Apa hukumnya kalau tidak mandi wajib

Adapun dasar kewajiban melakukan mandi karena junub (keluar sperma atau berhubungan badan) adalah perintah Allah dalam Al-Qur’an:

وَاِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوْا

Jika kamu junub, maka mandilah (QS. Al-Ma’idah [5]: 6).

Mayoritas ulama ushul fikih menetapkan beberapa kaidah yang berkaitan dengan perintah Allah, antara lain berupa:

إِنَّ الْأَمْرَ الْمُطْلَقَ لَا يَقْتَضِي الْفَوْرَ

Sesungguhnya perintah yang mutlak itu tidak menuntut untuk segera dilakukan.

Imam Az-Zarkasyi, ulama fikih dan ushul fikih mazhab Syafii, mengungkapkan:

الْأَمْرُ يَقْتَضِي الِامْتِثَالَ مِنْ غَيْرِ تَخْصِيْصٍ بِوَقْتٍ

Perintah itu menuntut untuk dilakukan tanpa ditentukan dengan suatu waktu.

Sementara Imam Al-Kamal bin Al-Hammam, ulama mazhab Hanafi, menyatakan:

فَإِنَّ الْمُخْتَارَ فِي الْأُصُولِ أَنَّ مُطْلَقَ الْأَمْرِ لَا يَقْتَضِي الْفَوْرَ وَلَا التَّرَاخِيَ بَلْ مُجَرَّدَ طَلَبِ الْمَأْمُورِ بِهِ فَيَجُوزُ لِلْمُكَلَّفِ كُلٌّ مِنْ التَّرَاخِيْ وَالْفَوْرِ فِي الِامْتِثَالِ

Sesungguhnya pendapat yang dipilih dalam ushul fikih adalah bahwasanya perintah yang mutlak tidak menuntut disegerakan dan tidak pula ditunda, melainkan hanya menuntut sesuatu yang diperintahkan. Maka boleh bagi mukallaf untuk menunda atau menyegerakan dalam melaksanakan perintah.

Berdasarkan kaidah tersebut, maka mandi wajib tidak harus dilakukan dengan segera dan boleh menundanya. Hal ini juga berdasarkan hadis riwayat sahabat Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah ﷺ berpapasan dengannya di sebuah jalan di kota Madinah, sedangkan Abu Hurairah sedang junub. 

Abu Hurairah lalu berpaling dan pergi untuk mandi besar, kemudian ia mendatangi Rasulullah ﷺ kembali. Beliau ﷺ lalu bertanya, “Ke mana kamu tadi, wahai Abu Hurairah?”

“Aku sedang junub, dan aku tidak nyaman duduk menemani engkau dalam keadaan tidak suci,” jawab Abu Hurairah.

Rasulullah ﷺ lalu bersabda:

سُبْحَانَ اللَّهِ، إِنَّ المُسْلِمَ لاَ يَنْجُسُ

Mahasuci Allah, sesungguhnya seorang muslim tidaklah najis (HR. Bukhari no. 283).

Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani saat mengomentari hadis ini berpendapat bahwa boleh menunda mandi besar dari awal waktu diwajibkannya. Begitu pula pendapat Imam Badruddin Al-’Aini, ulama hadis dari mazhab Hanafi.

Namun, kebolehan menunda pelaksanaan mandi ini tidak dimaknai dengan penundaan seterusnya tanpa ada batas akhir. Maksud dari boleh menunda adalah apabila seseorang berhadas besar, maka ia tidak dituntut untuk segera mandi setelahnya.

Sama halnya dengan hadas kecil seperti buang angin, di mana seseorang yang mengalaminya tidak dituntut untuk segera berwudhu setelahnya. Wudhu menjadi wajib dilakukan saat ia hendak melaksanakan shalat atau hal lainnya yang disyaratkan suci dari hadas kecil.

Maka, mandi besar boleh ditunda sampai orang yang berhadas besar hendak melaksanakan shalat, membaca Al-Qur’an, menyentuhnya, atau hal lain yang disyaratkan suci dari hadas besar. 

Anjuran untuk berwudhu jika belum mandi besar

Jika seseorang berhalangan untuk segera mandi besar setelah junub, misalnya dalam kondisi kedinginan, maka dianjurkan untuk berwudhu. Karena Rasulullah ﷺ bersabda:

ثَلاَثَةٌ لاَ تَقْرَبُهُمُ الْمَلاَئِكَةُ جِيفَةُ الْكَافِرِ وَالْمُتَضَمِّخُ بِالْخَلُوقِ وَالْجُنُبُ إِلاَّ أَنْ يَتَوَضَّأَ

Tiga orang yang tidak didekati malaikat: mayat orang kafir, orang yang berlebihan menggunakan minyak wangi, dan orang yang junub sampai ia berwudhu (HR. Abu Dawud no. 4180; hadis shahih menurut Imam Al-Mundziri).

Wudhu tidak bisa mensucikan hadas besar, jadi orang yang junub tetap harus mandi besar setelahnya. Namun, disunnahkan untuk berwudhu bagi orang yang junub apabila hendak tidur. 

Hal ini sebagaimana hadis dari Sahabat Ibnu Umar ra. bahwa ayahnya pernah bertanya kepada Rasulullah ﷺ, “Apakah kami boleh tidur dalam keadaan junub?”

Lalu Rasulullah ﷺ menjawab:

نَعَمْ إِذَا تَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ فَلْيَرْقُدْ وَهُوَ جُنُبٌ

Boleh, jika kamu telah berwudhu, maka boleh tidur dalam keadaan junub (belum mandi besar) (HR. Bukhari no. 287).

Kesimpulan

Sahabat KESAN yang budiman, seseorang wajib mandi besar dalam kondisi berhadas besar, yaitu keluar air mani, berhubungan badan, haid, nifas, dan melahirkan.

Adapun orang yang junub tidak harus segera mandi setelah berhadas besar, dan boleh menundanya sampai ia akan mendirikan shalat, membaca Al-Qur’an, atau melakukan ibadah lain yang disyaratkan suci dari hadas.

Jika seseorang berhalangan untuk menyegerakan mandi besar, misalnya dalam kondisi kedinginan, maka dianjurkan untuk berwudhu agar tidak dijauhi malaikat. Namun, ia tetap wajib mandi setelahnya. Demikian juga disunnahkan untuk berwudhu sebelum tidur saat junub.

Wallahu A’lam bish Ash-Shawabi.

Referensi: Abu Hamid Al-Ghazali; Al-Mustashfa, Az-Zarkasyi; Al-Bahr Al-Muhith, Ibnu Al-Hammam; Fath Al-Qadir’, Ibnu Hajar Al-Asqalani; Fath Al-Bari, Badruddin Al-’Aini; Syarh Sunan Abi Dawud.

###

*Jika artikel di aplikasi KESAN dirasa bermanfaat, jangan lupa share ya. Semoga dapat menjadi amal jariyah bagi kita semua.Aamiin.

Apakah dosa jika menunda mandi wajib?

Tidak ada larangan khusus artinya bagi orang menunda mandi. Ketika dia ingin salat, maka dia wajib untuk mandi junub dan memang hukumnya makruh. Hadis baginda Nabi Muhammad SAW, Nabi pernah mengatakan ada tiga hal yang memang dijauhkan malaikat pergi dari dia. Tapi, hanya malaikat Rahmat.

Apa yang terjadi jika kita lupa mandi wajib?

Ketika seseorang masih dalam kondisi junub atau berhadas besar, tapi lupa mandi wajib dan ia berpuasa maka puasanya tidak batal alias boleh dilanjutkan. Menurutnya, jika benar-benar lupa maka hukumnya tidak membatalkan puasa. Hal ini berbeda jika memang sengaja hadas besar di siang hari selama Ramadan.

Apakah mandi wajib diwajibkan?

Salah satu perintah Allah yang wajib dilakukan seluruh muslim dan muslimah adalah mandi wajib. Mandi wajib yang juga dikenal dengan mandi besar atau mandi junub adalah perintah Allah untuk para hambanya mensucikan diri dari hadas apapun, baik itu hadas kecil ataupun hadas besar.