalam Kehidupan Sehari-Hari

Apa yang terjadi jika gravitasi Bulan 2 kali lebih kuat dari gravitasinya saat ini

Apa yang terjadi jika gravitasi Bulan 2 kali lebih kuat dari gravitasinya saat ini
Lihat Foto

Shutterstock

Ilustrasi Bulan. Kenapa Bulan tidak bisa jatuh ke Bumi.

KOMPAS.com - Baik benda maupun makhluk yang berada di Bumi akan tetap diam dan tidak melayang karena adanya gaya gravitasi. Gravitasi Bumi bahkan dapat menarik benda, dan membuat apapun jatuh ke permukaannya. Lantas, kenapa Bulan yang ada di dekat Bumi tidak bisa mendekati atau jatuh ke planet ini? 

Saat kita melompat dan turun kembali ke tanah, ini disebabkan oleh adanya gravitasi Bumi. Atau ketika kita melempar benda ke atas, maka benda itu akan jatuh lagi ke permukaan tanah.

Namun, tidak dengan Bulan yang tampak diam di atas langit dan tidak tertarik gravitasi Bumi. 

Sebenarnya, kenapa ya, Bulan tidak jatuh ke Bumi padahal gaya gravitasinya cukup kuat?

Untuk menjawab itu, rahasia alam semesta kali ini membahas penyebab Bulan tidak bisa jatuh ke Bumi.

Baca juga: Foto Bulan Pertama yang Dipotret dengan Resolusi Tertinggi dari Bumi

Menjelaskan mengapa Bulan tidak jatuh ke Bumi, dilansir dari Eropean Space Agency, Jumat (1/10/2010) Bulan terus bergerak mengelilingi Bumi, dan tidak pernah berhenti sekali pun.

Tanpa gaya gravitasi dari Bumi, Bulan akan melayang ke area luar angkasa yang sangat jauh.

Kombinasi antara kecepatan dan jarak dari Bumi memungkinkan Bulan untuk selalu menyeimbangkan dirinya.

Jika bergerak lebih cepat, Bulan akan menjauh dan terbang ke wilayah lain di luar angkasa, tetapi jika bergerak lebih lambat Bulan akan jatuh ke Bumi.

Dijelaskan oleh astronom dari Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA), Doris Daou, sebenarnya Bulan selalu jatuh ke bumi.

Baca juga: Kenapa Gerhana Bulan Total Berwarna Merah?

Apa yang terjadi jika gravitasi Bulan 2 kali lebih kuat dari gravitasinya saat ini

Apa yang terjadi jika gravitasi Bulan 2 kali lebih kuat dari gravitasinya saat ini
Lihat Foto

SHUTTERSTOCK/Jose L. Stephens

Ilustrasi fenomena langit tripel konjungsi Bulan-Mars-Aldebaran. Fenomena langit ini akan terjadi pekan ini, 19 Maret 2021.

Akan tetapi,  pergerakannya sangat cepat sehingga tidak akan pernah menabrak Bumi.

"Ketika kita melempar benda seperti bola tenis, gravitasi menariknya ke bawah menuju pusat bumi. Bahkan bola tenis yang bergerak paling cepat pun pada akhirnya akan menyentuh tanah, tetapi saat objek semakin jauh dan mulai bergerak lebih cepat, semuanya berubah," kata Daou.

Melansir PBS Learning Media, Jumat (7/1/2022), selain karena Bulan bergerak begitu cepat, jaraknya yang sangat jauh dari Bumi pun menjadi salah satu penyebab mengapa benda langit itu tak pernah jatuh ke permukaan Bumi.

"Bulan tidak pernah menyentuh bumi. Sebaliknya dia mengorbit Bumi dalam jalur yang sama terus-menerus," imbuhnya.

Baca juga: Cara Melihat Gerhana Bulan Sebagian Terlama Abad Ini

Keseimbangan kecepatan dan gravitasi yang mulus ini menciptakan apa yang disebut sebagai orbit di mana benda langit yang lebih kecil akan melingkari benda langit yang lebih besar secara terus-menerus.

"Bulan mengorbit mengelilingi bumi dengan cara ini, sama seperti bumi dan planet-planet lain mengorbit matahari. Sebagian besar satelit buatan manusia mengorbit bumi, namun, beberapa diluncurkan di luar gravitasi bumi sehingga mereka mengorbit matahari sebagai gantinya," papar Daou.

Jika Bulan bergerak dalam lingkaran sempurna, maka gaya gravitasi akan selalu 'menyamping' dan hanya menyebabkannya berubah arah.

Faktanya, Bulan menarik Bumi dengan kekuatan yang sama persis karena interaksinya serupa. Kondisi ini membuat Bumi bergerak melingkar, namun karena massanya yang 81 kali lebih besar dari massa Bulan, maka Bumi bergerak dalam lingkaran yang jauh lebih kecil.

Lingkaran yang mengelilinginya pun sangat kecil, sehingga pusat lingkaran Bulan berada di dalam Bumi.

Baca juga: Gerhana Bulan Sebagian Terlama di Papua, Ini Wilayah Lain yang Bisa Melihatnya

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.