JawaPos.com – Acara Dies Natalis Universitas Indonesia (UI) ke-68 sempat diwarnai orasi mahasiswa. Aksi berupaya pemberian kartu kuning diiringi dengan suara peluit kepada Presiden Joko Widodo. Aksi ini terjadi saat mantan Gubernur DKI Jakarta ini memberikan pidato dihadapan tamu undangan. Tindakan mahasiswa ini merupakan sebuah peringatan bahwa kinerja rezim Jokowi belum maksimal. 1. Buku Paduan Fakta lain terungkap, bahwa selembar kertas yang digunakan sebagai kartu kuning bukan merupakan kartu kuning seperti milik wasit dalam sebuah pertandingan sepakbola. Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Zaadit Taqwa mangatakan bahwa kartu kuning tersebut merupakan buku paduan suara milik mahasiswa baru UI, yang kebetulan berwarna kuning. “Buku kuning itu buku paduan suara mahasiswa baru, warnanya kuning,” ungkap Zaadit di kantor BEM UI, Depok, Jumat (2/2). 2. Peluit Pemancing Peluitnya sendiri digunakan sebagai alat mendramatisir suasana. Sehingga peserta Dies Natalis akan terpancing perhatiannya untuk menyaksikan aksi ini. “Iya (peluitnya untuk tarik perhatian),” imbuh Zaadit. 3. Inspirasi Bola Aksi ini sendiri terinspirasi dari sebuah pertandingan sepakbola. Jika seorang pemain bola melakukan pelanggaran maka akan dikenakan kartu kuning pertama sebagai peringatan. Namun jika pemain tersebut kemudian melakukan pelanggaran kembali maka akan mendapat kartu kuning kedua sekaligus kartu merah. Artinya pemain harus meninggalkan pertandingan. Sama halnya dengan kinerja pemerintah terutama Jokowi. 4. Aksi Peringatan untuk Jokowi Zaadit mengatakam bahwa aksi ini untuk peringatan terhadap kinerja presiden untuk membuat Indonesia semakin lebih baik. “Iya dari situ (sepakbola). Intinya, tujuan aksi tersebut ngasih peringatan ke Jokowi aja, bahwa banyak yang belum selesai di Indonesia,” pungkas Zaadit. Sebelumnya mahasises yang melakukan aksi menuntut tiga hal kepada Jokowi. Tuntutan pertama agar pemerintah segera menyelesaikan Kejadian Luar Biasa (KLB) Asmat. Kemudian masa menolak terkait wacana penunjukan dua Jendral Polri sebagai Pelaksana Tugas (PLT) sedangkan permintaan terkahir penolakan terhadap draf Permendikstek mengatur organisasi mahasiswa yang dinilai menghilangkan otoritas mahasiswa terhadap organisasinya. Aksi itu dilakukan atas nama aliansi gerakan yang terdiri atas Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI), BEM FKM UI, BEM Psikologi UI, BEM FF UI, BEM FIB UI, BEM FMIPA UI, BEM FKG UI, BEM FIA UI, BEM Fasilkom UI, dan BEM Vokasi UI.
Editor : Yusuf Asyari Reporter : (sat/JPC)
JawaPos.com – Setelah sempat diamankan oleh Paspampres saat memberikan “kartu kuning” ke Preiden Joko Widodo (Jokowi) pada acara Dies Natalis Universitas Indonesia (UI) ke-68, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI), Zaadit Taqwa membeberkan maksud tindakannya tersebut. Dia mengatakan, dalam aksinya itu mahasiswa meminta pemerintah segera menyelesaikan Kejadian Luar Biasa (KLB) Asmat. Sebab warga sangat membutuhkan infrastruktur hingga pendidikan yang hingga kini masih sangat minim. “Kami mendorong untuk pemerintah segera menyelesaikan KLB di Asmat ini, supaya tidak lebih banyak lagi orang yang meninggal. Lebih ke arah pembangunan bukan hanya infrastruktur, tapi juga pendidikan dan kesehatan,” ungkap Zaadit di kantor BEM UI, Depok, Jumat (2/2). Video pemberian kartu kuning untuk Presiden Jokowi dari BEM UI (Youtube)Sebagaimana diketahui, aksi pemberian kartu kuning Zaadit itu dilakukan bersama para gerakan BEM di UI yang terdiri atas BEM UI, BEM FKM UI, BEM Psikologi UI, BEM FF UI, BEM FIB UI, BEM FMIPA UI, BEM FKG UI, BEM FIA UI, BEM Fasilkom UI, dan BEM Vokasi UI. Lebih jauh Zaadit menyebutkan tuntutan dari mahasiswa. Di antaranya menolak penunjukan dua Jendral Polri sebagai Pelaksana Tugas (PLT) Gubernur Jawa Barat dan Sumatera Utara. Mereka menilai langkah Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo tidak tepat, karena menunjuk dua penegak hukum aktif terjun ke politik. Oleh sebab itu presiden sebagai pemegang otoritas terkahir terkait plt itu diharapkan mampu mengambil keputusan bijak dan menolak usulan Mendagri. “Bola panasnya kan di Jokowi. Mendagri itu salah merekomendasikan anggota polisi aktif untuk kemudian menjabat jabatan politik,” imbuh Zaadat. Tuntutan terakhir terkait Permendikstek organisasi mahasiswa. Aturan itu dinilai merugikan mahasiswa. Pasalnya otoritas organisasi akan dikuasai oleh pihak universitas bukan lagi menjadi wewenang organisasi. “Organisai mahasiswa ini jadi unit kampus di bawah. Ketika misalkan ada pemilu mahasiswa, terpilih ketua BEM, kalau rektorat tidak menyetujui bisa diganti. Jadi otoritas mahasiswa terhadap organisasi itu sendiri berkurang, bahkan bisa disebut hilang,” pungkas Zaadat.
Editor : Ilham Safutra Reporter : (sat/JPC)
Presiden Joko Widodo berbincang dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla, dan Menkopolhukam Wiranto, sebelum memimpin rapat terbatas tentang rencana pembangunan Universitas Islam Internasional Indonesia di Istana Merdeka, Jakarta, 18 Januari 2018. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo mendapatkan kartu kuning dari seorang mahasiswa. Kartu yang disimbolkan sebagai peringatan itu didapatkan Jokowi saat menghadiri Dies Natalis Universitas Indonesia pada Jumat, 2 Februari 2018. Aksi tersebut dilakoni oleh Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia Zaadit Taqwa, mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Dia mengacungkan buku bersampul kuning dan meniupkan peluit di hadapan Presiden Jokowi sebagai sebuah peringatan. Baca: Mahasiswa Acungkan Kartu Kuning ke Jokowi, Ini Kata Menteri Nasir Menurut dia, banyak kebijakan dan isu yang tidak bisa disikapi dengan tepat oleh Presiden Jokowi. “Sudah seharusnya Presiden Jokowi diberi peringatan untuk melakukan evaluasi di tahun keempatnya,” kata Zaadit. Selain memberi kartu kuning, Zaadit ingin menyampaikan kritik yang harus di perhatikan oleh Presiden Jokowi. Menurut dia, masih banyak isu yang membuat masyarakat resah. Baca: Hadiri Dies Natalis UI, Jokowi Diacungi Kartu Kuning Berikut adalah beberapa hal yang menjadi alasan Zaadit melakukan aksinya. 1. Musibah Gizi Buruk Asmat Kondisi gizi buruk tersebut tidak sebanding dengan dana otonomi khusus yang pemerintah alokasikan untuk Papua. Pada 2017, Papua menerima Rp 11,67 triliun. "Masalah kesehatan itu kami minta agar diperhatikan Presiden," kata Zaadit. 2. Dwifungsi Polri TNI Adapun Kemendagri menunjuk Asisten Operasi Kepala Kepolisian RI Inspektur Jenderal Mochamad Iriawan sebagai pelaksana tugas Gubernur Jawa Barat dan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Inspektur Jenderal Martuani Sormin sebagai Plt Gubernur Sumatera Utara. "Ini sama saja memunculkan dwifungsi Polri/TNI," ucapnya. 3. Aturan Baru Organisasi Kemahasiswaan Tim penyusun juga telah mengundang 30 perwakilan BEM seluruh Indonesia untuk memberi masukan terhadap draf tersebut pada 14 dan 15 Desember lalu di Bekasi, Jawa Barat. Hasilnya, para perwakilan BEM menyatakan menolaknya. Zaadit menilai draf peraturan baru organisasi mahasiswa mengancam kebebasan berorganisasi dan gerakan kritis mahasiswa. Draft baru tersebut berisi aturan seperti melarang organisasi kemahasiswaan berafiliasi dengan organisasi ekstra kampus. Peraturan itu juga hanya mengakui organisasi lintas perguruan tinggi yang berdasarkan bidang keilmuan atau peminatan sejenis. Akibatnya, organisasi non-keilmuan seperti aliansi BEM Seluruh Indonesia harus dibubarkan.
|